A. ANALISIS RED FLAGS KASUS HAMBALANG
Dalam kasus hambalang, red flag yang terjadi yaitu common red flags dan spesifik red flags. Analisis red flags dari kasus hambalang sebagai berikut :
1. C ommon Re R ed F lags Kasus Hambalang Tergolong dalam Skema Korupsi. Common red flags yang berkaitan dengan korupsi adalah: a. Anomali dalam menyetujui vendor Pemilihan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya tidak sesuai prosedur yang ada yaitu meliputi: 1. Menggunakan standar penilaian yang berbeda dalam mengevaluasi pra kualifikasi antara PT Adhi Karya/PT Wijaya Karya dengan rekanan lain 2. Standar untuk PT Adhi Karya/PT Wijaya menggunakan nilai untuk pekerjaan sebesar seb esar Rp 1,2 triliun sedangkan sedan gkan rekanan rekana n lain senilai seni lai Rp 262 miliar. 3. Pengumuman lelang dengan infrmasi yang tidak benar dan tidak lengkap. Penyimpangan dalam penetapan pemenang lelang konstruksi yaitu SesKemenpora telah melampaui wewenangnya dengan menetapkan pemenang lelang untu kpekerjaan bernilai diatas Rp 50 miliar tanpa memperoleh pelimpahan wewenang dari Menpora sebagai pejabat yang berwenang menetapkan. b. Hubungan antara karyawan kunci dan vendor resmi Adanya sejumlah pertemuan antara peserta lelang dengan panitia pengadaan untuk menentukan pemenang lelang. c. Anomali dalam pencatatan transaksi 1. Anggaran untuk proyek hambalang yang semula dianggarkan sebesar Rp 125 miliar kemudian dirubah menjadi Rp 2,5 trilliun. 2. Ditetapkannya kontrak tahun jamak (multiyears) pada proyek Hambalang.
3. Izin penetapan lokasi, site plan dan izin mendirikan bangunan oleh Pemkab Bogor belum disertai adanya studi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). d. Kelemahan Pengecekan Ulang Persetujuan 1. Membiarkan Sekretaris Menpora pada saat itu yaitu Wafid Muharam melampaui wewenang dalam menandatangani surat permohonan kontrak tahun jamak (multiyears) terkait proyek hambalang tanpa memmperoleh pendelegasian dari Menpora. 2. Pencairan dana proyek Hambalang yang menjadi wewenang Agus selaku Menteri Keuangan dan Anny Ratnawaty selaku Dirjen Keuangan dianggap menyalahi aturan karena pengajuan anggaran hanya ditanda tangani Sekretaris Menpora yang mana seharusnya ditanda tangani oleh 2 pihak yaitu Menteri pengguna anggaran dalam hal ini Menpora dan Menteri Pekerjaan Umum.
2. Spe Spesifi c R ed F lags lags Kasus Hambalang Dalam kasus hambalang secara spesifik masuk ke skema korupsi, yaitu : a. Pemisahan tugas yang lemah dalam menentukan kontrak dan menyetujui faktur. Tidak terlaksananya fungsi control yang baik
terhadap staf, bawahan dan fungsi pengawasan.
Andi terbukti
menyalahgunakan kewenangan karena lalai mengontrol dan mengawasi adiknya Andi Zulkarnaen Anwar alias Choel Mallarangeng dan stafnya yaitu mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram dan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. b. Transaksi dalam jumlah besar dengan vendor. Membayarkan dana kepada PT Yodya Karya selaku konsultan Perencana (Rp12,58 miliar), PT Ciriajasa Cipta Mandiri selaku konsultan manajemen konstruksi (Rp5,85 miliar), KSO Adhi Karya dan Wijaya Karta sebagai pelaksana jasa kontruksi (Rp453,27 (Rp453,2 7 miliar). c. Penemuan hubungan antara karyawan dan pihak ketiga yang tidak diketahui. Terdakwa tidak mengontrol dan mengawasi adiknya Choel
Mallarangeng untuk berhubungan dengan pejabat Kemenpora dan memberikan sarana untuk memudahkan jalan sehingga Choel meminta 'fee' kepada Wafid Muharam dan Deddy Kusdinar yang dari fakta persidangan meminta 550 ribu dolar AS sebagai imbalan diloloskannya PT Adhi Karya dan Rp2 miliar dari PT Global Daya Manunggal (GDM) yang diserahkan Herman Prananto dan karena bisa memenangkan PT GDM sebagai subkontraktor PT Adhi Karya adalah perbuatan persifat koruptif. 3. Model Deteksi Fraud untuk Kasus Hambalang
Menjadi Catatan (Bahwa Fraud Detection Model ini diterapkan hanya dalam kasus mendeteksi fraud yang belum terjadi (prefentive action), bukan dalam penanganan fraud yang sudah terjadi (repressive action), yaitu : 1. Mendeteksi fraud terjadi saat Anas Urbaningrum mendapatkan gratifikasi berupa mobil mewah Toyota Harrier dari Nazaruddin dan PT Dutasari Citralaras yang pada saat itu dikomisarisi oleh Athiyyah Laila (Istri Anas) menjadi subkontraktor proyek Hambalang (ikut berkecimpung di dalam proyek). 2. Mengembangkan profil kecurangan dengan cara mencari tahu latar belakang pemberian mobil tersebut dan apa kaitannya dengan PT. Dutasari Citralaras yang menjadi subkontraktor proyek, padahal tender sudah diambil alih oleh PT. Adikarya dan PT. Waskita Karya.
3. Selanjutnya auditor (dalam hal ini BPK) dapat memproses semua data yang didapat di poin “sebelumnya” agar dapat mencari keterlibatan Anas
Urbaningrum yang berkaitan dengan gratifikasi yang diterimanya dan perusahaan yang dikomisarisi istrinya 4. Melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait yang memiliki hubungan baik dan tidak baik, dengan Anas Urbaningrum dan beberapa kader partai demokrat lainnya dalam menemukan informasi terkait. 5. Kemudian BPK dapat menganalisis bagaimana kesadaraan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaksaan proyek. Apakah ada di dalamnya terdapat kejanggalan tertentu seperti misalnya proyek tersendat, urusan pembebasan lahan yang tiba-tiba selesai padahal sebelumnya sulit, dan material proyek yang dibeli tidak sesuai dengan anggaran yang dibuat, dsb. 6. Setelah semua proses selesai maka dapat ditarik kesimpulan apakah Anas Urbaningrum melakukan fraud atau tidak.
B.
SKEMA FRAUD KASUS HAMBALANG
Dalam kasus hambalang terdapat dua skema fraud yang terjadi. Yaitu korupsi dan fraud laporan keuangan. Analisis karakteristik skema fraud dari kasus hambalang adalah sebagai berikut : 1. Fraudtser Dalam kasus ini fraud skema korupsi dilakukan oleh banyak pihak, baik dari pihak eksekutif maupun legislatif, dan pihak KSO-AW. Dari pihak eksekutif diantaranya adalah Menpora beserta jajaran pejabat dibawahnya. Dari pihak KSO-AW, Teuku Bagus Mukhamad Noor (sebagai Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I) dan M Arief Taufiqurahman (sebagai Manajer Pemasaran sekaligus Fasilitator dari Teuku Bagus Mokhamad Noor) 2. Size of Fraud Korupsi yang terjadi pada kasus Hambalang termasuk kategori besar karena mencapai Rp. 463,67 miliar atau sekitar $ 35 juta. 3. Frekuensi Kecurangan
Skema fraud korupsi termasuk kecurangan dengan frekuensi medium, yaitu sebesar 30%. 4. Motivasi Motivasi yang dilakukan oleh pihak eksekutif maupun legislatif, dan pihak KSO-AW adalah personal pressure dan bisnis. Personal pressure diantaranya
tercermin
pada
tindakan
Anas
Urbaningrum
yang
menggunakan hasil korupsi untuk memuluskan jalan dalam pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat. Untuk bisnis terlihat pada tindakan pemberian tidak sah oleh pihak KSO-AW, yaitu Teuku Bagus Mukhamad Noor (sebagai
Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I) dan M Arief
Taufiqurahman (sebagai Manajer Pemasaran sekaligus Fasilitator dari Teuku Bagus Mokhamad Noor). 5. Materialitas Kecurangan korupsi pada kasus Hambalang termasuk material dikarenakan mencapai Rp. 463,67 miliar atau sekitar $ 35 juta. 6. Benefactor Kecurangan korupsi dilakukan oleh fraudster dengan atas nama pihak fraudster dan perusahaan. 7. Ukuran Korban Perusahaan Ukuran korban perusahaan pada kasus hambalang termasuk besar dikarenakan pihak KSO-AW merupakan perusahaan BUMN yang go public.
Berkaitan kasus hambalang, adapun skema korupsi dan skema laporan keuangan meliputi : 1.
Skema Korupsi
Kasus hambalang diidentifikasi sebagai kasus korupsi dan kegiatan yang dilakukan adalah : a. Konflik Kepentingan
a)
Mengarahkan
secara
terus-menerus
(kebijakan/aturan, pembelian barang/jasa) a.
Pengurusan hak lahan, site plan, dan IMB
terkait
keputusan
1.
Anas
membantu
untuk
mengurus
permasalahan
tanah
Hambalang di Badan Pertanahan Nasional. 2.
Selanjutnya Anas memerintahkan Ignatius Mulyono selaku anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat
yang
mempunyai mitra kerjanya BPN, untuk mengurus permasalah hak pakai tanah untuk pembangunan proyek Hambalang. 3.
Akhirnya, Ignatius berhasil mengurus SK Hak Pakai atas tanah Kemenpora di Hambalang, kemudian menyerahkan SK tersebut ke Anas di ruangan Ketua Fraksi Partai Demokrat yang disaksikan Nazaruddin. Salinan SK diberikan ke Nazaruddin.
4.
Rahmat Yasin Selaku Bupati
Bogor yang menerbitkan Site
Plan atas rencanapembangunan P3SON berlokasi di Desa
Hambalang KecamatanCiteureup Kabupaten Bogor. b.
Penganggaran
1.
Andi dan Wafid selanjutnya melakukan pertemuan di ruangan Menpora dengan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat yang bertugas di Komisi X dan Badan Anggaran DPR, yaitu Mahyuddin (Ketua Komisi X), Angelina Sondakh, Mirwan Amir dan Nazaruddin.
2.
Pokja Anggaran Komisi X menyetujui penambahan dana sebesar Rp150 miliar dalam APBN-P 2010 tanpa melalui proses Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pokja dan Kemenpora.
3.
Persetujuan penambahan
anggaran
ditandatangani
oleh
Mahyudin selaku pimpinan Komisi X dan jajarannya yakni Rully Chairul Azwar dan Abdul Hakam Naja. Selain itu, ditandatangani pula oleh anggota Pokja seperti Angelina Sondakh, Wayan Koster, Kahar Muzakir, Juhaaeni Alie dan Mardiyana Indra Wati.
b)
Membatasi persaingan dengan mengatur proses prakualifikasi dan memberikan informasi penting dan rahasia sehingga walaupun dilakukan tender, akan dimenangkan oleh pihak yang diinginkan. 1.
Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora sehingga diduga melanggar Keppres 80 Tahun 2003.
2.
Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melaksanakan wewenang
Menpora
tersebut
dan
tidak
melaksanakan
pengendalian dan pengawasan seperti diatur dalam PP 60 Tahun 2008. 3.
Proses evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap penawaran calon rekanan tidak dilakukan oleh panitia pengadaan, tetapi diatur oleh rekanan yang direncanakan akan menang. Hal itu diduga melanggar Keppres 80 Tahun 2003.
4.
Wisler Manulu selaku Ketua Panitia Pengadaan Kemenpora memerintahkan Bambang Siswanto selaku Sekretaris untuk melakukan verifikasi prakualifikasi
secara
formalitas
hasil
evaluasi
dan penawaran lelang pekerjaan P3SON
Hambalang, dan membuat berita acara setiap tahap hasil pekerjaan lelang pekerjaan P3SON Hambalang. 5.
Bambang Siswanto melakukan verifikasi seluruh hasil evaluasi baik prakualifikasi maupun penawaran sesuai dengan arahan dan perintah KetuaPanitia Lelang
b.
Skema Suap
Kecurangan lelang (bid rigging ) kecurangan yang dilakukan dengan berbagai cara untuk memenangkan penyedia barang/jasa tertentu yang dilatarbelakangi akan adanya pemberian sesuatu yang bernilai dari penyedia yang dimenangkan. 1. Deddy Kusdinar bersama Wafid bertemu Choel Mallarangeng di Restoran Jepang Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Pada pertemuan itu
Choel menyampaikan bahwa abangnya Andi Mallarangeng, sudah satu tahun menjabat Menpora tapi belum dapat apa-apa. 2. Maksud ucapan Choel diperjelas oleh Mohammad Fakhruddin staf khusus Menpora yang menanyakan ke Wafid tentang kesiapan memberi fee sebesar 18%
kepada Choel untuk
pekerjaan pembangunan proyek Hambalang," 3. Selanjutnya, dilakukan pertemuan di ruangan Menpora yang dihadiri Wafid, Deddy, Choel, Fakhruddin dan Arief dari PT Adhi Karya. c. Pemberian Tidak Sah
Dengan ditetapkannya KSO Adhi-Wika sebagai pemenang proyek Hambalang, total dana yang diperoleh Andi Rp4 miliar dan US$550.000. a. Skema laporan keuangan
1. Kewajiban Tersembunyi DK-1 Adhi Karya menerima dana sebesar Rp82,39 miliar dari KSO AW (Kerjasama Operasi Adhikarya dan Wijayakarya). Atas transaksi tersebut, KSO AW mencatat piutang ke Adhi Karya sebesar Rp82,39 miliar. Namun, di sisi lain, DK-1 Adhi Karya tidak mencatat transaksi tersebut sebagai utang ke KSO AW, melainkan sebagai: (i) akun pendapatan diterima dimuka sebesar Rp70 miliar 2. Pengungkapan yang tidak benar KSO telah mengalirkan dana yang diterima dari Kemenpora kepada pihak-pihak tertentu, di antaranya untuk berbagai pengeluaran yang telah dilakukan sebelum proyek diperoleh, yaitu, dana Rp12,3 miliar untuk mengganti pengeluaran yang telah dilakukan Adhi Karya sebelum proyek dimulai. Ada juga dana sebesar Rp6,92 miliar untuk mengganti pengeluaran yang telah dilakukan Wijaya Karya sebelum proyek dimulai, dan kas operasional KSO sebesar Rp13,22 miliar yang di antaranya untuk mengganti berbagai pengeluaran seperti upah, insentif,
dan lain-lain. Berbagai pengeluaran tersebut disembunyikan dalam pembukuan dan laporan keuangan Adhi Karya mencatatkan pengeluaran ke dalam akun bon, sedangkan yang merupakan bagian dari akun kas seolah-olah tidak terjadi pengeluaran kas. Kedua, Wijaya Karya mencatat pengeluaran ke dalam akun setoran ke KSO lain yang bukan KSO Hambalang. Karena, pada saat kas tersebut dikeluarkan, KSO Hambalang belum terbentuk. Ketiga, KSO mencatat pembukuan upah fiktif. Dalam penjelasan secara rinci, disebutkan, untuk mengeluarkan dana yang bersifat informal, Adhi Karya menerapkan mekanisme bon sementara yang tidak dicatat dalam sistem akuntansinya, sehingga tidak terepresentasikan dalam laporan keuangan. PENCEGAHAN FRAUD
Kasus
korupsi
megaproyek
Hambalang
merupakan
ujian
terhadap
akuntabilitas kekuasaan negara. Hal ini mencerminkan bahwa tindak kecurangan di pemerintahan di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Kasuskasus fraud yang terjadi telah banyak melibatkan oknum baik dijajaran lembaga legislatif, eksekutif bahkan yudikatif. Berbagai usaha telah dilakukan Pemerintah Indonesia baik dengan memberdayakan secara maksimal lembaga-lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian. Bahkan dalam dasawarsa terakhir Pemerintah juga telah membentuk dan memberdayakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun sayangnya hasil yang di dapat masih belum sesuai dengan harapan, di mana Indonesia masih menduduki 10 negara terkorup di dunia. Terjadinya kecurangan tersebut yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa dampak kerugian. Terlebih kecurangan tersebut dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah yang sulit terdeteksi karena pelaku biasanya merupakan orang-orang yang
dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan preventif agar kecurangan serupa tidak terjadi. Berikut skema terjadinya fraud :
Prinsip fraud
Aktivitas Entitas
Pencegahan, Deteksi dan Investi asi
Kemungkinan fraud
Skema fraud Red flags
Pengukuran risiko fraud
Fokus terhadap pencegahan menjadi point penting dalam kasus ini. Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3 ( tiga ) tujuan pokok yaitu : keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang berlaku ( COSO: 1992).Untuk hal tersebut , kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara – cara berikut : 1) Membangun struktur pengendalian intern yang baik Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan. 2) Mengefektifkan aktivitas pengendalian
a) Review Kinerja Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan; dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman. b) Pengolahan informasi Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum ( general control ) dan pengendalian aplikasi (application control ). c) Pengendalian fisik Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva, penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program komputer dan data files; dan perhitungan secara periodik dan pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan pengendali. 3) Meningkatkan kultur perusahaan Meningkatkan
kultur
perusahaan
dapat
dilakukan
dengan
mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasikan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. 4) Mengefektifkan fungsi internal audit Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya
dengan saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan.resiko yang dihadapi perusahaan diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya kecurangan oleh manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik / reputasi perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya. Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan. Setelah proses pencegahan dianggap tidak berhasil, disinilah audit forensik berperan dalam mengungkap kecurangan yang ada, khususnya di Indonesia yang dari waktu ke waktu terus menunjukkan peningkatan. Audit forensik banyak diterapkan ketika Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti bukti hukum yang diperlukan untuk menagani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut. Audit forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk menggali informasi selama proses pelaksanaan audit kecurangan ( fraud audit ) atau audit investigasi.
A. PENCEGAHAN LINGKUNGAN
1.
Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh menpora Andi Malarangeng dilakukan pemisahan fungsi, tugas dan wewenang
2. Dilakukan pemilihan pemimpin dengan lebih difilter lagi, seperti (kejujuran, tanggungjawab, dan sikap yang baik) agar setelah menjabat tidak melakukan praktik praktik melanggar hukum seperti korupsi dan tindakan lainnya yang merugikan negara. 3. Diminimalisir adanya sistem kerja yang melibatkan orang orang yang memiliki hubungan terkait agar tindak kerjasama atau persekongkolan dalam melakukan tindak korupsi tidak terjadi. 4. Sikap pemimpin harus mempunyai integritas yang tinggi untuk tidak terlibat dan membudayakan tindakan anti fraud. 5. Berkaitan dengan perbaikan kelembagaan lembaga BPK sebagai Badan Pemeriksa Keuangan negara. Perang terhadap korupsi, baik melalui upaya pencegahan maupun pembongkaran praktik-parktik korupsi tentu tidak dapat dilakukan secara sporadis dan parsial. Dibutuhkan cara-cara, strategi, dan pendekatan sistemik yang efektif secara komprehensif sehingga dapat menuai hasil yang optimal. Untuk itu penting adanya upaya sinergi kelembagaan secara simultan. Memperkuat KPK dalam memerangi korupsi tentu merupakan upaya yang penting. Namun melakukan sinergi kelembagaan yang relevan dengan segala upaya penanganan korupsi – termasuk di dalamnya penguatan BPK sebagai satu-satunya institusi negara yang memiliki tanggung jawab melakukan pemeriksaan keuangan negara – akan menjadi lebih strategis. Penguatan kelembagaan
BPK
diharapkan
bukan
saja
dapat
mendorong
penyelamatan uang negara yang menjadi domain tupoksinya, namun juga sekaligus dapat mendorong percepatan pemberantasan korupsi di negeri ini.
B. PERSEPSI DETEKSI
Beberapa cara untuk meningkatkan persepsi deteksi meliputi:
Pengawasan ( Surveillance)
Idealnya, strategi atau sistem pencegahan melalui mekanisme pengawasan yang efektif itumulai bisa diberlakukan sejak proses perencanaan proyek, kelayakan, penghitungan anggaran proyek, tahap lelang, pelaksanaan atau realisasi proyek hingga tahap memonitor spesifikasi material proyek. Mekanisme pencegahan sekaligus pengawasan ini sudah bisa diterapkan berkat dukungan teknologi informasi. Sejumlah perusahaan besar swasta asing menggunakan teknologi dimaksud sejak perencanaan proyek, kalkulasi anggaran hingga pengontrolan spesifikasi material proyek. Pada kasus proyek Hambalang yang bermasalah, KPK tentu menemukan beberapa modus. Bahkan KPK mau berinisitiatif untuk menyatakan pendapat yang dialamatkan kepada pemerintah; bahwa untuk meneruskan pembangunan proyek Hambalang, pemerintah diminta memperhatikan pendapat pakar. Apalagi setelah tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meneliti dan menyatakan lokasi proyek itu di zona rawan. Pertanyaannya adalah mengapa proyek yang telah menghabiskan anggaran Rp2,7 triliun itu bisa lolos dalam tahap usulan dan pembahasan anggarannya? Di mana letak kelemahan pengawasannya sehingga proyek itu disetujui kendati dibangun di lokasi yang rawan bencana? Selama peradilan kasus ini, dimunculkan beberapa catatan dari para ahli tentang kejanggalan proyek ini. Misalnya, lokasi proyek Hambalang berada dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sebagaimana Peta Rawan. Pendapat lainnya menegaskan, terjadi kegagalan system management design dan konstruksi proyek yang telah menyebabkan kegagalan proyek. Selain itu, proses pembahasan di DPR pun mengandung sejumlah kejanggalan. Dengan begitu, kasus proyek Hambalang mencerminkan lemahnya pengawasan lintas instansi. Lemahnya koordinasi pengawasan lintas instansi mendorong perilaku tidak peduli pada aspek prudent (kehatihatian). Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yakin proyek itu layak walau tidak didukung penelitian
geologi yang kuat. Akibatnya, kendati proyek itu sarat risiko, anggaran proyeknya disetujui dan dicairkan. Pada tahap menyetujui dan mencairkan anggaran proyek ini, jelas bahwa aspek prudent diabaikan. Kalau saja pengawasan lintas instansi terkoordinasi dengan efektif, kasus proyek Hambalang pasti tidak pernah ada. C. PENDEKATAN KLASIK
Dalam pendekatan klasik dilakukan pelaksanaan audit. Tahapan pelaksanaan ini dilakukan oleh BPK saat melaksanakan audit investigasi terhadap proyek Hambalang. Tahapan tersebut terdiri dari: 1. Perencanaan Tim Audit Investigasi terdiri dari para auditor yang kompeten, memiliki integritas yang tinggi, serta independensi. Tim Audit Investigasi kasus Hambalang haruslah terdiri dari auditor-auditor yang berkompeten dan paham mengenai peraturan terkait pelaksanaan proyek seperti: keputusan hak pakai, lokasi dan site plan, izin mendirikan bangunan, teknis, kontrak tahun jamak, pelelangan, pencarian anggaran, dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Tim Investigasi harus menentukan jenis-jenis penyimpangan yang terjadi, sebab-sebab penyimpangan, modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, unsur-unsur kerjasama, dan estimasi besarnya kerugian negara atau daerah akibat kasus ini. 2. Pelaksanaan
Bukti audit ini dapat diperoleh Tim Audit Investigasi melalui observasi, inspeksi, konfirmasi, analisa, wawancara, pemeriksaan bukti tertul is, review analitis, perhitungan kembali, penelusuran, dll. 3. Pelaporan
Dari suntingan berita diatas didapati bahwa dugaan pelanggaran terjadi karena adanya kesalahan dalam prosedur pelaksanan dan pemenuhan syarat protokoler dalam mengeluarkan surat keputusan padahal pihak yang berwenang menyetujui belum melakukan pengujian maupun persetujuan.
Pihak yang berwenang pun dinilai melakukan pembiaran bawahannya melakukan pelanggaran. D. UKURAN PENCEGAHAN LAINNYA Hasil Audit Reguler Kasus Hambalang
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo memaparkan sejumlah hasil audit terhadap kasus Hambalang ke DPR.
Menurutnya laporan audit
investigasi kasus Hambalang dilakukan dua tahap. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kasus Hambalang tahap I dilakukan pada 30 Oktober 2012. Hasilnya telah disampaikan ke DPR. Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan ada indikasi
penyimpangan
terhadap
peraturan
perundang-undangan
atau
penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan dalam proses pencarian uang muka yang dilakukan pihak terkait dalam pembangunan Hambalang yang mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 263,66 miliar. Artinya, LHP tahap I dan II merupakan satu satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya secara komprehensif menyajikan berbagai dugaan penyimbangan
dan/atau
penyalahgunaan
wewenang
dalam
pembangunan
Hambalang. Dalam LHP tahap II, terang Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi penyimpangan
dan/atau
penyalahgunaan
wewenang
yang
mengandung
penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek hambalang. Penyimpangan wewenang itu terjadi pada proses pengurusan hak atas tanah, proses izin pembangunan, proses pelelangan, proses persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pembayaran, dan aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa akuntasi dalam proyek Pusat Pendidiakn Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON), Hambalang.. Dalam LHP tahap II ini BPK kembali menemukan adanya penyimpangan dalam proses pengajuan dan kerugian negara mencapai Rp471 miliar.
Berikut kesimpulan LHP tahap II BPK soal Hambalang;
1) Bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek pembangunan P3 SON Hambalang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, sehingga selayaknya permohonan tersebut tidak dapat disetujui Menteri Keuangan. 2) Bahwa pihak-pihak terkait secara bersama-sama diduga telah melakukan rekayasa pelelangan untuk memenangkan rekanan tertentu dalam proses pemilihan rekanan pelaksana proyek pembangunan P3 SON Hambalang. 3) Bahwa pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak pernah melakukan studi amdal maupun menyusun DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup) terhadap proyek pembangunan P3 SON Hambalang sebagaimana yang diamanatkan UU Lingkungan Hidup. Persyaratan adanya studi amdal terlebih dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB kepada Pemkab Bogor tidak pernah dipenuhi oleh Kemenpora. Terkait dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 patut diduga bertentangan dengan Pasal 14 UU No 1/2004. Peraturan tersebut diduga untuk melegalisasi dugaan penyimpangan
yang
56/2010,mengindikasikan
telah adanya
terjadi.
Pencabutan
pembenaran
atas
Permenkeu
No
ketidakbenaran
atau
penyimpangan atas Pasal 14 UU No 1/2004. Berbagai indikasi penyimpangan yang
dimuat dalam LHP tahap I dan II mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 463,67 miliar. Yaitu senilai total dana yang telah dikeluarkan oleh negara untuk pembayaran proyek pada 2010 dan 2011 sebesar Rp 471, 71 miliar. Dikurangi dengan nilai uang yang masih berada pada KSO AW sebesar Rp 8,03 miliar. Kesimpulan tersebut, didasarkan pada fakta-fakta sebagai berikut. Kemenpora tidak pernah memenuhi persyaratan untuk melakukan studi amdal sebelum mengajukan izin lokasi. Kemudian, setplant dan izin mendirikan bangunan kepada pemkab Bogor atau menyusun dokumen evalusi lingkungan hidup mengenai proyek Hambalang. Permohonan persetujuan tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek Pembangunan Hambalang, kata Hadi, tidak memenuhi persyaratan sebagai mana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Sehingga sudah seharusnya permohonan tersebut ditolak.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa setelah vakum sejak tahun 2004, titik tolak proyek P3SON di mulai kembali setelah Ses Menpora WM dan Tim Asistensi mempresentasikan rencana pembangunan Proyek Hambalang di Cilangkap yaitu di rumah kediaman AAM berdasarkan permintaan AAM. Kemudian dalam pelaksanaan proyek P3SON BAKN juga menyimpulkan bahwa telah terjadi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan dan indikasi penyalahgunaan
wewenang oleh pejabat
terkait
dalam pengelolaan
dan
pertanggungjawaban Proyek Pembangunan P3SON Hambalang, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, antara lain sebagai berikut: 1. BPK kurang menjaga independensi dan kurang menjunjung kode etik.
Hal tersebut dibuktikan dengan bocornya informasi kepada mass media terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas pembangunan Proyek P3SON
Hambalang mendahului penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK kepada DPR pada tanggal 31 Oktober 2012. 2. Kontradiksi pernyataan Ketua BPK dalam penyampaian hasil pemeriksaan Proyek P3SON Hambalang kepada Pimpinan DPR RI pada tanggal 31 Oktober 2012
Pernyataan Ketua BPK bahwa hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan adanya indikasi dan dugaan penyimpangan dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait pembangunan proyek P3SON tidak sejalan dengan isi laporan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa telah terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap pelaksanaan proyek
P3SON Hambalang. 3. Pemeriksaan terhadap aliran dana BPK belum mengungkapkan adanya aliran dana yang diberikan
oleh
pengelola proyek kepada pihak-pihak yang tidak terlibat dalam kegiatan proyek dan belum melakukan penelusuran aliran dana kepada PT DC yang menerima uang muka sebesar Rp63.300.942.000,00 yang menurut BPK seharusnya tidak berhak menerimanya. 4. Kerjasama tidak sehat dalam tata kelola keuangan proyek P3SON Dari hasil pemeriksaan BPK terungkap adanya kerjasama tidak sehat antar beberapa pihak yang melanggar ketentuan yang berlaku, tidak akuntabel dan tidak transparan , yaitu
dalam penyusunan anggaran dan dalam
pelaksanaan anggaran sehingga menimbulkan kerugian Negara sekurangkurangnya sebesar Rp 243,66 miliar.
REKOMENDASI
Berdasarkan kasus diatas, kelompok kami memberikan beberapa rekomendasi, yaitu : 1. KPK seharusnya menuntaskan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus proyek Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Bogor, karena terbukti telah
terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pengelola proyek dan pihak terkait, yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara sekurang-kurangnya Rp243,66 miliar. 2. Pihak terkait melakukan penelusuran aliran dana yang menyebabkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp243,66 miliar. 3. Melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mnegungkap kerugian negara. .