2.
Jaminan Kebendaan
Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan. Jaminan kebendaan menurut sifatnya dapat berupa : a. Jaminan dalam bentuk Benda Bergerak. Dikatakan benda bergerak, karena sifatnya yang bergerak dan dapat di pindahkan atau dalam UU dinyatakan sebagai benda bergerak, misalnya pengikatan hak terhadap benda bergerak. Jaminan dalam bentuk benda bergerak dibedakan atas benda bergerak yang berwujud, pengikatanya dengan gadai (pand), dan fidusia, dan benda bergerak yang tidak berwujud, yang pengikatannya dengan gadai (pand), cessie dan account receivable. b. Jaminan dalam bentuk Benda Tidak Bergerak. Merupakan jaminan yang berdasarkan sifatnya tidak bergerak dan tidak dapat di pindah-pindahkan, sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata. Pengikatan terhadap jaminan dalam bentuk benda bergerak berupa hak tanggungan (hip otik). Jaminan kebendaan diatur dalam Buku II KUH Perdata serta Undang-undang lainnya, dengan bentuk, yaitu: 1.
Gadai,
diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150-1161, yaitu
suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh debitur untuk mengambil pelunasan dan barang tersebut dengan mendahulukan kreditur dari kreditur lain. 2.
Hak tanggungan , diatur dalam UU No.4/1996, yaitu jaminan yang dibebankan
hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu ketentuan dengan tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan pada kreditur terhadap kreditu lain.
3.
Fiducia , UU No.42/1999, yaitu hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan utama terhadap kreditur lain. 4.
Hipotik Kapal yang diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232
KUHPer serta Undang-Undang Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (“UU Pelayaran”), serta peraturan-peraturan peraturan-peraturan pelaksananya; 5.
Resi Gudang yang diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang
Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 (“UU Resi Gudang”) serta peraturan-peraturan peraturan-peraturan pelaksananya.
2. 1
Gadai
Gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang yang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang. Selain itu, memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut terebih dahulu d ahulu dari kreditur lainnya, l ainnya, terkecuali biaya untuk un tuk melelang barang dan biaya yang dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu mesti didahulukan. Dalam gadai, benda yang yang dapat dijadikan jaminan utang adalah barang bergerak dan piutang-piutang atas bawa, yang telah ada pada saat penjaminan tersebut dilakukan (Pasal 1150 dan Pasal 1152 KUH Perdata). Ini karena berdasarkan Pasal 1152 KUH Perdata, benda yang digadaikan harus diletakkan diletakkan di bawah kekuasaan si berpiutang atau pihak ketiga yang disepakati oleh kedua belah pihak. Ini berarti tidak mungkin barang tersebut barang yang akan ada di kemudian hari.
Sifat-sifat gadai antara lain:
a. Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
b. Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok untuk menjaga jangan sampai debitor itu lalai membayar hutangnya kembali. c. Adanya sifat kebendaan d. Syarat inbezieztelling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan memberi gadai, atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai. e. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri. f. Hak preferensi sesuai dengan pasal 1130 dan pasal 1150 KUHP g. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dengan hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh benda itu.
Objek dan Subjek gadai
Objek gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi atas dua jenis, yaitu benda bergerak berwujud dan tidak berwujud. Benda bergerak berwujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Yang termasuk dalam benda berwujud, seperti emas, arloji, sepeda motor, dan lain-lain. Sedangkan benda bergerak yang tidak berwujud seperti, piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan atas piutang. Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pemberi gadai (pandgever) yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga.
Hak gadai terjadi dalam dua fase yaitu :
-
Fase pertama : Perjanjian Pinjam Uang Perjanjian pinjam uang ini dituangkan dalam Surat bukti Kredit (SBK). Sifatnya
adalah konsensuil obligator. Di dalam perjanjian itu disebutkan nama penerima pinjaman (debitur). Perjanjian ini termasuk jenis perjanjian standar karena dicetak dalam bentuk formulir, yang telah disediakan terlebih dahulu oleh Perum Pegadaian.
-
Fase kedua : Penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai Sesuai dengan benda gadai adalah benda bergerak, maka benda itu harus lepas dari
kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Penyerahan benda terjadi pada saat yang bersamaan dengan penandatanganan SBK. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya hak gadai adalah pada tanggal dan hari SBK ditanda tangani.
Hak pemegang gadai
Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku. 1. Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai . 2. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah hutang dan bunga). 3. Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain. 4. Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut di muka hokum supaya barang gadai di jual menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga. 5. Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
Kewajiban pemegang gadai
a.
Pasal 1157 ayat 1 KUHP perdata pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya harga barang yang digadaikan yang terjadi atas kelalaiannya.
b.
Pasal 1156 KUHP ayat 2 berkewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika barang gadai dijual.
c.
Pasal 1159 KUHP ayat 1 beranggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai
d.
Kewaijban untuk mengembalikan benda gadai jika debitur melunasi hutangnya.
e.
Kewajiban untuk melelang benda gadai.
Hapusnya gadai : a.
Perjanjian pokok
b.
Musnahnya benda gadai
c.
Pelaksanaan eksekusi
d.
Pemegang gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela
e.
Pemegang gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai
f.
Penyalahgunaan benda gadai.
2.2
Hak Tanggungan
Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, adalah “Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utangtertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor- kreditor lainnya.
Sifat dan Ciri Hak Tanggungan
Hak tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (kreditor
tertentu).
Dari
definisi
mengenai
hak
tanggungan
sebagaimana
dikemukakandi atas, diketahui bahwa hak tanggungan memberikan kedudukan yangdiutamakan kepada kreditor terhadap kreditor-kreditor lain. Yang dimaksud
dengan “kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor kreditor lain”. 2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada. Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada, sehingga hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek hak tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh sebab apa pun juga. 3. Memenuhi
asas
spesialitas
dan
asas
publisitas,
sehingga
dapat
mengikat
pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan. Asas spesialitas diaplikasikan dengan cara pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan asas publisitas diterapkan pada saat pendaftaran pemberianhak tanggungan di Kantor Pertanahan. Pendaftaran tersebut merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak tanggungan tersebut dan mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak ketiga 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. 5. Keistimewaan lain dari hak tanggungan yaitu bahwa hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitor wanprestasi tidak perlu ditempuh cara gugatan perdata biasa yang memakan waktu dan biaya. Bagi kreditor pemegang hak tanggungan disediakan cara-cara khusus, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. dana kepada masyarakat dan secara tidak langsung dapat menciptakan iklim yang kondusif dan lebih sehat dalam pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Disamping memiliki empat ciri di atas Hak Tanggungan juga mempunyai beberapa sifat, seperti: a. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi Maksud dari hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu haktanggungan membebani secara utuh objeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian
utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian objek dari beban hak tanggungan. Hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani seluruh objek untuk sisa utang yangbelum
dilunasi.
Akan
tetapi
seiring
berkembangnya
kebutuhan
akan
perumahan,ketentuan tersebut ternyata menimbulkan permasalahan yaitu dalam halsuatu proyek perumahan atau rumah susun ingin diadakan pemisahan. b. Hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir Hak tanggungan diberikan untuk menjamin pelunsaan hutang debitor kepada kreditor, oleh karena itu hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir pada suatu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang sebagai perjanjian pokok. Kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi, berakhir dan hapusnya hak tanggungan dengan sendirinya ditentukan oleh peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin pelunasannya
Objek Hak Tanggungan
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, menyebutkan bahwa yang menjadi Objek Hak Tanggungan adalah : a. Hak milik; b. Hak guna usaha; c. Hak guna bangunan; d. Hak pakai atas tanah negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan dapat juga dibebani dengan hak tanggungan.
Subjek Hak Tanggungan
1. Pemberi Hak Tanggungan Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan. 2. Pemegang Hak Tanggungan
Pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Penerima hak tanggungan, yang sesudah pemasangan hak tanggungan akan menjadi pemegang hak tanggungan, yang adalah juga kreditor dalam perikatan pokok, juga bisa orang perseorangan maupun badan hukum.
Pembebanan Hak Tanggungan
Pembebanan hak tanggungan merupakan suatu proses yang terdiri atas dua tahap, yaitu diawali dengan tahap pemberian hak tanggungan dan akan diakhiri dengan tahap pendaftaran. Dimana tata cara pembebanan hak tanggungan ini wajib memenuhi syaratsyarat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Proses pembebanan hak tanggungan akan diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap pemberian Hak Tanggungan Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji akan memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Janji tersebut wajib dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya menimbulkan utang. 2. Tahap pendaftaran Hak Tanggungan Dengan dilakukan pemberian hak tanggungan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, hak tanggungan ini baru memenuhi syarat spesialitas, sampai pada tahap tersebut hak tanggungan yangbersangkutan belum lahir dan kreditor pemegangnya belum memperoleh kedudukan yang diutamak an 3. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Hak Milik Pembebanan hak tanggungan atas tanah dengan status tanah Hak Milik dapat ditemukan dalam rumusan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang menyatakan secara tegas bahwa tanah dengan status Hak Milik dapat dijaminkan dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan hak tanggungan.
4. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Usaha Mengenai pembebanan hak atas tanah, dalam ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dapat diketahui bahwa tanah dengan status Hak Guna Usaha dapat dijaminkan dengan membebani hak atas tanah tersebut dengan hak tanggungan. 5. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan sebagai Hak Atas Tanah yang dapat dibebankan dengan hak tanggungan dapat ditemukan rumusannya dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan bahwa: “Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan”. 6. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Pakai Dimungkinkannya Hak Pakai dibebani dengan suatu hak jaminan kebendaan dapat kita temui rumusannya dalam ketentuan Pasal 52 dan Pasal 53 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.
Hapusnya Hak Tanggungan
Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah disebutkan sebab-sebab hapusnya hak tanggungan, sebagai berikut: a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan. b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan. c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh d. Ketua Pengadilan Negeri. e. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan
Beralihnya Hak Tanggungan
Konsekuensi sifat accesoir hak tanggungan Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang me mpunyai ciri-ciri:
a. Tidak dapat berdiri sendiri. b. Adanya atau timbulnya maupun hapusnya bergantung dari perikatan pokoknya. c. Apabila perikatan pokoknya dialihkan, accesoir-nya turut beralih
Dasar beralihnya hak tanggungan menurut pasal 16 Undang-Undang Hak Tanggungan. a. Cessie Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, suatu perjanjian pada asasnya merupakan perjanjian obligator, kecuali undang-undang menentukan lain. Hal itu berarti, bahwa dengan ditutupnya perjanjian tersebut, yang muncul barulah perikatan-perikatan yang mengikat kedua belah pihak b. Subrogatie Menurut Pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, Subrogatie adalah penggantian hak-hak kreditor oleh seorang pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang. c. Merger Peristiwa beralihnya hak tagih berdasarkan perikatan pokok antara kreditor dan debitor bisa juga terjadi karena adanya peleburan (merger) dua perseroan, biasanya dua bank, sehingga semua aktiva dan passiva kedua bank tersebut dialihkan kepada Bank yang baru, kalau demikian, maka (sesuai dengan sifat perjanjian penjaminan) jamianan-jaminan yang accessoir pada perjanjian pokoknya turut beralih kepada kreditor baru.
Pendaftaran Peralihan Hak Tanggungan
Peralihan hak tanggungan atas dasar apa yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda Yang Berkaitan Dengan Tanah wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Didalam penjelasan Undang-undanag Bagian 8 dan pasal 16 ayat 1, disana digunakan istilah “pencatatan”. Kedua istilah “pendaftaran dan “pencatatan” bisa mempunyai arti dan memberikan peluang penafsiran yang lain sekali.
Eksekusi Hak Tanggungan
Eksekusi hak tanggungan merupakan suatu upaya bagi pemegang hak tanggungan untuk memperoleh kembali piutangnya, manakala debitor wanprestasi. Untuk itu UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kemudahan dan kepastian dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan. 2.3
Fidusia
Benda yang dapat dijadikan jaminan dalam fidusia adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU Hak Tanggungan (Pasal 1 angka 2 UU Fidusia). Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak begerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek (Pasal 1 angka 4 UU Fidusia). Selain itu jaminan fidusia juga dapat berupa benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian (Pasal 9 UU Fidusia). Jaminan fidusia juga meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, serta meliputi juga klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan (Pasal 10 UU Fidusia). Untuk jaminan fidusia akan dijelaskan lebih lanjut pada poin tersendiri setelah jaminan kebendaan.
2.4
Hipotik Kapal
Berdasarkan KUH Perdata Pasal 1162, Hipotik adalah hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pergantian daripadanya bagi pelunasan suatu perutangan. Namun akibat berlakunya UU No. 4 tahun 1996 terhadap berlakunya ketentuan mengenai hipotik dalam buku II KUHPerdata yaitu pengaturan mengenai hipotik dalam
KUHPerdata terdapat dari pasal 1162-1232 namun sesuai dengan ketentuan penutup UU No 4 tahun 1996 pasal 29 yang berisi: Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab UndangUndang
Hukum
Perdata
Indonesia
sepanjang
mengenai
pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi Dari isi ketentuan diatas dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang berada di KUH Perdata dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang mengenai pembebanan hak atas tanah beserta benda yang berkaitan dengan tanah. Hal ini berarti hak tanggungan atas tanah saja yang berada di KUHPerdata yang dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedangkan ketentuan hipotik selama benda-benda bukan tanah masih tetap berlaku namun sekarang ini telah ada Undang-Undang lain yang mengatur tentang hipotik lainnya.
Azas-azas Hipotik
1.
Azas publikasi, yaitu mengharuskan hipotik itu didaftarkan supaya diketahui oleh umum. Hipotik didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian setempat.
2.
Azas spesifikasi, hipotik terletak di atas benda tak bergerak yang ditentukan secara khusus sebagai unit kesatuan, misalnya hipotik diatas sebuah rumah. Tapi tidak aada hipotik di atas sebuah pavileum rumah tersebut, atau atas sebuah kamar dalam rumah tersebut. Benda tak bergerak yang dapat dibebani sebagai hipotik adalah hak milik, hak guna
bangunan, hak usaha baik yang berasal dari konvensi hak-hak barat, maupun yang berasal dari konvensi hak-hak adaptasi, serta yang telah didapatkan dalam daftar buku tanah menurut ketentaun PP no. 10 tahun 1961 sejak berlakunya UUPA no. 5 tahun 1960 tanggal 24 september 1960.
Objek hipotik
Berdasarkan KUH Perdata pasal 1164, dimana benda yang dapat dibebani dengan hipotik adalah: -
Benda-benda
tak
bergerak
yang
dapat
dipindahtangankan,
beserta
segala
perlengkapannya, sekadar yang terakhir ini dianggap sebagai benda tak bergerak -
Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya
-
Hak numpang karang dan hak usaha
-
Pasar-pasar yang diakui pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidak dapat
dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut: -
Benda tetap karena sifatnya (pasal 506 KUH Perdata)
-
Benda tetap karena peruntukan (pasal 507 KUH Perdata)
-
Benda tetap karena UU (pasal 508 KUH Perdata)
Subyek Hipotik
Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima atau mempunyai hak hipotik. Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu: 1.
Badan-badan pemerintah
2.
Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian
3.
Badan-badan social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
4.
Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.
Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik ialah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada pada UUPA sendiri.
Jenis-jenis Hipotik 1.
Hipotik Kapal
Pentingnya pengaturan hipotik atas kapal laut yaitu keberadaan jaminan hipotik ini sangat membantu perusahaan perkapalan dalam memenuhi dan menjalankan modal kerjanya agar dapat menyelenggarakan kegiatan operasionalnya. Tentunya, hipotik atas kapal laut ini akan melibatkan dua pihak. Dua pihak itu adalah perusahaan perkapalan sebagai debitur dan lembaga perbankan, seperti bank, sebagai kreditur. Hubungan hukum antara perusahaan perkapalan dan lembaga perbankan, dalam hal ini adalah bank, perlu ditetapkan suatu ketentuan hukum. Dengan adanya ketentuan hukum, maka terdapat aturan baku dalam melaksanakan perbuatan hukum di antara kedua belah pihak. Tata cara pembebanan hipotik atas kapal yaitu: 1) Debitur mengikatkan diri dengan Kreditur (bank/lembaga pembiayaan) dalam suatu Perjanjian Kredit dengan menyatakan menyerahkan kapal sebagai hipotik sebagai jaminan pelunasan hutangnya. 2) Perjanjian pemberian (pembebanan) hipotik. Kreditur bersama debitur atau bank sendiri berdasarkan Surat Kuasa memasang Hipotik menghadap Pejabat Pendaftar Kapal dan minta dibuatkan akta Hipotik Kapal. Adapun dokumen yang diperlukan: o
Surat Permohonan dengan menyebutkan data kapal dan nilai penjaminan;
o
Grosse Akta Pendaftaran Kapal;
o
Surat Kuasa Memasang Hipotik.
3) Akta Hipotik didafatarkan dalam buku daftar. Saat selesainya pendafataran maka hak Pemegang Hipotik lahir.
Kendalanya yaitu
dalam pelaksanaan eksekusi apabila terjadi suatu wanprestasi
yaitu, dalam KUH Perdata ketentuan mengenai Hipotik kapal apabila terjadi suatu wanprestasi maka pihak yang memegang hipotik dapat melakukan pelelangan yang diketahui secara umum dan hal ini menjadi kendala karena untuk mendapatkan harga yang sesuai dengan nilai penjaminannya merupakan hal yang relatif sulit dilakukan.
Prosedur Pengadaan Hak Hipotik
Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika akan mengadakan hipotik adalah: 1.
Harus ada perjanjian hutang piutang,
2. Harus ada benda tak bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan hutang. Setelah syarat di atas dipenuhi, kemudian dibuat perjanjian hipotik secara tertulis dihadapan para pejabat pembuat akta tanah atau disingkat PPAT (pasal 19 PP no. 10 tahun 1961), yang dihadiri oleh kresitur, debitur dan dua orang saksi yang mana salah satu saksi tersebut biasanya adalah kepala desa atau kelurahan setempat di mana tanah itu terletak. Kemudian akta hipotik itu didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian yang bersangkutan.
2. Hipotik Pesawat
Seperti yang telah terdapat dalam hipotik kapal begitupula sama dengan hipotik atas pesawat terbang yaitu dengan bekembangnya transportasi udara maka pembelian pesawat yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan juga harus cepat, namun dana yang dibutuhkan untuk membeli pesawat secara tunai masih sulit dilakukan karena keterbatasan biaya, maka dalam hal ini perbankan (kreditur) memberikan pinjaman yang berupa pembebanan jaminan hipotik atas pesawat. Dengan adanya agunan (jaminan pelunasan suatu hutang) yang bersifat kebendaan yang memberikan hak utama/prioritas kepada kreditur, maka apabila debitur wanprestasi atau gagal melakukan pembayaran kembali atas pinjamannya kreditur dapat mengeksekusi agunan kebendaan yang telah diberikan debitur tersebut guna pelunasan
hutangnya. Oleh karenanya kreditur dapat merasa lebih aman dalam memberikan pembiayaan/kredit terhadap debitur. Yang menjadi kendala pelaksanaan pembebanan hipotik atas pesawat terbang di Indonesia yaitu, pada saat pendaftaran atau registrasinya, Pendaftaran atau Registrasi khusus untuk pembebanan pesawat terbang dan helikopter baik dalam bentuk hipotek atau hak agunan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku belum tersedia. Dan juga yang menjadi kendala adalah peraturan pemerintah yang mengatur mengenai pembebanan hipotik atas pesawat terbang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat (3) UU No.15 tahun 1992 tentang Penerbangan sampai saat ini belum terealisasikan, sehingga pelaksanaan pembebanan Hipotik atas Pesawat Terbang masih belum jelas dan masih bersifat nasional, yang artinya tidak semua Dinas Perhubungan (yang nantinya diharapkan sebagai badan yang melakukan registrasi terhadap pembebanan hipotik atas pesawat terbang) dapat menerima atau bersedia melakukan pencatatan terhadap pembebanan Hipotik atas pesawat terbang, atau dengan kata lain belum ada badan yang ditunjuk secara resmi sebagai badan yang berwenang melakukan registrasi terhadap pembebanan hipotik atas pesawat terbang, sebagaimana Kantor Pendaftaran Fidusia dalam hal pembebanan Fidusia, Kantor Pertahanan (BPN) dalam hal pembebanan Hipotik atas kapal.
Isi akta Hipotik
Isi akta hipotik dibagi atas dua bagian, yaitu: 1. Isi yang wajib Barang dibebani hipotik itu harus disebut/ditulis secara rinci danjelas. 2. Isi yang facultatief Isi facultatief ini memuat janji-janji antara pemberi hipotik dan pemegang hipotik. Janji-janji yang biasa dimuat dalam akta hipotik, antara lain: 1. Janji untuk menjual benda atas kekuasaannya sendiri apabila hutang pokoknya tidak dilunasi (Pasal 1178 ayat 2).
2. Janji tentang sewa Pemberi hipotik dibatasi dalam kekuasaannya untuk menyewakan benda yang dibebani tanpa iji pemegang hipotik mengenai cara maupun waktunya (Pasal 1185 ayat 1). 3. Janji tentang asuransi Apabila ada peristiwa yang tidak diduga-duga sebelumya misalnya: kebakaran, banjir antara pemberi dan pemegang hipotik membuat perjanjian tentang asuransi yang diberitahukan kepada perusahaan asuransi, supaya perusahaan asuransi terikat dengan janji tersebut. 4. Janji untuk tidak dibersihkan Janji ini diberikan kepada semua pemegang hipotik dengan syarat diadakan dalam penjualan secara sukarela yang dikehendaki oleh pemilik bendanya. Janji untuk tidak dibersihkan hanya dapat dilakukan oleh pemegang hipotik pertama (Pasl 1210 ayat 2).
Hapusnya Hipotik
Menurut pasal 1209 ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu: 1.
Karena hapusnya ikatan pokok
2.
Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau kreditur
3.
Karena penetapan oleh hakim
Adapun hapusnya hipotik di luar ketentuan KUH Perdata yaitu: 1.
Hapusnya hutang yang dijamin oleh hipotik
2.
Afstan hipotik
3.
Lemyapnya benda hipotik
4.
Pencampuran kedudukan pemegang dan pemberi hipotik
5.
Pencoretan, karena pembersihan atau kepailitan
6.
Pencabutan hak milik
Perbedaan gadai dan hipotik :
a. Gadai harus disertai dengan pernyataan kekuasaan atas barang yang digadaikan, sedangkan hipotik tidak. b. Gadai hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain, sedangkan hipotik tidak, tetapi teap mengikuti bendanya walaupun bendanya dipindahtangankan ke orang lain. c. Satu barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak dilarang, tetapi beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan diatas satu benda adalah sudah merupakan keadaan biasa. d. Adanya gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai untuk membuktikan perjanjian pokok sedangkan adanya perjanjian hipotik dibuktikan dengan akta otentik.
2.5
Resi Gudang
Berdasarkan UU No 9 Tahun 2006 pasal 1, Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. Sedangkan dalam resi gudang, yang dijadikan objek jaminan adalah resi gudang (Pasal 1 angka 9, Pasal 4, Pasal 12 – Pasal 16 UU Resi Gudang). Resi Gudang itu sendiri adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang (Pasal 1 angka 2 UU Resi Gudang). Kemudian dijelaskan lebih jauh lagi, Hak Jaminan atas Resi Gudang, yang selanjutnya disebut Hak Jaminan adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor yang lain.
Ciri-ciri Resi Gudang
Kebutuhan pembiayaan pemegang resi gudang
Tidak diwajibkan untuk mendaftarkan jaminan resi Gudang tetapi hanya memberitahukan kepada pengelola gudang dan Pusat Regitrasi Jaminan Resi Gudang
Hanya untuk jaminan satu hutang saja Ps/ 12 ayat 2 UU SRG
Dapat dengan lelang umum dan penjualan umum
Sifat Resi Gudang
Perjanjian Hak Jaminan merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian utangpiutang yang menjadi perjanjian pokok.
Setiap Resi Gudang yang diterbitkan hanya dapat dibebani satu jaminan utang.
Pembebanan Hak Jaminan terhadap Resi Gudang dibuat dengan Akta Perjanjian Hak Jaminan, dimana sekurang-kurangnya memuat: a.
identitas pihak pemberi dan penerima Hak Jaminan;
b.
data perjanjian pokok yang dijamin dengan Hak Jaminan;
c.
spesifikasi Resi Gudang yang diagunkan;
d.
nilai jaminan utang; dan
e.
nilai barang berdasarkan harga pasar pada saat barang dimasukkan ke dalam Gudang.
Objek Resi Gudang
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 26/M-DAG/PER/6/2007 yang telah menetapkan delapan komoditi pertanian sebagai barang yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Kedelapan komoditi itu adalah: gabah, beras, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, dan jagung
Subyek Resi Gudang serta hak nya
Subyek Hukum :
Perorangan dan Badan Hukum
Pemberi jaminan Resi Gudang adalah Pemegang Resi Gudang, yaitu pemilik barang yang menyimpan barangnya pada Pengelola Gudang
Hak Subyek Hukum :
Apabila pemberi Hak Jaminan cedera janji, penerima Hak Jaminan mempunyai hak untuk menjual objek jaminan atas kekuasaan sendiri melalui lelang umum atau penjualan langsung.
Penerima Hak Jaminan memiliki hak untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi biaya penjualan dan biaya pengelolaan.
Penjualan objek jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan atas sepengetahuan pihak pemberi Hak Jaminan.
Penyerahan Barang
-
Penyerahan Barang wajib dilakukan oleh Pengelola Gudang kepada Pemegang Resi Gudang pada saat Resi Gudang telah jatuh tempo atau atas permintaan Pemegang Resi Gudang.
-
Pengelola Gudang menyerahkan Barang kepada Pemegang Resi Gudang terakhir.
Hapusnya Resi Gudang
Hak Jaminan yang dimiliki oleh penerima Hak Jaminan hapus karena hal-hal berikut: a. hapusnya utang pokok yang dijamin dengan Hak Jaminan dan; b. pelepasan Hak Jaminan oleh penerima Hak Jaminan.