BAB I PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yang meliputi tulang frontal, temporal, orbitozygomatikus, nasal, maksila dan mandibula. Fraktur maksilofasial merupakan 6% dari trauma secara keseluruhan. Fraktur maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datang dari luar, Penyebab yang paling sering pada orang dewasa adalah kecelakaan lalu lintas (83,56%), sedang yang lainnya adalah penganiayaan atau berkelahi (2,81%), kecelakaan akibat olahraga (4,65%), dan terjatuh (8,9%). 1,2,3 Berdasarkan penelitian retrospektif di RSU dr Soetomo Surabaya pada tahun 2001-2005, fraktur maksilofasial lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 6 : 1. Sebuah studi retrospektif di Inha University Hospital Korea Selatan, mendapatkan insiden tertinggi trauma wajah terjadi pada dekade ketiga kehidupan yaitu kelompok usia 21-30 tahun, diikuti oleh usia 11-20 tahun, dan 31-41 tahun. 3,4 Fraktur midfasial melibatkan banyak struktur yang terdiri dari fraktur zygomatikomaksilar/ zygomaticomaksillari complex termasuk fraktur Le fort, dan fraktur nasoorbitoethmoid / nasoorbitalethmoid. Fraktur midfasial cenderung terjadi pada sisi benturan dan bagian yang lemah seperti sutura, foramen, dan aperture. Fraktur zygoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan sepertiga bagian tengah wajah. Hal ini dikarenakan posisi zygoma agak menonjol pada daerah sekitarnya.5,6 Tujuan utama perawatan fraktur maksilofasial adalah rehabilitasi penderita secara maksimal yaitu penyembuhan tulang yang cepat, pengembalian fungsi okuler, fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan fungsi bicara, mencapai susunan wajah dan gigi-geligi yang memenuhi estetis serta memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanya mobilitas segmen tulang. 6
1
BAB II ANATOMI WAJAH
Kerangka wajah berfungsi untuk melindungi otak, melindungi organ penghidu, penglihatan, dan rasa, dan menyediakan kerangka di mana jaringan lunak wajah dapat bertindak untuk memfasilitasi makan, ekspresi wajah, bernapas, dan berbicara. Tulang wajah terdiri atas:7,8 Bagian Hidung
Os lakrimale (tulang air mata)
2 buah
Os Nasale (tulang hidung)
2 buah
Os konka nasale (tulang karang hidung)
2 buah
Os septum nasale (sekat rongga hidung)
2 buah
Bagian Rahang Rahang
Os Maksilaris (tulang rahang atas)
2 buah
Os Zigomatikum (tulang rahang bawah)
2 buah
Os Palatum (tulang langit-langit)
2 buah
Os Mandibularis (tulang rahang bawah)
1 buah
Os Hyoid (tulang lidah)
1 buah
Gambar 1. Tulang Wajah
2
Otot wajah terdiri atas:
Otot bagian parietal:
M. occipitorfrontalis: Fungsi: Menggerakkan kulit kepala, menciptakan kerut miring di dahi.
M. temporoparientalis: Fungsi: pergerakan kulit kepala.
M. auricularis anterior: Fungsi: Menggerakkan daun telinga ke depan dan ke atas
M. auricularis superior: Fungsi: Menggerakkan daun telinga ke belakang dan ke atas.
M. auricularis posterior: Fungsi: Menggerakkan daun telinga ke belakang.
Otot kelopak mata
M. orbicularis oculi: Fungsi: menutup kelopak mata; menekan kantung air mata, pergerakan alis mata.
M. depresor supercilii: Fungsi: Menarik turun kulit dahi dan alis, menciptakan kerutan miring tepat di atas pangkal hidung
M. corrugator supercilii: Fungsi: Menggerakkan kulit dahi dan alis mata ke arah pangkal hidung, menciptakan kerut vertikal tepat di atas pangkal hidung
M. procerus: Fungsi: Menarik turun kulit dahi dan alis mata.
Otot-otot hidung
M. nasalis: Fungsi: pergerakan cuping hidung dan hidung. Pars alaris: membuka lebar cuping hidung. Pars transversa: mengecilkan lubang hidung.
M. depressor septi nasi: Menggerakkan cuping hidung dan hidungnya sendiri.
Otot-otot mulut
M. orbicularis oris: Fungsi: pergerakan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu.
3
M.
buccinator: Fungsi: sangat diperlukan sebagai sinergi untuk
meningkatkan tekanan dalam rongga mulut, misalnya pada saat meniup atau mengunyah.
M. depressor labii inferioris: Fungsi: Menarik bibir bawah ke lateral dan ke bawah
M. levator labii superioris: Fungsi: Menarik bibir atas ke lateral dan ke atas
M. mentalis: Fungsi: pergerakan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu.
M. transversus mentii: Fungsi: Menggerakkan kulit dagu
M. depressor anguli oris: Fungsi: pergerakan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu.
M. risorius: Bagian origo: Fungsi: pergerakan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu.
M. levator angulus oris: Fungsi: pergerakan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu.
M. zygomaticus major: Fungsi: Menarik sudut mulut ke arah lateral dan ke atas
M. zygomaticus minor: Fungsi: Menggerakkan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu, memperdalam sulcus nasolabialis
M. levator labii superioris alaeque nasi: Fungsi: pergerakan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu.
Otot Leher
Platysma: Fungsi: Menegangkan kulit leher, menciptakan kerut-kerut vertikal
4
Gambar 2. Otot-otot Wajah
Sirkulasi arteri wajah
Wajah menerima dari arteri fasialis, arteri temporalis superfisialis, arteri tranfersa fasialis, dan arteri supraorbitalis dan supratroklearis. a. Arteri fasialis dan arteri temporalissuperfisialis yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna yang melampaui submandibularis, berkelok ke atas sudut mulut dan ditutupi oleh m.plastisma. selanjutnya berjalan sepanjang sisi hidung beranastomosis dengan arteri oftalmika. Cabang-cabangnya adalah:
‐
Arteri submentalis memperdarahi kulit dagu dan bibir bawah
‐
Arteri labialis inferior memperdarahi bibir bawah
‐
Arteri labialis superior memperdarahi septum dan bibir bawah
‐
Arteri ranus lateralis nasi memperdarahi kulit pada dorsum nasi dan sisi hidung
b. Arteri temporalis superfasialis merupakan cabang caris eksterna yang berawal dari glandula parotis naik di depan aurikulauntuk memperdarahi kulit kepala. c. Arteri tranversa fasialis merupakan cabang dari arteri temporalis superfisialis dari glandula parotidea dan berjalan kedepan melintasi pipi tepat di atas duktus parotideus d. Arteri supraorbitalis dan supratroklearis merupakan cabang arteri oftalmika yang memperdarahi kulit dahi.
5
Gambar 3. Arteri Superfacialis
Saraf pada wajah
Semua kulit wajah dari dagu hingga kepala diinervasi oleh tiga cabang saraf trigeminal (nervus kranial V) yakni oftalmik, maksila dan mandibula. Bagian tengah wajah diinervasi oleh nervus maksila. Nervus maksila membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi rahang atas, gusi, dan bibir atas) dan langit-langit mulut (palatum).
Gambar 4. Persarafan Wajah
6
BAB III FRAKTUR ZYGOMA
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas jaringan tulang, baik tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau trauma. Fraktur zygoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian tengah wajah, hal ini dikarenakan posisi zygoma agak lebih menonjol dari pada daerah sekitarnya, sehingga dapat menyebabkan terjadinya impresi yang mendesak bola mata yang menyebabkan diplopia. Fraktur ini sering terbatas pada arkus dan pinggir orbita sehingga tidak disertai dengan hematom orbita, tetapi terlihat sebagai pembengkakan pipi didaerah arkus zygomatikus1,2,3
B. Epidemiologi
Kejadian trauma maksilifasial sekitar 6% dari seluruh trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS Dr. Soetomo. Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak diantara dua tulang lainnya, yaitu masing-masing sebesar 29,85%, disusul fraktur zygoma 27,64% dan fraktur nasal 12,66%. Penderita fraktur maksilofasial ini terbanyak pada laki-laki usia produktif, yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38% disertai cedera di tempat lain. Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas yang sebagian besar merupakan pengendara sepeda motor 3,4,5
.
C. Anatomi Tulang Zygoma
Zygoma memiliki empat proyeksi yang menciptakan bentuk quadrangular atau tetrapod yang meliputi bidang frontal, temporal, maksila dan infraorbital. Zygoma berartikulasi dengan empat tulang : frontal, temporal, maksila dan sphenoid. Bagian-bagian bawah tulang yang membentuk zigoma ini membentuk tonjolan pada pipi di bawah mata sedikit kearah lateral. Tulang zigoma membentuk bagian lateral dinding inferior orbital, serta dinding lateral orbital. 9
7
Salah satu bagian tulang zigoma yakni arkus zigomatikus. Tulang arkus zigomatikus merupakan penyatuan antara procesus temporal dan zigomatik. Kedua prosesus tersebut bersatu pada sutura zigomatikotemporal. Arkus zigomatikus merupakan salah satu bagian wajah yang disebut sebagai Zygomatico Maxillary Complex. Zygomatico Maxillary Complex merupakan sisi penyatuan tulang terhadap tulang tengkorak yang terdiri dari empat bagian yakni sutura
zigomatikofrontal,
zigomatikotemporal,
zigomatikomaksilaris,
dan
zigomatikospenoid. Di sekitar arkus zigomatikus terdapat otot temporalis, masseter dan prosesus koronoid mandibula.Tulang zigoma berbatasan dengan tulang frontal, spenoid, temporal, dan maksila. Tulang zigoma berperan signifikan dalam kekekuatan dan kestabilan tengah wajah. 10,11,12
Gambar 5. Otot-otot yang melekat pada tulang zigoma.
Saraf sensori yang berhubungan dengan zygoma adalah divisi kedua nervus trigeminal. Cabang-cabang zygomatik, fasial, dan temporal keluar dari foramina pada tubuh zygoma dan memberikan sensasi pada pipi dan daerah temporal anterior. Nervus infraorbital melewati dasar orbital dan keluar pada foramen infraorbital. Hal ini memberikan sensasi pada pipi anterior, hidung lateral, bibir atas, dan geligi anterior maksila. Otot-otot ekspresi wajah yang berasal dari zygoma termasuk zygomaticus mayor dan labii superioris. Otot-otot ini diinervasi oleh nervus kranialis VII. Otot masseter menginsersi sepanjang permukaan temporal zygoma dan arcus dan diinervasi oleh sebuah cabang dari nervus mandibularis.6,13
8
Gambar 6. Saraf sensoris nervus trigeminal
Wajah disuplai oleh berbagai cabang arteri karotid internal dan eksternal. Bagian tengah wajah disuplai oleh arteri infraorbital yang merupakan cabang dari arteri maksila internal. Arteri maksila internal adalah cabang dari arteri karotid eksternal. Arteri infraorbital adalah arteri yang berasal dari kepala, keluar melalui foramen infraorbital yang terletak di bawah orbit mata dan melintang di maksila Fascia temporalis berlekatan ke prosesus frontal dari zygoma dan arcus zygomatik. Fascia ini menghasilkan resistensi pergeseran inferior dari sebuah fragmen fraktur oleh penarikan kebawah dari otot masseter. 13
Gambar 7. Arteri tengah wajah
9
D. Etiologi
Penyebab fraktur zygoma bervariasi, mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama fraktur zygoma, sehingga menyebabkan benturan atau pukulan pada daerah inferolateral orbita atau tonjolan pada tulang pipi. 3,4 Sebuah statistik WHO melaporkan bahwa setiap tahun satu juta orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan 15-20 juta diantaranya terluka. Sebuah analisis pada fraktur midface menunjukan bahwa fraktur zygoma merupakan fraktur yang paling sering terjadi.3,14
E. Gejala klinis
Gejala klinis fraktur zigoma yang paling sering ditemui adalah keliling mata kehitaman, yakni ekhimosis dan pembengkakan pada bola mata, perdarahan subkonjungtiva, proptosis (eksopthalmus), mungkin terjadi diplopia (penglihatan ganda) karena fraktur lantai dasar orbita dengan pergeseran bola mata dan luka atau terjepitnya otot ekstraokuler inferior, mati rasa pada kulit yang diinervasi oleh nervus infraorbitalis.15
Dapat pula terjadi keterbatasan gerak rahang dan Flattening. Ketika badan dari zigoma tertekan kedalam, prosesus temporal dapat bergeser ke prosesus koronoid atau tendon otot temporal dan mengakibatkan penderita sulit membuka dan menutup mulut. Pendataran pada daerah lateral pada pipi mungkin juga bisa terjadi karena ini bentuk dari tulang penunjang dari prosesus temporal. 9
Fraktur arkus zigoma tidak sulit untuk dikenal sebab pada tempat ini timbul rasa nyeri pada waktu bicara atau mengunyah. Kadang-kadang timbul trismus. Gejala ini timbul karena terdapatnya perubahan letak dari arkus zigoma terhadap prosesus koronoid dan otot temporal. Fraktur arkus zi goma yang tertekan atau terdepresi dapat dengan mudah dikenal dengan palpasi. 16
10
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan radiografi. Radiografi membantu untuk konfirmasi dan untuk dokumentasi medikolegal dan untuk menentukan perluasan cedera tulang 17. 1. Plain photo : Water’s, Submentovertex , dan Caldwell view Waters view Radiograf terbaik untuk evaluasi fraktur kompleks zygomatik adalah water’s view. Ia adalah sebuah proyeksi postero anterior dengan kepala yang terposisi pada sudut 27° terhadap vertical dan dagu berada pada kaset.
Hal ini
memproyeksikan piramida petrosa jauh dari sinus maksilaris, memberikan visualisasi sinus-sinus, orbita lateral, dan lingkaran infraorbita. Ketika hal ini dikombinasikan dengan sebuah water’s view yang terangkat sebuah pandangan stereografi dari fraktur dapat terlihat.6,17
Submentovertex view Submentovertex view diarahkan dari daerah submandibula ke vertex tengkorak. Ia membantu dalam evaluasi arcus zygomatik dan proyeksi malar.6,17
Cadwell’s view
Adalah sebuah proyeksi posteroanterior dengan wajah pada sudut 15° terhadap kaset. Penelitian ini membantu dalam evaluasi rotasi. 6,17
2. CT-Scan CT-scan adalah standar emas untuk evaluasi radiografi fraktur zigomatik. Series CT-scan fasial lebih esensial untuk rencana pembedahan. Gambaran aksial dan koronal didapat untuk menentukan pola fraktur, derajat pergeseran, dan serpihan, dan untuk mengevaluasi jaringan lunak orbital. Pandangan koronal khususnya membantu dalam evaluasi fraktur dasar orbita. 6,17
11
G. Diagnosis
Diagnosis fraktur zygoma terutama didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Dari anamnesa seringkali yang menunjukkan fraktur adalah indikasi dari sifat, arah dan kekuatan dari benturan. Harus ditekankan bahwa pemeriksaan klinis seringkali sulit untuk dilakukan secara baik tergantung kondisi mental penderita dan keadaan nyeri serta edema wajah. Bengkak bisa menutupi deformitas pada wajah, yang hanya nampak bila bengkaknya sudah hilang. Jika pemeriksaan bisa dilakukan segera setelah trauma, sebelum timbulnya edema, lebih banyak informasi yang bisa diperoleh dari pemeriksaan klinis. 17,19 Pada pemeriksaan klinis, pemeriksaan zygoma meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dari bagian frontal, lateral, superior dan inferior. Harus dicatat adanya tingkat simetris, level pupil adanya edema orbital. Metode yang paling berguna untuk mengevaluasi posisi dari tubuh zygoma adalah pada pandangan superior. Pasien dapat ditempatkan dalam posisi berbaring atau bersandar dikursi. Inspeksi dari atas, evaluasi bagaimana proyeksi anterior dan lateral dari tubuh zygoma terhadap tepi infraorbita, sepanjang tubuh zygoma, memberikan tekanan pada jaringan yang edema untuk melakukan palpasi. Lakukan pemeriksaan intraoral, karena fraktur zygoma sering disertai dengan ekimosis pada sulkus bukalis superior dan oleh fraktur dentoalveolar maksilaris. Bandingkan sisi satu dengan yang lain. Tonjolan zygoma dari maksila dipalpasi dari dalam mulut dengan satu jari, untuk mengetahui adanya hematoma tau ireguleritas. 17,19. H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien trauma maksilofasial adalah menilai kesadaran, primary survey dan secondary survey. Pada primary survey yang dinilai adalah airway, breathing, circulation, disability dan environment. Pada secondary survey dinilai tingkat kesadaran, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan langkah penanganan selanjutnya.17,20 Indikasi untuk dilakukannya tindakan operasi pada fraktur zygoma adalah : 1. Adanya gangguan fungsi seperti : diplopia, kesukaran membuka mulut/ trismus dan menyebabkan parastesia.
12
2. Gangguan estetik : adanya asimetri yang sangat menyolok.fraktur dengan deformitas disertai diplopia.
Ada dua cara operasi yang dapat dilakukan pada fraktur zygoma yaitu reposisi tertutup fraktur zygoma (Gillies procedure) dan reposisi terbuka. 1. Reposisi Tertutup Reposisi tertutup adalah tindakan operasi dengan melakukan elevasi tulang zygoma yang displaced melalui sayatan di temporal dibelakang garis rambut. Bila gagal maka dilakukan reposisi terbuka. Insisi pada Gillies procedure dilakukan 3cm diatas telinga sejajar garis rambut sepanjang 2 cm, diperdalam sampai fasia temporalis. Kemudian rasparatorium dimasukkan diantara fasia dan m.temporalis, rasparatorium digerakkan menyusur kearah mediokaudal sampai ujungnya terletak diprofunda bagian zygoma yang impresi. Dengan elevator yang dimasukkan melalui luka operasi sesuai dengan arah rasparatorium tadi dan ujungnya diletakkan diprofunda bagian zygoma yang impresi, bagian yang impresi tersebut di elevasi/dilakukan reposisi bila fragmen zygoma yang impresi tereponir, biasanya terdengar suara klik. Dicek bila deformitas hilang dan stabil maka operasi selesai, bila tidak stabil atau kembali terjadi deformitas maka lakukan reposisi terbuka dan fiksasi dengan kawat (interosseus wiring), atau dengan plat mini & sekrup. 20
2. Reposisi Terbuka Reposisi terbuka pada fraktur zygoma operasi dengan melakukan reposisi dan fiksasi dengan menggunakan kawat stainless steel atau menggunakan plat dan sekrup mini pada patah tulang zygoma. Insisi reposisi terbuka pada silier disebelah lateral tepat pada kulit diatas prosesus frontalis os zygomatikus (insisi 1) dan infraorbital (insisi 3 ), tepat pada lipatan kulit sepanjang 3cm. insisi silier sebelah lateral tepat pada kulit diatas prosesus frontalis os zygomatikus, diperdalam sampai m. orbikularis okuli. Dipasang hak tajam, m orbikularis okuli dibuka secara tumpul dengan gunting sampai periosteum, periosit insisi, dengan rasparatorium perios dibebaskan dari tulang. Fragmen tulang dibersihkan dan diatur/reposisi, dilakukan pengeboran pada kedua
13
fragmen tulang 1 cm dari garis fraktur. Insisi infraorbital tepat pada lipatan kulit, sepanjang 3cm diperdalam sampai m. orbikularis okuli. Perdarahan dirawat. Pasang hak tajam, m. orbikularis okuli dibuka secara tumpul dengan gunting sampai periosteum os zygoma, periosteum diinsisi, dengan raparatorium perios dibebaskan dari tulang. Lakukan reposisi dengan elevator melalui insisi diatas telinga, atau dari insisi silier. Eksplorasi dasar orbita dan n.infraorbitalis. Dilakukan pengeboran fragmen tulang, masing-masing jarak 1cm dari garis fraktur. Arah mata bor dari dinding depan zygoma ke dasar orbita. Tiap pengeboran, mata dilindungi dengan rasparatorium dan disemprotkan air pada tempat pengeboran. Melalui lubang tersebut kedua fragmen tulang diikat dengan kawat 0,5mm ( fraktur pada prosessus frontalis dan korpus zygomatikus). Luka operasi dispoel dengan larutan garam fisiologis, rawat perdarahan. Luka operasi ditutup lapis demi lapis .20
I. Komplikasi
Meskipun tidak umum ditemukan adanya komplikasi pada fraktur arkus zygoma dan zygomatikomaksilaris kompleks, harus dikenali tanda dan gejalanya secara dini untuk persiapan perawatanya. Komplikasi yang paling serius meliputi mata dan struktur sekitarnya:17
: Mata
komplikasi pada mata meliputi abrasi kornea, perdarahan
retrobular, sindrom fisura orbitalis superior, hifema traumatic, dan lain-lain.
Defisiensi
neurosensoris :
Insidensi gangguan sensoris (berkurangnya
sensasi atau hiperestesia) dari nervus infraorbitalis yang timbul karena trauma zygoma bervariasi antara 18% sampai 56%. Tanpa peerhatian khusus pada saraf tersebut, teknik open reduction tidak lebih banyak memberikan restorasi dari fungsi saraf tersebut dibandingkan dengan teknik tertutup. Laporan perubahan sensoris pada saraf setelah dilakukan open reduction bervariasi dari 22%-65% dibandingkan dengan 20%-40% pada closed reduction. Meskipun bukti-bukti yang ada masih kurang, tetapi tampaknya terjepitnya saraf atau fibrosis perineural memegang peranan terjadinya defisit yang persisten. Anastesi total biasanya lebih
14
toleransi dari pada hiperestesia atau disestesia, yang mungkin terasa sangat tidak nyaman.
Enoftalmus. Mungkin
merupakan konsekuensi yang tampak nyata pada
fraktur zygoma yang insidenya antara 5%-26%. Perawatan untuk komplikasi ini sulit, dan hasilnya kurang baik. Sebanyak 80% yang dirawat tetap menderita enoftalmus. Tampaknya hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan reduksi awal dari
dasar
orbita
dan
jaringan
lunak
pada
saat
dilakukan
reduksi
zygomatikomaksilaris kompleks.
. Fraktur M aluni on dan Asimetri s
malunion dari zygoma terjadi dalam
beberapa tingkat keparahan. Meskipun pada sebagian besar kasus terdapat defisit kosmetik, malposisi dari tulang dapat menyebabkan penururnan fungsi mandibula. Insiden terjadinya asimetris bervariasi antara 3,6%-27% pada seluruh fraktur zygomatikomaksilaris kompleks, namun angka ini hanya berdasarkan penilaian klinis. Sebagian besar fraktur malunion dari zygoma didapatkan karena kekeliruan untuk mengetahui keparahan dari cedera atau reduksi yang tidak stabil. Malunion yang diketahui samapi 6 minggu setetlah cedera masih bisa dikoreksi, malalui teknik reduksi zygoma rutin. Teknik koreksi yang terlambat meliputi autograf maupun homograf (krista iliaka, kosta, kalvaria, kartilago atau lemak kulit) atau bahan-bahan aloplastik dan ostektomi zygoma. Meskipun bahan aloplastik telah dianjurkan, kontur yang dihasilkan mungkin irreguler dan potensial terjadinya migrasi dan ekstrusi dari implant tersebut sepanjang waktu. Untuk deformitas minor, kartilago telah terbukti lebih efektif. Bagaimanapun defek yang lebih besar memerlukan reposisi kraniofasial atau penempatan tulang.
Trismus .
Berkurangnya
gerakan
mandibula
mungkin
merupakan
komplikasi yang merugikan dari fraktur zygoma. Penyebab yang paling umum terjadi adalah terkenanya tubuh zygoma pada proses kronoid dari mandibula. Trismus juga dapat terjadi secara sekunder akibat ankilosis fibrosis atau fibrooseus pada arkus zygoma. Terkenanya zygoma atau arkus zygoma atau
15
koronoidektomi mungkin diperlukan untuk memulihkan gerakan normal dari mandibula.
16
BAB IV KESIMPULAN
Zygoma memiliki empat proyeksi yang menciptakan bentuk quadrangular atau tetrapod yang meliputi bidang frontal, temporal, maksila dan infraorbital Sebuah fraktur kompleks zygoma menyertakan gangguan pada keempat sutura yang berartikulasi, yaitu : sutura zygomaticofrontal, zygomaticotemporal, zygomaticomaksilaris dan zygomaticosphenoid. Fraktur zygomatikomaksilari kompleks yang paling sering adalah akibat benturan atau pukulan pada daerah inferolateral orbita atau pada tonjolan tulang pipi dikarenakan kecelakaan kendaraan bermotor, perkelahian atau cedera olahraga. Gejala yang biasanya ditemukan pada fraktur zygoma adalah diplopia 17-83%, parastesia 18-83%, flattening, trismus dan hypema traumatic 5-30%. Pemeriksaan radiolongi yang penting pada fraktur zygoma adalah plain foto dan CT-scan. Radiograf terbaik untuk evaluasi fraktur kompleks zygomatik adalah water’s view. Penatalaksanaan pada fraktur zygoma dapat dilakukan dengan dua cara yang dapat dilakukan yaitu reposisi tertutup fraktur zygoma (Gillies procedure) dan reposisi terbuka fraktur zygoma.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong W D. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC;2004; 337-341. 2. Menon S, Sinha R, Thapliyal G, Bandyopadhyay. Management fracture zygomatic in hospital: A retrospective study. J Maxilofacial Oral Surg 2011 Juni; 10 (2):136-141. 3. Hwang K, Hye Sun. Analysis of facial bone fractures: An 11-year study of 2,094 patients. Indian J of Plastic Surg 2010; Vol 43:42-48
4. Rekosprawir S. Fraktur Epidemiologi fraktur maksilofasial. 2010. From : http://id.scribd.com/doc/56587918/01-Epidemiology-of-MaxillofacialFracture-SNT , 24 April 2013
5. Mesgarzadeh AH, Shahamfar M, Azar S. Analysis of the pattern of maxillofacial in north western of Iran: A retrospective study. J emerg Trauma Shock 2011 Jan-Mar; 4 (1):48-52.
6. Herliana H. Fraktur komplek zygoma. Fakultas kedokteran gigi. Universitas padjajaran.2009. 7. Gita A. Otot pada wajah dan sistem otot. Jakarta: 2010. 8. Peredaran darah arteri. Anatomi fisiologi. Maret 2010: Available from: http://chellious.wordpress.com/2011/03/06/peredaran-darah-arteri/ 9. Gerlock, A.J., dan Sinn, D.P. (1977) Anatomic, clinical, surgical, and radiographic correlation of the zygomatic complex fracture. h. 235-38.
18
10. Malara P, Malara B, Drugacz J. Characteristics of maxillofacial injuries resulting from road traffic accidents – a 5 years review of the case records from departemen of maxillofacial surgery in katowice, poland. Biomed 2006: 1-6. 11. Banks P. Fraktur sepertiga tengah skeleton fasial menurut killey. Alih bahasa. Wahyono. Yogyakarta: Gadjah Mada University press, 1992: 34-9,55-69,7087. 12. Murr AH. Maxillofacial trauma. In: Lalwani AK. Current diagnosis and treatment in otolaryngology-head and neck surgery. USA: The Mc Graw Hill Companies, 2008: 207-13. 13. Prasetiyono A. Penanganan fraktur arkus dan kompleks zigomatikus. Indonesian journal of oral and maxillofacial surgeons. Feb 2005 no 1 tahun IX hal 41-50. 14. Obuekwe O, BDS, FWACS, et All. Etiology and pattern of zygomatic complex fracture: a retrospective study.J of the national medical association. Vol 97. No 7, July 2005: 992-996. 15. Putri A. Fraktur zygomaticomaxilaris compleks. Mei 2010. 16. Anonim. Trauma maksilofacial. Di unduh April 2013. 17. Dharma M. Dear plastic. Perhimpunan ahli bedah plastik Indonesia. Available from: http://www.darplastic.com/umum/bagian-ketiga.html 18. Borton, C. Zygomatic arch and orbital fractures. 2010 19. Rekosprawiro S. Fraktur zygoma dalam bedah kepala dan leher diagnostik fisik. Surabaya: 2010;hal 90. 20. Wijayahadi RY, Murtedjo U, Reksoprawiro, S. Trauma maksilofasial diagnosis & penatalaksanaannya. Divisi bedah kepala & leher RSU. Dr. Soetomo. Surabaya:2006. Hal:113-16.
19
20