Tara S. Kairupan - 050111152
BAB I PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi adalah invasi dan multiplikasi kuman (mikroorganisme) di dalam jaringan tubuh. Infeksi-infeksi pada sistem saraf pusat menimbulkan masalah medis yang serius dan membutuhkan pengenalan dan penanganan segera untuk memperkecil gejala sisa neurologis yang serius dan memastikan kelangsungan hidup pasien.
1,2
Penyakit infeksi pada anak yang menjadi mendapat perhatian khusus dan membutuhkan perawatan perawatan intensif antara lain penyakit infeksi i nfeksi dan inflamasi sistem saraf pusat yaitu meningitis dan ensefalitis. Meningitis dan ensefalitis dapat bersifat primer atau hanya merupakan bagian dari penyakit sistemik. Berbagai jenis mikroorganisme dapat menginvasi selaput otak dengan pola yang bervariasi banyak atau sedikit dalam hal keakutan, intensitas, durasi, dan kekhususan. Gambaran klinis utama yang timbul pada seorang pasien bergantung pada jenis mikroorganisme, jumlah, keadaan umum dan daya tahan tubuh pasien, adanya infeksi ikutan, dan penatalaksaan klinis.
1,2
Meningitis dan ensefalitis merupakan radang pada sistem saraf pusat. Meningitis merupakan suatu reaksi peradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik/non spesifik atau virus, sedangkan ensefalitis merupakan suatu peradangan yang mengenai jaringan otak. Meningitis dan ensefalitis yang terjadi secara bersamaan disebut meningoensefalitis. meningoensefalitis.
3,4
Meningitis dan ensefalitis dapat dijumpai pada semua rentang umur, dari anak-anak hingga dewasa. Data statistik menyatakan meningoensefalitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Insidens puncak penyakit ini terdapat rentang usia 6-12 bulan. Rentang usia dengan angka mortalitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4 tahun.
3,4
1
Tara S. Kairupan - 050111152
Secara umum, meningitis maupun ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, riketsia, jamur, cacing, protozoa. Gejala klinis meningitis berbeda-beda pada tiap rentang umur. Pada neonatus, gejala umumnya tidak khas, dalam pemeriksaan didapatkan anak mengalami demam, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan kesadaran menurun, ubunubun besar kadang kadang cembung, dan pernafasan tidak teratur. Pada anak umur 2 bulan sampai dengan 2 tahun keluhan yang mungkin didapatkan hanya panas, muntah, gelisah, serta kejang berulang. Pada anak umur lebih 2 tahun gejala lebih khas yaitu adanya panas, menggigil, muntah, nyeri kepala, kejang, gangguan kesadaran, dan yang paling utama terdapatnya tanda-tanda rangsangan meningeal seperti kaku kuduk, tanda Brudzinski, Kernig, dan Laseque. Gejala klinis ensefalitis antara lain demam, kejang, kesadaran menurun, dan dibedakan dengan meningitis dengan adanya gejala-gejala fokal kerusakan jaringan otak. Pada keadaan ensefalitis tanpa meningitis, tidak ditemukan adanya tanda rangsangan meningeal.
2,5,6
Meningitis dan ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai infeksi pada organ lainnya. Salah satu yang dapat menyebabkan meningitis ialah infeksi saluran pernapasan misalnya ISPA ataupun bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus dan sekitarnya yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
7
Komplikasi meningoensefalitis salah satunya dapat berupa hidrosefalus. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau
2
Tara S. Kairupan - 050111152
kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Hidrosefalus pada meningitis bakterial biasanya terjadi pada sutura yang belum menutup diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler (perlengketan meningen akibat infeksi pada fase akut) yang mencegah bersikulasinya cairan serebrospinalis sehingga dampaknya CSS mencari jalan keluar lain dan mendesak keluar dari sutura mengakibatkan penonjolan fontanela anterior. Apabila berlangsung terus kepala menjadi besar. Pada anak dengan sutura yang telah menutup maka CSS akan menekan cavitas cranium dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang ekstrim.
8
3
Tara S. Kairupan - 050111152
BAB II LAPORAN KASUS
II.1 Identitas Pasien
Nama
: A.L.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
BB / TB
: 9 kg / 84 cm
TTL
: Borgo, 12 November 2007
Umur
: 2 / 12 12 tahun
Suku
: Minahasa
Bangsa
: Indonesia
Riwayat persalinan
: partus spontan letak kepala oleh bidan
7
BBL 3800 gram
Ayah Umur
: 27 tahun
Pekerjaan
: Nelayan
Pendidikan
: SD
Umur
: 25 tahun
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan
: SMP
Ibu
MRS
: 12 Juni 2010 jam 19.00 WITA
Family tree
:
4
Tara S. Kairupan - 050111152
II.2 Anamnesis Anamnesis utama : diberikan oleh ibu penderita.
Keluhan utama : penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran kesadaran dialami penderita sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita awalnya tidur-tidur, namun 1 hari yang lalu penderita baru membuka mata. Penderita tidak bereaksi terhadap suara, hanya terhadap nyeri dan tidak mengeluarkan suara. Penurunan kesadaran didahului kejang-kejang. Kejang awalnya lama (lebih dari 30 menit), namun setelah itu kejang lagi dan durasinya kira-kira 5 menit. Kejang kira-kira 5 kali dalam sehari. Saat kejang mata penderita mendelik ke atas, tangan dan kaki kaku, wajah memucat. Sebelum kejang penderita sadar namun lemas, sedangkan setelah kejang, penderita tidak sadar. Demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi pada perabaan dan bersifat naik turun. Demam turun dengan obat penurun panas. Riwayat menggigil disangkal. Perdarahan dari hidung, mulut, dan gusi disangkal. Riwayat trauma kepala disangkal. Batuk dan pilek sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dan makin lama makin berat sehingga penderita tampak sesak. Buang air besar cair sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi lebih dari 5 kali dalam sehari, warna hijau, ampas ada, lendir ada, darah disangkal, bau khas, volume ¼ gelas aqua namun sekarang hanya 2 kali dalam sehari. Terdapat riwayat muntah-muntah. Muntah tidak menyembur, frekuensi >5x dalam sehari, dan volume kira-kira ¼-½ gelas aqua tiap kali muntah. Muntah berisi cairan dan sisa makanan, darah tidak ada, muntah hitam disangkal. Kirakira 9 hari yang lalu penderita di rawat di RS. Langowan dengan keluhan badan lemas karena muntah-muntah. Setelah 3 hari dirawat di RS. Langowan, penderita mulai kejang-kejang. Setelah itu, penderita dirujuk ke RS Bethesda karena keadaan penderita tidak membaik. Akhirnya penderita dirujuk lagi ke RSUP Prof. R.D. Kandou Manado.
5
Tara S. Kairupan - 050111152
Anamnesis Antenatal
Pemeriksaan antenatal teratur sebanyak 7 kali di Puskesmas setempat Imunisasi TT 2x Saat hamil ibu sehat
Riwayat Penyakit Dahulu
Morbili
(+)
Varicella
(+)
Pertusis
(-)
Diare
(+)
Cacing
(-)
Batuk/pilek
(+)
Lain-lain
(-)
Kepandaian dan Kemajuan Bayi
Pertama kali membalik
: 6 bulan
Pertama kali tengkurap
: 7 bulan
Pertama kali duduk
: 9 bulan
Pertama kali merangkak
: 9 bulan
Pertama kali berdiri
: 14 bulan
Pertama kali berjalan
: 15 bulan
Pertama kali tertawa
: 4 bulan
Pertama kali berceloteh
: 6 bulan
Pertama kali memanggil mama
: 9 bulan
Pertama kali memanggil papa
: 9 bulan
Anamnesis Makanan Sejak Bayi sampai Sekarang
ASI
lahir
-
sekarang
PASI
lahir
-
sekarang
Bubur susu
8 bulan
-
9 bulan
Nasi lembek
10 bulan
-
sekarang
6
Tara S. Kairupan - 050111152
Riwayat Imunisasi DASAR I
II
III
BGC
+
Polio
+
+
+
DPT
+
+
+
Campak
+
Hepatitis
+
+
+
Riwayat Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Riwayat Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan, dan Lingkungan
Penderita tinggal di rumah dengan atap kayu, dinding papan, dan lantai papan. Dalam rumah terdapat 2 kamar yang dihuni oleh 4 orang, yaitu 2 orang dewasa, dan 2 anak-anak. WC/KM berada di luar rumah. Sumber air minum dari kran umum. Sumber penerangan dari listrik PLN. Penanganan sampah dibuang dan dibakar.
II.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: tampak sakit
Kesadaran
: E3M3V1
Gizi
: kurang
Sianosis
: (-)
Anemia
: (-)
Ikterus
: (-)
Kejang
: (+), tonik, durasi ±5 menit,
Tanda vital
:T
Kulit
: 110/70mmHg
N
: 80x/m
R
: 44x/m
S
: 36,2ºC
: Warna
: sawomatang
7
Tara S. Kairupan - 050111152
Kepala
Efloresensi
: (-)
Pigmentasi
: (-)
Jar. Parut
: (-)
Turgor
: kembali cepat
Tonus
: normotonus
Oedema
: (-)
Lain-lain
: (-)
: Bentuk
: mesocephal
UUB
: menutup
Rambut
: hitam, tidak mudah dicabut
Mata
: bulat, isokor, ø 3mm-3mm, RC +/+
Telinga
: sekret (-)
Hidung
: sekret (-)
Mulut
: sianosis (-), selaput mulut basah, beslag (-), perdarahan gusi (-), bau pernapasan normal karies (-).
Tenggorokan Tenggorokan : tonsil T1- T1 hiperemis (-) faring hiperemis (-) Leher
: trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-) kaku kuduk (+), brudzinski I, II (+)
Thorax
: Bentuk normal, ruang intercostal normal, rachitic rosary (-) precordial precordial bulging (-), xiphosternum (-), harrison’s groove
(-), pernapasan paradoksal (-), retraksi (+) Paru-paru :
Inspeksi
: simetris kiri=kanan, retraksi (+)
Palpasi
: stem fremitus kiri=kanan
Perkusi
: sonor kiri=kanan
Auskultrasi
: sp. Bronkovesikuler Bronkovesikuler kasar, Rh. +/+. Wh.-/-, slem (+)
Jantung
Detak jantung : 80x/menit
8
Tara S. Kairupan - 050111152
Abdomen
Ictus cordis
: tidak tampak
Batas kiri
: linea midclavicularis sinistra
Batas kanan
: linea parasternalis dextra
Batas atas
: ICS II-III
Bunyi jantung apex
: M1 > M2
Bunyi jantung aorta
: A1 > A2
Bunyi jantung pulmo : P1 < P2
Bising
: (-)
: Datar, lemas, bising usus (+) normal, Hepar teraba 2-2 cm bac Lien tidak teraba
Genitalia
: Laki-laki, kesan normal
Kelenjar
: Pembesaran KGB (-)
Anggota Gerak
(-), klonus (+) : Akral Akral hangat, CRT <2”, spastis (-),
Tulang Belulang
: Deformitas (-)
Otot-otot
: Eutrofi
Refleks
: RF:
meningkat RP: Babinski +/+
II.4 Pemeriksaan Penunjang Darah:
Hb
10,1 g/dl
Na
106 mmol/L
Eritrosit
5.050.000/mm
K
5,0 mmol/L
Leukosit
15.300/mm
Cl
79 mmol/L
Trombosit
302.000/mm
GDS
95 mg/dL
Hematokrit
23,8%
Ca
5,2 mg/dL
DDR
(-)
Widal
(-)
3
3 3
9
Tara S. Kairupan - 050111152
II.5 Resume Masuk
Laki-laki, umur 2 tahun 7 bulan, BB: 9 kg, TB: 84 cm, masuk rumah sakit tanggal 12 Juni 2010 jam 19.00 WITA dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 5 hari SMRS, kejang-kejang, demam, batuk, dan sesak. Keadaan umum: tampak sakit
Kes: E 3M3V1
T: 110/70mmHg
R: 44x/m
Kepala
N: 80x/m
S: 36,2ºC
: Conj.an-/-, skl.ikt -/-, PCH (-), Pupil bulat, isokor, ø3mm-3mm, Kaku kuduk (+), brudzinki I,II (+)
Thorax
: Simetris, retraksi (+),
Abdomen
Jantung
: dalam batas normal
Paru
: sp.bronkovesikuler sp.bronkovesikuler kasar, Rh.+/+, Wh.-/-, slem (+)
: Datar, lemas, bising usus normal, Hepar: 2-2 cm bac, lien tidak teraba : Akral hangat, CRT <2”
Ekstremitas
RF:
RP: Babinski +/+, klonus +/+ 3
Pemeriksaan penunjang: Hb 10,1 g/dl, leukosit 15.300/mm , trombosit 3
302.000/mm , kalsium darah 5,2 mg/dL, natrium darah 106 mmol/L, kalium darah 5,0 mmol/L, klorida darah 79 mmol/L, widal (-), DDR (-) Foto thorax: gambaran bercak infiltrate parahiler kanan dan kiri, kesan bronkopneumonia. BB/TB z-score di bawah garis -2
II.6 Diagnosis Kerja
Penderita didiagnosis dengan suspek meningoensefalitis + bronkopneumonia + gizi kurang + imbalans elektrolit
10
Tara S. Kairupan - 050111152
II.7 Tatalaksana
-
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD NaCl 0,45% in D5% (D-susu) 10 gtt/menit (makro) ( makro)
-
Bolus Ca glukonas 0,5 ml/kgBB diencerkan dengan D5% 1:1 secara perlahan sambil monitor heart rate.
-
Inj. Cefotaxime 2x600mg iv (2)
-
Inj. Mikasin 2x67,5mg iv (3)
-
Inj. Dexametason 3x1,5mg iv (2)
-
Inj. Ranitidin 3x10mg iv
-
Phenobarbital 2x30mg pulv
-
Paracetamol 3x1cth kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
CTM 1mg + Salbutamol 1mg + Ambroxol 5mg 3x1 pulv.
-
Susu 8x20cc/NGT
-
Anjuran: Blood smear, Diff. count, LED, kultur darah, CT-scan kepala, lumbal pungsi, Mantoux test, analisis feses, analisis urin.
II.8 Follow-Up Harian 13 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, demam (-), kejang (-), muntah (-), batuk (+)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3 V1 M3
T: 90/60
N:96x/m
R: 30x/m
S:36,8ºC
Kepala
: conj. an -/-, skl.ikt -/-, PCH (-) pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC+/+
Leher
: pembesaran KGB (+), kaku kuduk (+)
Thorax
: simetris, retraksi (-), cor dalam batas normal, pulmo sp. bronkovesikuler kasar, Rh.+/+, Wh.-/-.
Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal
11
Tara S. Kairupan - 050111152
hepar 2-2cm bac Extremitas
lien tidak teraba
: akral hangat, CRT <3” RF +/+ meningkat, RP+/+ Babinski Brudzinski I,II (+), Laseque (+), Kernig (+), Klonus +/+
Pemeriksaan penunjang: Tes fungsi hati: SGOT 16mg/dl, SGPT 14 mg/dl Tes fungsi ginjal: Ureum 15,7mg/dl, Kreatinin 0,9 mg/dl A
: suspek meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans +
gizi kurang P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD RL (D-5) = 32-33 cc/jam = 10-11gtt/menit
-
Inj. Cefotaxime 3 x 600mg iv (3)
-
Inj. Mikasin 2x67,5 mg iv (4)
-
Inj. Dexamethasone 3x1,5mg iv (3)
-
Inj. Ranitidin 3x10mg iv
-
Luminal 2x30mg pulv.
-
Paracetamol 3x1 cth kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
CTM 1mg + Salbutamol 1 mg + Ambroxol 5mg 3x1 pulv
-
Susu 8x20 cc/NGT
-
Anjuran: Blood smear, diff. count, LED, kultur darah, CT scan kepala Mantoux test, analisis feses, analisis urin
14 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, kejang (-), demam (-)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3 V1 M3
T: 90/60mmHg
R: 32x/m
Kepala
N:112x/m
: conj.an -/-, skl.ikt -/-, PCH – PCH –
12
S:36,5ºC
Tara S. Kairupan - 050111152
pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC +/+ Leher
: pembesaran KGB (+), kaku kuduk (+)
Thorax
: simetris, retraksi (-) cor dalam batas normal, pulmo sp. bronkovesikuler kasar, Rh. +/+, Wh.-/-.
Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal hepar 2-2cm bac
Extremitas
lien tidak teraba
: akral hangat, CRT <3” RF +/+ meningkat, RP+/+ Brudzinski I,II (+), Laseque (+), Kernig (+), Klonus +/+
Pemeriksaan penunjang: Darah
: Na 126 mmol/L, K 3,1 mmol/L, Cl 98 mmol/L, LED 14
Hasil analisis analisis cairan otak : warna hemoragik, hemoragik, keruh, leukosit 0 (tidak ditemukan), PMN 0%, MN 0%, eritrosit >50/lpb, nonne (-) , pandy (-), protein 7 mg/dL, glukosa 35 mg/dL, pulasan gram (-), pulasan BTA (-). A
: suspek meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans +
gizi kurang P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD RL (D-5) = 32-33 cc/jam = 10-11gtt/menit. Setelah itu IVFD NaCl 0,45% in D5% (D-susu) = 29-30cc/jam = 9-10gtt/menit
-
Inj. Cefotaxime 3 x 600mg iv (4)
-
Inj. Mikasin 2x7,5 mg iv (5)
-
Inj. Dexamethasone 3x1,5mg iv (4)
-
Inj. Ranitidin 3x10mg iv (3)
-
Luminal 2x30mg pulv.
-
Paracetamol 3x1 cth kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
CTM 1mg + Salbutamol 1 mg + Ambroxol 5mg 3x1 pulv
-
Susu 8x20 cc/NGT
13
Tara S. Kairupan - 050111152
-
Anjuran: Blood smear, diff. count, kultur darah, X-foto thorax, CT scan kepala, Mantoux test, analisis feses, analisis urin
15 Juni 2010 – 17 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, kejang (-), demam (-)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3 V1 M4
T: 90/60mmHg
R: 24x/m
Kepala
N:100x/m
S:36,9ºC
: conj. an -/-, skl.ikt -/-, PCH (-) pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC+/+
Leher
: pembesaran KGB (+), kaku kuduk (+)
Thorax
: simetris, retraksi (-), jantung dalam batas normal, pulmo: sp. sp. bronkovesikuler bronkovesikuler kasar, Rh. +/+ minimal, Wh.-/-
Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal hepar 2-2cm bac
Extremitas
lien tidak teraba
: akral hangat, CRT <3” RF +/+ meningkat, RP+/+ Babinski Brudzinski I,II (+), Laseque (+), Kernig (+), Klonus +/+
A
: meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans + gizi
kurang P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD NaCl 0,45% in D5% (D-susu) = 22-23cc/jam = 7-8 gtt/menit
-
Inj. Cefotaxime 3 x 600mg iv (5-7)
-
Inj. Mikasin 2x67,5 mg iv (6-8)
-
Inj. Dexamethasone 3x1,5mg iv (5)
-
Inj. Ranitidin 3x10mg iv (4-6)
-
Luminal 2x30mg pulv.
-
Paracetamol 3x1 cth kalau perlu
14
Tara S. Kairupan - 050111152
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
CTM 1mg + Salbutamol 1 mg + Ambroxol 5mg 3x1 pulv
-
Susu 8x40-50 cc/NGT
-
Calnic 3x3/4 cth
-
Nootrophil 3x1/2 cth
-
Anjuran: Blood smear, diff. count, kultur darah, CT scan kepala, Mantoux test, analisis feses, analisis urin
18 Juni 2010 – 20 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, kejang (-), demam (-)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3V2M3
T: 90/60mmHg
R: 26x/m
Kepala
N:98x/m
S:37,2ºC
: conj. an -/-, skl.ikt -/-, PCH (-) pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC+/+
Leher
: kaku kuduk (+)
Thorax
: simetris, retraksi (-) jantung dalam batas normal, pulmo: sp. sp. bronkovesikuler bronkovesikuler kasar, Rh. +/+ minimal, Wh.-/-
Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal Hepar 2-2cm bac
Extremitas
lien tidak teraba
: akral hangat, CRT <2” RF +/+ meningkat, RP+/+ babinski Brudzinski I,II (+), Laseque (+), Kernig (+), Klonus +/+
Pemeriksaan penunjang: CT-scan kepala : kesan hidrosefalus A
: meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans + gizi
kurang + hidrosefalus P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
15
Tara S. Kairupan - 050111152
-
IVFD NaCl 0,45% in D5% 8 gtt/menit
-
Inj. Cefotaxime 3 x 600mg iv (8-10)
-
Inj. Mikasin 2x7,5 mg iv (9-11)
-
Luminal 2x30mg pulv. /NGT
-
Paracetamol 3x1 cth /NGT kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
CTM 1mg + Salbutamol 1 mg + Ambroxol 5mg 3x1 pulv /NGT
-
Calnic 3x3/4 cth /NGT
-
Aspar K 3x250mg /NGT
-
Nootropil 3x1/2 cth /NGT
-
Susu 8x60 cc/NGT
-
Anjuran: Blood smear, diff. count, kultur darah, Mantoux test, analisis feses, analisis urin, bilas lambung
21 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, kejang (-), demam (-)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3V2M3
T: 90/60mmHg
R: 32x/m
Kepala
N:120x/m
S:37,1
: conj. an -/-, skl.ikt -/-, PCH (-) pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC+/+
Leher
: kaku kuduk (-)
Thorax
: simetris, retraksi (-) jantung dalam batas normal, pulmo: sp. sp. bronkovesikuler bronkovesikuler kasar, Rh. +/+ minimal, Wh.-/-
Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal hepar 2-2cm bac
Extremitas
lien tidak teraba
: akral hangat, CRT <2” RF +/+ meningkat, RP+/+ Babinski TRM -, Klonus +/+
16
Tara S. Kairupan - 050111152
Pemeriksaan penunjang: 3
Darah
: Ht 23%, Hb 9,0g/dl, leukosit 3.300/mm , trombosit 3
380.000/mm , natrium darah 131 mmol/L, kalium darah 3,7 mmol/L, klorida darah 103 mmol/L, kalsium 7,5 mmol/L. mmol/ L. Bilas lambung: Tabung I
: Tidak Tidak berwarna, jernih, tidak berbau, lendir (-), sisa
makanan (+), sel epitel (+), eritrosit 0-1/lpb, leukosit 0-2/lpb, pH 3, pulasan gram (-), pulasan BTA (-). Tabung II
: Tidak berwarna, agak keruh, tidak berbau, lendir (-), sisa
makanan (+), sel epitel (+), eritrosit 5-6/lpb, leukosit 11-20/lpb, pH 3, pulasan gram (-), pulasan BTA (-). Tabung III
: Tidak berwarna, jernih, jernih, tidak berbau, lendir lendir (-), sisa
makanan (+), sel epitel (+), eritrosit 1-2/lpb, leukosit 1-2/lpb, pH 3, pulasan gram (-), pulasan BTA (-). A
: meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans + gizi
kurang + hidrosefalus P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD NaCl 0,45% in D5% 8 gtt/menit
-
Inj. Cefotaxime 3 x 600mg iv (11)
-
Inj. Mikasin 2x7,5 mg iv (12)
-
Luminal 2x30mg pulv. /NGT
-
Paracetamol 3x1 cth /NGT kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
CTM 1mg + Salbutamol 1 mg + Ambroxol 5mg 3x1 pulv /NGT
-
Calnic 3x3/4 cth /NGT
-
Aspar K 3x250mg /NGT
-
Nootropil 3x1/2 cth /NGT
-
Susu 8x80 cc/NGT
-
Anjuran: Blood smear, diff. count, kultur darah, Mantoux test, analisis feses. analisis urin
17
Tara S. Kairupan - 050111152
22 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, kejang (-), demam (-)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3V2M3
T: 90/60mmHg
R: 32x/m
Kepala
N:120x/m
S:37,0
: conj. an -/-, skl.ikt -/-, PCH (-) pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC+/+
Leher
: kaku kuduk (-)
Thorax
: simetris, retraksi (-) jantung dalam batas normal, pulmo: sp. sp. bronkovesikuler bronkovesikuler kasar, Rh. +/+ minimal, Wh.-/-
Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal hepar 2-2cm bac
Extremitas
lien tidak teraba
: akral hangat, CRT <2” RF +/+ meningkat, RP+/+ Babinski TRM (-), Klonus +/+
A
: meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans + gizi
kurang + hidrosefalus P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD NaCl 0,45% in D5% 8 gtt/menit
-
Inj. Cefotaxime 3 x 600mg iv (12)
-
Inj. Mikasin 2x7,5 mg iv (13)
-
Luminal 2x30mg pulv. /NGT
-
Paracetamol 3x1 cth /NGT kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
Calnic 3x3/4 cth /NGT
-
Aspar K 3x250mg /NGT
-
Nootropil 3x1/2 cth /NGT
-
Susu 8x80 cc/NGT
18
Tara S. Kairupan - 050111152
-
Anjuran: Blood smear, diff. count, kultur darah, X-foto thorax, Mantoux test, analisis feses, analisis urin, konsul bedah saraf
23 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, kejang (-), demam (-)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3V2M3
T: 90/60mmHg
R: 28x/m
Kepala
N:112x/m
S:36, 6
: conj. an -/-, skl.ikt -/-, PCH (-) pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC+/+
Leher
: kaku kuduk (-)
Thorax
: simetris, retraksi (-), c/p dbn
Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal hepar 2-2cm bac
Extremitas
lien tidak teraba
: ak ral ral hangat, CRT <2” RF +/+ meningkat, RP+/+ Babinski TRM (-), Klonus +/+
Pemeriksaan penunjang: Darah
:
Ht
27,7%,
Hb
10,3g/dl,
(0/0/26/66/8/0), trombosit 473.000/mm
leukosit
10.300/mm
3
3
Mantoux test : negatif Blood smear : kesan suspek inflamasi/infeksi inflamasi/infeksi bakteri A
: meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans + gizi
kurang + hidrosefalus P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD NaCl 0,45% in D5% 8 gtt/menit
-
Inj. Cefotaxime 3 x 600mg iv (13)
-
Inj. Mikasin 2x7,5 mg iv (14)
-
Luminal 2x30mg pulv. /NGT
19
Tara S. Kairupan - 050111152
-
Paracetamol 3x1 cth /NGT kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
Calnic 3x3/4 cth /NGT
-
Aspar K 3x250mg /NGT
-
Nootropil 3x1/2 cth /NGT
-
Susu 8x90-110 cc/NGT
-
Anjuran: Kultur darah, analisis feses, analisis urin, cross match, konsul bedah saraf
-
Rencana transfusi PRC 108 cc/3 jam = 12 gtt/m
24 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, kejang (-), demam (-), batuk (+)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3V2M3
T: 90/60mmHg
R: 28x/m
Kepala
N:120x/m
S:37,0ºC
: conj. an -/-, skl.ikt -/-, PCH (-) Pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC+/+
Leher
: kaku kuduk (-)
Thorax
: simetris, retraksi (-), jantung dalam batas normal, paru-paru paru-paru sp.bronkovesikuler sp.bronkovesikuler kasar, slem +/+, Rh.+/+ minimal, Wh.-/-
Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal hepar 2-2cm bac
Extremitas
lien tidak teraba
: akral hangat, CRT <2” RF +/+ meningkat, RP+/+ Babinski TRM (-), Klonus +/+
Pemeriksaan penunjang: Darah A
: Diff count 0/2/0/73/22/3
: meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans + gizi
kurang + hidrosefalus
20
Tara S. Kairupan - 050111152
P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD NaCl 0,45% in D5% 8 gtt/menit
-
Inj. Cefotaxime 3 x 600mg iv (14)
-
Luminal 2x30mg pulv. /NGT
-
Paracetamol 3x1 cth /NGT kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
Calnic 3x3/4 cth /NGT
-
Aspar K 3x250mg /NGT
-
Nootropil 3x1/2 cth /NGT
-
Ambroxol 3x1/3 cth
-
Susu 8x100cc/NGT
-
Anjuran: kultur darah, analisis feses, analisis urin, konsul bedah saraf
25 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, kejang (-), demam (-), batuk (+)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3V2M4
T: 100/60mmHg
R: 30x/m
Kepala
N:100x/m
S:37,2ºC
: conj. an -/-, skl.ikt -/-, PCH (-) Pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC+/+
Leher
: kaku kuduk (-)
Thorax
: simetris, retraksi (-) jantung dalam batas normal, paru-paru paru-paru sp.bronkovesikuler sp.bronkovesikuler kasar, slem +/+, Rh+/+ minimal, Wh.-/-
Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal hepar 2-2cm bac
Extremitas
lien tidak teraba
: akral hangat, CRT <2” RF +/+ meningkat, RP+/+ Babinski TRM (-), Klonus +/+
21
Tara S. Kairupan - 050111152
Pemeriksaan penunjang: Analisa feses : konsistensi lembek, warna kuning, darah (-), leukosit 0-1, eritrosit 0-1, telur cacing (-), OBS (-) Analisis urin : BJ 1,010, albumin (-), pH 7,0, leukosit 0-1, eritrosit 0-1, epitel (+). A
: meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans + gizi
kurang + hidrosefalus + P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD NaCl 0,45% in D5% 8 gtt/menit
-
Inj. Cefotaxime 3 x 600mg iv (15)
-
Luminal 2x30mg pulv. /NGT
-
Paracetamol 3x1 cth /NGT kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
Calnic 3x3/4 cth /NGT
-
Aspar K 3x250mg /NGT
-
Nootropil 3x1/2 cth /NGT
-
Ambroxol 3x1/3 cth
-
Susu 8x100cc/NGT
-
Anjuran: kultur darah, konsul bedah saraf
26 Juni 2010 S
: kesadaran menurun, kejang (-), demam (-)
O
: Pemeriksaan fisik: Berat badan: 9 kg
Tinggi badan: 84 cm
Keadaan umum: tampak sakit
Kesadaran: E 3V2M4
T: 100/60mmHg
R: 32x/m
Kepala
N:1120x/m
S:37,1ºC
: conj. an -/-, skl.ikt -/-, PCH (-) Pupil bulat isokor, ø3mm-3mm, RC+/+
Leher
: kaku kuduk (-)
Thorax
: simetris, retraksi (-),
22
Tara S. Kairupan - 050111152
jantung dalam batas normal, paru-paru paru-paru sp.bronkovesikuler sp.bronkovesikuler kasar, slem +/+, Rh.+/+ minimal, Wh.-/Abdomen
: datar, lemas, bising usus normal hepar 1-1cm bac
Extremitas
lien tidak teraba
: akral hangat, CRT <2” RF +/+ N, RP+/+ Babinski TRM (-), Klonus +/+
Pemeriksaan penunjang: Kultur darah : tidak ada pertumbuhan kuman kuman A
: meningoensefalitis + bronkopneumonia + elektrolit imbalans + gizi
kurang + hidrosefalus P
: -
O2 1-2 L/menit kalau perlu
-
IVFD NaCl 0,45% in D5% 8 gtt/menit
-
Cefixime 2x35 pulv./NGT
-
Luminal 2x30mg pulv. /NGT
-
Paracetamol 3x1 cth /NGT kalau perlu
-
Inj. Diazepam 3mg iv kalau perlu
-
Calnic 3x3/4 cth /NGT
-
Aspar K 3x250mg /NGT
-
Nootropil 3x1/2 cth /NGT
-
Ambroxol 3x1/3 cth
-
Susu 8x120cc/NGT
-
Anjuran: konsul bedah saraf
23
Tara S. Kairupan - 050111152
BAB III DISKUSI
III.1 Diagnosis 7
Seorang anak laki-laki, umur 2 / 12 12 tahun, BB: 9 kg, TB: 84 cm, didiagnosis masuk dengan suspek meningoensefalitis + suspek bronkopneumonia + gizi kurang + elektrolit imbalans. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan serangkaian anamnesis, pemeriksaan pemeriksaan fisik, f isik, dan pemeriksaan penunjang. Seperti yang telah dijelaskan pada pendahuluan, secara statistik meningoensefalitis lebih sering didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan, dan didahului oleh infeksi sistem tubuh lainnya. Gejala klinis meningitis dan ensefalitis pada anak umur lebih 2 tahun lebih khas dibandingkan anak yang lebih muda. Gejala tersebut antara lain terdapatnya panas, menggigil, muntah, nyeri kepala, kejang, gangguan kesadaran, dan yang paling utama terdapatnya tanda-tanda rangsangan meningeal seperti kaku kuduk, tanda Brudzinski, Kernig, dan Laseque. Yang membedakan meningitis dan ensefalitis dari segi pemeriksaan fisik ialah pada meningitis didapatkan tanda-tanda perangsangan meningeal seperti kaku kuduk, tanda Brudzinski, Kernig, dan Laseque, sedangkan sedangkan pada ensefalitis tidak ti dak terdapat tanda-tanda tersebut melainkan adanya gejala-gejala fokal kerusakan jaringan otak tergantung dari lokasi 2,4
infeksi.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pada kasus ini dapat berupa pemeriksaan darah (darah lengkap, LED, hitung jenis, gula darah, elektrolit, kultur darah), lumbal pungsi, x-foto thorax (dapat dilakukan untuk mencari kausa meningitis, CT Scan kepala (dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi). Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) dilakukan bila ada indikasi. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan misalnya kultur urine, uji tuberkulin, dan kultur cairan lambung.
24
3,6
Tara S. Kairupan - 050111152
Pada tabel berikut ditampilkan hasil analisa cairan serebrospinal pada beberapa jenis meningitis:
3,6
Tes
Meningitis Bakterial
Meningitis Virus
Meningitis TBC
Tekanan LP
Meningkat
Biasanya normal
Bervariasi
Warna
Keruh
Jernih
Xanthochromia
Jumlah sel
> 1000/ml
< 100/ml
Bervariasi
Jenis sel
Predominan PMN
Predominan MN
Predominan MN
Protein
Sedikit meningkat
Normal/meningkat
Meningkat
Glukosa
Normal/menurun
Biasanya normal
Rendah
Pada pasien ini dalam anamnesis didapatkan adanya penurunan kesadaran sejak 5 hari SMRS, riwayat kejang umum tonik yang dapat mencapai 5x dalam sehari, riwayat demam tinggi pada perabaan sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Dalam anamnesa juga ditemukan adanya riwayat infeksi saluran pernapasan bagian atas dengan gejala batuk dan sesak sejak kira-kira 10 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya penurunan kesadaran secara kualitatif dan kuantitatif (GCS = E3V1M3), tanda-tanda rangsangan meningeal seperti kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Laseque, dan Kernig. Pada pasien ini juga didapatkan adanya refleks patologik Babinski dan klonus. Pada pemeriksaan penunjang pasien didapatkan nilai leukosit darah yang 3
3
tinggi mencapai 15.300/mm (nilai normal: 3.000-10.000/mm ). Hasil analisis cairan serebrospinalis makroskopis ditemukan likuor warna hemoragik, keruh, tidak ada bekuan, secara mikroskopis ditemukan tidak ada leukosit, kesan eritrosit >50/lpb, secara kimiawi ditemukan protein cairan otak 7mg/dL (normal 15-45 mg/dL), glukosa 35 mg/dL (normal 50-80 mg/dL), secara mikrobiologis pulasan gram (-), pulasan BTA (-). Hasil pemeriksaan cairan otak ini kurang khas untuk menegakkan penyebab pasti dari meningitis pada pasien ini. Sehingga jenis meningitis belum dapat ditegakkan secara pasti. Pasien pada kasus ini juga didiagnosis dengan dugaan bronkopneumonia. Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
25
Tara S. Kairupan - 050111152
disebabkan disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Penyakit ini biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian 0
atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39 Co
40 C dan kadang disertai kejang karena demam tinggi. Anak dapat menjadi sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai diare dan muntah. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari mula-mula kering lalu produktif.
7,9
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luas daerah auskultasi yang terkena; pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring, halus, atau sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki terdengar lagi.
7,9
Diagnosis bronkopneumonia dapat ditegakan apabila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut: 1. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada, 2. demam, 3. ronkhi basah halus/sedang nyaring (crackles), 4. foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus, 5. leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan). Pemeriksaan penunjang bronkopneumonia, antara lain gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000-40.000/mm
3
dengan pergeseran ke
kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma; nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun; peningkatan
26
Tara S. Kairupan - 050111152
LED; kultur dahak dapat positif pada 20-50% penderita yang tidak diobati; selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab); serta pada analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
Pada
pemeriksaan pemeriksaan radiologis terlihat bentuk difus bilateral bil ateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak bercak ini sering terlihat pada lobus bawah. Untuk
mempermudah
diagnosis
mengeluarkan mengeluarkan kriteria sebagai berikut:
7
bronkopneumonia
maka
WHO
7
a. Bronkopneumonia Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. b. Bronkopneumonia Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. c. Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi t etapi dijumpai pernafasan yang cepat : -
60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
-
50 x/menit pada anak usia 2 bulan – bulan – 1 1 tahun
-
40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
d. Bukan bronkopneumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Pada kasus ini, melalui anamnesis didapatkan penderita memiliki riwayat demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi pada perabaan dan bersifat naik turun. Demam turun dengan obat penurun panas. Bersamaan dengan demam penderita juga mengalami batuk dan pilek sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak intensitasnya makin lama makin berat sehingga penderita tampak sesak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pernapasan cepat (respirasi >40x/m), retraksi dinding dada saat bernapas, dan tidak ada sianosis. Meskipun pada auskultasi dinding dada tidak ditemukan
27
Tara S. Kairupan - 050111152
adanya ronki, namun diagnosis suspek bronkopneumonia sambil melakukan pemeriksaan penunjang lainnya. Melalui pemeriksaan hematologi rutin saat masuk rumah sakit didapatkan nilai leukosit darah yang tinggi mencapai 3
3
15.300/mm (nilai normal: 3.000-10.000/mm ). Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan adalah foto thoraks. Hasil pemeriksaan foto thorax yang kemudian dilakukan ditemukan adanya bercak infiltrat parahiler kanan dan kiri, kesan bronkopneumonia. Penderita memiliki gejala batuk, demam, dan adanya gizi kurang, sehingga diagnosis banding mengarah pada tuberkulosis paru dan perlu dilakukan skoring TB. Hasil skoring tb ti tidak dak mensugestifkan penyakit penyakit tb paru pada pasien ini. Gangguan elektrolit dan metabolik sering ditemukan pada penderita sakit kritis dan penderita trauma. Gangguan ini mengubah fungsi fisiologis dan berperan dalam morbiditas dan mortalitas pasien. Gangguan elektrolit yang mengancam jiwa yang tersering pada penderita yang sakit kritis meliputi gangguan keseimbangan kadar kalium, natrium, kalsium, klorida, magnesium dan fosfat. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain penyakit kronis, penyakit metabolik, keseimbangan keluar masuknya cairan, cairan, dan berbagai berbagai hal lainnya. Kadar normal normal elektrolit darah antara lain:
kalium
3,5 - 5,0
mmol/L
natrium
135 - 145
mmol/L
klorida
94 - 111
mmol/L
kalsium
9 - 11
mmol/L
Pemeriksaan elektrolit darah saat masuk rumah sakit pada pasien ini didapatkan kalium 5,0 mmol/L, natrium 106 mmol/L, klorida 79 mmol/L, dan kalsium 8,0 mmol/L. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan pasien mengalami hiponatremia, hipokloremia, dan hipokalsemia, artinya bahwa diagnosis elektrolit imbalans adalah benar. Ketidakseimbangan elektrolit ini mungkin disebabkan oleh karena adanya riwayat diare dan muntah-muntah pada pasien ini. Namun keluhan ini sudah
28
Tara S. Kairupan - 050111152
diterapi saat pasien dirawat di RS lain sebelum masuk ke RSU Prof. dr. R.D. Kandou, dan saat masuk pasien sudah tidak lagi BAB cair dan muntah-muntah. Pada kasus ini juga pasien didiagnosis dengan gizi kurang. Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain:
10,11
a. Antropometri: berat, tinggi, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan, tebal kulit, dan sebagainya. Gizi kurang secara kuantitatif dapat diinterpretasi lewat z-skor apabila hasil BB/U < -2.0, TB/U < -2.0 dan BB/TB<-2.0 Z-skor. b. Klinis: digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda klinik dan tanda anatomik sebagai gejala dari gangguan gizi yang terjadi dengan cara melihat riwayat medis dan pemeriksaan fisik. c. Biokimia: digunakan untuk mengetahui terjadinya defisiensi berupa berkurangnya derajat simpanan zat gizi dalam jaringan suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. d. Biofisik: Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan. Pada kasus ini, penilaian status gizi pasien (umur 2 tahun 7 bulan), secara antropometrik ditemukan BB : 9 kg TB : 84 cm. Setelah diproyeksi ke kurva Zskor didapatkan hasil BB/TB <-2.0 Z-skor. Secara klinis terlihat pasien kurus, lemah, nafsu makan tidak ada karena penderita mengalami penurunan kesadaran, dan cadangan lemak kulit kurang. Atas dasar ini maka ditegakkan diagnosis gizi kurang. Tanda-tanda kekurangan cairan dan dehidrasi tidak ditemukan. Gangguan G angguan elektrolit ditemukan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Pada kasus ini beberapa hari setelah perawatan, pasien memberikan gejala klinis
hidrosefalus.
Hidrosefalus
adalah
kelainan
patologis
otak
yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel
29
Tara S. Kairupan - 050111152
(Darsono, 2005). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubunubun (DeVito EE et al, 2007).
8
Hidrosefalus pada meningitis bakterial biasanya terjadi pada sutura yang belum menutup diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler (perlengketan meningen akibat infeksi pada fase akut) yang mencegah bersikulasinya cairan serebrospinalis serebrospinalis sehingga dampaknya CSS mencari jalan j alan keluar lain dan mendesak keluar dari sutura mengakibatkan penonjolan fontanela anterior. Apabila berlangsung terus kepala menjadi besar. Pada anak dengan sutura yang telah menutup maka CSS akan menekan cavitas cranium dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang ekstrim.
8
Penegakkan diagnosis hidrosefalus selain melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat juga melalui pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini diagnosis hidrosefalus ditegakkan setelah dilakukan konfirmasi melalui CT-scan. Kesimpulannya, diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini memiliki dasar yang cukup meskipun tetap harus dilakukan pemeriksaan untuk membuat diagnosis dugaan menjadi diagnosis pasti.
III.2 Penanganan
Penanganan paling pertama yang harus dilakukan ialah stabilisasi keadaan umum pasien, antara lain:
3,12
1. Pemasangan oksigen. Usahakan agar konsentrasi O 2 berkisar antara 3050%. 2. Pemberian cairan intravena untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit 3. Pengawasan terhadap adanya syok, dehidrasi, gangguan elektrolit dan TIK. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diawasi dengan ketat. Hindari terjadinya overhidrasi karena dapat menyebabkan perburukan penyakit atau mempercepat terjadinya edema serebri.
30
Tara S. Kairupan - 050111152
Tatalaksana medikamentosa terutama harus didasarkan pada penyebab meningoensefalitis, baik bakteri, virus, m.tbc, protozoa, jamur, dan penyebabpenyebab lainnya. Pada meningitis bakteri, terapi diawali dengan terapi empiris, kemudian disesuaikan dengan hasil biakan dan uji resistensi. Terapi empirik antibiotik pada meningitis bakteri pada anak berumur >3bulan ialah sefotaksim 200mg/kg/hari setiap 6-8 jam IV atau seftriakson 100mg/kg/hari setiap 12 jam IV atau ampisilin 200mg/kg/hari setiap 6 jam IV plus kloramfenikol 100mg/kg/hari setiap 6 jam. Deksametason 0, mg/kg/hari dibagi 4 dosis untuk 2 hari pertama (rekomendasi American Academy Academy of Pediatrics Pediatrics ), dengan dosis awal diberikan sebelum atau pada
saat pemberian antibiotik. Lama pengobatan tergantung kuman penyebab, umumnya 10-14 hari.
12
Pengobatan simptomatis diberikan berdasarkan gejala, misalnya untuk menghentikan kejang dapat diberikan diazepam 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis rectal suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis. Apabila demam dapat diberikan antipiretika Paracetamol 10-15 mg/KgBB/dosis peroral atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis peroral diberikan 3-4 kali sehari dapat diberikan per-NGT apabila sulit secara oral, ataupun dapat diberikan preparat rectal suppositoria.
12
Tindakan bedah umumnya tidak dilakukan kecuali bila ada komplikasi seperti empiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.
13
Pada kasus ini beberapa hari setelah perawatan, pasien memberikan gejala klinis
hidrosefalus.
Penanganan
hidrosefalus
dapat
berupa
non-operatif
(sementara) dan operatif. Apabila obstruksi yang terjadi sudah mengancam jiwa akibat peningkatan TIK secara ekstrim, maka diperlukan tindakan shunting yaitu operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas 13
drainase.
Perawatan suportif juga perlu dilakukan. Periode kritis pengobatan meningitis bakterialis adalah hari ke-3 dan ke-4. Tanda vital dan evaluasi neurologis harus dilakukan secara teratur. Guna mencegah muntah dan aspirasi
31
Tara S. Kairupan - 050111152
sebaiknya pasien dipuasakan dahulu pada awal sakit. Lingkar kepala harus dimonitor setiap hari pada anak-anak dengan ubun-ubun terbuka. Peningkatan tekanan intrakranial, SIADH, kejang, dan demam harus dikontrol dengan baik. Restriksi cairan atau posisi kepala lebih tinggi tidak selalu dikerjakan pada setiap anak dengan meningitis bakterial.
12
Untuk memantau efek samping penggunaan antibiotik dosis tinggi, dilakukan pemeriksaan darah perifer secara serial, uji fungsi hati, dan uji fungsi ginjal bila ada indikasi.
12
Insidens sekuele meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.
12
Untuk penanganan gizi kurang pada pasien dalam kasus ini disesuaikan dengan penyakit yang menyertainya yaitu tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP). Pasien anak laki-laki umur 2 tahun 7 bulan, BB : 9 kg TB : 84 cm. Berat badan yang diharapkan sesuai umur pasien ini ialah 12 kg. Berdasarkan RDA Recommended Dietary Allowance ) untuk pasien ini diperlukan 100 kkal/kg/hari ( Recommended
= 100 kkal/kg/hari x 12 kg = 1200 kkal/hari. Kebutuhan protein pada pasien ini adalah 2g/kg/hari = 2g/kg/hari x 12 kg = 24g/hari. Kebutuhan zat-zat gizi lainnya (vitamin dan mineral) berdasarkan RDA untuk rentang umur pasien ini juga diusahakan harus dipenuhi. Karena pasien mengalami penurunan kesadaran dan tidak bisa menerima peroral, asupan nutrisi dalam hal ini berupa susu diberikan lewat pipa nasogastrik, dan diberikan secara bertahap sesuai keadaan dan penerimaan pasien.
III.3 Prognosis
Penderita meningoensefalitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental atau meninggal, hal tergantung dari:
Umur penderita
Jenis kuman penyebab
Berat ringan infeksi
32
3
Tara S. Kairupan - 050111152
Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan
Adanya dan penanganan penyulit
III.4 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada anak dengan meningitis diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
2,3,4,6,13
Efusi subdural
Terjadi 30% pada anak-anak. Terutama pada anak umur kurang dari 2 tahun. Sebagian besar asimptomatik, hanya dapat diagnosis melalui transiluminasi, USG dan lain-lain. Gejala dapat berupa anak iritable, febris, ubun-ubun cembung, lingkar kepala membesar, penurunan kesadaran, papiledema. 2.
Lesi saraf kranial
Saraf otak yang paling terkena adalah N.VIII 8-24% mengalami tuli permanen. Selain itu yang sering adalah lesi pada N.VI dan N.III. Dapat juga terjadi kebutaan (blindness). 3.
Infark serebral
Disebabkan oleh trombophlebitis atau arteritis. Thrombosis dari vena-vena kecil didaerah kortikal menimbulkan Infark dan secara klinis timbul gejala neurologis fokal seperti hemiparese atau kejang. Oklusi arteri besar intrakranial dapat terjadi, dan puncaknya pada hari ketiga dan ke empat. 4.
Kejang
Komplikasi kejang terjadi pada 20% - 50% kasus. Bentuk kejang dapat fokal atau umum. Sering terjadi pada hari kedua sampai hari ke tiga. Patogenesis dari kejang ini tidak diketahui. Kejang dapat disebabkan karena toklsik atau sekunder terhadap adanya vaskulitis, iritasi kortikal, panas, gangguan elektrolit atau proses immunologis. im munologis. 5.
Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) Menurut Kaplan dan Feigin (1978) hiponatremi dapat terjadi pada 20% kasus meningitis pada anak-anak. Pada beberapa kasus berhubungan dengan pemberian cairan yang berlebihan, dan yang lain berhubungan dengan adanya
33
Tara S. Kairupan - 050111152
gangguan pengeluaran hormon antidiuretik oleh hipotalamus (inappropiate antidiuretics hormone). 6.
Gangguan intelektual
Sell dan kawan-kawan pada tahun 1972 mempelajari sejumlah anak setelah mengalami meningitis haemophillus influenza dan menemukan bahwa mereka mempunyai tingkat kepandaian (IQ) yang rendah. Reigein dan kawan-kawan pada tahun 1976 menemukan bahwa IQ yang rendah terjadi pada 28% kasus. 7. Meningococcal Meningococcal septicemia, Sindrom Water-Friedeichsen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus. 8.
Gangguan mental
Gangguan mental terjadi pada kasus ensefalitis dengan kerusakan otak yang irreversibel. Gangguan ini terutama ditemukan pada kerusakan fokal lobus frontalis ataupun lobus temporalis. Gangguan ini dapat bervariasi dari ringan hingga berat antara lain gangguan atensi (gangguan belajar, ADHD), gangguan mood, gangguan tingkah laku, bahkan hingga gangguan psikosis. 9.
Hidrosefalus obstruktif
Hidrosefalus pada meningitis bakterial biasanya terjadi pada sutura yang belum menutup diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler (perlengketan meningen akibat infeksi pada fase akut) yang mencegah mencegah bersikulasinya cairan serebrospinalis sehingga dampaknya CSS mencari jalan keluar lain dan mendesak keluar dari sutura mengakibatkan penonjolan fontanela anterior. Apabila berlangsung terus kepala menjadi besar. Pada anak dengan sutura yang telah menutup maka CSS akan menekan cavitas cranium dan menyebabkan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang ekstrim.
34
Tara S. Kairupan - 050111152
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 5070% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. 10. Edema dan herniasi serebral
Dapat terjadi karena kenaikan permeabilitas kapiler dan kerusakan sawar darah otak, sehingga cairan dari pembuluh darah masuk ke ruang ekstraselular terutama terletak dalam white matter. Atau karena gangguan permeabilitas membran sel sehingga terjadi penumpukan cairan di ruang intraselular dan penumpukan cairan tersebut terletak di dalam white dan grey matter. Penyebab lainnya karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik di sistem ventrikel yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dari cairan serebrospinal, serebrospinal, cairan tersebut terletak di interstitial daerah periventrikular.
35
Tara S. Kairupan - 050111152
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mardjono, M, Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar . Penerbit Dian Rakyat. Jakarta: 2004.
2.
Harsono. Kapita Selekta Yogyakarta: Yogyakarta: 2003.
3.
Meningitis. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair-RSU Saharso, D. Meningitis Dr.Soetomo. Surabaya: 2006.
4.
Mumenthaler, M. Penyakit-penyakit Inflamasi Pada Otak dan Selaput Otak Dalam Neurologi Neurologi Jilid I . Binarupa Aksara. Jakarta: 1995.
5.
Darsono, dkk. Buku Ajar Neurologi Klinis Klinis . Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dengan UGM. UGM Press. Pr ess. Yogyakarta: 2005.
6.
Weil ML. Textbook of Child Neurology 4 . edition. Lea & Febiger. Philadelphia: 1990.
7.
Anonim. Bronkopneumonia. Bronkopneumonia. (diakses dari: http://hsilkma.blogspot.com /2008/03/bronkopneumonia.html, /2008/03/bronkopneumonia.html, tanggal: tanggal: 22 Juni 2010).
8.
Anonim. Hydrocephalus. (diakses dari: http://www.ninds.nih.gov/ Hydrocephalus. disorders/hydrocephalus/hyd disorders/hydrocephalus/hydrocephalus.htm, rocephalus.htm, tanggal: 22 Juni 2010).
9.
Price SA, Wilson, LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi ke-6 ke-6 .Penerbit .Penerbit EGC. Jakarta: 2006.
Neurologi .
Gajah
Mada
University
Press.
th
10. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi . edisi ke-5. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2001. 11. Nyoman, I DS, Bakri B, Fajar I. Penilaian Status Gizi . Penerbit EGC. Jakarta: 2001. 12. Pusponegoro, H. dkk. Standar Pelayanan Medik Kesehatan Anak Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004. Haemofilus Influenza . Fakultas Kedokteran Universitas 13. Japardi, I. Meningitis Haemofilus Sumatera Utara.
36