DEEP VENOUS THROMBOSIS
DISUSUN OLEH VENNY RIA PRATIWI PRATIWI
090100033
DENY LAIS
090100039
BELLIANA
090100152
DANIEL
090100153
R.A. KHALIDA P.
090100284
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PENYAKIT DALAM DALA M RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU MEDAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
i DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................
i
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1
Latar Belakang ............................................. .................................................................. .....................
1
1.2
Tujuan ........................................... .................................................................. .................................... .............
1
1.3
Manfaat ............................................. ................................................................... ................................ ..........
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
3
2.1
DEEP VENOUS THROMBOSIS .......................................... ................................................ ......
3
2.1.1
Definisi ............................................. ................................................................... ................................ ..........
3
2.1.2
Etiologi ............................................. ................................................................... ................................ ..........
3
2.1.3
Epidemiologi.................................. Epidemiologi......................................................... .................................... .............
4
2.1.4
Faktor Risiko ............................................ .................................................................... ..........................
4
2.1.5
Patofisiologi ........................................... .................................................................. ............................ .....
5
2.1.6
Diagnosis ........................................... .................................................................. ................................ .........
7
2.1.7
Diagnosa Banding............................................. .............................................................. ................. 10
2.1.8
Penatalaksanaan ............................................ ................................................................. ..................... 11
2.1.9
Komplikasi............................................. .................................................................... ............................ ..... 14
BAB 1
2.1.10 Prognosis ........................................... .................................................................. ................................ ......... 15
BAB 3
CATA CATATAN MEDIK PASIEN ..................................................... 16
BAB 4
KESIMPULAN ............................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ….. .............................................. .................................................................... ......................
..….. 32
1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
DVT (Deep Venous Thrombosis) adalah kondisi dimana terdapat trombus di salah satu vena dalam. Gejala klinis yang muncul adalah edema tungkai yang unilateral, eritema, hangat, nyeri, dan homan sign (+). Jika kondisi ini tidak diobati maka bisa saja trombus menjadi pecah atau lepas dan bermigrasi ke paru-paru yang akan menyebabkan sumbatan pada arteri di paru-paru, dan hal ini berpotensi menyebabkan emboli paru yang yang bisa saja mengancam nyawa. DVT umumnya mengenai vena dalam pada kaki atau tangan. DVT merupakan salah satu masalah medis yang paling sering dijumpai saat ini, insiden terjadinya DVT adalah 80 kasus per 100.000. Setiap tahun di Amerika Serikat, lebih dari 200.000 orang mengalami DVT; 50.000 diantaranya mengalami komplikasi emboli paru. DVT tersering terjadi pada ekstremitas bawah, dengan prevalensi 1 kasus per 1000 penduduk. Diagnosis pada DVT dapat dilakukan dengan anamnesis dengan keluhan utama pasien adalah kaki yang bengkak bengkak dan nyeri nyeri dan dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klasik DVT yaitu edema tungkai yang unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superficial, dan homan sign (+). Hasil yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan terjadi suatu DVT dengan menggunakan well score system. Diagnosis DVT juga bisa menggunakan pemeriksaan laboratorium dimana didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin. Diagnosis DVT selain dari pemeriksaan laboratorium bisa juga dilakukan pemeriksaan radiologis seperti venografi, usg Doppler, usg kompresi, IPG ( Impedance Plethysmography) Plethysmography) dan MRI. Tujuan pengobatan pengobatan pada DVT adalah untuk mencegah peningkatan ukuran klot, mengurangi risiko terjadinya emboli paru, dan mencegah rekurensi thrombosis vena dalam. Metode tatalaksana DVT secara non farmakologis/mekanis seperti Inferior Vena Cava Filters dan Graduated Elastic Compression Stokings (GECS) digunakan pada pasien dengan risiko tinggi terhadap perdarahan dan tidak dapat diberikan pengobatan antikoagulan. Medikasi antikoagulan diberikan pada pasien yang tidak memiliki kontraindikasi.
1.2. Tujuan
Untuk lebih memahami mengenai DVT dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
2
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umum agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai DVT.
3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Deep vein thrombosis (DVT) adalah suatu kondisi di mana bekuan darah (trombus) terbentuk dalam satu atau lebih vena, biasanya terjadi pada kaki. DVT dapat menyebabkan nyeri pada kaki, tetapi sering juga terjadi tanpa disertai gejala (Mayo Clinic, 2013).
2.2. Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan DVT, dapat terjadi karena genetik ataupun didapat. Etiologi terjadinya DVT antara lain (Kaushal, 2013) : 1. Berkurangnya aliran darah karena peningkatan kekentalan darah atau tekanan vena sentral Peningkatan kekentalan darah dapat menurunkan aliran darah vena. Perubahan ini mungkin karena peningkatan komponen seluler darah dalam polisitemia vera rubra atau trombositosis atau penurunan komponen cairan karena dehidrasi. Peningkatan tekanan vena sentral, baik mekanis atau fungsional, dapat mengurangi aliran di pembuluh darah kaki. Efek massa pada vena iliaka atau vena cava inferior dari neoplasma, kehamilan, stenosis, atau bawaan anomali meningkatkan resistensi outflow. 2. Varian anatomi berkontribusi terhadap stasis vena Varian anatomi yang mengakibatkan terjadinya pengecilan atau tidak adanya vena cava inferior atau vena iliaka dapat menyebabkan stasis vena. Kelainan yang paling sering adalah kompresi vena iliaka kiri yang menyilang dengan vena iliaka kanan yang dalam keadaan normal, vena melewati bawah arteri iliaka kanan. 3. Cedera mekanik pada vena Cedera mekanik pada dinding vena terjadi untuk memberikan rangsangan tambahan pada trombosis vena. Cedera dapat dilihat, seperti yang disebabkan oleh trauma, tindakan operasi, atau cedera iatrogenik, tetapi dapat juga yang tidak terlihat, seperti yang disebabkan oleh trombosis vena kecil (mungkin tanpa gejala) maupun trauma kecil. Riwayat DVT sebelumnya merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya DVT dikemudian hari. 4. Faktor genetik Mutasi genetik dalam kaskade koagulasi darah merupakan risiko tinggi untuk berkembang menjadi trombosis vena. Trombofilia genetik diidentifikasi pada 30% pasien dengan idiopatik trombosis vena. Defisiensi utama pada koagulasi inhibitor antithrombin, protein C, dan protein S
4 V, VIII, IX, XI) ke sistem antikoagulasi utuh belakangan ini dijelaskan karena adanya mutasi dari faktor V Leiden, yang terdapat pada 10-65% pasien dengan DVT. Dalam pengaturan stasis vena, faktor-faktor ini dibiarkan menumpuk di tempat yang rentan terhadap trombosis, kemudian terjadi cedera mekanik pada pembuluh darah, sehingga merangsang endotelium menjadi prothrombotik. 5. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hiperkoagulasi Penyakit dan keadaan lain dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas pada pasien tanpa risiko terjadinya DVT. Mereka dapat mempengaruhi pasien menderita DVT, meskipun kemampuan mereka untuk menyebabkan DVT tanpa hiperkoagulabilitas intrinsik belum jelas. Kondisi ini meliputi keganasan, dehidrasi, dan penggunaan obat-obatan (misalnya, estrogen). Keadaan hiperkoagulasi akut juga dapat terjadi, seperti disseminated intravascular coagulopathy (DIC) akibat infeksi atau heparin-induced trombositopenia.
2.3. Epidemiologi
Data yang menunjukkan bahwa sekitar 80 kasus per 100.000 penduduk terjadi setiap tahun. Sekitar 1 dari 20 orang menderita DVT dalam hidupnya dan sekitar 600.000 rawat inap per tahun menderita DVT di Amerika Serikat. DVT biasanya mengenai orang dengan usia lebih dari 40 tahun. Rasio laki : perempuan 1.2 : 1, menunjukkan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi DVT dibandingkan perempuan (Kaushal, 2013).
2.4. Faktor Risiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terkenanya DVT, termasuk (Mayo Clinic, 2013): 1. Duduk untuk jangka waktu yang lama, seperti saat mengemudi atau terbang. Ketika kaki Anda tetap diam untuk waktu yang lama, otot betis Anda tidak kontraksi, yang biasanya membantu darah beredar. Gumpalan darah dapat terbentuk di betis kaki Anda jika otot betis Anda tidak bergerak. Meskipun duduk untuk waktu yang lama merupakan faktor risiko terjadinya DVT saat terbang atau mengemudi relatif rendah. 2. Gangguan pembekuan darah bawaan. Beberapa orang mewarisi gangguan yang membuat gumpalan darah mereka lebih mudah. Kondisi ini diturunkan mungkin tidak menimbulkan masalah kecuali dikombinasikan dengan satu atau lebih faktor risiko lain . 3. Tirah baring yang lama, seperti dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama, atau kelumpuhan. Ketika kaki tetap diam untuk waktu yang lama, otot betis tidak berkontraksi untuk membantu darah beredar, yang dapat membuat bekuan darah berkembang. 4. Cedera atau operasi. Cedera pada pembuluh darah atau operasi dapat memperlambat aliran
5 dapat membuat pembuluh darah melebar, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya pembekuan darah. 5. Kehamilan. Kehamilan meningkatkan tekanan pada pembuluh darah di panggul dan kaki. Wanita dengan gangguan pembekuan bawaan sangat berisiko. Risiko gumpalan darah dari kehamilan dapat terus sampai enam minggu setelah ba yi lahir. 6. Kanker. Beberapa bentuk kanker meningkatkan jumlah zat dalam darah yang menyebabkan darah menggumpal. 7. Radang pada usus. seperti kolitis ulseratif, meningkatkan risiko DVT. 8. Gagal jantung. Orang dengan gagal jantung berisiko DVT karena jantung yang rusak tidak memompa darah secara efektif yang dapat meningkatkan kemungkinan darah akan berkumpul dan menggumpal. 9. Pil KB atau hormone replacement therapy. 10. Alat pacu jantung atau kateter dalam pembuluh darah. Perawatan ini dapat mengiritasi dinding pembuluh darah dan menurunkan aliran darah. 11. Riwayat menderita DVT atau emboli paru. Jika memiliki riwayat DVT sebelumnya, lebih memungkin untuk menderita DVT dikemudian hari. 12. Riwayat keluarga menderita DVT atau emboli paru. Jika dalam keluarga menderita DVT atau emboli paru, resiko terkena DVT juga meningkat. 13. Kelebihan berat badan atau obesitas. Kelebihan berat badan meningkatkan tekanan pada pembuluh darah di panggul dan kaki. 14. Merokok.
Merokok
mempengaruhi
pembekuan
darah
dan
sirkulasi,
yang
dapat
meningkatkan risiko DVT. 15. Usia di atas 60 tahun meningkatkan risiko DVT, meskipun dapat terjadi pada usia berapa pun. 16. Tinggi. Pria yang sangat tinggi mungkin lebih cenderung memiliki bekuan darah. Wanita yang tinggi tampaknya tidak memiliki peningkatan risiko.
2.5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan.
Virchow
mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya thrombus, yang dikenal sebagai Triad Virchow. Triad ini terdiri dari (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2007): 1. Gangguan pada aliran darah yang menyebabkan stasis (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2007)
usia > 40 tahun, imobilisasi, riwayat MI, CHF, dan
6 menghalangi aliran darah vena. Hal ini menyebabkan peningkatan viskositas dan pembentukan mikrothrombi, yang tidak hanyut oleh pergerakan fluida, trombus yang terbentuk kemudian dapat tumbuh dan berkembang. Penurunan kontraktilitas dinding vena dan disfungsi katup vena berkontribusi terhadap perkembangan insufisiensi vena kronis (Kaushal, 2013). 2. Gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2007)
kanker, penggunaan estrogen, riwayat keluarga, sindroma nefrotik, transfuse darah, trombophilia. Adanya ketidakseimbangan antara faktor biokimia yang beredar di dalam darah, memungkinkan terjadinya peningkatan sirkulasi faktor aktivasi jaringan, dikombinasikan dengan penurunan sirkulasi antitrombin plasma dan fibrinolysin (Kaushal, 2013). 3. Gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2007)
riwayat operasi, riwayat
DVT sebelumnya, pemasangan akses vena sentral, kemoterapi atau radioterapi pada keganasan. Kerusakan endotel (intima) di pembuluh darah akibat dari intrinsik atau sekunder terhadap trauma eksternal seperti adanya trauma atau akibat dari pembedahan (Kaushal, 2013). Dimana thrombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi:
Gangguan sel endotel
Terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel
Aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor Von Willebrand
Aktivasi koagulasi
Terganggunya fibrinolisis
Stasis (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Set iati, 2007)
Mekanisme protektif terdiri dari:
Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel
Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor
Pemecahan faktor pembekuan oleh protease
Pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trombosit yang beragregasi oleh aliran da rah
Lisisnya thrombus oleh system fibrinolisis (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, &
7
Thrombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombosis adalah mekanisme homeostatis dimana darah menggumpal atau mengalami pembekuan, proses penting untuk pembentukan hemostasis setelah luka. Hal ini dapat dimulai melalui beberapa jalur, biasanya terdiri dari Cascading aktivasi enzim yang memperbesar efek dari suatu peristiwa pemicu awal. Pembentukan trombus mikroskopis dan trombolisis (disolusi) adalah peristiwa terus menerus, tetapi dengan peningkatan stasis, faktor prokoagulan, atau cedera endotel, keseimbangan koagulasi-fibrinolisis dapat mendukung pembentukan trombus obstruktif yang patologis (Kaushal, 2013). Thrombus pada arteri, karena aliran yang cepat, terdiri dari dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan thrombus pada vena terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar dan sedikit trombosit. (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2007)
Platelet
Trombus
propagasi embolisasi
Gambar 1. Pembentukan trombus pada vena dalam
2.6. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam pendekatan pasien dengan dugaan thrombosis. Keluhan utam pasien dengan DVT adalah kaki yang bengkak dan nyeri. Riwayat penyakit sebelumnya merupakan hal penting karena dapat diketahui faktor resiko dan riwayat thrombosis sebelumnya. Adanya riwayat thrombosis dalam keluarga juga merupakan hal penting.Pada pemeriksaan fisis, tanda-tanda klinis yang klasik tidak selalu ditemukan. Gambaran klasik DVT adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superficial, dan tanda Homan yang positif. (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2007)
8
Gambar 2. Trombosis Vena Dalam
Berdasarkan hasil dari anamnesis serta pemeriksaan fisik, kita dapat menentukan kemungkinan terjadinya DVT dengan menghitung Wells Score System, yaitu: 1. Paralysis, paresis, or recent orthopedic casting of lower extremity (1 point) 2. Recently bedridden (more than 3 days) or major surgery within past 4 wee ks (1 points) 3. Localized tenderness in deep vein system (1 point) 4. Swelling of entire leg (1 point) 5. Calf swelling 3 cm greater than other leg (measured 10 cm below the tibial tuberosity) (1 point) 6. Pitting edema greater in the symptomatic leg (1 point) 7. Collateral non varicose superficial veins (1 point) 8. Active cancer or cancer treated within 6 months (1 point) 9. Alternative diagnosis
more likely than DVT (Baker’s Cyst, cellulitis, muscle damage,
superficial venous thrombosis, postphlebitic syndrome, inguinal lymphadenopathy, external venous compression) (-2 point) Interpretasi skor resiko DVT:
-2 – 0 : Low probability of DVT
1 – 2
: Moderate probability of DVT
3 – 8
: High probability of DVT
Dengan hasil prediksi yang rendah untuk DVT maka dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjut dengan pemeriksaan D-dimer. Untuk hasil prediksi yang sedang, maka dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan D-dimer ditambah dengan USG, dan hasil prediksi yg tinggi untuk DVT, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan pemeriksaan pencitraan atau radiologis dengan MRI atau IPG (Kaushal, 2013).
9 Pada pemeriksaan laboratorium hemostasis didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin. D-dimer adalah produk hasil degradasi dari jaringan fibrin oleh plasmin. Peningkatan D-dimer merupakan indikator adanya thrombosis yang aktif. Peningkatan level D-dimer dapat ditemukan pada trauma, riwayat operasi dalam waktu dekat, perdarahan, kanker dan sepsis. Dan peningkatan level D-dimer dapat bertahan selama 7 hari (Kaushal, 2013). Pemeriksaan ini sensitive tetapi tidak spesifik dan sebenarnya lebih berperan untuk menyingkirkan adanya thrombosis jika hasilnya negative. Pemeriksaan ini mempunyai sensivisitas 93%, spesifisitas 77% dan nilai prediksi negative 98% pada DVT proksimal, sedangkan DVT pada daerah betis sensivisitasnya 70%. Pemeriksaan laboratorium lain umumnya tidak terlalu bermakna untuk mendiagnosis adanya thrombosis, tetapi dapat membantu menentukan faktor resiko (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2007). Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis thrombosis. Pada DVT, pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah Venografi/ Flebografi, Ultrasonografi
(USG)
Doppler
(duplex
scanning),
USG
kompresi,
Venous
Impedance
Plethymosgraphy (IPG), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Ketepatan pemeriksaan USG Doppler pada pasien dengan DVT proksimal yang simptomatik adalah 94% dibandingkan dengan venografi, sedangkan pada pasien dengan DVT pada betis dan asimptomatik, ketepatannya rendah. Dengan gambaran pada vena dalam, thrombus dapat dideteksi baik dengan visualisasi l angsung atau dengan tampilan ketika vena tidak kolaps saat maneuver kompresi. USG Doppler dapat digunakan untuk mengukur kecepatan aliran darah di vena. Normalnya kecepatan ini dipengaruhi oleh respirasi dan dengan kompresi manual pada kaki atau betis. Abnormalitas aliran dapat terjadi ketika adanya obstruksi pada vena dalam. USG kompresi (Real-Time-B-Mode Compression Ultrasound) mempunyai sensivisitas 89% dan spesifisitas 97% pada DVT proksimal yang simptomatik, sedangkan pada DVT di daerah betis, hasil negative palsu dapat mencapai 50%. Pemeriksaan Duplex Scanning mempunyai sensivisitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendiagnosis DVT proksimal. (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2007)
10
Gambar 3. USG Doppler dan USG kompresi pada kasus DVT (Kaushal, 2013).
Venografi atau Flebografi merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis DVT, baik pada betis, paha, maupun system ileofemoral. Dengan injeksi medium kontras ke vena superficial pada kaki dan mengarah ke system dalam dengan aplikasi torniket. Adanya defek pengisian atau absennya pengisian pada vena dalam dapat mengarah ke diagnosis DVT. Kerugiannya adalah pemasangan kateter vena dan resiko alergi terhadap bahan radiokontras atau yodium. MRI umumnya digunakan untuk mendiagnosis DVT pada wanita hamil atau pada DVT di daerah pelvis, iliaka dan vena kava di mana duplex scanning pada ekstremitas bawah menunnjukkan hasil negative. (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati , 2007)
Gambar 4. Venogram pada kasus DVT (Kaushal, 2013).
2.7. Diagnosis Banding
DVT harus dibedakan dengan berbagai kelainan yang dapat menyebabkan nyeri kaki unilateral atau pembengkakan, diantaranya: 1. rupture otot, 2. trauma atau pendarahan, 3. rupture kista politeal, dan lymphedema. 4. Dll.
11 Adanya kesulitan untuk membedakan pembengkakan yang disebabkan oleh syndrome postflebitis yang menjadi akut DVT rekuren. Selain itu, nyeri pada kaki juga dapat diakibatkan dari kompresi saraf, arthritis, tendinitis, fraktur, dan gangguan oklusi arteri. Adapun diagnosis banding DVT adalah Kista Baker, Budd-Chiari Syndrome, Selulitis, Congestive Heart Failure (CHF), Emboli Paru, dan Thrombophlebitis (Kaushal, 2013).
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan Penatalaksanaan Trombosis Vena Dalam ini bertujuan untuk mencegah peningkatan ukuran klot, mengurangi risiko terjadinya emboli paru, dan mencegah rekurensi trombosis vena dalam. Pendekatan tatalaksana Metode tatalaksana DVT secara non farmakologis/mekanis seperti Inferior Vena Cava Filters dan Graduated Elastic Compression Stokings (GECS) digunakan pada pasien dengan risiko tinggi terhadap perdarahan dan tidak dapat diberikan pengobatan antikoagulan. Medikasi antikoagulan diberikan pada pasien yang tidak memiliki kontraindikasi. Pilihan Farmakologis Tabel . Tatalaksana pilihan farmakologi pada pasien dengan DVT Populasi terkena Garis
Metode farmakologi
Durasi tatalaksana LMWH,
UFH,
Warfarin
atau fondaparinux Pasien DVT
1st
dengan tidak ada risiko perdarahan
4-7
LMWH
Minimal
5
hari 3-6 bulan untuk
Enoxaparin (1.5 mg/kg
dan
pemberian
setiap24 jam atau 1
sampai hasil tes pertama
lalu
mg/kg setiap 12 jam)
INR
dan
2-3
atau
2n
dalteparin
dua
kali
(NF) berturut-turut
200 IU/kg/hari
berkisar
dan
2.0-3.0
reevaluasi tentukan
risiko
antara embolus
dan
tatalaksana
yang
Warfarin PO 8
dibutuhkan
Heparin
Untuk pemberian
(IV
kedua,
unfractionated
heparin)
4,5
lanjutkan
tatalakasana
12 infus 18 u/kg/jam dan Warfarin PO
3r
8
6
Fondaparinux (PA) <50 kg: 5mg 1x per hari
50-100 kg : 7.5 mg 1x per hari >100kg: 10 mg 1x per hari dan Warfarin PO
8
Catatan : penjelasan angka ada halaman selanjutnya 1 Lihat tabel 12b untuk rekomendasi lebih spesifik mengenai durasi tatalaksana warfarin. 2 Lihat tabel 12a, faktor risiko perdarahan. Tinjau kembali risiko perdarahan dan VTE dengan 24 jam admisi dan ketika ada perubahan klinis. 3 Konsul pada pulmonologis walaupun pasien dengan komplikasi DVT membutuhkan terapi alternatif (e.g. terapi thrombolitik, operasi thrombectomi). 4 LMWH lebih superior dari unfractionated heparin unutk terapi inisial DVT, terutama menurunkan angka mortalitas, mengurangi risiko perdarahan mayor selama terapi inisial. 5 IV unfractionated heparin lebih dipilih daripada LMWH pada pasien dengan masif PE 6 Jangan gunakana LMWH atau fondaparinux pada pasien dengan kegagalan ginjal (GFR < 30 mL/min/1.73m 2 atau creatinine clearance < 30 mL/min). 7 Jika pasien menderita keganasan atau BMI > 35, dosis enoxaparin diberikan 1 mg/kgBB setiap 12 jam. 8 Dosis awitan awal warfarin 5 mg pada pasien dengan sensitivitas tinggi, termasuk pada kelompok malnutrisi, malabsorpsi, CHF terdekompensasi, penyakit hati kronis, keganasan, ambang batas INR > 1.4 dan yang mendapat pengobatan : amiodarone, flukonazole, metronidazole, propafenone, quinolon atau medikasi yang mengandung
13
Tabel 12a. Faktor risiko perdarahan
1
Perdarahan aktif
Strok akut
Gangguan perdarahan yang didapatkan
Antikoagulan
yang
sedang
digunakan
Trombositopenia (platelet < 75 x 10 9/L)
Hipertensi sistolik yang tidak terkontrol ( 230/120 mmHg)
Pungsi lumbal/epidural/anestesi spinal dalam
Gangguan
perdarahan
terkontrol
yang
4 jam sebelumnya atau diekspetasi dalam 12
tidak
bersifat
jam ke depan
diturunkan (seperti hemofilia dan penyakit von Willebrand)
Berdasarkan NICE Clinical Gudideline (2010)
Tabel 12b. Durasi tatalaksana pasien DVT Kondisi
Durasi penatalaksanaan
Episode pertama proksimal/distal DVT 1
Lanjutkan pengobatan paling sedikit 3 bulan lalu evaluasi kembali risiko dan keuntungan terapi
jangka
panjang.
Faktor
yang
pertimbangannya termasuk :
Gaya hidup pasien
Kemudahan menjaga INR terapeutik
Karakteristik embolus
Level D-Dimer setelah tatalaksana selama 3-6 bulan
Temuan
USG
setelah
tatalaksana
selama 3-6 bulan Rekuren idiopatik/unprovoked DVT
Lanjutkan tatalaksana sampai waktu yang belum bisa ditentukan
14 Sekunder DVT dengan faktor risiko transien
Lanjutkan tatalaksana untuk 3 bulan
DVT dan kanker
Lanjutkan LMWH untuk 3-6 bulan pertama, diikuti LMWH atau warfarin sampai waktu yang belum dapat ditentukan atau sampai masalah kankernya teratasi.
1
Termasuk DVT yang simptomatik di bawah lutut
Tabel 13. Pilihan tatalaksana farmakologis pada pasien hamil yang menerima antikoagulan
Populasi rentan
Metode farmakologis 1
Durasi tatalaksana (LMWH atau UFH)
Pasien hamil
LMWH
Enoxaparin 1mg/kg setiap 12 jam atau dalteparin (NF) 200 IU/ kg/hari
Lanjutkan tatalaksana selama kehamilan dan 6 minggu postpartum
Or Heparin (IV unfractionated heparin)
80 u/kg bolus diikuti infusi 18 u/kg/jam
Hentikan tatalaksana paling lambat 24 jam ketika akan melahirkan
1
Warfarin dikontraindikasikan selama kehamilan disebabkan efek samping pada fetus
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada DVT ini terutama beras al dari penggunaan antikoagulan yaitu komplikasi Perdarahan yang terdiri atas : 1. Trombositopenia 2. Heparin-induced thrombositopenia 3. Warfarin-induced hypercoagulation or hypocoagulation Selain itu ada komplikasi lain seperti :
15 b. DVT yang bersifat resisten
2.10. Prognosis
DVT merupakan suatu keadaan yang jauh dari kondisi yang dikatakan baik, 10 tahun setelah thrombosis :
Lebih 56% menderita sindroma post thrombotic
29% menderita rekurensi DVT
28% akan meninggal, kebanyakan disebabkan kanker, infark miokard atau pun stroke
16 BAB 3 KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIK PASIEN
No. Reg. RS : 30.23.59 Nama Lengkap : Yunidar Tanggal Lahir: 31 Desember 1932
Umur : 81 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Alamat : Jl. S. Parman Gg. Harapan, No. 41 Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA Dokter Tanggal
Telepon: Status: Janda
Jenis Suku : Jawa
Agama : Islam
: dr. Bambang, Sp. PD : 24 / 06 / 2013 Jam : 16.30 WIB
ANAMNESIS Automentesis
Heteromentesis
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama
: Sesak nafas
Deskripsi
: Hal ini dialami OS sejak ± 2 minggu SMRS. Sesak nafas berhubungan dengan aktivitas (+), riwayat terbangun saat malam hari karena sesak (+), riwayat menggunakan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak (-). Batuk (+) sesekali, dahak(-), batuk darah (-), keringat malam tanpa aktivitas (-), penurunan berat badan (+) ± 10 kg dalam 5 tahun ini. Mual (-), Muntah (-). BAK (+) Normal, BAB (+) Normal. OS juga mengeluhkan kaki kanan bengkak sejak tanggal 30 Juni 2013 dan masih dialami OS sampai saat ini. OS merasakan kaki kanan yang bengkak terasa lebih panas serta terasa nyeri jika ditekukkan. Riwayat sakit gula (+) sejak ± 10 tahun yang lalu, dengan KGD tertinggi 600 mg/dL dan OS tidak teratur minum obat. Riwayat sakit darah tinggi (+) sejak ± 5 tahun yang lalu, dengan tekanan darah tertinggi 200 mmHg dan OS tidak teratur minum obat darah tinggi.
RPT
: DM dan Hipertensi
RPO
: Glibenclamide, Dexamethasone, Ciprofloxacine, Amilodipine, Digoxin
17 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tanggal
Penyakit
Tempat Perawatan
Pengobatan dan Operasi
10 tahun yang
DM
-
-
Hipertensi
-
-
lalu 5 tahun yang lalu
RIWAYAT KELUARGA Laki-laki
Perempuan
X Meninggal (sebutkan sebab meninggal dan umur saat meninggal)
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Alergi Tahun
Bahan / obat
Gejala
-
-
-
Hobi
: tidak ada yang khusus
Olah Raga
: tidak ada yang khusus
Kebiasaan Makanan : tidak ada yang khusus Merokok
: (-)
Minum Alkohol
: (-)
Hubungan Seks
: (-)
Riwayat imunisasi Tahun Jenis imunisasi Tidak jelas Tidak jelas
18 ANAMNESIS UMUM (Review of System) Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum: Sesak nafas (+) Kulit: Tidak ada keluhan Kepala dan leher: Tidak ada keluhan Mata: Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-) Telinga: Tidak ada keluhan Hidung: Tidak ada keluhan Mulut dan Tenggorokan: Tidak ada keluhan Pernafasan: Sesak nafas (+) Jantung: Tidak ada keluhan
Abdomen: Tidak ada keluhan Alat kelamin : Perempuan Tidak ada keluhan Ginjal dan Saluran Kencing: Tidak ada keluhan Hematologi: Anemia (-) Endokrin / Metabolik: DM tipe 2 Musculoskeletal: Tidak ada keluhan Sistem syaraf: Tidak ada keluhan Emosi : terkontrol
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
√
Ringan
Sedang
Berat
Gizi Berat Badan : 50 kg: Tinggi Badan = 155 cm Gizi BB
: 50 kg, TB : 155 cm
IMT : 50kg/(1,55 m) 2 = 24,47 kg/m² ( overweight ) TANDA VITAL
Kesadaran
Compos Mentis
Deskripsi: Komunikasi baik, rasa awas terhadap lingkungan baik
Nadi
Frekuensi : 80 x/menit
Reguler, t/v: cukup
Tekanan darah
Berbaring:
Duduk:
Lengan kanan: 160/90 mmHg
Lengan kanan: 160/90 mmHg
Lengan kiri
Lengan kiri
: 160/90 mmHg
Temperatur
Aksila: 36.0° C
Rektal : tdp
Pernafasan
Frekuensi : 34 x /menit
Deskripsi: Regular
: 160/90 mmHg
19 KULIT
Jaundice (-), Purpura (-), Hematom (-), Eritema (-)
KEPALA DAN LEHER
Kepala dan leher simetris, TVJ R-2 cmH 2O, trakea medial, pembesaran KGB(-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
TELINGA
Dalam batas normal
HIDUNG
Dalam batas normal, epistaksis (-)
RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN
Dalam batas normal
MATA
Konjungtiva palp. inf. pucat (-/-), sklera ikterik (-/-) Pupil isokor, diameter ø : 3mm TORAKS Depan
Belakang
Inspeksi
Simetris Fusiformis
Simetris Fusiformis
Palpasi
SF kiri > kanan
SF kiri > kanan
Perkusi
Sonor memendek – meredup di
Sonor memendek – meredup di
lapangan kiri paru
lapangan kiri paru
SP: Bronchial pada kedua lap. paru
SP: Bronchial pada kedua lap.paru
ST: Ronki basah pada lap. tengah
ST: Ronki basah pada lap. tengah
dan bawah paru kiri dan lap.
dan bawah paru kiri dan lap.
bawah paru kanan
bawah paru kanan
Auskultasi
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas
: ICR I Sinistra
Kanan
: 1 cm Linea Sternalis Dextra
20 Jantung
: HR : 80 x/menit, reguler, M1>M2 ,A2>A1 ,P2>P1 ,A2>P2,
desah sistolik / diastolik: (-) gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
: Soepel, Hepar/ Lien/ Renal tidak teraba
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Peristaltik (+) kesan normal
PINGGANG
Tapping pain (-)/(-)
GENITALIA:
Perempuan, tidak ada kelainan
EKSTREMITAS:
Superior
: edema (-/-)
Inferior
: edema pedis dextra (+), edema pedis sinistra (-)
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal Refleks Patologis (-)
BICARA
Komunikasi baik PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHER
Tidak dilakukan pemeriksaan
Laboratorium Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau (25 Juni 2013): Darah Rutin:
Hb 14,20 g/dl (13,2-17,3), Leukosit: 13.200 /mm3 (4.500-11.000), Ht: 39,70% (43-49), Trombosit: 259.000/mm3 (150.000-450.000), LED: 2,2 mm/jam (0-20)
21 Urinalisa Ruangan:
Warna : Kuning jernih, tidak dilakukan pemeriksaan
Feces Rutin:
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ginjal:
RFT : Ureum: 30 mg/dL (<50); Creatinin: 0,8 mg/dL (0,6-1,1); Uric acid: 4,7 mg/dL (3,4-7,0)
Hati:
LFT: Bilirubin Total: 1,06 mg/dL (0,3-1); Bilirubin Direct: 0,39 mg/dL (<0,25); SGOT: 56 U/L (<40); SGPT: 29 U/L (<40)
Metabolisme Karbohidrat: Glukosa Puasa: 372 mg/dL (70-150)
Lipid Profile:
Kolesterol total: 214 mg/dL (<220); Trigliserida: 146 mg/dL (50-170); Kolesterol HDL: 34 mg/dL (>55); Kolesterol LDL: 151 mg/dL (<190)
Elektrolit:
Tidak dilakukan pemeriksaan
EST Koagulasi (1 Juli 2013): D-dimer: > 20000 g/L (<300)
EKG (24 Juni 2013):
ST depresi di lead V5 dan V6. Kesan: Ischemic Lateral
Foto Thorax (22 Juni 2013):
Jantung membesar dalam transverse diameter, CTR 68%. Aorta elongasi. Sinus dan diafragma kiri kanan dalam batas normal. Tampak infiltrat di lapangan atas paru kanan dan kiri Kesan: Cardiomegaly dengan elongasi aorta + TB paru aktif
22 RESUME DATA DASAR (Diisi dengan Temuan Positif)
Oleh dokter : dr. Bambang, Sp. PD Nama Pasien : Yunidar
No. RM : 30.23.59
1. KELUHAN UTAMA
: Dyspnea
2. ANAMNESIS
: (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.)
Perempuan, 81 tahun masuk ke IGD dengan keluhan dyspnea. Hal ini dialami OS sejak ± 2 minggu SMRS. DoE (+), PND (+), OP (-). Tusis (+) sesekali, sputum (-), hemoptisis (-), keringat malam tanpa aktivitas (-), penurunan berat badan (+) ± 10 kg dalam 5 tahun ini. Nausea (-), Vomite (-). BAK (+) Normal, BAB (+) Normal. Pedis dextra edema (+), kalor (+), Homans sign (+) sejak tanggal 30 Juni 2013 dan masih dialami OS sampai saat ini. DM (+) sejak ± 10 tahun yang lalu, dengan KGD tertinggi 600 mg/dL dan OS tidak teratur minum obat DM. Hipertensi (+) sejak ± 5 tahun yang lalu, dengan tekanan darah tertinggi 200 mmHg dan OS tidak teratur minum obat antihipertensi.
Pemeriksaan Fisik
Didapati sensorium compos mentis dengan TD 160/90 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36.0 0C, laju pernafasan 34 x/menit , keadaan umum sakit sedang, status gizi sedang. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai benjolan sebesar bola tenis (12x12 cm 2) di supraklavikula sinistra , serta dijumpai edema pada pedis dextra.
emeriksaan Laboratorium
Kesan: Leukositosis, Ht menurun, KGD tinggi, Bilirubin Total dan Direct meningkat, SGOT meningkat, Kolesterol HDL menurun, D-dimer meningkat
Pemeriksaan EKG Ischemic Lateral
Pemeriksaan Foto Thorax
Kesan: Cardiomegaly dengan elongasi aorta + TB paru aktif
23
RENCANA AWAL Nama Penderita : Yunidar
No. MR 3
0
2
3
5
9
Tb.
: Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosa, penatalaksanaan dan edukasi) No.
Masalah
Rencana Diagnosa
Rencana Terapi
Rencana
Rencana Edukasi
Monitoring 1.
Hipertensi + DM Tipe
- Darah Lengkap
- Tirah baring
2 + Bronchitis
- RFT
- Diet MBDRG dan diet DM
- LFT
- IVFD Ciprofloxacin 1 fls/12 -
- KGD
jam
-Pemeriksaan Klinis
Menerangkan
dan
menjelaskan keadaan penyakit,
Laboratorium penatalaksanaan dan
- Lipid Profile
- IVFD RL 20 gtt/i
komplikasi penyakit
- Asam Urat
- GG 3x1 tab
pada
- Ambroxol 3x1
keluarga.
pasien
dan
- Ceterizine 3x1 - Omeprazole 2x1 - Sohobion 1x1 - Valsartan 1x1 - Inj. Novorapid 3x10 Unit - ISDN 3x1 tab 2.
dd/ - PJK - CHF ec. CAD
- BTA DS 3x - Foto Thorax
- OAT: Rifampicin, INH, Ethambutol, Pyrazinamide
Menerangkan
dan
menjelaskan keadaan
24 + TB paru
- EKG
penyakit, penatalaksanaan dan komplikasi penyakit pada
pasien
dan
keluarga. 3.
DVT
- D-Dimer
- Arixtra 1x1
Menerangkan
dan
- USG
- Plavix 1x1
menjelaskan keadaan
- Aptor 1x1
penyakit, penatalaksanaan dan komplikasi penyakit pada
pasien
keluarga.
dan
25 Tgl
S
O
A
P Therapy
Diagnostic
24- 06- 13
Sesak nafas (+),
Sens: CM
Hipertensi + DM tipe
- Tirah baring
s/d
batuk (+)
TD :160/90 mmHg s/d 150/100 mmHg
2 + Bronchitis
- Diet
26-06-13
sesekali
Pols : 80 x/mnt, reguler, t/v: cukup
MBDRG dan diet
DM
RR : 34-40x/mnt, Temp: 36.0-36,7° C
- IVFD 2
PD : benjolan sebesar bola tenis (12x12 cm )
Ciprofloxacin 1
fls/12 jam
di supraklavikula sinistra
- IVFD RL 20 gtt/i
Laboratorium (25-06-2013):
- GG 3x1 tab
Hb 14,20 g/dl (13,2-17,3), Leukosit: 13.200
- Ambroxol 3x1
3
/mm (4.500-11.000), Ht: 39,70% (43-49), 3
- Ceterizine 3x1
Trombosit: 259.000/mm (150.000-450.000),
- Omeprazole 2x1
LED: 2,2 mm/jam (0-20)
- Sohobion 1x1 - Valsartan 1x1
RFT : Ureum: 30 mg/dL (<50); Creatinin: 0,8
- Inj. Novorapid 3x10 Unit
mg/dL (0,6-1,1); Uric acid: 4,7 mg/dL (3,4-
- Inj. Furosemide 1 amp/12
7,0)
jam - ISDN 3x1 tab
LFT: Bilirubin Total: 1,06 mg/dL (0,3-1); Bilirubin
Direct:
0,39
mg/dL
(<0,25);
SGOT: 56 U/L (<40); SGPT: 29 U/L (<40)
Glukosa Puasa: 372 mg/dL (70-150)
26
Kolesterol
total:
214
mg/dL
(<220);
Trigliserida: 146 mg/dL (50-170); Kolesterol HDL: 34 mg/dL (>55); Kolesterol LDL: 151
mg/dL (<190)
EKG (24 Juni 2013):
ST depresi di lead V5 dan V6. Kesan: Ischemic Lateral
27-06-13
Sesak nafas (+),
Sens: CM
Hipertensi
- Tirah baring
s/d
batuk (+)
TD :110/80 mmHg s/d 120/90 mmHg
terkontrol+ DM tipe
- Diet
28-06-13
sesekali
Pols : 80-88 x/mnt, reguler, t/v: cukup
2 + Bronchitis
RR : 36-48x/mnt, Temp: 36.5-36,8° C
PD : benjolan sebesar bola tenis (12x12 cm ) di supraklavikula sinistra
DM - IVFD
2
MBDRG dan diet
Ciprofloxacin 1
fls/12 jam - IVFD RL 20 gtt/i - GG 3x1 tab - Ambroxol 3x1 - Ceterizine 3x1 - Omeprazole 2x1 - Sohobion 1x1 - Valsartan 1x1
27 - Inj. Novorapid 3x10 Unit - Inj. Furosemide 1 amp/12 jam - ISDN 3x1 tab 29-06-13
Sesak nafas
Sens: CM
Hipertensi
- Tirah baring
berkurang
TD :110/90 mmHg
terkontrol+ DM tipe
- Diet
Batuk (+)
Pols : 84 x/mnt, reguler, t/v: cukup
2+ Bronchitis +
sesekali
RR : 24x/mnt, Temp: 36.7° C
dd/ - PJK
PD :
benjolan sebesar bola tenis (12x12
- CHF ec. CAD
2
MBDRG dan diet
DM - IVFD
Ciprofloxacin 1
fls/12 jam - IVFD RL 20 gtt/i
cm ) di supraklavikula sinistra
- GG 3x1 tab - Ambroxol 3x1 Foto Thorax:
- Ceterizine 3x1
Cardiomegaly dengan elongasi aorta
- Omeprazole 2x1 - Sohobion 1x1 - Valsartan 1x1 - Inj. Novorapid 3x10 Unit - Inj. Furosemide 1 amp/12 jam - ISDN 3x1 tab
30-06-13
Sesak nafas (-) Batuk
Sens: CM
(+) TD :120/80 mmHg
Hipertensi terkontrol
- Tirah baring
+ DM tipe 2+
- Diet
MBDRG dan diet
Anjuran cek D-dimer
28 sesekali
Pols : 80 x/mnt, reguler, t/v: cukup
Bronchitis +
Kaki kanan
RR : 24x/mnt, Temp: 36.2° C
dd/ - PJK
bengkak (+)
PD :
benjolan sebesar bola tenis (12x12
- CHF ec. CAD
2
DM - IVFD
Ciprofloxacin 1
fls/12 jam
cm ) di supraklavikula sinistra; edema
- IVFD RL 20 gtt/i
pada pedis dextra
- GG 3x1 tab - Ambroxol 3x1 - Ceterizine 3x1 - Omeprazole 2x1 - Sohobion 1x1 - Valsartan 1x1 - Inj. Novorapid 3x10 Unit - Inj. Furosemide 1 amp/12 jam - ISDN 3x1 tab
01-07-13
Sesak nafas (-)
Sens: CM
s/d
Batuk
06-07-13
sesekali
Pols : 60-80 x/mnt, reguler, t/v: cukup
Kaki kanan
RR : 20-28x/mnt, Temp: 35,8-36.4° C
bengkak (+)
PD :
(+) TD :120/60 mmHg s/d 120/80 mmHg
Hipertensi terkontrol
- Tirah baring
+ DM Tipe 2 +
- Diet
dd/ - PJK - CHF ec. CAD
benjolan sebesar bola tenis (12x12 + TB paru + DVT
2
MBDRG dan diet
DM - IVFD
Ciprofloxacin 1
fls/12 jam
cm ) di supraklavikula sinistra; edema
- IVFD RL 20 gtt/i
pada pedis dextra
- GG 3x1 tab - Ambroxol 3x1
29 EST Koagulasi (1 Juli 2013):
- Ceterizine 3x1
D-dimer: >20000 g/L (<300)
- Omeprazole 2x1 - Sohobion 1x1
Foto Thorax:
- Valsartan 1x1
TB paru aktif
- Inj. Novorapid 3x10 Unit - Inj. Furosemide 1 amp/12 jam - ISDN 3x1 tab - OAT:
Rifampicin,
INH,
Ethambutol, Pyrazinamide - Arixtra 1x1 - Plavix 1x1 - Aptor 1x1
DAFTAR MASALAH Nama Penderita : Yunidar
No.
1
Tanggal Ditemukan
24-06-2013
No. RM. :
3
0
2
3
5
9
Masalah MASALAH
Hipertensi + DM Tipe 2 + Bronchitis
Selesai/
Terkontrol/
Tanggal
Tanggal
Tetap
(+)
30 29-06-2013
2
Hipertensi
+
DM
Tipe
2
+
Bronchitis
(+)
+
dd/ - PJK - CHF ec. CAD 3
01-07-2013
DVT
(+)
4
02-07-2013
DVT + TB paru
(+)
Kesimpulan dan prognosis :
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
Presentator : -
Venny Ria Pratiwi, S.Ked
-
Deny Lais, S.Ked
-
Belliana, S.Ked
-
Daniel, S.Ked
-
R.A. Khalida P., S.Ked
Dokter Pembimbing: - dr. Bambang, Sp. PD
31 BAB 4 KESIMPULAN
Deep vein thrombosis (DVT) adalah suatu kondisi di mana bekuan darah (thrombus) terbentuk dalam satu atau lebih vena, biasanya terjadi pada kaki. DVT dapat disebabkan oleh karena berkurangnya aliran darah karena peningkatan kekentalan darah atau tekanan vena sentral, varian anatomi yang berkontribusi terhadap stasis vena, cedera mekanik pada vena, genetik, ataupun kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan hiperkoagulasi seperti keganasan, dehidrasi, obat-obatan. Diagnosis pada DVT dapat dilakukan dengan anamnesis dengan keluhan utama pasien adalah kaki yang bengkak dan nyeri dan dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klasik DVT yaitu edema tungkai yang unilateral,eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superficial, dan homan sign (+). Hasil yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan terjadi suatu DVT dengan menggunakan well score system. Diagnosis DVT juga bisa menggunakan pemeriksaan laboratorium dimana didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan antitrombin. Diagnosis DVT selain dari pemeriksaan laboratorium bisa juga dilakukan pemeriksaan radiologis seperti venografi, usg Doppler, usg kompresi, IPG (Impedance Plethysmography) dan MRI. Tujuan pengobatan pada DVT adalah untuk mencegah peningkatan ukuran klot, mengurangi risiko terjadinya emboli paru, dan mencegah rekurensi thrombosis vena dalam. Metode tatalaksana DVT secara non farmakologis/mekanis seperti Inferior Vena Cava Filters dan Graduated Elastic Compression Stokings (GECS) digunakan pada pasien dengan risiko tinggi terhadap perdarahan dan tidak dapat diberikan pengobatan antikoagulan. Medikasi antikoagulan diberikan pada pasien yang tidak memiliki kontraindikasi.