CASE R E PORT PORT SESSI ON
*Program Studi Profesi Dokter/ G1A217037/ Agustus 2018 ** Pembimbing/dr. Samsirun Halim, Sp.PD, KIC, FINASIM**
DEMAM BERDARAH DENGUE Yaumil Khalida P, S.Ked*, dr. Samsirun Halim, Sp.PD, KIC, FINASIM **
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER JAMBI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2018
1
LEMBAR PENGESAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Oleh : Yaumil Khalida Putri, S.Ked
Sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu penyakit Dalam Kedokteran Universitas Jambi RSUD Raden Mattaher Jambi
Jambi,
Agustus 2018
Pembimbing,
dr. Samsirun Halim, Sp.PD, KIC, FINASIM
1
LEMBAR PENGESAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Oleh : Yaumil Khalida Putri, S.Ked
Sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu penyakit Dalam Kedokteran Universitas Jambi RSUD Raden Mattaher Jambi
Jambi,
Agustus 2018
Pembimbing,
dr. Samsirun Halim, Sp.PD, KIC, FINASIM
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“DHF
grade II ”. Laporan kasus ini merupakan salah
satu syarat mengikuti ujian pada Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Jambi RSUD Raden Mattaher Jambi. Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Samsirun Halim, Sp.PD, KIC, FINASIM selaku pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini, serta kepada semua pihak yang telah membantu hingga tulisan ini dapat diselesaikan. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudahmudahan tulisan ini dapat memberi ilmu dan manfaat bagi yang membacanya.
Penyusun
3
BAB I PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue ( dengue shock syndrome) syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai renjatan/shock. 1 Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agent-nya agent-nya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae famili Flaviridae dan dan genus. Flavivirus genus. Flavivirus,, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4 , ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes nyamuk Aedes aegypti dan Aedes dan Aedes albopictus yang albopictus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.1,2 Dalam 50 tahun terakhir, kejadian penyakit ini meningkat 30 kali lipat seiring dengan meningkatnya ekspansi geografis ke negara-negara baru, bahkan dalam dasawarsa ini, dari daerah perkotaan mulai merambah ke pedesaan. Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi dengue terjadi setiap tahun, dan sekitar 2,5 miliar orang tinggal di negara-negara endemik dengue. dengue.3 Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan kes ehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD. Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD, seperti pertumbuhan penduduk penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk di daerah endemis, dan peningkatan sarana transportasi.4,5
4
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini.5 Prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif. Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravascular, lalu terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.5
5
BAB II LAPORAN PASIEN
1.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. R
Usia
: 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
2.
Alamat
: Tanjung Raden
Pekerjaan
: Pelajar
Agama
: Islam
Status
: Belum menikah
MRS
: 15 Agustus 2018
ANAMNESIS (Autoanamnesis) Keluhan utama :
Demam sejak ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit Riwayat penyakit sekarang :
3 hari SMRS pasien mengeluhkan demam tinggi, timbul mendadak, terus menerus, pasien membeli obat penurun panas di apotek dan pasien merasa demamnya berkurang namun kembali demam setelah beberapa jam minum obat. Menggigil (-), keringat dingin (-), otot dan persendian pegal-pegal, mual (+), muntah (+) sebanyak 3 kali berupa makanan, nyeri pada ulu hati (+),pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, nyeri dirasakan berdenyutdenyut, dan nyeri di sekitar mata. nafsu makan berkurang, pasien merasa pahit jika menelan. penurunan berat badan (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.
1 hari SMRS pasien merasa keluhan semakin memberat, Timbul bintik bintik merah pada pergelangan tangan, perdarahan hidung (-), nyeri ulu hati dan nyeri kepala masih dirasakan.Perdarahan pada gusi (+),penurunan kesadaran (-) muntah darah (-), BAB hitam (-).
6
Riwayat penyakit dahulu :
-
Riwayat dengan keluhan yang sama (-)
Riwayat penyakit keluarga :
-
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
Riwayat psikososial dan kebiasaan
-
Pasien seorang pelajar
-
Riwayat tetangga sekitar rumah mengalami keluhan serupa (-)
-
Di lingkungan sekitar tempat tinggal pasien terdapat bak pembuangan sampah. Pasien tidur tidak menggunakan kelambu.
3.
PEMERIKSAAN FISIK a. Status Generalis
-
Keadaan Umum
: Tampak Sakit Sedang
-
Kesadaran
: Compos Mentis (GCS 15 E4V5M6)
-
Vital sign : o
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
o
Frekuensi nadi
: 92x/ menit, reguler, isian cukup
o
Frekuensi nafas
: 23x/ menit, tipe torakoabdominal
o
Suhu axilla
: 38,90C
o
Tinggi badan
: 170 cm
o
Berat badan
: 56 kg
o
IMT
: 19,4 kg/m2 (normoweight)
b. Pemeriksaan Kepala dan Leher :
-
Kepala : Normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
-
Mata : Konjungtiva Anemis (-), Sklera Ikterik (-), Refleks Pupil (+/+),
pupil isokor, Edema Palpebra (-), gangguan pengelihatan (-/-)
-
THT :
7
o
Telinga : Normotia, Sekret (-/-), Nyeri Tekan Tragus (-), Hiperemis (-/-)
o
Hidung : Sekret (-), Deviasi Septum (-), Nafas Cuping Hidung (-)
o
Mulut : Mukosa Bibir Kering (+), Pucat (-), Sianosis (-), gusi berdarah (+)
-
o
Lidah : Papil Atrofi (-), Lidah Kotor (-)
o
Tenggorokan : Tonsil (T1-T1), Faring Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-), JVP 5-1 cmH2O
c. Pemeriksaan Thoraks Paru :
-
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-), sela iga melebar (-) spider nevi (-), jejas (-)
-
Palpasi : Fremitus taktil kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-)
-
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
-
Auskultasi : Fremitus vokal kanan sama dengan kiri. Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
-
Inspeksi : pulsasi ictus kordis tidak terlihat
-
Palpasi : pulsasi ictus kordis teraba tidak kuat angkat di ICS V linea midklavikularis sinistra, luas 2 jari
-
-
Perkusi : o
Batas Kanan
: ICS IV linea parasternalis dextra
o
Batas Kiri
: ICS V linea midklavikularis sinistra
o
Atas
: ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
d. Pemeriksaan Abdomen
-
Inspeksi
: perut datar, kolateral vena (-), jaringan sikatrik (-)
-
Perkusi
: timpani pada seluruh regio abdomen, shifting dullness (-)
8
-
Palpasi
: supel, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (-), nyeri lepas (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ballotement (-), turgor kulit kembali cepat.
-
Auskultasi
: bising usus (+) normal, 6x/i.
e. Punggung
-
Inspeksi : simetris
-
Palpasi : Fremitus taktil kedua lapang paru sama, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
f.
-
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
-
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan ekstremitas:
-
Superior : akral hangat, ikterik (-), edema (-), CRT < 2 detik. Uji torniquet (+)
-
4.
Inferior : akral hangat, ikterik (-), edema (-), CRT < 2 detik.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan
Nilai
Nilai Normal
Darah R utin ( 15/8/2018)
5. 6.
WBC
2,19 x 109/L
4,0-10,0
RBC
4,98 x 10 12/L
3,50-5,50
HGB
15,6 g/dL
11,0-16,0
MCV
79,2 fl
80,0-99,0
MCH
28,2 pg
26,0-32,0
MCHC
356 g/dL
32,0-36,0
HCT
44,2 %
36,0-48,0
PLT
65 x 109/L
100-300
9
7.
DAFTAR MASALAH
-
Demam
-
Badan lemas
-
Dispepsia
-
Gusi Berdarah
- Nyeri tekan epigastrium - Nyeri otot dan sendi
8.
-
Trombositopeni
-
leukopenia
-
Uji torniquet (+)
DIAGNOSIS
-
9.
10.
Demam Berdarah Dengue derajat II
DIAGNOSIS BANDING
-
Chikungunya
-
Malaria
-
Demam tifoid
PENATALAKSANAAN
-
-
Non-farmakologi o
Tirah baring
o
Banyak minum air putih
o
Pantau Tanda-tanda vital
Farmakologi o
IVFD RL 30 tpm
o
Paracetamol infus 100 ml
o
Injeksi omeprazole 1x1 ampul (40 mg)
o
PO domperidon tab 3x10 mg ac
10
11.
RENCANA KERJA
Rencana Pemeriksaan Penunjang :
12.
-
Cek DR per 24 jam
-
Cek Elektrolit
-
Tes serologi IgM dan IgG
-
Uji widal
FOLLOW UP
Tanggal 15/08/2018
SOAP S : Demam (+),Mual (+), muntah (+), badan lemas (+), gusi berdarah (+), nafsu makan turun (+), nyeri ulu hati (+), BAB hitam (-) O : Kesadaran : composmentis TD : 110/70 S : 38,9 C HR : 88 x/i RR : 23 x/i SPO2 : 98% Mata: CA (-), SI (-) THT : sekret (-), darah (-), pembesaran KGB (-) Pulmo : simetris, vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-) Cor : BJ I&II reguler, gallop (-), murmur ( – ) Perut: datar, timpani, NTE (+), Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, kekuatan (5) A : Demam Berdarah Dengue derajat II P : IVFD RL 30 tpm Paracetamol infus 100ml Inj. Omeprazol 1x 40 mg PO domperidon tab 3x10 mg ac
16/08/2018
S : Demam (+),Mual (+), muntah (-), badan lemas (+), gusi berdarah (-), nafsu makan turun (+), nyeri ulu hati (+), BAB hitam (-)
LAB WBC : 2190 RBC : 4,98 HGB : 14,3 MCV : 78,7 MCH : 28,7 MCHC :365 HCT : 44,2 PLT : 65
11
O : Kesadaran : composmentis TD : 110/70 S : 37,9 HR :82 x/i RR : 22 x/i SPO2 : 99% A : Demam Berdarah Dengue derajat II P : IVFD RL 30 tpm Paracetamol tab 3x 500mg PO domperidon tab 3x10 mg ac 17/08/2018
18/08/2018
S : Demam (+) turun, Mual (+), muntah (-), badan lemas berkurang,nafsu makan mulai membaik O : Kesadaran : composmentis TD : 110/70 S : 37,3 HR : 79 x/i RR : 21 x/i SPO2 : 99% A : Demam Berdarah Dengue derajat II P : IVFD RL 30 tpm Paracetamol tab 3x 500mg Inj. Omeprazol 2x1 Sukralfat syr 3x1 C S : Demam (-),Mual (-)badan lemas berkurang. O : Kesadaran : composmentis TD : 110/70 S : 36,4 HR : 66 x/i RR : 21 x/i SPO2 : 99%
WBC : 3,08 RBC : 4,39 HGB : 13,2 MCV : 79,9 MCH :30,1 MCHC :376 HCT : 38 PLT : 12,5
WBC : 4,44 RBC : 4,26 HGB : 12,8 MCV : 80,3 MCH :30 MCHC :374 HCT : 34,2 PLT : 39
A : Demam Berdarah Dengue derajat II P : IVFD RL 30 tpm Paracetamol tab 3x 500mg 20/08/2018
S : Demam (-),Mual (-), badan lemas (-). O : Kesadaran : composmentis
WBC : 5,78 RBC : 4,47 HGB : 13,4
12
TD : 100/60 S : 36,8 HR : 72 x/i RR : 21 x/i SPO2 : 99%
21/08/2018
13.
A : Demam Berdarah Dengue derajat II P : IVFD RL 30 tpm S : Demam (-),Mual (-), badan lemas (-). O : Kesadaran : composmentis TD : 100/60 S : 36,1 HR : 66 x/i RR : 21 x/i SPO2 : 99% A : Demam Berdarah Dengue derajat II P : IVFD RL 20 tpm
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Ad bonam
Quo ad fungsionam
: Ad bonam
Quo ad sanationam
: Ad bonam
MCV : 80,5 MCH :30 MCHC :372 HCT : 36 PLT : 91
WBC : 6,12 RBC : 4,3 HGB : 12,4 MCV : 80,5 MCH :30 MCHC :372 HCT : 34,9 PLT : 141
13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. 1
3.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat moleku 4x106. 1 Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue, keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus.1 Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.1
14
3.3 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karbia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995), dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 % pada tahun 1999. 1 Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan A. Albopticus ). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). 1 Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu : 1). Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin; 3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk. 1
3.4 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. 1 Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah : a). respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE); b). Limfosit T-helper
15
(CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL6 dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). Selain itu terjadi juga aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.1 Halstead
pada
tahun
1973
mengajukan
hipotesis secondary
heterologous infection yang menyatakan bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan
reaksi
anamnestik
antibodi sehingga
mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi. 1
Gambar 1. Hipotesis secondary heterologous infection1
Kurane dan Ennis (1994) merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di dalam makrofag. Terjadinya infeksi makrofag menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi
16
limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF alfa, IL1, PAF, IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Ini juga diperkuat oleh peningkatan C3a dan C5a.1
3.5 Faktor Risiko
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau melema hnya pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB. 7 Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. Tetapi di lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang biasa bepergian. Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan jentik tidak menjadi faktor risiko.8
17
3.6 Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis 1,6
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue (WHO 1997) 1
Definisi Kasus untuk Demam Dengue 6 Probable – demam akut selama 2-7 hari disertai dua atau lebih gejala berikut:
Sakit kepala Nyeri retro-orbital
Myalgia
Artralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Leukopenia; dan
Hasil pemeriksaan serologi (+) atau adanya demam dengue di lokasi dan waktu yang sama
18
Confirmed – kasus dikonfirmasi dengan kriteria laboratorium
Isolasi virus dengue dari serum atau sampel otopsi
Kenaikan ≥ 4 kali titer antobodi IgG atau IgM pada sampel plasma
Terdapatnya antigen virus dengue pada sampel otopsi jaringan, plasma, atau LCS dengan teknik imunihistokimia, imunofluoresens, atau ELISA
Deteksi sekuens genom virus dengue di sampel jaringan atau LCS dengan cara PCR Reportable – setiap kejadian kasus probable atau confirmed harus dilaporkan.
Demam Berdarah Dengue (DBD) WHO 1997
6
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : -
Uji bendung positif
-
Ptekie, ekimosis, atau purpura
-
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain
-
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran lasma) sebagai berikut : -
Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin
-
Peningkatan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
-
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, hipoproteineia, atau hiponatremia
Dengue Shock Syndrome (DSS) 6
Semua gejala kriteria DBD ditambah bukti adanya kegagalan sirkulasi seperti : -
Nadi lemah dan cepat
19
Tekanan Nadi Sempit (<20 mmHg)
Atau adanya manifestasi : -
Hipotensi
-
Akral dingin, lembab, dan gelisah
3.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue. 1 Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat. 1
Gambar 2. Perjalanan penyakit Demam Berdarah Dengue9
1. Fase Febris ( Febrile Phase) Penderita biasanya mengalami demam tinggi secara tiba-tiba. Fase demam akut ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan
20
facial flushing , eritema kulit, sakit badan umum, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin mengalami sakit tenggorokan, pharynx dan konjungtiva. Anoreksia, mual dan muntah sering terjadi. Sulit membedakan dengue secara klinis dari penyakit demam berdarah nondemam pada fase demam dini. Uji tourniquet positif pada fase ini meningkatkan probabilitas demam berdarah. Selain itu, fitur klinis ini tidak dapat dibedakan antara kasus demam berdarah parah dan tidak parah. Oleh karena itu pemantauan tanda peringatan dan parameter klinis lainnya sangat penting untuk mengenali kemajuan pada fase kritis. 9 Manifestasi hemoragik ringan seperti perdarahan petechiae dan mukosa membran (misalnya hidung dan gusi) dapat dilihat. Perdarahan masif vagina (pada wanita usia subur) dan pendarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini namun tidak umum. Hati sering membesar dan lembut setelah beberapa hari demam. Kelainan paling awal dalam jumlah darah keseluruhan adalah penurunan progresif jumlah total sel darah putih, yang harus mengingatkan dokter terhadap probabilitas tinggi demam berdarah.9 2. Fase Kritis (Critical Phase) Merupakan kisaran waktu defervescence, ketika suhu turun menjadi 37,5-38 oC atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini, biasanya pada hari 3-7 dari penyakit, peningkatan permeabilitas kapiler secara paralel dengan peningkatan kadar hematokrit dapat terjadi. Ini menandai dimulainya fase kritis. Periode kebocoran plasma secara klinis signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam.9,10 Leukopenia progresif diikuti oleh penurunan jumlah trombosit yang cepat biasanya mendahului kebocoran plasma. Pada titik ini, pasien tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik, sementara yang memiliki permeabilitas kapiler meningkat menjadi lebih buruk akibat kehilangan volume plasma. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites dapat terdeteksi secara klinis tergantung pada tingkat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Oleh karena itu x-ray dada
21
dan ultrasonografi perut bisa menjadi alat yang berguna untuk diagnosis. Tingkat kenaikan di atas hematokrit dasar sering mencerminkan keparahan kebocoran plasma.9,10 Syok terjadi saat volume kritis plasma hilang melalui kebocoran. Hal ini sering didahului dengan tanda peringatan. Suhu tubuh mungkin subnormal saat terjadi syok. Dengan kejutan yang berkepanjangan, efek hipoperfusi organ akibat gangguan organ progresif, asidosis metabolik dan koagulasi intravaskular diseminata. Hal ini pada gilirannya menyebabkan perdarahan hebat yang menyebabkan hematokrit menurun pada syok yang parah. Alih-alih leukopenia biasanya terlihat selama fase demam berdarah ini, jumlah total sel darah putih dapat meningkat pada pasien dengan perdarahan hebat. Selain itu, kerusakan organ berat seperti hepatitis, ensefalitis berat atau miokarditis berat dan / atau perdarahan hebat juga dapat terjadi tanpa adanya kebocoran atau kejutan plasma yang jelas.9 Mereka yang membaik setelah tahap defervescence dikatakan memiliki demam non-severe dengue. Beberapa pasien mengalami fase kritis dari kebocoran plasma tanpa defervescence dan, pada pasien ini, perubahan perbaikan volume darah penuh harus dilakukan untuk memandu awitan fase kritis dan kebocoran plasma. 9 Mereka yang memburuk akan bermanifestasi dengan tanda peringatan. Ini disebut demam berdarah dengan tanda peringatan. Kasus demam berdarah dengan tanda peringatan mungkin akan pulih dengan rehidrasi intravena awal. Beberapa kasus akan memburuk pada demam berdarah parah / severe dengue (lihat di bawah). 9 3. Fase Perbaikan ( Recovery Phase) Jika pasien bertahan pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi cairan kompartemen ekstravaskular secara bertahap terjadi dalam 48-72 jam berikut. Kenaikan kesehatan umum, kembalinya nafsu makan, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa pasien mungkin mengalami ruam. Beberapa
22
mungkin mengalami pruritus umum. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi umum terjadi pada tahap ini. 9,11 Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusional dari reabsorpsi cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai meningkat segera setelah defervescence namun pemulihan jumlah trombosit biasanya lebih tinggi daripada jumlah sel darah putih. Gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan asites yang besar akan terjadi kapan saja jika cairan intravena berlebihan telah diberikan. Selama fase kritis dan / atau pemulihan, terapi cairan berlebihan dikaitkan dengan edema paru atau gagal jantung kongestif. 9 4. Severe dengue Severe Dengue / Dengue berat didefinisikan oleh satu atau beberapa hal berikut: (i) kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok dan/atau akumulasi cairan, dengan atau tanpa gangguan pernapasan, dan / atau; (ii) pendarahan hebat, dan / atau; (iii) gangguan organ berat. Seiring berkembangnya permeabilitas vena dengue, hipovolemia memburuk dan mengakibatkan syok. Biasanya terjadi di sekitar defervescence, biasanya pada hari ke 4 atau 5 (rentang hari 3-7) penyakit, didahului dengan tanda peringatan. Selama tahap awal syok, mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah sistolik normal juga menghasilkan takikardia dan vasokonstriksi perifer dengan perfusi kulit berkurang, mengakibatkan ekstremitas dingin dan waktu pengisian kapiler yang tertunda. Uniknya, tekanan diastolik meningkat terhadap tekanan sistolik dan tekanan nadi menyempit saat resistansi vaskular perifer meningkat. Penderita syok demam sering tetap sadar dan jernih. Dokter yang tidak berpengalaman dapat mengukur tekanan sistolik normal dan salah menila i keadaan kritis pasien. Akhirnya, ada dekompensasi dan kedua tekanan itu tiba-tiba hilang. Syok hipotensi dan hipoksia berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan keadaan klinis yang sangat sulit.9
23
Pasien dianggap syok jika tekanan nadi yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) adalah ≤ 20 mmHg pada anak -anak atau memiliki tanda perfusi kapiler yang buruk (ekstremitas dingin, pengisian kapiler yang tertunda, atau denyut nadi cepat menilai). Pada orang dewasa, tekanan nadi ≤ 20 mmHg mu ngkin mengindikasikan syok yang lebih
parah.
Hipotensi
biasanya
dikaitkan
dengan
syok
yang
berkepanjangan yang seringkali dipersulit oleh perdarahan hebat. 9 Pasien dengan demam berdarah parah mungkin memiliki kelainan koagulasi, namun biasanya tidak cukup untuk menyebabkan perdarahan hebat. Ketika perdarahan hebat terjadi, hampir selalu dikaitkan dengan syok
yang
mendalam,
yang
mana
dalam
kombinasi
dengan
trombositopenia, hipoksia dan asidosis, dapat menyebabkan kegagalan organ multipel dan koagulasi intravaskular diseminata. Pendarahan massal dapat terjadi tanpa syok berkepanjangan saat digunakan asam asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau kortikosteroid.9 Secara keseluruhan, demam berat harus dipertimbangkan jika pasien berasal dari daerah berisiko demam berdarah dengue (endemik), dengan demam 2-7 hari ditambah dengan beberapa hal berikut : 9
Ada bukti kebocoran plasma, seperti: - Hematokrit tinggi atau progresif; - Efusi pleura atau asites; - Circulatory compromised atau syok peredaran darah (takikardia, ekstremitas dingin dan berkabut, waktu pengisian kapiler lebih besar dari tiga detik, denyut nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang sempit atau, pada kejutan akhir, tekanan darah yang tidak dapat diukur).
Ada pendarahan yang signifikan.
Ada tingkat kesadaran yang berubah (lesu, gelisah, koma, kejang).
Ada keterlibatan gastrointestinal yang parah (muntah terusmenerus, sakit perut meningkat atau intens, sakit kuning).
24
Ada gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati atau ensefalitis, atau manifestasi tidak biasa lainnya, kardiomiopati) atau manifestasi tidak biasa lainnya. Manifestasi yang tidak biasa, termasuk gagal hati akut dan
ensefalopati, mungkin ada, bahkan jika tidak ada kebocoran atau renjatan plasma yang parah. Kardiomiopati dan ensefalitis juga dilaporkan terjadi pada beberapa kasus demam berdarah. Namun, kebanyakan kematian akibat demam berdarah terjadi pada pasien dengan syok yang mendalam. 9
3.8 Pemeriksaan Diagnosik 3.8.1. Anamnesis
Demam
mendadak
tinggi
dengan
tipe
bifasik
disertai
oleh
kecenderungan perdarahan (perdarahan kulit, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis, melena, hematuria), sakit kepala, nyeri otot dan sendi, ruam, nyeri dibelakang mata, mual-muntah, pemanjangan siklus menstruasi. Riwayat penderita DBD di sekitar tempat tinggal, sekolah, atau di tempat bekerja di waktu yang sama. Pasien dapat juga datang disertai dengan keluhan sesak, lemah hingga penurunan kesadaran.6 3.8.2. Pemeriksaan Fisik
Demam
Gejala infeksi viral seperti : Injeksi Konjungtiva, mialgia, arthralgia
Tanda perdarahan : ptekiae, purpura, ekimosis
Hepatomegali
Tanda – tanda kebocoran plasma : efusi pleura, asites, edema, kandung empedu. 6
25
3.8.3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.1 Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RTPCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :1 •
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
•
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
•
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
•
Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, DDimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
•
Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
•
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
•
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
•
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
•
Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.
26
•
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
•
Uji HI: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
•
NS 1 : antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63%93,4% dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen NS 1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
2. Gambaran Radiologis Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.1
27
Gambar 3. Gambaran Foto Rontgen Efusi Pleura Yang Sering Terkena Pada
Pasien Demam Berdarah Dengue
Gambar 4. Gambaran USG Efusi Pleura Yang Sering Terkena Pada Pasien
Demam Berdarah Dengue
28
Gambar 5. Gambaran Cairan Ascites di Peri Vesica Urinaria Pada Pasien
Demam Berdarah Dengue
3.9 Diagnosa Banding
Demam akut lain yang disertai trombsitopenia seperti demam tifoid, malaria, chikungunya. a. Demam Tifoid Demam tifoid merupakan penyakit sestemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. S. paratyphi dapat mengakibatkan gejala peyakit yang lebih ringan daripada S.typhi, dengan
predominan
dgejala
gastrointestinal.
Sifat
demam
adalah
meningkat perlahan – lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala – gejala menjadi jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering diteui leucopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal, atau leukositosis walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Pemeriksaan lain yang rutin adalah uji Widal dan Kultur mikroorganisme. Dapat menimbulkan komplikasi intestinal ataupun ekstraintestinal.6
29
b. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit genus Plasmodium ( P.falsiparum, P.Vivax, P Ovale, P.Malariae, P. Knowlesi) yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia (eritrositik) atau jaringan (stadium ekstra eritrositik). Penyakit ini alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Pendekatan
diagnsosis melalui : gejala klinis yaitu demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual, muntahm diarem nyeri otot, penurunan kesadaran, lalu pemeriksaan parasitologi : Sediaan Apusan Darah Tepi (SADT) tebal dan tipis dijumpai parasit malaria. Tanda dan gejala malaria tidak spesifik. Secaraklinis memiliki spesifisitas yag sangat rendah dan dapat berakibat pada tatalaksana yag berlebihan.6 c. Chikungunya Demam chikungunya merupakan suatu infeksi akut yang disebabkan oleh alfavirus
dan
ditularkan
melalui
gigitan
nyamuk A.aegypti
dan
A.albopictus. Penyakit ini dapat bersifat akut, subakut, maupun kronis. Fase akut berlangsung 3 – 10 hari, ditandai dengan demam tinggi mendadak (39-40oC) dan nyeri sendi berat. Pada pasien chikungunya, pemeriksaan laboratorium melalui pemeriksaan isolasi virus chikungunya (CHIKV). Isolasi CHIKV dapat diambil dari nyamuk yang didapat dari lapangan atau specimen serum akut yang diambil dari darah pasien pada minggu pertama demam. Selain itu, untuk mengkonfirmasi
recent
infection dapat dengan deteksi RNA CHIKV dengan RT-PCR real time, identifikasi hasil IgM positif pada pasien gejala akut, diikuti dengan antibodi spesifik CHIKV yang ditentukan oleh PRNT dengan virus lain yang ada didalam serogroup Semliki Forest Virus (SFV), serta adanya serokonversi atau kenaikan titer 4x lipat pada PRNT, HI, atau ELISA (sekali lagi, dengan menggunakan virus lain yang ada didalam serogroup SFV) antara specimen fase akut dan convalescent.6
30
3.10
Penatalaksanaan Pada Pasien Demam Berdarah Dengue a. Nonfarmakologis
Istirahat, makanan lunak, tingkatkan asupan cairan oral
Pantau tanda – tanda syok, terutama transisi fase febris (hari 4-6) - Klinis : tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah - Laboratorium : Hb, Ht, Trombosit, Leukosit. 6
b. Farmakologis
Simtomatis : antipiretik parasetamol bila demam Tatalaksana terinci dapat dilihat pada gambar protokol tatalaksana DBD . 1. Cairan intravena : Ringer laktat atau ringer asetat 4 -6 jam / kolf. Evaluasi jumlah cairan, kondisi klinis, perbaikan / perburukan hemokonsentrasi. Koloid / plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan. 2. Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi 3. Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III dan IV dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata ( KID )
Protokol 1 : Penanganan Tersangka ( Probable) DBD Dewasa tanpa syok
1
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang
31
yang tersangka menderita DBD di Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan trombosit, bila :
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.1
Protokol 2 : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
1
*volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan sesuai rumus berikut : 1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)} **pemantauan disesuaikan dengan fase/hari perjalanan penyakit dan kondisi klinis.
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
1
Bila Hb, Ht meningkat 10 -20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tapi pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai protokol penatalaksanaan DBD dengan penigkatan Ht > 20% .
32
Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%
1
Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
33
keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.1 Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.1
Protokol 4 : Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
1
34
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosis serta hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam. 1 Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratorium didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm 3 disertai atau tanpa KID.1
35
Protokol 5 : Tatalaksana Sindroma Syok Dengue Pada Dewasa 6
36
Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat. 1 Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin. 1 Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekana darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi). 1 Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah
37
satu jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. 1 Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding ) maka penderita diberikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan. 1 Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBBdan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentrall dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 µ/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor. 1
Kriteria Merujuk Pasien ke RS/ ICU : 6 d. Takikardi e. Capillary Refil Time (<2 detik) f.
Kulit dingin, lembab dan pucat
38
g. Nadi perifer lemah atau hilang h. Perubahan status mental i.
Oliguria
j.
Peningkatan mendadak Ht atau peningkatan kontinyu Ht setelah terapi cairan diberikan
k. Tekanan nadi sempit (<20 mmHg) l.
3.11
Hipotensi
Komplikasi Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya
ringan dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi. 12 Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat terjadi berupa kelebihan cairan ( fluid overload ), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis yang buruk.12 Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia.12
3.12
Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
39
penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial. 12
40
BAB IV ANALISIS KASUS
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan 3 hari SMRS pasien mengeluhkan demam tinggi, timbul mendadak, terus menerus, pasien membeli obat penurun panas di apotek dan pasien merasa demamnya berkurang namun kembali demam setelah beberapa jam minum obat. Menggigil (-), keringat dingin (-), otot dan persendian pegal-pegal, mual (+), muntah (+) sebanyak 3 kali berupa makanan, nyeri pada ulu hati (+),pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, nyeri dirasakan berdenyut-denyut, dan nyeri di sekitar mata. nafsu makan berkurang, pasien merasa pahit jika menelan. penurunan berat badan (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. 1 hari SMRS pasien merasa keluhan semakin memberat, Timbul bintik bintik merah pada pergelangan tangan, perdarahan gusi (+), perdarahan hidung (), nyeri ulu hati dan nyeri kepala masih dirasakan.Perdarahan pada gusi (+),penurunan kesadaran (-), keluar darah dari hidung (-), muntah darah (-), BAB hitam (-). Pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh os 38,9C, rumple leed (+), gusi berdarah, dan pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin di dapat kan hasil leukosit : 2190, hematokrit : 44,2 %, trombosit 65000. Dari data diatas, os didiagnosa demam berdarah dengue grade 2 yaitu dengan tanda klinis DBD bersasarkan WHO 2011 adalah Demam yang berlangsung 2-7 hari, Bukti pendarahan atau tes touniquet positif,Trombositopenia (≤100,000 sel per mm3), Bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥20% di atas rata-rata dan terdapat tanda-tanda perdarahan spontan dari gusi nya. Diberikan terapi cairan untuk mengatasai kebocoran plasma berupa cairan kristaloid RL 30tts/i, paracetamol sebagai antipiretik untuk penurun panas, dan obat omeprazol 40 mg,dan dan domperidon sebagai pengobatan simtomatis atas keluhan pasien. Dilakukan pemantauan darah rutin per 24 jam.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IlmuPenyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009. p.27732779. 2. Candra A. Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Aspirator Vol 2, Journal of Disease.
Diakses
pada
tanggal
2
Februari
Vector-borne
2018.
URL
:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id 3. WHO. Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Factsheet No 117, revised May 2008. Geneva, World Health Organization, 2008. Diakses pada tanggal 3 Februari 2018. URL : http://www.who.int/mediacentre 4. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta, 2007. 5. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3-8 6. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL (Editor). Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Interna Publishing. 2015. 7. Wilder-Smith A, Gubler D. Geographic Expansion of Dengue: the Impact of International Travel. Med Clin NAm. Vol. 92. 2008; p.13771390. 8. Roose A. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Medan. Universitas Sumatera Utara; 2008. 9. World Health Organization. Dengue – Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. New Edition 2009.