BAB I PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yang meliputi tulang frontal, temporal, orbitozygomatikus, nasal, maksila dan mandibula. Fraktur maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datang dari luar.1,2,3 Di Department of Plastic and Reconstructive Surgery, Inha University Hospital, Incheon, South Korea, sebanyak 49,4% akibat kekerasan, 14,5% trauma terjadi akibat kecelakan kendaraan bermotor, 14.5% akibat terjatuh, cedera saat berolahraga 11,3%, akibat kecelakan kerja 7.6% dan akibat kecelakaan lainnya 2,8%.3 Fraktur midfasial melibatkan banyak struktur yang terdiri dari fraktur zygomatik omaksilar/ zygomatic omaksillari complex termasuk fraktur Le fort, dan fraktur nasoorbitoethmoid / nasoorbitalethmoid. Fraktur midfasial cenderung terjadi pada sisi benturan dan bagian yang lemah seperti sutura, dan foramen. Fraktur zygoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan sepertiga bagian tengah wajah. Hal ini dikarenakan posisi zygoma agak menonjol pada daerah sekitarnya.4,5 Tujuan utama perawatan fraktur maksilofasial adalah rehabilitasi penderita secara maksimal yaitu penyembuhan tulang yang cepat, pengembalian fungsi okuler, fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan fungsi bicara, mencapai susunan wajah dan gigi-geligi yang memenuhi estetis serta memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanya mobilitas segmen tulang.6
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yang meliputi tulang frontal, temporal, orbitozygomatikus, nasal, maksila dan mandibula. Fraktur maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datang dari luar.1,2,3 Fraktur zygoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian tengah wajah, hal ini dikarenakan posisi zygoma agak lebih menonjol dari pada daerah
sekitarnya,
sehingga
dapat
menyebabkan
terjadinya
impresi
yang
mendesak bola mata yang menyebabkan diplopia. Fraktur ini sering terbatas pada arkus dan pinggir orbita sehingga tidak disertai dengan hematom orbita, tetapi terlihat sebagai pembengkakan pipi didaerah arkus zygomatikus.1,2,3
B. Anatomi Tulang Zygoma
Zygoma membentuk bagian lateral dari tepi orbital inferior, serta tepi lateral dan dinding lateral orbit. Selain itu, ia membentuk arkus zygomatic anterior, dimana otot masseter ditangguhkan. Otot masseter bertindak untuk menutup mandibula untuk pengunyahan dan berbicara. b erbicara. Pada permukaan lateralnya, tulang zygomatic memiliki 3 proses.
Inferior,
proses
cekung
memproyeksikan
secara
medial
untuk
mengartikulasikan dengan proses zygomatik rahang atas, membentuk bagian lateral pelek infraorbital. Proyek cekung ini untuk membentuk proses frontal yang mengartikulasikan dengan tulang frontal.7,8 Di posterior, prosesus temporal mengartikulasikan dengan prosesus tulang zygomatic temporal membentuk arkus zygomatic. Pada permukaan medial zygoma
2
terdapat pelat orbital halus yang membentuk lantai lateral dan dinding lateral orbit dan mengartikulasikan posterior dengan sayap tulang sphenoid yang lebih besar.7 Hanya posterior ke tepi lateral dan sedikit lebih rendah dari sutura frontozygomatic adalah tuberkulum marjinal jaringan ikat, yang dilekatkan pada ligamen palpebral lateral. Pada permukaan orbital medial yang halus adalah foramina, yang mentransmisikan saraf zygomaticofacial dan zygomaticotemporal ke lubang masing-masing pada permukaan lateral. Foramen zygomaticofacial terletak hanya di lateral ke tepi orbital lateral di persimpangan proses frontal dan maxillary. Foramen zygomaticotemporal terletak di permukaan cekung posterior pelek orbital lateral.7
3
Gambar 2.1 Tulang Zygoma tampak Frontal
Gambar 2.2 Tulang Zygoma tampak Lateral
Saraf sensori yang berhubungan dengan zygoma adalah divisi kedua nervus trigeminal. Cabang-cabang zygomatik, fasial, dan temporal keluar dari foramina pada tubuh zygoma dan memberikan sensasi pada pipi dan daerah temporal anterior. Nervus infraorbital melewati dasar orbital dan keluar pada foramen infraorbital. Hal ini memberikan sensasi pada pipi anterior, hidung lateral, bibir atas, dan geligi anterior maksila. Otot-otot ekspresi wajah yang berasal dari zygoma termasuk zygomaticus mayor dan labii superioris. Otot-otot ini diinervasi oleh nervus kranialis VII. Otot masseter menginsersi sepanjang permukaan temporal zygoma dan arcus dan diinervasi oleh sebuah cabang dari nervus mandibularis.7,13
4
Wajah disuplai oleh berbagai cabang arteri karotid internal dan eksternal. Bagian tengah wajah disuplai oleh arteri infraorbital yang merupakan cabang dari arteri maksila internal. Arteri maksila internal adalah cabang dari arteri karotid eksternal. Arteri infraorbital adalah arteri yang berasal dari kepala, keluar melalui foramen infraorbital yang terletak di bawah orbit mata dan melintang di maksila Fascia temporalis berlekatan ke prosesus frontal dari zygoma dan arcus zygomatik. Fascia ini menghasilkan resistensi pergeseran inferior dari sebuah fragmen fraktur oleh penarikan kebawah dari otot masseter.13
C. Epidemiologi dan Etiologi
Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak diantara dua tulang lainnya ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS Dr. Soetomo, yaitu masing-masing sebesar 29,85%, disusul fraktur zygoma 27,64% dan fraktur nasal 12,66%. Di Department of Plastic and Reconstructive Surgery, Inha University Hospital, Incheon, South Korea, dari penelitian retrospektif terdiri dari 2.094 pasien luka
dengan fraktur wajah,
sebanyak 49,4% akibat kekerasan, 14,5% trauma terjadi akibat kecelakan kendaraan bermotor, 14.5% akibat terjatuh, cedera saat berolahraga 11,3%, akibat kecelakan kerja 7.6% dan akibat kecelakaan lainnya 2,8%. 4
Disamping mekanisme yang disebutkan diatas, osteoporosis ternyata juga berpengaruh terhadap insiden fraktur maksilofasial termasuk maksila. Hal tersebut didapatkan dari review retrospektif yang dilakukan pada 59 pasien fraktur maksilofasial yang berusia 60 tahun ke atas di sebuah trauma centre antara tahun 1989 dan 2000. Didapat bahwa semakin parah kondisi osteoporosis, semakin besar kemungkinan jumlah fraktur maksilofasial yang dialami. Oleh karena itu, benturan yang lebih ringan akibat terjatuh bisa menimbulkan fraktur maksilofasial multiple sebagaimana yang terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor jika pasien mengalami osteoporosis yang parah. 2
5
Penyebab fraktur zygoma bervariasi, mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama fraktur zygoma, sehingga menyebabkan benturan atau pukulan pada daerah inferolateral orbita atau tonjolan pada tulang pipi. Sebuah statistik WHO melaporkan bahwa setiap tahun satu juta orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan 15-20 juta diantaranya terluka. Sebuah analisis pada fraktur midface menunjukan bahwa fraktur zygoma merupakan fraktur yang paling sering terjadi.3,7
E. Gejala Klinis
Gejala klinis fraktur zygoma yang paling sering ditemui adalah keliling mata kehitaman, yakni ekhimosis dan pembengkakan pada bola mata, perdarahan subkonjungtiva, proptosis (eksopthalmus), mungkin terjadi diplopia (penglihatan ganda) karena fraktur lantai dasar orbita dengan pergeseran bola mata dan luka atau terjepitnya otot ekstraokuler inferior, mati rasa pada kulit yang diinervasi oleh nervus infraorbitalis.9 Dapat pula terjadi keterbatasan gerak rahang dan Flattening. Ketika badan dari zigoma tertekan kedalam, prosesus temporal dapat bergeser ke prosesus koronoid atau tendon otot temporal dan mengakibatkan penderita sulit membuka dan menutup mulut. Pendataran pada daerah lateral pada pipi mungkin juga biasa terjadi karena ini bentuk dari tulang penunjang dari prosesus temporal. Fraktur arkus zigoma tidak sulit untuk dikenal sebab pada tempat ini timbul rasa nyeri pada waktu bicara atau mengunyah. Kadang-kadang timbul trismus. Gejala ini timbul karena terdapatnya perubahan letak dari arkus zigoma terhadap prosesus koronoid dan otot temporal. Fraktur arkus zigoma yang tertekan atau terdepresi dapat dengan mudah dikenal dengan palpasi.9
6
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang
yang
perlu
dilakukan
adalah
pemeriksaan
radiografi. Radiografi membantu untuk konfirmasi dan untuk dokumentasi medikolegal dan untuk menentukan perluasan cedera tulang.10
1.
Plain photo : Water’s, Submentovertex , dan Caldwell view Waters view Radiograf terbaik untuk evaluasi fraktur kompleks zygomatik adalah water’s view. Ia adalah sebuah proyeksi postero anterior dengan kepala yang terposisi pada sudut 27° terhadap vertical dan dagu berada pada kaset. Hal ini memproyeksikan piramida petrosa jauh dari sinus maksilaris, memberikan visualisasi sinus-sinus, orbita lateral, dan lingkaran infraorbita. Ketika hal ini dikombinasikan dengan sebuah water’s view yang terangkat sebuah pandangan stereografi dari fraktur dapat terlihat.10 Submentovertex view Submentovertex view diarahkan dari daerah submandibula ke vertex tengkorak. Ia membantu dalam evaluasi arcus zygomatik dan proyeksi malar.10 Cadwell’s view
Adalah sebuah proyeksi posteroanterior dengan wajah pada sudut 15° terhadap kaset. Penelitian ini membantu dalam e valuasi rotasi.10
2. CT-Scan CT-scan adalah standar emas untuk evaluasi radiografi fraktur zigomatik. Series CT-scan fasial lebih esensial untuk rencana pembedahan. Gambaran aksial dan koronal didapat untuk menentukan pola fraktur, derajat pergeseran, dan serpihan, dan untuk mengevaluasi jaringan lunak orbital. Pandangan koronal khususnya membantu dalam evaluasi fraktur dasar orbita.10
7
G. Diagnosis
Diagnosis fraktur zygoma terutama didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Dari anamnesa seringkali yang menunjukkan fraktur adalah indikasi dari sifat, arah dan kekuatan dari benturan. Harus ditekankan bahwa pemeriksaan klinis seringkali sulit untuk dilakukan secara baik tergantung kondisi mental penderita dan keadaan nyeri serta edema wajah. Bengkak bisa menutupi deformitas pada wajah, yang hanya nampak bila bengkaknya sudah hilang. Jika pemeriksaan bisa dilakukan segera setelah trauma, sebelum timbulnya edema, lebih
banyak
informasi
yang
bisa
diperoleh
dari
pemeriksaan
klinis.
Pada pemeriksaan klinis, pemeriksaan zygoma meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dari bagian frontal, lateral, superior dan inferior. Harus dicatat adanya tingkat simetris, level pupil adanya edema orbital. Metode yang paling berguna untuk mengevaluasi posisi dari tubuh zygoma adalah pada pandangan superior. Pasien dapat ditempatkan dalam posisi berbaring atau bersandar dikursi. Inspeksi dari atas, evaluasi bagaimana proyeksi anterior dan lateral dari tubuh zygoma terhadap tepi infraorbita, sepanjang tubuh zygoma, memberikan tekanan pada jaringan yang edema untuk melakukan palpasi. Lakukan pemeriksaan intraoral, karena fraktur zygoma sering disertai dengan ekimosis pada sulkus bukalis superior dan oleh fraktur dentoalveolar maksilaris. Bandingkan sisi satu dengan yang lain. Tonjolan zygoma dari maksila dipalpasi dari dalam mulut dengan satu jari, untuk mengetahui adanya hematoma atau ireguleritas.10,12
F. Tatalaksana
Penatalaksanaan
pada
pasien
trauma
maksilofasial
adalah
menilai
kesadaran, primary survey dan secondary survey. Pada primary survey yang dinilai adalah airway, breathing, circulation, disability dan environment. Pada secondary survey dinilai tingkat kesadaran, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan langkah penanganan selanjutnya.10,13 Indikasi untuk dilakukannya tindakan operasi pada fraktur zygoma adalah :
8
1)
Adanya gangguan fungsi seperti : diplopia, kesukaran membuka mulut/ trismus dan menyebabkan parastesia.
2) Gangguan estetik : adanya asimetri yang sangat menyolok fraktur dengan deformitas disertai diplopia. Ada dua cara operasi yang dapat dilakukan pada fraktur zygoma yaitu reposisi tertutup fraktur zygoma (Gillies procedure) dan reposisi terbuka. 1) Reposisi Tertutup Reposisi tertutup adalah tindakan operasi dengan melakukan elevasi tulang zygoma yang displaced melalui sayatan di temporal dibelakang garis rambut. Bila gagal maka dilakukan reposisi terbuka. Insisi pada Gillies procedure dilakukan 3cm diatas telinga sejajar garis rambut sepanjang 2 cm, diperdalam sampai fasia temporalis. Kemudian rasparatorium dimasukkan diantara fasia dan m.temporalis, rasparatorium digerakkan menyusur kearah mediokaudal sampai ujungnya terletak diprofunda bagian zygoma yang impresi. Dengan elevator
yang
dimasukkan
melalui
luka
operasi
sesuai
dengan
arah
rasparatorium tadi dan ujungnya diletakkan diprofunda bagian zygoma yang impresi, bagian yang impresi tersebut di elevasi/dilakukan reposisi bila fragmen zygoma yang impresi tereponir, biasanya terdengar suara klik. Dicek bila deformitas hilang dan stabil maka operasi selesai, bila tidak stabil atau kembali terjadi deformitas maka lakukan reposisi terbuka dan fiksasi dengan kawat (interosseus wiring), atau dengan plat mini & sekrup.10,13 2) Reposisi Terbuka Reposisi terbuka pada fraktur zygoma operasi dengan melakukan reposisi dan fiksasi dengan menggunakan kawat stainless steel atau menggunakan plat dan sekrup mini pada patah tulang zygoma. Insisi reposisi terbuka pada silier disebelah lateral tepat pada kulit diatas prosesus frontalis os zygomatikus (insisi 1) dan infraorbital (insisi 3 ), tepat pada lipatan kulit sepanjang 3cm. insisi silier sebelah lateral tepat pada kulit diatas prosesus frontalis os zygomatikus, diperdalam sampai m. orbikularis okuli. Dipasang hak tajam, m orbikularis okuli dibuka secara tumpul dengan gunting sampai periosteum,
9
periosit insisi, dengan rasparatorium perios dibebaskan dari tulang. Fragmen tulang dibersihkan dan diatur/reposisi, dilakukan pengeboran pada kedua ragmen tulang 1 cm dari garis fraktur. Insisi infraorbital tepat pada lipatan kulit, sepanjang 3cm diperdalam sampai m. orbikularis okuli. Perdarahan dirawat. Pasang hak tajam, m. orbikularis okuli dibuka secara tumpul dengan gunting
sampai
periosteum
os
zygoma,
periosteum
diinsisi,
dengan
raparatorium perios dibebaskan dari tulang. Lakukan reposisi dengan elevator melalui insisi diatas telinga, atau dari insisi silier. Eksplorasi dasar orbita dan n.infraorbitalis. Dilakukan pengeboran fragmen tulang, masing-masing jarak 1cm dari garis fraktur. Arah mata bor dari dinding depan zygoma ke dasar orbita.
Tiap
pengeboran,
mata
dilindungi
dengan
rasparatorium
dan
disemprotkan air pada tempat pengeboran. Melalui lubang tersebut kedua fragmen tulang diikat dengan kawat 0,5mm ( fraktur pada prosessus frontalis dan korpus zygomatikus). Luka operasi dispoel dengan larutan garam fisiologis, rawat perdarahan. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.10,13
G. Komplikasi
Meskipun tidak umum ditemukan adanya komplikasi pada fraktur arkus zygoma dan zygomatikomaksilaris kompleks, harus dikenali tanda dan gejalanya secara dini untuk persiapan perawatanya. Komplikasi yang paling serius meliputi mata dan struktur sekitarnya:10,13 1) Mata: komplikasi pada mata meliputi abrasi kornea, perdarahan retrobular, sindrom fisura orbitalis superior, hifema traumatic, dan lain-lain.
2) Defisiensi neurosensoris : Insidensi gangguan sensoris (berkurangnya sensasi atau hiperestesia) dari nervus infraorbitalis yang timbul karena trauma zygoma bervariasi antara 18% sampai 56%. Tanpa perhatian khusus pada saraf tersebut, teknik open reduction tidak lebih banyak memberikan restorasi dari fungsi saraf tersebut dibandingkan dengan
10
teknik tertutup. Laporan perubahan sensori pada saraf setelah dilakukan open reduction bervariasi dari 22%-65% dibandingkan dengan 20%-40% pada closed reduction. Meskipun bukti-bukti yang ada masih kurang, tetapi tampaknya terjepitnya saraf atau fibrosis perineural memegang peranan terjadinya defisit yang persisten. Anastesi total biasanya lebih toleransi dari pada hiperestesia atau disestesia, yang mungkin terasa sangat tidak nyaman.
3) Enoftalmus : Mungkin merupakan konsekuensi yang tampak nyata pada fraktur zygoma yang insidenya antara 5%-26%. Perawatan untuk komplikasi ini sulit, dan hasilnya kurang baik. Sebanyak 80% yang dirawat tetap menderita enoftalmus. Tampaknya hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan reduksi awal dari dasar orbita dan jaringan lunak pada saat dilakukan reduksi zygomatikomaksilaris kompleks.
4) Malunion dan Asimetris : Fraktur malunion dari zygoma terjadi dalam beberapa tingkat keparahan. Meskipun pada sebagian besar kasus
terdapat
deficit
kosmetik,
malposisi
dari
tulang
dapat
menyebabkan penururnan fungsi mandibula. Insiden terjadinya asimetris bervariasi antara 3,6% - 27% pada seluruh fraktur zygomatikomaksilaris kompleks, namun angka ini hanya berdasarkan penilaian klinis. Sebagian besar fraktur malunion dari zygoma didapatkan karena kekeliruan untuk mengetahui keparahan dari cedera atau reduksi yang tidak stabil. Malunion yang diketahui samapi 6 minggu
setetlah
cedera
masih
bisa
dikoreksi,
malalui
teknik reduksi zygoma rutin. Teknik koreksi yang terlambat meliputi autograph maupun homograf (krista iliaka, kosta, kalvaria, kartilago atau lemak kulit) atau bahan-bahan aloplastik dan ostektomi zygoma. Meskipun bahan aloplastik telah dianjurkan, kontur yang dihasilkan mungkin irreguler dan potensial terjadinya migrasi dan ekstrusi dari
11
implant tersebut sepanjang waktu. Untuk deformitas minor, kartilago telah terbukti lebih efektif. Bagaimanapun defek yang lebih besar memerlukan reposisi kraniofasial atau penempatan tulang.
5) Trismus: Berkurangnya gerakan mandibula mungkin merupakan komplikasi yang merugikan dari fraktur zygoma. Penyebab yang paling umum terjadi adalah terkenanya tubuh zygoma pada proses kronoid dari mandibula. Trismus juga dapat terjadi secara sekunder akibat ankilosis fibrosis atau fibrooseus pada arkus zygoma. Terkenanya zygoma atau arkus zygoma atau koronoidektomi mungkin diperlukan
untuk
memulihkan
gerakan
normal
dari
mandibula.
H. Prognosis
Kerusakan saraf intraorbital ditemukan pada sebagian besar kasus dan sebagian kecil merupakan kerusakan permanen. Jarak waktu yang panjang antara trauma dan tindakan operatif menyebabkan perkembangan sensitifitas saraf lebih lambat tetapi tidak mempengaruhi hasil akhir jangka panjang. Hasil akhir yang buruk jarang ditemukan pada pasien dengan tatalaksana operatif. Asimetrifasial yang memerlukan tindak bedah lanjut terjadi pada 3-4% kasus. Infeksi post operatif sangat jarang ditemukan, dan infeksi yang ditemukan dapat diterapi dengan antibiotic oral secara sempurna. Pada kasus dengan terapi non operatif ditemukan abnormalitas fungsi sensori pada sebagian kecil kasus dalam beberapa penelitian. Secara umum, prognosis fraktur zygoma dengan terapi pembedahan adalah baik.14,15
12
BAB III LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. HJT
Jenis Kelamin/Umur : Laki- Laki / 63 Tahun Tempat/Tanggal lahir : Elusau, 26 Juli 1954 Alamat
: Blongko
Pekerjaan
: Pensiunan Guru
Kebangsaan
: Indonesia
Suku Bangsa
: Minahasa
Agama
: Kristen Protestan
Tanggal MRS
: 28 November 2017
B. KELUHAN UTAMA
Bengkak dan nyeri di pipi kanan akibat kecelakaan lalu lintas.
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Primary Survey
A : Clear B: 24x/menit C : 98x/menit, regular, isi cukup, akral hangat D : Verbal Respone E : Pipi kanan
13
Secondary Survey
A : - M: IVFD RL P: - L: ± 3 jam SMRS Bengkak dan nyeri di pipi kanan akibat kecelakaan lalu lintas ± 3 jam SMRS. Awalnya penderita sedang mengendarai motor tiba-tiba mobil dari belakang menabrak penderita sehingga terjatuh dengan wajah terbentur aspal. Riwayat pingsan (-), muntah (-), alkohol (-), helm (+). Penderita kemudian dibawah ke RSU Kalooran GMIM Amurang dan di Rujuk ke RSUP Prof. R. D. Kandou dengan infus terpasang.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit DM, Hipertensi, Asam urat, disangkal. Kolestrol ± 5 tahun minum obat simvastatin.
F. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: 4 5 6
Tekanan Darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 78 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu aksila
: 36, 5 ℃
Kepala
: Konjungtiva anemis (-/-), pupil bulat, isokor ø 3mm – 3 mm,
reflex cahaya +/+ normal. - R. Zygoma dextra : udem (+), jejas (+), nyeri tekan (+), Flatening (-), Parastesi (-), Diplopia (-) Leher
: Jejas (-), Nyeri tekan (-)
14
Thorax
:Inspeksi :Simetris kiri = kanan, retraksi (-) Auskultasi :sp. vesikuler (+) Palpasi :Stem Fremitus kiri = kanan Perkusi :sonor kiri = kanan
Abdomen
: Inspeksi : Datar Auskultasi : Bising usus (+) normal Palpasi : Lemas, Nyeri tekan (-) Perkusi : Timpani
Ekstremitas
: R. Genu dextra : Luka lecet 2x2 cm
R. Genu sinistra : Luka lecet 2x2 cm G. DIAGNOSIS
Fraktur zygoma dextra
H. PENATALAKSANAAN
Farmakologi -
IVFD Nacl 0,9%
-
Ketorolac inj. 3x1 amp
-
Ranitidine inj. 2x1 amp
-
Ceftriaxone inj 2x1 amp
Non Farmakologi -
DL
-
Rencana ORIF elektif
-
Recond 3D wajah
15
I. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG Hematologi (5/9)
Kimia Klinik (5/9)
Hemostatis (5/9)
Leu
15600 /uL
SGOT
28
PT
13,1
Eri
4,7210−6 uL
SGPT
34
INR
1,05
Hb
14,5 g/dL
Ureum
30
APPT
30,8
Ht
41,5 %
Creatinin
1,0
Tromb
331 10−3 /uL
GDS
116
MCH
30,7 pg
Chlorida
105,0
MCHC
34,9 g/dL
Kalium
4,10
MCV
87,9 fL
Natrium
138
Follow Up
29 November 2017
S
: bengkak dan nyeri di daerah pipi kanan
O
: R zygoma (d) : edema (+), nyeri tekan (+), flatening (-), parestesi (-), diplopia(-)
A
: Fraktur zygoma Dextra
P
: - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm - Inj Ranitidin 2x1 amp - Inj Ceftriaxone 2x1gr - Inj Ketorolac 3x1 amp - Rencana ORIF elektif - Recond 3D wajah
16
30 November 2017
S
: bengkak dan nyeri di daerah pipi kanan
O
: R zygoma (d) : edema (+), nyeri tekan (+), flatening (-), parestesi (-), diplopia(-)
A
: Fraktur zygoma dextra
P
: - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm - Inj Ranitidin 2x1 amp - Inj Ceftriaxone 2x1gr - Inj Ketorolac 3x1 amp - Rencana ORIF elektif - Menunggu hasil Recond 3D wajah
01 Desember 2017
S
: bengkak dan nyeri di daerah pipi kanan
O
: R zygoma (d) : edema (+),nyeri tekan (+), flatening (-), parestesi (-), diplopia(-)
A
: Fraktur zygoma Dextra
P
: - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm - Inj Ranitidin 2x1 amp - Inj Ceftriaxone 2x1gr - Inj Ketorolac 3x1 amp - Rencana ORIF elektif - Menunggu hasil Recond 3D
02 Desember 2017
S
: bengkak berkurang dan nyeri di daerah pipi kanan
O
: R zygoma (d) : edema (-), nyeri tekan (+), flatening (-), parestesi (-), diplopia(-)
A
: Fraktur zygoma dextra
P
: - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
17
- Inj Ranitidin 2x1 amp - Inj Ceftriaxone 2x1gr - Inj Ketorolac 3x1 amp - Rencana ORIF elektif - Menunggu hasil Recond 3D
03 Desember 2017
S
: nyeri di pipi kanan
O
: R zygoma (d) : edema (-), nyeri tekan (+), flatening (-), parestesi (-), diplopia(-)
A
: Fraktur zygoma dextra
P
: - Hasil Recond 3D terlampir - Menolak ORIF elektif - Rawat jalan
Hasil Recond 3D Wajah
18
BAB IV PEMBAHASAN
Seorang laki-laki 63 tahun datang dengan keluhan bengkak dan nyeri di pipi kanan akibat kecelakaan lalu lintas sejak
+ 3 jam SMRS. Setelah dilakukan
anamnesis, mekanisme terjadinya fraktur adalah saat penderita sedang penderita sedang mengendarai motor tiba-tiba mobil dari belakang menabrak penderita sehingga terjatuh dengan wajah terbentur aspal. Riwayat pingsan (-), muntah (-), alkohol (-), helm (+). Pasien diagnosis dengan fraktur zygoma dextra, berdasarkan kepustakaan yang ada bahwa fraktur zygoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi, umumnya melibatkan 1/3 bagian tengah wajah, hal ini dikarenakan
posisi
zygoma
agak
lebih
menonjol
dari
pada
daerah sekitarnya. Fraktur ini sering terbatas pada arkus dan pinggir orbita, tetapi terlihat sebagai pembengkakan pipi didaerah arkus zygomatikus.1,2,3
Pada
pemeriksaan fisik ditemukan pada regio zygomaticum dextra di
dapatkan udem (+), nyeri tekan (+), flatening (-), parastesi (-), diplopia (-). Dari kepustakaan yang ada di katakan bahwa pada pemeriksaan klinis, pemeriksaan zygoma meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dari bagian frontal, lateral, superior dan inferior. Inspeksi dari atas, evaluasi bagaimana proyeksi anterior dan lateral dari tubuh zygoma terhadap tepi infraorbita, sepanjang tubuh zygoma, memberikan tekanan pada jaringan yang edema untuk melakukan palpasi. Pasien juga bisa mengeluh kesulitan berbicara karena badan dari zigoma tertekan kedalam, prosesus temporal dapat bergeser ke prosesus koronoid atau tendon otot temporal.9 Pemeriksaan radiografi recond 3D pada pasien ditemukan ada fraktur zygoma dextra.
Pemeriksaan
penunjang
yang
perlu
dilakukan
adalah
pemeriksaan
radiografi. Radiografi membantu untuk konfirmasi dan untuk dokumentasi medikolegal dan untuk menentukan perluasan cedera tulang.10
19
Pasien direncanankan untuk dilakukan terapi pembedahan ORIF (Open Reductionand Internal Fixation) tetapi kelurga pasien menolak karena pasien merasa takut. Terapi ini merupakan salah satu pilihan terapi untuk kasus fraktur.10,13
Prognosis pada pasien ini umumnya adalah dubia et bonam. Jarak waktu yang panjang antara trauma dan tindakan operatif menyebabkan perkembangan sensitifitas saraf lebih lambat tetapi tidak mempengaruhi hasil akhir jangka panjang, tetapi hasil yang buruk jarang diterima dengan pasien yang dilakukan tindakan pembedahan.15
20
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur zygoma merupakan salah satu bentuk trauma pada wajah yang cukup sering terjadi karena letak anatominya lebih menonjol dari daerah sekitarnya, dimana penyebabnya seperti kecelakaan dan terjatuh merupakan penyebab utama terbanyak. Gejala klinis fraktur zygoma yang paling sering ditemui adalah keliling mata kehitaman, yakni ekhimosis dan pembengkakan serta adanya nyeri tekan pada daerah pipi, perdarahan subkonjungtiva, proptosis (eksopthalmus), mungkin terjadi diplopia (penglihatan ganda) karena fraktur lantai dasar orbita dengan pergeseran bola mata dan luka. Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis fraktur zygoma yaitu pemeriksaan radiografi. Penanganan fraktur zygoma tidak hanya mempertimbangkan masalah fungsional tapi juga estetika. Ada dua cara operasi yang dapat dilakukan pada fraktur zygoma yaitu reposisi tertutup fraktur zygoma (Gillies procedure) dan reposisi terbuka.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong W D. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2010 ; 419-20. 2. Menon S, Sinha R, Thapliyal G, Bandyopadhyay. Management fracture zygomatic in hospital: A retrospective study. J Maxilofacial Oral Surg 2011 Juni; 10 (2):136-41. 3. Hwang K, Hye Sun. Analysis of facial bone fractures: An 11-year study of 2,094 patients. Indian J of Plastic Surg 2010; Vol 43:42-48 4. Vibha Singh, et al, 2012, The Maxillofacial Injuries, Departments of Oral and Maxillofacial Surgery, Anaesthesia, K.G. Medical University, Lucknow, India, National Journal of Maxillofacial Surgery Vol 3. 5. Rekosprawir S. Fraktur Epidemiologi fraktur maksilofasial. 2010. From : http://id.scribd.com/doc/56587918/01-Epidemiology-of-Maxillofacial-FractureSNT , 29 November 2017 6. Mesgarzadeh AH, Shahamfar M, Azar S. Analysis of the pattern of maxillofacial in north western of Iran: A retrospective study. J emerg Trauma Shock 2011 Jan-Mar; 4 (1):48-52. 7. J Babak, T Francisco. Facial Bone Anatomy. 2016. From http://emedicine.medscape.com/article/835401-overview , 30 November 2017
:
8. R Putz, R Pabst. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. Edisi 22. Jakarta : EGC ; 2006 ; 32. 9. Putri A. Fraktur zygomaticomaxilaris compleks. Mei 2010. 10. Dharma M. Dear plastic. Perhimpunan ahli bedah plastik Available from: http://www.darplastic.com/umum/bagian-ketiga.html
Indonesia.
11. Borton, C. Zygomatic arch and orbital fractures. 2010 12. Rekosprawiro S. Fraktur zygoma dalam bedah kepala dan leher diagnostik fisik. Surabaya: 2010; hal 90. 13. S Stuart, D Dan. Zygomatic Complex Fracture and Management. 2016. http://emedicine.medscape.com/article/1218360-treatment
From :
14. F. R. Kloss1, R. G. Stigler1, T. Tuli1, M. Rasse1, K. Laimer, R. Gassner. Complications related to midfacial fractures: operative versus non-surgical treatment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg; 40: 33 – 37. 2011
22
15. L. Kaukola, J. Snäll, R. Roine, H. Sintonen, H. Thorén. Health-related quality of life of patients with zygomatic fracture.Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2017 Sep 1;22 (5):e636-42
23