21
LAPORAN KASUS
PSORIASIS VULGARIS
Disusun Oleh :
ANUGRAH HASAN DALIMUNTHE
: 1608320173
TIA AFELITA
: 1608320177
RIFQI DZAKWAN
: 1608320200
TAZKIA SOLIHATY TSABITAH
: 1608320205
SHELLA RAMA SHANTI
: 1608320206
Pembimbing :
dr. Sri Naita, Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
RSUD DELI SERDANG
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii
BAB I. Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
BAB II. Tinjauan Pustaka 2
2.1 Definisi 2
2.2 Epidemiologi 2
2.3 Etiopatogenesis 2
2.4 Gejala Klinis 5
2.5 Bentuk Klinis 5
2.6 Diagnosis 9
2.7 Diagnosa Banding 10
2.8 Penatalaksanaan 11
2.9 Prognosis 15
BAB III. Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA 17
LAPORAN KASUS 18
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. 1
Penyebab psoriasis hingga saat ini belum diketahui, tetapi yang pasti pembentukan epidermis dipercepat, dimana proses pergantian kulit pada pasien psoriasis berlangsung secara cepat yaitu sekitar 2-4 hari, sedangkan pada orang normal berlangsung 3-4 minggu. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tidak menular, tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menyebabkan gangguan kosmetik, menurunkan kualitas hidup, gangguan psikologis (mental), sosial, dan finansial. 2-6
Psoriasis ditemukan di seluruh dunia, tetapi catatan prevalensi di daerah yang berbeda bervariasi kurang dari 1% hingga mencapai 3% dari populasi.2,5 Insiden pada orang kulit putih lebih banyak dibandingkan dengan orang yang kulit berwarna.1,2 Di Indonesia, jumlahnya belum diketahui pasti. Namun, data dari sepuluh rumah sakit pusat di seluruh Indonesia tahun 2008 menyebutkan pasien psoriasis mencapai 0,9%. Insiden psoriasis pada pria agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa muda. 1
Tujuan
Tujuan umum :
Penulis mampu membuat makalah ilmiah dengan topik permasalahan tinea kruris dalam dasar-dasar diagnosis.
Tujuan khusus:
Mampu memahami penyakit tinea kruris (definisi, epidemiologi, etiologi, faktor resiko, patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosa, penatalaksanaan, dan prognosis).
Mampu menangani kasus tinea kruris sesuai dengan standar kompetensi dokter umum di SKDI 2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Psoriasis merupakan sebuah penyakit autoimun kronik residif yang muncul pada kulit. Penyakit ini tergolong dalam dermatosis eritroskuamosa dan bersifat kronik dan residif. Penyakit ini menimbulkan warna kemerahan, plak bersisik muncul di kulit, disertai oleh fenomena tetesan lilin, tanda Auspitz, dan Kobner. Psoriasis ini juga disebut dengan psoriasis vulgaris.1,2,5
Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering ditemukan. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik terutama karena perjalanan penyakit ini bersifat menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2% sedangkan di Jepang 0.6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika jarang dilaporkan demikian pula pada suku Indian di Amerika. 2 Psoriasis dapat terkena pada pria maupun wanita. Insidens pria sedikit lebih tinggi daripada wanita. Psoriasis terdapat pada semua golongan usia tetapi umumnya pada orang dewasa dengan usia antara 15 – 25 tahun.1
Di Indonesia sendiri prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3 persen (bahkan bisa lebih) dari populasi penduduk Indonesia. Jika penduduk Indonesia saat ini berkisar 200 juta, berarti ada sekitar 2-6 juta penduduk yang menderita psopriasis yang hanya sebagian kecil saja sudah terdiagnosis dan tertangani secara medis.4,9
Etiopatogenesis
Untuk beberapa dekade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik tambahan berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan pada plak psoriatik dan data laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel pada epidermis. Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan terdapat maturasi inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Replikasi yang cepat dari sel germinatif sangat mudah dikenali, dan terdapat pengurangan waktu untuk transit sel melalui sel epidermis yang tebal. Abnormalitas pada vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator inflamasi, yaitu limfosit, polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag, terakumulasi di antara dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis baik stadium insial maupun stadium lanjut penyakit.3
Gambar 1. Patogenesis kelainan kulit pada psoriasis
Terdapat beberapa factor yang berperan sebagai etiologi psoriasis, diantaranya adalah sebagai berikut:
Faktor Genetik
Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis.1 Bila orangtua tidak menderita psoriasis maka risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua menderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:
Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial
Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersufat nonfamilial
Hal lain yang menyokong adanya factor genetic adalag bahwa psoriasi berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkaitan dengan HLA-B27.
Faktor Imunologik
Defek genetic pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesis psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukakan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru pada umumnya lebih didominasis oleh sel linfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.
Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif. Berbaga factor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma (Fenomenan Kobner), endokrin, gangguan metabolic, obat, alcohol dan merokok. Stress psikis merupakan factor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hunungan yang erat dengan salah satu jenis psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis gutata setelah dilakukan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus. Faktor endokrin umumnya berpengaruh pada perjalan penyakit. Puncak insidens psoriasis terutama pada masa pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa postpartum umumnya memburuk. Gangguan metabolisme seperti dialysis dan hipokalsemia dilaporkan menjadi salah satu factor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah beta adrenergic blocking agents, litium, anti malaria dan penghentian mendadak steroid sistemik. 2
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini, yaitu:
Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak lengkap.
Faktor-faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosis. Penelitian menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat.
Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru, dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.
Penyakit metabolic, seperti diabetes mellitus yang laten.
Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.
Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat. 5
Gejala Klinis
Pada penderita psoriasis keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksinya pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikuler, numular atau plakat, dapat berkonfluensi. 2
Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas. Lokasi plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp, umbilikus, dan intergluteal. Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan plak berwarna keunguan denan sisik abu-abu. Pada telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule steril dan menebal pada waktu yang bersamaan. 3
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin (kaarsvlek phenomena), Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu diangggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis. Pada fenomena tetesan lilin ialah skuama dikerok, maka akan timbul garis-garis putih pada goresan seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Sedangkan pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis yaitu dengan dikerok terus secara hati-hati sampai ke dasar skuama. Truma pada kulit penderita psoriasis misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan psoriasis dan disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.
Bentuk Klinis
Psoriasis Vulgaris
Bentuk ini adalah yang lazim terdapat karena itu disebut psoriasis vulgaris. Dinamakan juga tipe plak karena lesi-lesinya pada umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya yaitu pada scalp, perbatasan scalp dengan wajah, ekstremitas terutama bagian ekstensor yaitu lutut, siku dan daerah lumbosakral.
Gambar 4. Psoriasis vulgaris
Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bacterial maupun viral.
Gambar 5. Psoriasis Gutata
Psoriasis Inversa ( Psoriasis Fleksural)
Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor sesuai dengan namanya.
Gambar 6. Psoriasis Inversa
Psoriasis Eksudativa
Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis itu dalam bentuk kering, tetapi pada jenis ini kelaianannya bersifat eksudatif seperti pada dermatitis akut.
Psoriasis Seboroik
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.
Psoriasis Pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa yaitu:
Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)
Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.
Gambar 7. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)
Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut (Von Zumbusch)
Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch) dapat ditimbulkan oleh berbagai faktor provokatif, misalnya obat yang tersering karena penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya, serta antibiotik betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide, kodein, fenilbutason, dan salisilat. Faktor lain selain obat ialah hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi bakterial dan virus. Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis. Gejala awalnya ialah kulit nyeri, hiperalgesia disertia gejala umum berupa demam,malese, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada plak-plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus berukuran beberapa cm.1 Pustul besar spongioform terjadi akibat migrasi neutrofil ke atas stratum malphigi, di mana neutrofil ini beragregasi di antara keratinosit yang menipis dan berdegenerasi.3 Kelainan-kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat menjadi eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, kultur pus dari pustul steril.
Gambar 8. Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch)
Eritroderma psoriatic
Psoriasis eritroderma dapat disebabkan oelh pengobatan topical yang terlalu kuat atau karena penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Adakalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi. 2,6
Diagnosis
Diagnosis Psoriasis dilakukan melalui:
Pemeriksaan Kulit :
Dari autoanamnesis pasien Psoriasis Vulgaris mengeluh adanya bercak kemerahan yang menonjol pada kulit dengan pinggiran merah, tertutup dengan sisik keperakan, dengan ukuran yang bervariasi, makin melebar, bisa pecah dan menimbulkan nyeri, jarang menyebabkan gatal.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). 2,6,8 Fenomena tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada lesi psoriasis dan merupakan nilai diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse (psoriasis pustular) dan digunakan untuk membandingkan psoriasis dengan penyakit kulit yang mempunyai morfologi yang sama, sedangkan Kobner tidak khas, karena didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus, liken nitidus, veruka plana juvenilis, pitiriasis rubra pilaris, dan penyakit Darier. Fenomena Kobner didapatkan insiden yang bervariasi antara 38-76 % pada pasien psoriasis. 1,2,3
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat menggunakan pingir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebakan oleh papilomatosis. Cara megerjakannya : skuama yang berlapis-lapis itu dikerok, bisa dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. 1, 3
Fenomena Kobner dapat terjadi 7-14 hari setelah trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis. 3
Gambaran Histopatologi Psoriasis
Psoriasis memberikan gambaran histopatologi, yaitu perpanjangan (akantosis) reteridges dengan bentuk clubike, perpanjangan papila dermis, lapisan sel granuler menghilang, parakeratosis, mikro abses munro (kumpulan netrofil leukosit polimorfonuklear yang menyerupai pustul spongiform kecil) dalam stratum korneum, penebalan suprapapiler epidermis (menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler papila dermis dan pembuluh darah berkelok-kelok, infiltrat inflamasi limfohistiositik ringan sampai sedang dalam papila dermis atas. 1,2,5,6
Laboratorium Psoriasis 5,6,8
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis tanpa terkecuali pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis dan pada plak serta psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan bertujuan menganalisis penyebab psoriasis, seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah, kolesterol, dan asam urat.
Bila penyakit tersebar luas, pada 50 % pasien dijumpai peningkatan asam urat, dimana hal ini berhubungan dengan luasnya lesi dan aktifnya penyakit. Hal ini meningkatkan resiko terjadinya Artritis Gout. Laju endapan eritrosit dapat meningkat terutama terjadi pada fase aktif. Dapat juga ditemukan peningkatan metabolit asam nukleat pada ekskresi urin.
Pada psoriasis berat, psoriasis pustular general dan eritroderma keseimbangan nitrogen terganggu terutama penurunan serum albumin. Protein C reaktif, makroglobulin, level IgA serum dan kompleks imun IgA meningkat, dimana sampai saat ini peranan pada psoriasis tidak diketahui.
Diagnosa Banding
Dermatofitosis (Tinea dan Onikomikosis)
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi hanya di pinggir, hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya adalah skuama umumnya pada perifer lesi dengan gambaran khas adanya central healing, keluhan pada dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.2,6
Sifilis Psoriasiformis
Sifilis pada stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis. Perbedaannya adalah skuama berwarna coklat tembaga dan sering disertai demam pada malam hari (dolores nocturnal), STS positif (tes serologik untuk sifilis), terdapat senggama tersangka (coitus suspectus), dan pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh serta alopesia areata.1,2,6
Dermatitis Seboroik
Predileksi Dermatitis Seboroik pada alis, lipatan nasolabial, telinga sternum dan fleksura. Sedangkan Psoriasis pada permukaan ekstensor terutama lutut dan siku serta kepala. Skuama pada psoriasis kering, putih, mengkilap, sedangkan pada Dermatitis Seboroik skuama berminyak, tidak bercahaya. Psoriasis tidak lazim pada wajah dan jika skuama diangkat tampak basah bintik perdarahan dari kapiler (Auspitz sign), dimana tanda ini tidak ditemukan pada dermatitis seboroik.1,2,6
Penatalaksanaan
Secara garis besar, pengobatan pada psoriasis terdiri dari pengobatan secara sistemik, pengobatan secara topical, terapi penyinaran dengan PUVA dan pengobatan dengan cara Goeckman.
Pengobatan Sistemik
Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis ekuivalen prednisone 30mg per hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan lalu diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. 2
Obat Sitostatik
Obat sitistatik yang biasa digunakan adalah metotrexate. Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek hambatan sintesis. 7
Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis dengan lesi kulit dan eritroderma karena psoriasis yang sukar terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah bila terdapat kelainan hepar, ginjal, system hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya TBC, Ulkus peptikum, colitis ulserosa dan psikosis). Pada awalnya metotrexate diberikan dengan dosis inisial 5 mg per orang dengan psoriasis untuk melihat apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak diinginkan maka MTX diberikan dengan dosis 3 x 2.5mg dengan interval 12 jam selama 1 minggu dengan dosis total 7.5mg. Jika tidak ada perbaikan maka dosis dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu dan biasanya dengan dosis 3 x 5 mg akan tampak ada perbaikan. Cara lain adalah dengan pemberian MTX i.m dosis tunggal sebesr 7,5 – 25 mg. Tetapi dengan cara ini lebih banyak menimbulkan reaksi sensitivitas dan reaksi toksik. Jika penyakit telah terkontrol maka dosis perlahan diturunkan dan diganti ke pengobatan secara topical.
Setiap 2 minggu dilakukan pemeriksaan hematologic, urin lengkap, fungsi ginjal dan fungsi hati. Bila jumlah leukosit < 3500/uL maka pemberian MTX dihentikan. Bila fungsi hepar baik maka dilakukan biopsy hepar setiap kali dosis mencapai dosis total 1,5 gram, tetapi bila fungsi hepar abnormal maka dilakukan biopsy hepar bila dosis total mencapai 1 gram.
Efek samping dari penggunaan MTX adalah nyeri kepala, alopecia, saluran cerna, sumsul tulang, hepar dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulcerosa dan diare. Pada reaksi yang hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Depresi sumsum tulang menyebabkan timbulnya leucopenia, trombositopenia dan kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis.
Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Pada beberapa pasien Parkinson yang juga menderita psoriasis dan diterapi dengan levodopa menunjukkan perbaikan. Berdasarkan penelitian, Levodopa menyembuhkan sekitar 40% pasien dengan psoriasis. Dosisnya adalah 2 x 250 mg – 3 x 250 mg. Efek samping levodopa adalah mual, muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikis dan gangguan pada jantung.
Diaminodifenilsulfon
Diaminodifenilsulfon (DDS) digunakan pada pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya adalah anemia hemolitik, methemoglobinuria dan agranulositosis.
Etretinat & Asitretin
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari. Efek sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar, hiperostosis, dan teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat dihentikan. Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari. 2
Siklosporin
Siklosporin berikatan dengan siklofilin selanjutnya menghambat kalsineurin. Kalsineurin adalah enzim fosfatase dependent kalsium dan memgang peranan kunci dalam defosforilasi protein regulator di sitosol, yaitu NFATc (Nuclear Factor of Activated T Cell). Setelah mengalami defosforilasi, NFATc ini mengalami translokasi ke dalam nukleus untuk mengaktifkan gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2. Siklosporin juga mengurangi produksi IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi TGF-ß yang merupakan penghambat kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya ekspresi TGF-ß diduga memegang peranan penting pada efek imunosupresan siklosporin. 7
Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.
Terapi biologic
Obat biologic merupakan obat yang baru dengan efeknya memblok langkah molecular spesifik yang penting paa pathogenesis psoriasis. Contoh obatnya adalah alefaseb, efalizumab dan TNF-α-antagonist.
Pengobatan Topikal
Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari:
Fosil, misalnya iktiol.
Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis, yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan iritasi juga besar. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan akan terjadi iritasi dan menjadi eritroderma.
Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita karena berbau kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis detergens tidak demikian. Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 – 5 %. Sebagai vehikulum harus digunakan salap karena salap mempunyai daya penetrasi terbaik.
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di tempat lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat memberik efek samping di antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.
Ditranol (Atralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta, salep, atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.
Pengobatan dengan Penyinaran
Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan akan memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.
Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan salep likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan ialah pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and Severity Index). Hasil baik dicapai pada 73,3% kasus terutama tipe plak.
Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik daripada salap betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 – 20% berupa iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.
Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.
Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.
PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang sinergik. Mula-mula 10 – 20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 – 4 minggu, setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaan yang lama kemungkinan akan terjadi kanker kulit.
Pengobatan Cara Goeckerman
Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter berasal dari batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan ialah crude coal ter yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4 – 6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata bahwa UVB lebih efektif daripada UVA. 2
Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif. Belum ada cara yang efektif dan memberi penyembuhan yang sempurna.1,2
BAB III
KESIMPULAN
Psoriasis merupakan dermatosis yang sering dijumpai, bersifat kronik residif. Kasus psoriasis sering djumpai secara universal di berbagai belahan dunia. Di Indonesia sendiri secara prevalensi jumlah penderita psoriasis mencapai 1-3 persen (bahkan bisa lebih) dari populasi penduduk Indonesia. Sampai sekarang etiopatogenesis psoriasis belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan ada dua komponen patogenesis psoriasis, yaitu infiltrasi sel-sel radang di dermis dan hyperplasia epidermis.
Berbagai faktor pencetus pada psoriasis diantaranya stres psikis, infeksi lokal, trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol, dan merokok. Lesi kulit yang pertama kali timbul biasanya pada tempat yang mudah terkena trauma seperti pada siku, lutut, sakrum, kepala, dan genitalia berupa makula eritematous yang berbentuk bulat, tertutup skuama tebal. Skuama ini selalu menunjukkan gambaran menebal yang konstan dan perlekatannya kendor. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).
Secara garis besar, pengobatan pada psoriasis terdiri dari pengobatan secara sistemik dengan kortikosteroid, obat sitostatika, Levodopa, DDS, Etretinat, Siklosporin dan dengan terapi biologic. Pengobatan secara topical dengan mengunakan kortikosteroid topical, preparat ter, ditranol, fototerapi,calcipotriol, tazaroten dan emolien. Disamping itu juga dapat dilakukan pengobatan dengan terapi penyinaran dengan PUVA dan pengobatan dengan cara Goeckman. Prognosis psoriasis adalah baik. Meskipun tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol dengan pengobatan yang rutin dan teratur. Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat residif. Sehingga diperlukan pemberian edukasi kepada penderita tentang bagaimana psoriasis itu dan bagaimana menghindari faktor pencetus yang memungkinkan terjadinya psoriasis.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa . Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : FK-UI. 2007. Hal. 189-196.
Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In : Feedberg IM et al, Editors. Psoriasis Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 5th Edition. Volume 1. New York : The McGraw-Hill Companies; 2008. p. 169-193.
Griffiths C Camp R, Barker J. Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Editors. Rook's Textbook Of Dermatology. 7th Edition. Volume 1-4. USA: Blackwell Publishing. Massachusetts; 2004. p. 20.1-60.
Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanism of Disease Psoriasis. N Eng J Med. Inggris: Massachusetts medical society. 2009; 361. 496-509.
Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis Pathophysiologi : Current concept of pathogenesis. Ann Rheum Dis 2005; 64: ii30-ii36.
Kerkhof P, Schalkwijk J. Psoriasis. In : Bolognia JL, Rapini RP, eds. Dermatology. 2ndEdition. Vol. 1. Phiadelphia : Mosby; 2003. p. 125-40.
James WD, Berger TG, Elder JT. Psoriasis. Andrew's Desease of The skin, Clinical Dermatology. 10 ed. New York: Sauders Elsevier; 2006. p.193-201.
Jariwala SP. The Role of Dendritic Cells In the Imunopathogenesis Psoriasis. Arch Dermatol Res 2007; 229 : 359-64.
Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological Pharmacology. In : Hardman JG, Limbird LE, Eds. The Pharmacological Basis of Therapeutics. 10thEdition. New York : The McGraw-Hill Companies. 2006. p. 1804-9.
Vakirlis E, Kantanis A, Ioannides D. Calcipotriol/bethamethason Dipropionate in the Treatment of Psoriasis Vulgaris. The Clin Risk Manag 2008 ; 4: 141-148
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Panjaitan Ferdinan
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Batak
Status Pernikahan : Sudah menikah
Agama : Protestan
Pekerjaan : Wiraswasta
ANAMNESIS
Keluhan utama
Bercak merah tebal serta sisik yang gatal pada punggung sudah dialami ± 1 tahun.
Keluhan Tambahan
-
Riwayat Perjalanan Penyakit
Bercak merah tebal dan bersisik disertai rasa gatal dipunggung sudah dialami ± 1 tahun, kemudian menyebar ke lengan dan kaki serta kulit kepala. Os mengeluh rasa gatal dan seperti terbakar saat os melakukan aktivitas, os suda pernah berobat ke Puskesmas dan mendapat obat, tetapi keluhan hanya hilang sementara dan kembali lagi.
Riwayat Penyakit Keluarga
-
Riwayat Penyakit Terdahulu
-
Riwayat Pemakaian Obat
Obat salep dari Puskesmas
Lokalisata
Regio vertebralis
Regio brachii anterior dextra dan sinistra
Regio cruris dextra dan sinistra
Regio capitis
Ruam
Plak eritematous sirkumskrip
Lesi multipel mulai ukuran numular ingga plakat
Skuama
Pemeriksaan Laboratorium
-
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Tampak baik
Suhu tubuh : 36,5 0C
Nadi : 88x/i
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Pernapasan : 20x/i
KEADAAN SPESIFIK
Kepala : Plak eritematous, skuama
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Genitalia : Dalam batas normal
Ekstremitas : Inferior plak eritematous ukuran numular hingga plakat di regio brachii
anterior dextra dan sinistra
eksterior plak eritematous ukuran numular hingga plakat di regio cruris
dextra dan sinistra
IV. STATUS DERMATOLOGI
Lokalisata
Regio vertebralis
Regio brachii anterior dextra dan sinistra
Regio cruris dextra dan sinistra
Regio capitis
Ruam
Plak eritematous sirkumskrip
Lesi multipel mulai ukuran numular ingga plakat
Skuama
V. RESUME
Seorang laki-laki 69 tahun datang dengan keluhan bercak merah tebal bersisik disertai rasa gatal pada punggung yang sudah dialami ± 1 tahun ini. Keluhan menyebar hingga kedua lengan dan kaki, serta kulit kepala. Os mengatakan rasa gatal seprti terbakar dan memberat saat os melakukan aktivitas. Os sudah pernah berobat ke Puskesmas dan mendapat salep, tapi hanya mengurangi keluhan sementara.
VI. DIAGNOSA BANDING
Psoriasis Vulgaris
Tinea Corporis
Dermatitis Numularis
VII. DIAGNOSA SEMENTARA
Psoriasis Vulgaris
VIII. PENATALAKSANAAN
Umum
Hindari stres
Jangan menggaruk lesi saat gatal
Memakai obat teratur
Hindari pemakaian baju yang tidak menerap keringat
Khusus
Topikal
Desoximetasone cream 2x sehari pada kepala
Desoximetasone cream + As. Salisilat 5% 2x sehari pada punggung, tangan dan kaki.
Sistemik
Cetirizine 1 x 10 mg
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam