BAB III LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESA PRIBADI
Nama
: Guntur Opusungguh Opusungguh
Umur
: 38 tahun
Jenis Kelamin
: Pria
Status
: Kawin
Agama
: Kristen
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Laut Tador
Suku
: Batak
Tgl Masuk
: 5 November 2014
3.2 ANAMNESIS PENYAKIT
1. Keluhan Utama
: Os datang dengan keluhan muntah darah
2. Telaah
:
Pasien datang ke RS dengan keluhan muntah darah berwarna merah segar bercampur dengan warna hitam dengan frekuensi 1 x hari ini, 3 hari sebelumnya OS juga mengeluh BAB berwarna hitam, sedikitsedikit dengan konsistensi lembek, frekuensi 6 kali kali sehari, sehari,
perut
kembung dan rasa nyeri di perut bagian atas tengah dan atas kiri yang bersifat terus menerus. Keluhan disertai dengan sesak, mual, pusing, oyong, keringat dingin. BAK berwarna seperti teh pekat. OS memiliki
kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok 2 bungkus per hari kurang lebih 10 tahun.
3.3 ANAMNESA PENYAKIT TERDAHULU :
Hipertensi
: Disangkal
DM
: Disangkal
Maag
: Dibenarkan
Riwayat nyeri sendi (-)
3.4 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
:
Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti pasien. 3.5 RIWAYAT PEMAKAIAN PEMAKAIAN OBAT
:
Pasien mengaku mengkonsumsi promag untuk mengobati sakit maag yang diderita 3.6 ANAMNESA MAKANAN
Nasi
: (+)
Ikan
: (+)
Sayur-sayuran : (+)
Daging
: (+)
3.7 ANAMNESA INTOKSIFIKASI INTOKSIFIKASI
Riwayat Intoksifikasi disangkal pasien 3.8
STATUS PRESENT
kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok 2 bungkus per hari kurang lebih 10 tahun.
3.3 ANAMNESA PENYAKIT TERDAHULU :
Hipertensi
: Disangkal
DM
: Disangkal
Maag
: Dibenarkan
Riwayat nyeri sendi (-)
3.4 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
:
Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti pasien. 3.5 RIWAYAT PEMAKAIAN PEMAKAIAN OBAT
:
Pasien mengaku mengkonsumsi promag untuk mengobati sakit maag yang diderita 3.6 ANAMNESA MAKANAN
Nasi
: (+)
Ikan
: (+)
Sayur-sayuran : (+)
Daging
: (+)
3.7 ANAMNESA INTOKSIFIKASI INTOKSIFIKASI
Riwayat Intoksifikasi disangkal pasien 3.8
STATUS PRESENT
Keadaan Umum
3.9
3.10
-
Sensorium
: CM
-
Tekanan Darah
: 90 / 50 mmHg
-
Heart rate
: 100 x/i , regular, equals
-
Pernafasan
: 24 x/i Torako abdominal
-
Temperature
: 36 0C
KEADAAN PENYAKIT
Keadaan Umum
: Sedang
-
Anemia
: (+)
-
Ikterus
: (-)
-
Sianosis
: (-)
-
Dispnue
: (+)
-
Edema
: (+)
-
Purpura
: (-)
-
Turgor Kulit
: Kembali Lambat
-
Pancaran Wajah : Lelah Lelah
-
Sikap Tidur Paksa : ( - )
KEADAAN GIZI
BB
:
55 Kg
TB
RBW : ( BB / TB – 100 100 ) x 100% : ( 55 / 160 -100) x 100% :
92 %
Normoweight
:
160 cm
3.11
PEMERIKSAAN FISIK 1. KEPALA
- Bentuk
: Normocephali
- Pertumbuhan Rambut
: Dalam Batas Normal
- Nyeri Tekan
: ( - )
- Perubahan Lokal
: ( - )
A. Muka - Pancaran Wajah
: Lelah
- Sembab
: ( - )
- Pucat
: ( - )
- Kuning
: ( - )
- Parase
: ( - )
- Gangguan Lokal
: ( - )
B. MATA - Stand Mata
: DBN
- Gerakan
: Baik Kesegala Arah
- Exofthalmus
: ( - )
- Ptosis
: ( - )
- Ikterus
: ( + )
- Anemia
: ( + )
- Reaksi Pupil
: ( + ) / ( + ) , Isokor, diameter pupil
3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+) - Gangguan Local
: ( - )
C. TELINGA - Sekret
: ( - )
- Radang
: ( - )
- Bentuk
: DBN
- Atrofi
: ( - )
D. HIDUNG - Sekret
: ( - )
- Bentuk
: DBN
- Benjolan – Benjolan
: ( - )
E. BIBIR - Sianosis
: ( - )
- Pucat
: ( - )
- Kering
: ( - )
- Radang
: ( - )
F. GIGI - Karies
: ( + )
- Pertumbuhan
: DBN
G. Lidah - Kering
: ( - )
- Pucat
: ( + )
- Beslag
: ( - )
- Tremor
: ( - )
H. Tonsil - Merah
: ( - )
- Bengkak
: ( - )
- Beslag
: ( - )
2. LEHER
Inspeksi - Struma
: Tidak Dijumpai pembesaran
- Kelenjar Bengkak
: ( - )
- Pulsasi Vena
: ( + )
- Venektasi
: ( - )
Palpasi - Posisi Trachea
: Medial / DBN
- Nyeri Tekan
: ( - )
- Tekanan Vena Jugularis
: R +3 cm H 2O
3. THORAX
THORAX DEPAN Inspeksi - Bentuk
: Fusiformis
- Simetris / Asimetris
: Simetris
- Retraksi Iga
: ( - )
- Bendungan Vena
: ( - )
- Ketinggalan Bernafas
: ( - )
- Venektasi
: ( - )
- Pembengkakan
: ( - )
- Ginekomastia
: ( - )
- Spider Naevi
:( + )
- Ictus Cordis
: Tidak Terlihat
Palpasi - Nyeri Tekan
: ( - )
- Fremitus Suara
:
a. Lapangan Paru Atas
: Kanan
=
Kiri
b. Lapangan Paru Tengah : Kanan
=
Kiri
c. Lapangan Paru Bawah : Kanan
=
Kiri
- Ictus Cordis a. Lokalisasi
: ICR V, 1 jari medial linea midclavicula
sinistra b. Kuat Angkat
: ( - )
c. Melebar
: ( - )
Perkusi - Suara Perkusi Paru
a. Lapangan Paru Atas
: Sonor, Kanan = Kiri
b. Lapangan Paru Tengah : Sonor, Kanan = Kiri c. Lapangan Paru Bawah : Sonor, Kanan
= Kiri
- Batas Paru Hati a. Relatif
: ICR V
b. Absolut
: ICR VI
c. Peranjakan Hati
: 2 cm dibawah batas Paru Hepar Absolut
- Gerakan Bebas
: ( - )
- Batas Jantung a. Kanan
: ICR V, 1 jari lateral linea parasternal
b. Atas
: ICR III, Linea midclavicula Sinistra
c. Kiri
: ICR V, 2 jari lateral Linea Midclavicula
dextra
Sinistra Auskultasi Paru – Paru a. Suara Pernafasan - Lapangan Paru Atas
: Vesikuler Kanan = Kiri
- Lapangan Paru Tengah
: Vesikuler Kanan = Kiri
- Lapangan Paru Bawah
: Vesikuler Kanan = Kiri
b. Suara Tambahan - Ronkhi Basah
: ( - )
- Ronkhi Kering
: ( - )
- Krepitasi
: ( - )
- Gesek Pleura
: ( - )
Cor a. Heart Rate
: 100 x/i regular ,equals
b. Suara Katup
: M1 >
M2
A2
>
A1
P2
P1
A2
<
P2
>
c. Suara Tambahan - Desah Jantung fungsional / organis : ( - ) - Gesek PeriCardial / PleuraCardial
THORAX BELAKANG Inspeksi - Bentuk
: Fusiformis
- Simetris / Asimetris
: Simetris
- Benjolan – Benjolan
: ( - )
- Scapulae Alta
: ( - )
- Ketinggalan Bernafas
: ( - )
- Venektasi
: ( - )
Palpasi - Nyeri Tekan
: ( - )
: ( - )
- Fremitus Suara a. Lapangan Paru Atas
: Kanan =
Kiri
b. Lapangan Paru Tengah : Kanan =
Kiri
c. Lapangan Paru Bawah : Kanan =
Kiri
Perkusi - Suara Perkusi Paru a. Lapangan Paru Atas
: Sonor, Kanan = Kiri
b. Lapangan Paru Tengah : Sonor, Kanan = Kiri c. Lapangan Paru Bawah
: Sonor, Kanan = Kiri
- Batas Bawah Paru a. Kanan
: Vertebra Thorakal 10
b. Kiri
: Vertebra Thorakal 11
Auskultasi - Suara Pernafasan a. Lapangan paru Atas
: Vesikuler Kanan = Kiri
b. Lapangan paru Tengah : Vesikuler Kanan = Kiri c. Lapangan Paru Bawah
: Vesikuler Kanan = Kiri
- Suara Tambahan a. Ronkhi Basah
: ( - )
b. Ronkhi Kering
: ( - )
c. Wheezing
: ( - )
d. Krepitasi
: ( - )
e. Gesek Pleura
: ( - )
4. ABDOMEN
Inspeksi - Membesar
: ( + )
- Venektasi
: ( - )
- Gelembung
: ( -)
- Sirkulasi Kolateral
: ( + )
- Pulsasi
: ( - )
- Caput Medusa
: ( - )
Palpasi - Defens Muscular
: ( - )
- Nyeri Tekan
: (+), regio epigastrium dan hipokondrium
- Undulasi
: (+)
- Hepar
: Tidak teraba
- Lien
: Tidak teraba
- Ren
: Tidak Teraba
kiri
Perkusi
- Suara Abdomen
: Timpani
- Shiffting Dullnes
: ( + )
- Pekak Hati
: ( - )
Auskultasi - Peristaltic Usus
: ( + )
- Double Sound
: ( - )
6. EKSTREMITAS
Ekstremitas Atas - Bengkak
: ( - )/ ( - )
- Merah
: ( - )/ ( - )
- Eritema Palmaris
: ( - )/ ( - )
- Stand Abnormal
: ( - )/ ( - )
- Gangguan Fungsi
: ( - )/ ( - )
- Rumple leed Test
: ( - )
- Reflex
: - Biceps
( + ) / ( + )
- Triceps
( + ) / ( + )
Ekstremitas Bawah - Bengkak
: ( - )/ ( - )
- Merah
: ( - )/ ( - )
- Oedem
: ( + )/ ( + )
- Pucat
: ( - )/ ( - )
- Gangguan Fungsi
: ( - )/ ( - )
- Varises
: ( - )/ ( - )
- Reflex
: - KPR - APR
3.12
( + ) / ( + )
( + ) / ( + )
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
DARAH
URIN
FESES
Hb
4,8 g/dL
Warna
Warna
Leukosit
15 x 10 /
Reduksi
Konsistens
L
i
LED
TDP
Protein
Eritrosit
Eritrosit
1,99 x
Bilirubi
Leukosit
1012 / L
n
TDP
Urobilin
Amoeba /
ogen
kista
Hitung Jenis Trombosit
136 x 10 / Sedimen
Telur
L
t
Cacing
Eritrosit
Ascaris
Leukosit
Anchylosis
Silinder
T.Trichuria
Epitel
Kremi
3.13
RESUME
Anamnesa Keluhan Utama Telaah
: Muntah Darah : Os datang dengan keluhan muntah darah, berwarna merah
segar bercampur hitam. Os merasakan pusing ( + ) Mual ( + ) Muntah ( + ) Nyeri Abdomen (+) Perut kembung (+), BAB (+) berwarna hitam, frek 6 kali dengan konsistensi lembek. Riwayat Penyakit terdahulu maag ± 4 tahun. Riwayat DM disangkal oleh Os. Status Present Keadaan Umum
Keadaan Penyakit
Keadaan Gizi
Sens : CM
Anemia : ( + )
TB
: 160cm
TD
Ikterus : ( + )
BB
: 55 kg
: 90 / 50 mmHg
HR : 100 x /i , regular Sianosis : ( - ) RR
: 24 x /i thorakal
Dispnue : ( - )
abdominal Edema : ( + ) Temp : 36 C
Eritema : ( - ) Turgor : kembali lambat Pancaran wajah : ( + ) Sikap Paksa : ( - )
RBW : 92%
PEMERIKSAAN FISIK - Kepala
: DBN
- Leher
: TVJ +3cmH2O
- Thorax
: kanan : ICR V, 1 jari lateral linea parasternal
dextra Atas
: ICR III, Linea midclavicula
Sinistra Kiri : ICR V, 2 jari lateral Linea Midclavicula - Abdomen
: Ascites ( + ), undulasi ( + ) , Shifting dullness ( + ) Double sound ( - )
- Ekstremitas
: Oedem pretibial ( + )
PEMERIKSAAN LABORATORIUM ========================URINE RUTIN ====================== WARNA
SEDIMENT
REDUKSI
ERITROSIT
PROTEIN
LEUKOSIT
BILIRUBIN
SILINDER
UROBILINOGEN
EPITEL
========================DARAH RUTIN===================== Hb
4,8 g/Dl
Leukosit
15 x 109 / L
LED
TDP
Eritrosit
1,99 x 10
Trombosit
136 x 109 L
/L
====================== FESES RUTIN======================= Warna Konsistensi Eritrosit Leukosit
Amoeba / kista Telur Cacing
DIFFERENTIAL DIAGNOSA
1. PSCBA ec Varises Esofagus + Anemia 2. PSCBA ec Gastriris Erosiva + Anemia 3. PSCBA ec Ulkus Peptikum + Anemia 4. PSCBA ec Ca Gaster + Anemia DIAGNOSA SEMENTARA
PSCBA ec Varises Esofagus + Anemia
TERAPI
Terapi Umum - Bed Rest - Diet Lambung 1 btk M II - Batasi Cairan
Terapi Medikamentosa
- IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i ( macro ) - Inj Cefotaxim 1 gr / 8 jam - Inj Ozid + NaCl 100cc/12 jam - Inj As. Traneksamat 1 gr/12 jam - Ulsafat Syr 3 x C1 - B. Comp 3x1
ANJURAN - Foto Thorax - RFT ( Ureum Creatinine Uric Acid ) - LFT - KGD 2 jam PP/N - Darah Rutin - Urine Rutin - Feses Rutin - Endoskopi
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCA) merupakan salah satu keadaan darurat medis yang memerlukan diagnosis dan penanganan segera. Sumber PSCA berlokasi di proksimal ligamentum Treitz, yakni ligamentum yang menghubungkan pars tertum duodenum ke diafragma dekat dengan flexura lienalis colon. Dengan kemajuan obat-obatan dan peralatan untuk diagnosa dan terapi, banyak kasus ini dapat ditangani tanpa pembedahan. Yang memerlukan tindakan bedah sekitar 3-15% . PSCA 4 kali lebih sering dari pada PSCB.
Epidemiologi
Insidensi
perdarahan
akut
SCBA
mencapai
100
per
100.000
penduduk/tahun, laki-laki lebih 2 kali lebih banyak dari wanita. Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan
karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagia merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 1015% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai penyebab PSCA. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.
Etiologi
Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain: 1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%). Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus hipertensi porta.
Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal. 2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum) Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi, sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.
3. Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS) Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara lain endotoksin bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. 4. Gastropathi hipertensi portal 5. Esofagitis Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis. Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam waktu yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan, perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur. 6. Sindroma Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa
laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit dibawah esofagogastrikum junction. 7. Keganasan Keganasan, misalnya kanker lambung. 8. Angiodisplasia Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada traktus intestinalis.
Presentasi klinis
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus, gaster dan duodenum. Penampilan klinis pasien dapat berupa :
Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam sepertibubuk kopi (40-50%)
Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal (70-80%)
Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang pendek (15-20%)
Syncope (14%)
Presyncope (43%)
Dispepsia (18%)
Nyeri epigastrium (41%)
Nyeri abdomen difus (10%)
BB menurun (12%)
Ikterus (5%)
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb. Hematemesis, melena dan hematoschizia, dan pemeriksaan hasil laboratorium tertentu bisa digunakan sebagai indikator sumber perdarahan berasal dari tabel 1 dibawah ini . Tabel 1. Perbedaan PSCA dan PSCB Klinis Hematemesis Melena Hematoschizia Blood streak stool Darah samar feses Aspirasi nasogastrik Rasio BUN:creatinin Peristaltik
Kemungkinan PSCA Hampir pasti Sangat Mungkin Mungkin Jarang Mungkin Berdarah >35 Meningkat
Kemungkinan PSCB Jarang Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti Mungkin Normal <35 Normal
Beberapa hal perlu diingat :
Bila didahului riwayat muntah-muntah / hiperemesis, hematemesis yang terjadi mungkin disebabkan oleh robekan Mallory-Weiss
Preparat yang mengandung bismuth dan besi, charcoal bisa menyebabkan feses berwarna hitam seperti melena. Namun pada melena berbau khas. Melena terjadi bila perdarahan lebih dari 50-100 cc. Dan lama kontak darah dengan asam lambung moderat. Untuk memastikan lakukan colok dubur
Warna feses bercampur darah tergantung waktu transit; waktu transit yang cepet dari saluran cerna bagian atas menyebabkan hematoschizia, bila perdarahannya cepat dengan jumlah >1000 cc disertai gangguan
hemodinamik.
Sebaliknya
PSCB
dengan
waktu
transit
lambat
menyebabkan feses berwarna hitam
Nilai normal BUN : Creatinin adalah 20 pada pasien dengan ginjal normal ; bila rasio >35 kemungkinan PSCA, bila <35 kemungkinan PSCB. Nilai puncak rasio diukur dalam 24-48 jam setelah perdarahan.
Pendekatan diagnosis
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation ) terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama. Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:
riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamu – jamuan, obat untuk penyakit jantung, obat stroke.
Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss. Dalam pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:
Penilaian ABC, pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus untuk penilaian hemodinamik(keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan.
-
Perdarahan < 8% hemodinamik stabil
-
Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik
-
Perdarahan 15-25% renjatan (shock)
-
Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran
-
Perdarahan >40% moribund
Mencari stigmata penyakit hati kronis ( ikterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai), masa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit rematik dll.
Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini mempunyai nilai prognostik.
Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.
Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang Antara lain:
Laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal ,gula darah , elektrolit , golongan darah.
RÖ dada untuk menyingkirkan pneumoni, emfisema subkutis akibat perforasi esofagus (Boerhaave syndrom) dan elektrokardiografi.
USG dan CT scan mungkin untuk mendeteksi penyakit hati kronis, kholestitis, pankreatitis dan fistula aortoenterik.
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard
Angiografi bila perdarahan tetap berlangsung dan endoskopi tak mengidentifikasi sumber perdarahan.
Pencitraan dengan radionuklir
Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis – melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.
Lokasi dan sumber perdarahan:
Esofagus
:Varises,erosi,ulkus,tumor
Gaster
:Erosi,
ulkus, tumor, polip,
angiodisplasia,
Dilafeuy,
varises, gastropati kongestif
Duodenum :Ulkus,erosi, tumor, diverti
Patofisiologi Var i ses esofagus dan hi per tensi por tal gastr opati
PSCA karena varises terjadi 25-30% pasien sirosis hati. Varises esofagus dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam vena-vena kolateral dan aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal. Perdarahan varises bila hepatic venous gradien melebihi 12 mmHg. Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan menentukan besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di esofagus (Lm,Li,Lg) dan warna ( biru, cherry red, hematocystic). Ulkus Peptikum
Ulkus ini dikatakan berkaitan dengan pemakain NSAID dan infeksi H.Pylori. tukak peptik biasanya terdapat di lambung, duodenum, esofagus dan divertikulum. Hebat tidaknya perdarahan tergantung kaliber pembuluh darah yang terkena. Forrest membagi aktifitas perdarahan ulkus peptikum sbb : Untuk ulkus memakai kriteria Forrest. Tipe Forrest 1a Forrest 1b Forrest 2a
Tipe Perdarahan Aktif Aktif Tidak aktif
Forrest 2b
Tidak aktif
Gambaran Endoskopi Perdarahan memancar Perdarahan merembes Pembulyh darah terlihat pada dasar ulkus Tukak ditutupi bekuan darah
Forrest 2c
Tidak aktif
Forrest 3
Tidak aktif
Tukak tertutup bekuan merah/biru tua Tukak dengan dasar bersih
Tipe 1a, 1b, 2a, 2b, perlu terapi dengan endoskopi; risiko perdarahan ulang 4355% Tipe 2c, 3 tidak perlu terapi endoskopi; risiko perdarahan ulang 5-10% Stress Gastri ti s
Stress gastritis/ulcera ini terjadi pada cedera kepala yang menyebabkan tekanan intrakranial meningkat (ulkus cushing) dan luka bakar (ulkus curling) dan pasien dengan ventilator. Faktor predisposisi yang bisa mengganggu keseimbangan antara barrier mukosa protektif lokal ( mukus, bikarbonat, prostaglandin ) dengan faktor agresif ( asam lambung, pepsin ) akan menyebabkan erosi mukosa yang difus. Keadaan ini dapat terjadi pada : renjatan, trauma multipel, ARDS, sepsis. Pencegahan dengan menjaga hemodinamik untuk memastikan aliran darah mukosa dan HRA antagonis untuk mengurangi asam lambung. Esofagiti s dan gastr opati
Adalah suatu peradangan esofagus dan lambung disebabkan biasanya oleh asam lambung / refluxate lain misal pada GERD atau obat-obatan tertentu seperti NSAID/OAINs.
Mekanisme
NSAID
menginduksi
traktus
gastrointestuinal
tidak
sepenuhnya dipahami. Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan mukosa, dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum (terutama di antara antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus), tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi. Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal merupakan prostaglandin endogenous yang disintesis di mukosa traktus gastrointestinal bagian atas. COX(siklooksigenase) merupakan tahap katalitikator dalam produksi prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, ginjal, endotelin, otak dan trombosit dan berperanpenting dalam
pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak dan ginjal yang juga bertanggung jawab dalam respon inflamasi. Endotel vaskular secara terus-menerus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel. Sebagian besar obat OAINS bekerja sebagai inhibitor non selektif enzim siklooksigenase, dimana obat ini menghambat isoenzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2). Siklooksigenase mengkatalisis pembentukkan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat. Asam arakidonat ini dihasilkan dari lapisan ganda fosfolipid oleh fosfolipase A2). Prostaglandin bekerja sebagai molekul pembawa dalam proses inflamasi. Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan perubahan produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi sintesis leukotrien yang disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap oxygenase jalur 5. Leukotrien yang memberikan kontribusi terhadap cedera mukosa lambung dengan mendorong iskemia jaringan dan peradangan.
Penatalaksanan pasien Pemberian Vitamin K
Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah. Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena porta menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises esofagus. Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni) dan preparat
pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian vasopressin dengan
mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka disarankan bersamaan preparat nitrat. Somatostatin dan analognya ( octreotide )
Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan nonvarises. Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai peradarahan berhenti.
Obat Anti sekresi asam
Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada perdarahan SCBA, antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. Balon Tamponade
Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua
balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SBtube antara lain pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan umum dan tindakan khusus . Tindakan umum: Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC.
Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan pemasangan CVP
Oksigen sungkup / kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT
Mencatat intake output,harus dipasang kateter urine
Memonitor Tekanan darah, Nadi, saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai dengan komorbid yang ada.
Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi
Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi
Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
Pemberian vitamin K
Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
Terapi lainnya sesuai dengan komorbid Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri,
tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakukan assessmen yang lebih akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas. Dalam hal ini tampak bahwa makin tinggi skor makin tinggi risiko perdarahan ulang dan mortalitasnya Untuk pasien dengan skor > 4 harus
dilakukan penanganan secara tim dengan melibatkan Penyakit dalam, bedah, ICU, radiologi dan Laboratorium.
Terapi khusus 1. Varises gastroesofageal
Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.
Otreotid
Somatostatin
Glipressin (Terlipressin)
Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota Terapi endoskopi
Skleroterapi
Ligasi
Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS ( Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno – porta.
Terapi pembedahan
Shunting
Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
Devaskularisasi + splenektomi
Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai faktor antara lain
Beratnya penyakit hati (Kriteria Child-Pugh)
Ada tidak adanya varises gaster, walupun disebutkan dapat diatasi
dengan semacam glue(histoakrilat)
Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal
sindrom dan infeksi
2. Tukak peptik Terapi medikamentosa
PPI
Obat vasoaktif
Terapi endoskopi
Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)
Termal (koagulasi, heatprobe,laser
Mekanik (hemoklip,stapler)
Terapi bedah
Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu dimonitor akan kemungkinan perdarahan ulang. Second look endoscopy masih kontroversi. Realimentasi bergantung pada hasil endoskopi. Pasien-pasien bukan risiko tinggi dapat diberikan diit segera setelah endoskopi sedangkan pasen dengan risiko tinggi perlu puasa antara 24-48 jam , kemudian baru diberikan makanan secara bertahap. Pencegahan perdarahan ulang
Varises esofagus
Terapi medik dengan betabloker nonselektif
Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi
Tukak peptik
Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu
Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi
Bila pasien memerlukan NSAID, diganti dulu dengan analgetik dan kemudian
dipilih NSAID selektif(non selektif) + PPI atau misoprostol
Memulangkan pasien
Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 – 4 perawatan. Adanya perdarahan ulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan. Apabila tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil serta risiko perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan. Pasien biasanya pulang dalam keadaan anemis arena itu selain obat untuk mencegah perdarahan ulang perlu ditambahkan preparat Fe. Algoritme penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna bagian Atas menurut Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI Tanpa Fasilitas Endoscopi
Initial assessment History & physical exam Vital sign NGT LAB Empirical tx
Hemodynamic instability Active bleeding
Hemostatic agen
RESUSCITATION Cristaloid Colloid Blood Transfusion
Hemodinamic stable Bleeding stop
Hemodinamic Instability Bleeding continued
BP>90/60
BP<90/60
Pulse <100
Pulse >100
Hb >9
Hb <9
Tilt test -
Tilt test + Vasoactive Drug
Bleeding Stop
Bleeding Cont
Balloon Tamponade/SB
Elective Evaluation
tube
Ba Radiography Or referral endoscopy
Bleeding Cont Urgent Surgery
Definitive Tx
Dengan Fasilitas Endoscopi
History & physical exam Vital sign NGT LAB
Empirical tx
Cristaloid Colloid Blood Transfusion
Vasoactive Drug
Elective Endoscopy
Bleeding stop Emergency or eraly UGI Endoscopy
Sclerotx/ligasi Definitive Tx
Hemostatic injection or
Interventional
urgent surgery
Dx X radiology
Surgery
DAFTAR PUSTAKA
Peter DJ, Dougherty JM. Evaluation of the patient with gastrointestinal bleeding : an evidence based approach. Emerg Med Clin North Am, Feb 1999;17 (1): 239-61 Fallah MA, Prakash C, Edmundowicz S. Acute Gastrointestinal bleeding : Med Clin North Am, Sep2000;17 (1): 1183-208 Sudomo U, Syafruddin ARL, Ruswhandi. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas di RSPAD Gatot Subroto tahun 2002-2006 Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292
Kusumobroto, H. Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 219-225 Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI. Perdarahan saluran makan bagian atas. Bandung 13 April 2002 Irfan, A. Penanganan Kasus Kegawatdaruratan dalam Penyakit Lambung dan Pencernaan.. National Cardivascular Center Harapan Kita.2007. Available from : http://www.pjnhk.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1 92&Itemid=31 Accessed in : April 22 nd, 2010 http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referat-perdarahan-salurancerna-bagian.html Djumhana A. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung;2003 Wilson D. Hematemesis, melena and hematoschezia (serial on internet ) (cited 2013
August)
available
on
;
http://rene-
holzemier.de/http://www.ncbi.nih.gov/books/NBK411/. Abdullah, M. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dan Occult Bleeding . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 295-298 Abdurrachman, S.A. Tumor Esofagus . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 327 Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292 Akil, H.A.M. Tukak Duodenum . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 345-347 Lindseth, Glenda N. Gangguan Lambung dan Duodenum. Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume I. Edisi 6. EGC, Jakarta 2003 Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson Jean