PRESENTASI KASUS LOW BACK PAIN EC SPONDILOLISTHESIS Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Saraf di RSUD Salatiga
Disusun Oleh : Muhammmad Irham Fanani 20174011075
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU SARAF PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017
HALAMAN PENGESAHAN Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul
LOW BACK PAIN EC SPONDILOLISTHESIS
Disusun Oleh: Muhammad Irham Fanani 20174011075
Telah dipresentasikan Tanggal: 3 November 2017
Disahkan oleh: Dokter pembimbing,
dr. Gama Sita, Sp. S
ii
iii
BAB I STATUS PASIEN A. IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn. N
Umur
: 57 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Jalan Pattimura
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Tani
Suku
: Jawa
B. ANAMNESIS Keluhan Utama Nyeri pada pinggang kanan menjalar sampai ke kedua kaki. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Salatiga untuk kontrol dengan nyeri pinggang bagian kanan menjalar sampai ke kedua kaki. Kondisi ini sudah dirasakan sejak tahun 2015 ketika pasien masih aktif bertani. Pasien adalah seorang petani yang mempunyai riwayat bekerja dengan angkat junjung hasil taninya. Pasien merasa kemeng di pantat dan sangat nyeri ketika perubahan dari posisi jongkok ke berdiri. Nyeri sangat dirasakan ketika beraktivitas terutama saat berjalan kaki. Nyeri dirasakan hilang timbul dan sekali serangan nyeri berlangsung selama satu sampai dua jam dan nyeri mereda ketika beraktivitas. Pasien bekerja sebagai petani. Pasien menyangkal adanya kelemahan atau baal pada anggota gerak lain, demam, kejang, gangguan buang air kecil maupun buang air besar. Pasien mengeluhkan susah untuk makan, susah tidur, dan merasa sesak napas.
1
Riwayat Penyakit Dahulu 1. Tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya. 2. Pasien tidak pernah batuk-batuk lama yang disertai penurunan berat badan sebelumnya. 3. Pasien tidak diketahui menderita tumor. 4. Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi 5. Riwayat sakit gula dan kolesterol disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluhan serupa di keluarga disangkal. Dari keterangan pasien, dahulu orang tuanya tidak memiliki keluhan serupa dengannya. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi 1. Pasien merupakan seorang kepala keluarga yang bekerja sebagai petani. 2. Sehari-hari pasien tinggal bersama istri dan kedua orang anaknya dalam rumah sangat sederhana. Higienitas cukup. 3. Pasien sehari-hari tidak mengkonsumsi susu atau suplemen kalsium. 4. Pasien tidak merokok dan minum alkohol. Anamnesis Sistem Sistem Serebrospinal
: Tidak ada keluhan
Sistem Kardiovaskular
: Terdapat riwayat darah tinggi
Sistem Respirasi
: Terasa sedikit sesak nafas
Sistem Gastrointestinal
: Tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : Nyeri pinggang menjalar sampai kedua kaki Sistem Integumental
: Tidak ada keluhan
Sistem Urogenital
: Tidak ada keluhan
C. PEMERIKSAAN FISIK Status Present Keadaan Umum
: Compos mentis
GCS
: E4V5M6
Berat Badan
: 57 kg
2
Tinggi Badan
: 165 cm
Frekuensi Nadi
: 84 x/menit
Frekuensi Nafas
: 20 x/menit
Status Internus Kepala
: Mesochepal, bentuk simetris dan tidak ada bekas luka (jahitan)
Mata
: Udem palpebra (-/-), trauma palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-) , sclera ikhterik (-/-), reflex cahaya (+/+)
Leher
: Tidak tampak kelainan
Toraks
: Bentuk dinding toraks simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-)
Paru-paru Inspeksi : simetris, ketertinggalan gerak (-) deformitas (-), retraksi (-) Palpasi : ketertinggalan gerak (-), vocal fremitus normal Perkusi : sonor seluruh lapang pandang Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Jantung Inspeksi : ictus cordis tak tampak Auskultasi : tidak ada suara bising Abdomen Inspeksi : tidak ada jejas Palpasi : gerak peristaltik normal Perkusi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba Ekstremitas Edema ekstremitas (-)
3
Status Neurologis Pemeriksaan Reflek Fisiologis Biceps Triceps Patella Achiles Reflek Patologis Babinski Gonda Chaddock Oppenheim Rossolimo Gordon Mendel Bing Scaffner Trommer Hoffmen
Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
(+) / (+) (+) / (+) -
-
(+) / (+) (+) / (+)
-
Nervus Cranialis No 1 2
3
4
Nervus Olfactorius Opticus
Oculomotorius
Oculomotorius, Throclearis, Abducens
Pemeriksaan - Subjektif Pengecekan kasar : - Daya penglihatan - Warna - Medan Penglihatan - Ptosis - Ukuran Pupil - Bentuk Pupil - Refleks Cahaya pada Pupil (direct) - Reflek Akomodatif (indirect) - Melirik ke medial - Melirik ke medial bawah
Keterangan Dextra Sinistra N N N -
N -
(-) 2 mm Bulat
(-) 2mm Bulat
+
+
N
N
N N
N N
4
5
6
7
8
9
10
11
- Melirik ke lateral - Diplopia Fungsi Sensorik Trigeminus - Sensibilitas dahi - Sensibilitas pipi - Sensibilitas dagu Fungsi Motorik - Menggigit - Membuka Mulut - Mengerutkan dahi Facialis - Menggembungkan pipi - Menutup mata - Senyum - Daya perasa 2/3 anterior lidah Vestibulocochlearis - Mendengarkan arloji - Mendengarkan gesekan tangan - Tes garpu tala - Suara sengau Glosopharingeus - Reflek muntah - Daya perasa 1/3 posterior lidah - Gangguan Vagus menelan - Afonia atau Disfonia - Kekuatan Asesorius trapezius - Kekuatan sternomastoideus - Menjulurkan lidah Hipoglossus - Artikulasi - Tremor lidah - Trofi lidah
N (-)
N (-)
N N N
N N N
N N
N N
N -
N -
N
N
N -
N -
-
-
N
N
-
(-) (-) N
N
N
N
N N (-) (-)
5
Pemeriksaan Khusus Laseq
: +/+
Patrick
: +/+
Kontrapatrick
: -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Pemeriksaan Radiologi Foto Lumbosacral (AP, Lateral, Oblique)
HASIL: - Alignment difuse scoliosis columna V. Lumbosacral - Tampak Multiple Spur pada corpu VL 1-5 - Tampak wedging pada VL2 - Tampak penyempitan pada discus intervertebralis VL2-VL3 disertai kalsifikasi - Tak tampak gambaran lipping pada vertebra lumbosacral - Tampak pergeseran antar corpus VL3-VL4 kira-kira 20% anteroposterior - Tak tampak lesi porotik dan litik - Tampak Articulatio Sacroiliaca Dx Sn sklerotik KESAN: - Gambaran Sacrolitis Dx Sn dengan multiple spur - Gambaran spondylolisthesis corpus VL3-4 (grade I)
6
Pemeriksaan Neurography dan Electromyography
Kesimpulan : Ischialgia dextra dan sinistra dan atrofi otot kaki
E. DIAGNOSIS Diagnosis Klinis : Nyeri pinggang menjalar sampai kaki Diagnosis Topis : Corpus VL3-4 Diagnosis Etiologi : LBP ec. Spondilolisthesis
F. PENATALAKSANAAN - Farmakologi -
Na diclofenak 2 x 50 mg
-
Tramadol 2x1
-
Diazepam 2 x 2 mg
-
Amitryptyline 2 x ½ tab
-
Sohobion 1 x 1 tab
-
Neurodex 1 x 1 tab
-Non Farmakologi Edukasi posisi yang baik saat bekerja dan beristirahat.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Anatomi dan Fisiologi Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah, di antara ruas-ruas tersebut dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram sehingga tulang belakang dapat tegak dan membungkuk, di sebelah depan dan belakangnya terdapat kumpulan serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang belakang. Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas: 1. Vertebra servikalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil, rendah, dan berbentuk segi empat dengan lubang ruasnya besar. Foramen vertebra berbentuk segitiga dan besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut foramen transversalis yang dilalui oleh arteri dan vena vertebralis. Pada ujung prosesus tansversus terdapat 2 buah tonjolan yaitu tuberculum anterius dan tuberculum posterius yang dipisahkan oleh suatu alur yaitu sulcus spinalis tempat berjalannya nervus spinalis. Prosesus spinosusnya pendek dan bercabang dua. Ruas pertama disebut atlas yang memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoit (aksis) yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan kekanan. 2. Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju durinya panjang dan melengkung.
Facies articularis superior
menghadap ke belakang dan lateral dan facies articularis inferior menghadap ke depan dan medial. 3. Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat, bersifat pasif. Prosesus spinosusnya besar dan pendek. Facies prosesus artikularis superior menghadap ke medial dan facies articularis inferiornya menghadap ke lateral. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut promontorium.
8
4. Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas, ruas-ruasnya menjadi satu sehingga berbentuk baji, yang cekung di anterior. Batas inferior yang sempit berartikulasi dengan kedua os coxae, membentuk artikulatio sacroiliaca. 5. Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan membentuk sebuah tulang segitiga kecil, yang berartikulasi pada basisnya pada ujung bawah sacrum. Dapat bergerak sedikit karena membentuk persendian dengan sacrum.
Gambar 1. Ruas-ruas Vertebra. Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu: 1. Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di antaranya. Korpus vertebra merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu :
9
facies anterior berbentuk konvek dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5. 2. Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis, ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum, serta kapsul sendi. Arcus merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan ke arah lateral yang disebut procesus spinosus. Foramen vertebra merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis.
Gambar 2. Kolom Vertebra. Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari : 1. Ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus dan anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi. 2. Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian posterior discus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi.
10
3. Ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior. 4. Ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi mengontrol gerakan fleksi.
Gambar 3. Ligamen-ligamen pada Vertebra. Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Bila dilihat dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur yang elastis, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerakan yang sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil.
11
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan. Di antara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal sampai lumbal atau sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian utama yaitu: a. Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis: 1) Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring) 2) Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus 3) Daerah transisi. b. Nucleus pulposus Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigelatin, nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler. c. Vertebral endplate Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk batas atas dan bawah dari diskus. Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada nucleus disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya vertebral end plates. Serabut-serabut
annulus fibrosus
mempunyai kemampuan cukup untuk bergerak fleksi dan ekstensi sehingga memungkinkan perubahan bentuk dari nukleus pulposus. Fleksibilitas dari
12
annulus fibrosus dimungkinkan oleh
karena adanya
kelenturan,
kemampuan memanjang, dan danya lubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lembaran annulus. Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan atau beban. Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah : a. Ligamentum longitudinal anterior b. Ligamentum longitudinal posterior c. Corpus vertebrae dan periosteumnya d. Ligamentum supraspinosum e. Fasia dan otot Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk ke kanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. Medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas: a. 8 pasang saraf servical. b. 12 pasang saraf thorakal. c. 5 pasang saraf lumbal. d. 5 pasang saraf sacral. e. 1 pasang saraf cogsigeal. Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson). 13
Medula spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh. Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.
Gambar 4. Dermatom Nervus-nervus Spinalis.
14
2.2.
Definisi Low Back Pain Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP akut akan terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu, sedangkan LBP kronik terjadi dalam waktu 6 bulan. Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), yang termasuk dalam low back pain terdiri dari: a) Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra thorakal terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis. b) Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus vertebra sakralis pertama, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui sendi sakrokoksigeal posterior dan lateral oleh garis imajiner melalui spina iliaka superior posterior dan inferior. c) Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain.
2.3.
Etiologi
2.3.1. Organ yang mendasari Berdasarkan organ yang mendasari, Low Back Pain dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. LBP Viserogenik
15
Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera didaerah pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri yang dirasakan tidak bertambah berat dengan aktivitas tubuh, juga tidak berkurang dengan istirahat. Penderita LBP viserogenik yang mengalami neri hebat akan selalu menggeliat untuk mengurangi nyeri, sedang penderita LBP spondilogenik akan lebih memilih berbaring diam dalam posisi tertentu untuk menghilangkan nyerinya. 2. LBP vaskulogenik Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau nyeri menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteria glutealis superior dapat menimbulkan nyeri di daerah bokong, yang makin memberat saat jalan dan mereda saat berdiri. Nyeri dapat menjalar ke bawah sehingga sangat mirip dengan iskialgia, tetapi rasa nyeri ini tidak terpengaruh
oleh
presipitasi
tertentu
misalnya:
membungkuk,
mengangkat benda berat yang mana dapat menimbulkan tekanan sepanjang kolumna vertebralis. Klaudikatio intermitten nyerinya menyerupai iskialgia yang disebabkan oleh iritasi radiks. 3. LBP neurogenik a. Neoplasma Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan motorik, sesibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri sering timbul pada waktu sedang tidur sehingga membangunkan penderita. Rasa nyeri berkurang bila penderita berjalan. b. Araknoiditis Pada keadaan ini terjadi perlengketan – perlengketan. Nyeri timbul bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut c. Stenosis kanalis spinalis Penyempitan kanalis spinalis disebabkan oleh proses degenerasi discus intervertebralis dan biasanya disertai ligamentum flavum. Gejala klinis timbulnya gejala klaudicatio intermitten disertai rasa kesemutan dan nyeri tetap ada walaupun penderita istirahat.
16
4. LBP spondilogenik Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan proses patologik di artikulatio sacroiliaka. a. LBP osteogenik Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis tuberculosa, trauma yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis, keganasan, kongenital misalnya scoliosis lumbal, nyeri yang timbul disebabkan oleh iritasi dan peradangan selaput artikulasi posterior satu sisi, metabolik misalnya osteoporosis, osteofibrosis, alkaptonuria, hipofosfatemia familial.
b. LBP diskogenik
Spondilosis Proses degenerasi yang progresif pada discus intervertebralis, sehingga jarak antar vertebra menyempit, menyebabkan timbulnya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebrale dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh kantong duramater yang mengakibatkan iskemi dan radang. Gejala neurologik timbul karena gangguan pada radiks yaitu: gangguan sensibilitas dan motorik (paresis, fasikulasi dan atrofi otot). Nyeri akan bertambah apabila tekanan LCS dinaikkan dengan cara penderita disuruh mengejan (percobaan valsava) atau
dengan
menekan
kedua
venajugularis
(percobaan
Naffziger).
Hernia nucleus pulposus (HNP) Keadaan dimana nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. Dasar terjadinya HNP yaitu degenerasi discus intervertebralis. Pada umumnya HNP didahului oleh
17
aktivitas yang berlebihan misalnya mengangkat benda berat, mendorong barang berat. HNP lebih banyak dialami oleh laki – laki dibanding wanita. Gejala pertama yang timbul yaitu rasa nyeri di punggung bawah disertai nyeri di otot – otot sekitar lesi dan nyeri tekan ditempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh spasme otot – otot tersebut dan spasme ini menyebabkan berkurangnya lordosis lumbal dan terjadi scoliosis. HNP sentral menimbulkan paraparesis flaksid, parestesia dan retensi urin. HNP lateral kebanyakan terjadi pada L5-S1 dan L4-L5. pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri terdapat dipunggung bawah, ditengah – tengah antara kedua bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari V kaki juga berkurang dan reaksi achilles negative. Pada HNP lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patella negative. Sensibilitas pada dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena, menurun. Pada tes lasegue akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang. Percobaan valsava dan naffziger akan memberikan hasil positif.
Spondilitis ankilosa Proses ini mulai dari sendi sakroiliaka yang kemudian menjalar keatas, ke daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku dipunggung bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah mengadakan gerakan. Pada foto roentgen terlihat gambaran yang mirip dengan ruas – ruas bamboo sehingga disebut bamboo spine.
c. LBP miogenik
Ketegangan otot
18
Sikap tegang yang berulang – ulang pada posisi yang sama akan memendekkan
otot yang akhirnya akan menimbulkan rasa
nyeri. Rasa nyeri timbul karena iskemia ringan pada jaringan otot, regangan yang berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap tulang, serta regangan pada kapsula.
Spasme otot atau kejang otot Disebabkan oleh gerakan yang tiba – tiba dimana jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang pemanasan. Gejalanya yaitu adanya kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.
Defisiensi otot Disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari mekanisasi yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun karena imobilisasi.
Otot yang hipersensitif Menciptakan suatu daerah yang apabila dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu.
5. LBP psikogenik Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi atau campuran keduanya.
2.3.2. Mekanisme Patologik a. Trauma Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama Low Back Pain. Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang yang akut. Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan
19
nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut. Menurut Soeharso (1978), secara patologis anatomis, pada Low Back Pain yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti: 1) Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan kaki pada hip joint terbatas. 2) Perubahan pada sendi Lumba Sacral Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak. b. Infeksi Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan. Artritis rematoid dapat melibatkan persendian sinovial pada vertebra. Artritis rematoid merupakan suatu proses yang melibatkan jaringan ikat mesenkimal. Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan nama spondilitis ankilosa atau bamboo spine terutama mengenai pria dan teruta mengenai kolum vertebra dan persendian sarkoiliaka. Gejala yang sering ditemukan ialah nyeri lokal dan menyebar di daerah pnggang disertai kekakuan (stiffness) dan kelainan ini bersifat progresif. c. Neoplasma
20
Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang sering dijumpai pada tumor vertebra ialah adanya nyeri yang menetap. Sifat nyeri lebih hebat dari pada tumor ganas daripada tumor jinak. Contoh tumor tulang jinak ialah osteoma osteoid, yang menyebabkan nyeri pinggang terutama waktu malam hari. Tumor ini biasanya sebesar biji kacang, dapat dijumpai di pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma adalah contoh tumor benigna di kanalis spinal yang dapat menyebabkan nyeri pinggang. Meningioma adalah tumor intradural dan ekstramedular yang jinak, namun bila ia tumbuh membesar dapat mengakibatkan gejala yang besar seperti kelumpuhan. d. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain: 1) Osteoartritis (Spondylosis Deformans) Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang.
2) Penyakit Fibrositis Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu.
21
Rasa nyeri memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan. e. Kongenital Kelainan kongenital tidak merupakan penyebab nyeri pinggang bawah yang penting. Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan nyeri pinggang bawah adalah: 1) Spondilolisis dan spondilolistesis Pada Spondilolisis tampak bahwa sewaktu pembentukan korpus vertebrae (in utero) arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebraenya sendiri. Pada spondilolistesis korpus vertebrae itu sendiri ( biasanya L5 ) tergeser ke depan. Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi itu masih berada dalam kandungan, namun ( oleh karena timbulnya kelinan-kelainan degeneratif ) sesudah berumur 35 tahun, barulah timbul keluhan nyeri pinggang. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur. Dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan. Spondilolitesis dapat mengakibatkan tertekuknya radiks L5 sehingga timbul nyeri radikuler. 2) Spina Bifida Bila di daerah lumbosakral terdapat suatu tumor kecil yang ditutupi oleh kulit yang berbulu, maka hendaknya kita waspada bahwa didaerah itu ada tersembunyi suatu spina bifida okulta. Pada foto rontgen tampak bahwa terdapat suatu hiaat pada arkus spinosus di daerah lumbal atau sakral. Karena adanya defek tersebut maka pada tempat itu tidak terbentuk suatu ligamentum interspinosum. Keadaan ini akan menimbulkan suatu “lumbo-sakral sarain” yang oleh si penderita dirasakan sebagai nyeri pinggang.
3) Stenosis kanalis vertebralis Diagnosis penyakit ini ditegakkan secara radiologis. Walaupun penyakit telah ada sejak lahir, namun gejala-gejalanya baru tampak
22
setelah penderita berumur 35 tahun. Gejala yang tampak adalah timbulnya nyeri radikuler bila si penderita jalan dengan sikap tegak. Nyeri hilang begitu penderita berhenti jalan atau bila ia duduk. Untuk menghilangkan rasa nyerinya maka penderita lantas jalan sambil membungkuk. 4) Spondilosis lumbal Penyakit sendi degeneratif yang mengenai vertebra lumbal dan discus intervertebralis, yang menyebabkan nyeri dan kekakuan. 5) Spondilitis Suatu bentuk degeneratif sendi yang mengenai tulang belakang. Ini merupakan penyakit sistemik yang etiologinya tidak diketahui, terutama mengenai orang muda dan menyebabkan rasa nyeri dan kekakuan sebagai akibat peradangan sendi-sendi dengan osifikasi dan ankilosing sendi tulang belakang. f. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya. Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot. 2.4
Patofisiologi Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel (diskus intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibelitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang 23
belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari dan melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyamping menyebabkan otot tidak mampu mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada saat facet joint lepas dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan facet joint menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya menimbulkan keterbatasan gesekan pada tulang belakang. Obesitas, masalah postur, masalah struktur, dan perengangan berlebihan pendukung tulang dapat berakibat nyeri punggung. Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matrik gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita stress mekanis paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan faset akan mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf tersebut. 2.5.
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya Low Back Pain adalah sebagai berikut: 2.5.1.
Usia Secara teori, nyeri pinggang atau LBP dapat dialami oleh siapa saja, pada umur berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik tertentu yag lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan keluhan
24
nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun. 2.5.2. Jenis Kelamin Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. 2.5.3. Faktor Indeks Massa Tubuh 1) Berat Badan Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. 2) Tinggi Badan Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh.
2.5.4. Pekerjaan Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli pasar yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari. Mengangkat beban berat lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar resiko timbulnya keluhan nyeri pinggang. 2.5.5. Aktivitas atau Olahraga Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat
25
beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak menopang spinal. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu. 2.5.6. Faktor Risiko Lain Kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80 o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan.
2.6.
Diagnosis
2.6.1. Anamnesis Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu: a) Nyeri pinggang lokal Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagianbagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen. b) Iritasi pada radiks Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadangkadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris.
26
Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis. c) Nyeri rujukan somatis Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagianbagian dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial. d) Nyeri rujukan viserosomatis Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen, atau dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang. e) Nyeri karena iskemia Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis. f) Nyeri psikogen Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan. Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap. Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman
27
kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu. Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng. Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi. Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan pencernaan atau gangguan miksi-defekasi, karena bisa merupakan tanda dari suatu lesi di kauda ekuina dimana harus dicari dengan teliti adanya hipestesi peri-anal, retensio urin, overflow incontinence dan tidak adanya perasaan ingin miksi dan gejala-gejala ini merupakan suatu keadaan emergensi yang absolut, yang memerlukan suatu diagnosis segera dan dekompresi operatif segera, bila ditemukan kausa yang menyebabkan kompresi. Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit metabolik seperti polineuropati diabetik, namun juga harus diingat bahwa hilangnya nyeri tanpa terapi yang adekuat dapat menandakan adanya suatu penyembuhan, namun dapat pula berarti bahwa serabut nyeri hancur sehingga perasaan nyeri hilang, walaupun kompresi radiks masih ada. Suatu nyeri yang berkepanjangan akan menyebabkan dan
dapat
diperberat dengan adanya depresi sehingga harus diberi pengobatan yang sesuai. Terdapat 5 tanda depresi yang menyertai nyeri yang hebat, yaitu anergi (tak ada energi), anhedonia (tak dapat menikmati diri sendiri), gangguan tidur, menangis spontan dan perasaan depresi secara umum.
28
2.6.2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri punggung meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks. a. Inspeksi :
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus.
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta
adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya
lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
Ekstensi ke belakang (back extension)
seringkali
menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
b. Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
29
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis.
Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena.
Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan
pada kelainan
neurologis.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
c. Pemeriksaaan Motorik
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
Berjalan dengan menggunakan tumit.
Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.
Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok)
d. Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru
Nyeri dalam otot.
Rasa gerak.
e. Refleks
Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.
Special Test
Tes Lasegue
30
Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak dapatmengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang nervus ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama pada herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.
Gambar 5. Tes Lasegue
Tes Patrick dan kontrapatrick Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif pada penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.
Gambar 6. Tes Patrick- Kontrapatrick
Tes Naffziger
31
Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul nyeri radikuler. Positif pada spondilitis.
Tes valsava Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat, hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.
Spasme m. psoas Diperiksa pada pasien yang berbaring terlentang dan pelvis ditekan kuat – kuat pada meja oleh sebelah tangan pemeriksa, sementara tangan lain menggerakkan tungkai ke posisi vertical dengan lutu dalam keadaan fleksi tegak lurus. Panggul secara pasif mengadakan hiperekstensi ketika pergelangan
kaki
diangkat.
Terbatasnya
gerakan
ditimbulkan oleh spasme involunter m.psoas.
Tes Gaenselen: Terbatasnya fleksi lumbal secara pasif dan rasa nyeri yang diakibatkan sering menyertai penyakit pada art. Lumbal / lumbo-sacral.
Dengan
pasien
berbaring
terlentang,
pemeriksa memegang salah satu ekstremitas bawah dengan kedua belah tangan dan menggerakkan paha sampai pada posisi fleksi maksimal. Kemudian pemeriksa menekan kuat – kuat ke bawah kearah meja dan ke atas kearah kepala pasien, yang secara pasif menimbulkan fleksi columna spinalis lumbalis. 2.6.3. Pemeriksaan Penunjang a) Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal. b) Pungsi Lumbal (LP) :
32
LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal. c) Pemeriksaan Radiologis :
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadangkadang
dijumpai
penyempitan
ruangan
spondilolistesis, perubahan degeneratif, Penyempitan
ruangan
intervertebral
intervertebral,
dan tumor spinal. kadang-kadang
terlihat
bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal. CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal vertebralis.
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila:
vertebra dan level neurologis belum jelas
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
Mielografi atau CT mielografi dan atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf atau ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-
33
operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.
Diskografi dapat dilakukan dengan menyuntikkan suatu zat kontras ke dalam nukleus pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus yang rusak, dimana kontras hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi. Dengan adanya MRI maka pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena invasif.
Elektromiografi (EMG) Dalam
bidang
neurologi,
maka
pemeriksaan
elektrofisiologis/neurofisiologis sangat berguna pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :
Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks
Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer
Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks
Elektroneurografi (ENG) Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik (Nerve Conduction Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan pengukuran dari refleks dengan masa laten panjang seperti F-wave dan H-reflex. Pada gangguan radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-kadang bisa menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga bila ada neuropati secara bersamaan
Potensial Cetusan Somatosensorik (Somato-Sensory Evoked Potentials/SSEP) Kadang-kadang pemeriksaan SSEP diperlukan untuk membuat diagnosis lesi-lesi yang lebih proksimal sepanjang jaras-jaras somatosensorik.
34
Diagnosis banding Diagnosis banding dari LBP menurut Partoatmodjo (2003) adalah
Jenis Penyakit
Usia Lokasi Pasien Nyeri (thn)
20 - 40 Punggung bawah, bokong, paha posterior Acute disc 30 - 50 Punggung bawah ke herniation tungkai bawah Back strain
Osteoarthri >50 tis atau spinal stenosis
Kualitas Nyeri
Meningkat dengan aktivitas atau menekuk tubuh Tajam, Berkurang terbakar, dengan berdiri, menusuk, meningkat paraestesia dengan menekuk tubuh atau duduk Punggung Nyeri Meningkat bawah ke menusuk, dengan berjalan tungkai seperti sensasi terutama di bawah tusukan jarum jalan menanjak; bilateral berkurang dengan duduk
Punggung, paha posterior
Nyeri, spasme
Faktor yang memperburuk Tanda atau mengurangi
Spondylolis tesis
Semua usia
Nyeri
Ankylosing spondylitis
15 - 40 Sacroiliac Nyeri joints, lumbar spine
Nyeri lokal, terbatas pada spinal yang terganggu Straight leg raise test positif, lemah, refleks asimetrik
Berkurang ringan dengan ekstensi spinal; kemungkinan ada kelemahan dan refleks asimetrik Meningkat Hiperlordosis dengan lumbal, aktivitas atau palpasi "step menekuk tubuh off" (defek antara prosesus spinosus), hamstring kencang Kekakuan pagi Keterbatasan hari gerak punggung, tenderness melewati sacroiliac joints
35
Infeksi
Semua usia
Keganasan
>50
2.7
Lumbar spine, sacrum
Nyeri tajam
Bervariasi
Demam, percussive tenderness; bisa terjadi abnormalitas neurologis atau keterbatasan gerak Tulang yang Nyeri tumpul, Meningkat Lokalisasi terpengaruh berdenyut, dengan nyeri, tanda progresif berbaring neurologis dan lambat terlentang atau demam batuk
Penatalaksanaan
2.7.5. Penatalaksanaan Low Back Pain Non Spesifik
Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti biasanya.
Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat dilakukan
tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi nyeri.
Medikasi: obat anti-nyeri diberikan dengan interval biasa dan digunakan hanya jika diperlukan. Mulai dengan parasetamol atau NSAID. Jika tidak ada perbaikan, coba campuran parasetamol dengan opioid. Pertimbangkan tambahan muscle relaxant tetapi hanya untuk jangka pendek, mengingat bahaya ketergantungan.
Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas sehari-harinya dalam 4-6 minggu.
Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasuskasus yang membutuhkan obat penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 12 minggu. Terapi dan intervensi lain: belum ada penelitian mengenai terapi dengan traksi, termis ultrasound, akupuntur, sabuk penyangga, ataupun pijatan. 36
2.7.6. Penatalaksanaan Low Back Pain dengan Nerve Root
Aktivitas: pasien didorong melakukan beragam aktivitas walaupun punggung/tungkai bawahnya nyeri.
3.1.
Tirah baring: mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan nyeri.
Spondylolisthesis
3.1.1. Definisi Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti “bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran (biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya.
3.1.2.
Etiopatofisiologi Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral
yang kecil, sendi facet tidak kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja karena patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang dari kegiatan olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesis isthmic. Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem klasifikasi Wiltse: 1. Displatik. - Sendi facet memungkinkan pergeseran kedepan. - Lengkungan neural biasanya masih utuh.
2. Isthmic. - Lesi dari pars. - Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur pars
akut.
37
3. Degeratif. Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan keausan tulang, jaringan, otot-otot, dan ligamen tulang belakang disebut sebagai spondilolisthesis degeneratif.20 4. Trauma. Tipe ini terjadinya bersifat skunder terhadap suatu proses trauma pada vertebrata yang menyebabkan fraktur pada sebagian pars interartikularis. Tipe ini terjadi sesudah periode satu minggu atau lebih dari trauma. Acute pars fracture tidak termasuk tipe ini..20 5. Patologis. Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka, disebut spondilolisthesis patologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena kerusakan pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang menyebar ke bagian lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget tulang (dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah Inggris yang menggambarkan gangguan kronis yang biasanya menghasilkan tulang membesar dan cacat), tuberkulosis (penyakit menular mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis tumor.20
Diagnosis yang tepat dan identifikasi jenis atau kategori Spondilolisthesis adalah penting untuk memahami serta keparahan dari pergeseran yang terbagi menjadi 5 kelas sebelum pengobatan yang tepat untuk kondisi tersebut dapat disarankan.20
3.1.3. Epidemiologi
38
Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi otopsi. Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara umum populasi pastinya akan mengalami penuaan. Spondillistesis degeneratif biasanya dialami oleh lanjut usia dan jarang mengenai usia dibawah 40 tahun. Kelainan ini biasanya mengenai perempuan 5 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. Paling sering melibatkan level L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki spondilolisthesis tipe ini.
3.1.4.
Gejala klinis Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis pergeseran
dan usia pasien. Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul dan paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan tingkat pergeseran, meskipun mereka disebabkan ketidakstabilan segmental. Tanda neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat selip dan melibatkan motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk pelampiasan akar saraf (biasanya S1). Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah: 1. Nyeri punggung bawah. Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi tulang belakang lumbal. 2. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan, atau kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf dapat menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung kemih.22 3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari punggung bawah.22 Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan kurang umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil dari stenosis recessus lateral dari
39
facet dan ligamen hipertrofi dan/ atau disk herniasi. Akar saraf L5 dipengaruhi paling sering dan menyebabkan kelemahan ekstensor halusis longus. Stenosis pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau mungkin tidak ada. Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa sakit ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk atau bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum flavum menonjol, pengurangan lamina utama dan aspek, dan pembesaran foramen tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada akar saraf keluar dan, dengan demikian, mengurangi rasa sakit.22
3.1.5.
Diagnosis Diagnosis yang tepat dari spondilolistesis meliputi anamnesis dan
pemeriksaan yang sesuai dengan gejala spondilolistesis.1 Namun, pasien dengan spondilolistesis kadang sulit dinilai berdasarkan pemeriksaan fisik saja.2 Pergeseran ini dapat bersifat asimtomatik atau dapat mennyebabkan nyeri punggung bawah, rasa tegang pada otot paha bawah, cidera pada akar saraf (seringnya pada L5), simtomatik stenosis spinal, dan juga dapat menyebabkan Cauda Equina Syndrome (CES) pada kasus berat. Rasa tegang juga dapat dirasakan pada daerah segmen yang bergeser. Jika parah, dapat juga menyebabkan tubuh menjadi lebih ‘pendek’.21 Spondylolistesis dapat didiagnosa cukup dengan menggunakan foto polos dengan sinar X. Posisi terbaik yang bisa dilakukan adalah dari posisi lateral.1Foto yang dilakukan dari posisi samping atau lateral akan dapat menunjukkan sebuah ruas tulang belakang yang bergerser ke depan dibandingkan dengan ruas tulang rusuk yang berdekatan. Berdasarkan persentase pergeseran ruas dengan ruas tulang belakang yang berdekatan, spondylolistesis dapat dibagi menjadi 5 derajat:20 1. Derajat I dengan pergeseran <26%, 2. Derajat II dengan pergeseran 26%-50%, 3. Derajat III dengan pergeseran 51%-75%, 4. Derajat IV dengan pergeseran 76%-100%, 5. Derajat V dengan vertebra telah tergeser sepenuhnya dari vertebra lainnya atau spondyloptosis.
40
Gambar 1. Gambar menunjukkan cara menilai derajat spondilolistesis. Kedua anak panah menunjukkan jarak pergeseran dan rasio yang dapat dihitung untuk menunjukkan derajatnya berdasarkan persentase pergeseran.24 Jika pasien masih memiliki keluhan nyeri, kebas, atau lemah tungkai, pemeriksaan tambahan CT scan atau MRI dapat dilakukan. Keluhan ini dapat disebabkan oleh stenosis atau penyempitan dari celah untuk saraf ke kaki.25 CT scan dan MRI adalah pilihan terbaik untuk mendeteksi stenosis yang menyertai spondilolistesis sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kompresi saraf akibat spondilolistesis.19
Gambar 2. Spondilolistesis, gambaran radiologis menunjukkan sebuah spondilolistesis derajat 1 pada anak anak.25
41
Gambar 3. Proyeksi oblik menunjukkan adanya defek pars bilateral, tanda panah menunjukkan gambaran ‘Scottie Dog with Collar’.25
Gambar 4. Gambar menunjukkan tampilan proyeksi oblik dengan komponennya yang menyebabkan terjadinya penampilan ‘Scottie Dog’.25
42
Gambar 5. Gambaran spondilolistesis traumatic derajat 4.25 PET scan juga dapat digunakan untuk melihat keaktifan tulang di dekat lokasi defek. Ini terutama untuk membantu dalam tatalaksana spondilolistesis ini sendiri.25 3.1.6. Penatalaksanaan Pada
kebanyakan
kasus
spondilolistesis
dapat
diatasi
dengan
menggunakan terapi konservatif. Namun pada pasien pasien tertentu seperti pada pasien dengan nyeri radikuler, klaudikasi neurogenik, dan pada pasien yang tetap dijumpai abnormalitas postur atau cara berjalan setelah terapi non operatif, makan proses pembedahan menjadi indikasi. Tujuan dari terapi pembedahan adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan jika diperlukan dilakukan dekompresi elemen neural. Prinsip tatalaksana adalah untuk meredakan gejala dan meliputi: -
Modifikasi kegiatan sehari hari, seperti tirah baring selama eksaserbasi akut,
-
Analgetik (NSAID),
-
Pemakaian korset (brace),
-
Fisioterapi. Hasil terapi non operatif umumnya memberikan hasil yang memuaskan,
terutama pada pasien yang berusia muda. Indikasi operasi (fusi) yaitu : -
Tanda tanda neurologis seperti nyeri radikuler (tidak dapat ditangani dengan terapi konservatif), myelopati, klaudikasi neurogenik,
-
Pergeseran derajat tinggi >50%,
43
-
Pergeseran tipe 1 dan 2, dengan bukti instabilitas, progresif listhesis, atau respon tidak baik terhadap perbaikan konservatif,
-
Spondilolistesis traumatik,
-
Spondilolistesis iatrogenic,
-
Listesis tipe 3 (degeneratif) dengan nyeri yang berat,
-
Deformitas postural dan abnormalitas langkah jalan.
3.1.7.
Komplikasi Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun
penarikan (traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang membutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%), kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%), kegagalan melakukan fusi (5%-25%), infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-5%). Pada pasien yang perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat melakukan fusi ialah (>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif. Radiografi serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui perkembangan pasien ini.26
3.1.8.
Prognosis Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal
kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan penekanan pada saraf (nerve compression) atau sciatica hal ini akan membutuhkan pembedahan dekompresi.26
44
BAB III PEMBAHASAN Tn. N, berusia 57 tahun, datang dengan keluhan nyeri pinggang bawah hilang timbul sejak tahun 2015. Setelah hasil pemeriksaan fisik dan radiologi, pasien didiagnosis menderita LBP ec spondilolistesis. Nyeri punggung bawah (NPB) adalah suatu gejala berupa nyeri di bagian pinggang yang dapat menjalar ke tungkai kanan atau kiri. Banyak penyebab dari LBP, salah satunya adalah spondiloslistesis. Spondilolistesis adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada pergeseran ruas tulang punggung belakang, biasanya pergeseran ke depan, terhadap ruas yang di dekatnya. Keluhan utama yang dijumpai adalah nyeri punggung dekat daerah pergeseran, seringnya pada daerah L5-S1 sehingga sering datang dengan keluhan nyeri punggung bawah. Dari hasil pemeriksaan fisik yang dijumpai pada pasien ditemukan adanya gejala yang khas pada spondilolistesis, seperti nyeri radikuler atau nyeri menjalar, yang dijumpai dari hasil pemeriksaan fisik tes Laseque. Penegakan diagnosis utama dari spondilolistesis didapat dari foto lateral dan AP pada corpus vertebra biasanya lumbosakral. Hasil foto pada pasien ini menunjukkan pergeseran korpus vertebra L4 terhadap L3. Namun dijumpai juga penyempitan diskus intervertebralis. Tatalaksana pada pasien ini sesuai dengan tatalaksana yang dianjurkan dari literatur dan jurnal, yaitu tirah baring dan istirahat, hindari mengangkat beban berat, pemberian obat analgesik supportif dan perencanaan pemasangan korset pada pasien ini serta penjadwalan fisioterapi. Pemantauan setelah tatalaksana di atas harus dilakukan terus selama beberapa waktu untuk melihat perbaikan untuk mempertimbangkan indikasi operasi apabila tidak ada perbaikan pada pasien.
43
Algoritma Tatalaksana LBP Terapi Na Diclofenac yang merupakan bagian dari obat anti radang nonsteroid memiliki fungsi sebagai anti-reumatik dan anti-radang. Obat ini diindikasi untuk pasien dengan berbagai bentuk radang dan degeneratif dari reumatik seperti
artritis reumatoid, spondilitis ankilosis, osteoartritis, serangan gout (kadar asam urat yang tinggi) akut, sindrom nyeri pada tulang belakang, dsb. Pemberian Diazepam untuk muscle relaxant. Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Selain itu, pemberian Sohobion sebagai vitamin neurotropik atau B complex terdiri dari vitamin B1 100 mg, B6 100 mg, B12 5000 mcg. Indikasi pemberian adalah untuk defisiensi vitamin B1,B6,B12 seperti pada neuralgia dan neuritis perifer. Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak. Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga lebih resposif terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini juga mempunyai aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat. Diindikasikan untuk Pasien dengan gejala-gejala utama depresi terutama bila berkaitan dengan kecemasan, tegang, atau kegelisahan dan depresi neurotik. Neurodex adalah salah satu merek suplemen vitamin B kompleks yang tersusun dari vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin B kompleks sendiri dikenal sebagai vitamin neurotropik (nutrisi sel saraf) sehingga digunakan untuk melindungi dan menjaga kenormalan fungsi saraf. Oleh sebab itu, obat ini digunakan untuk meredakan kebas dan kesemutan, gangguan saraf tepi akibat kekurangan vitamin B. Jika dilihat dari algoritma penatalaksaan pada kasus di atas, dimana untuk kasus kronis LBP, telah diberikan NSAID (Na Diclofenac), antidepresan (Amitriptilin), benzodiazepin (diazepam), tramadol serta konsultasi fisioterapi, penatalaksaan pada kasus ini sudah sesuai dengan algoritma penatalaksanaan tersebut.
BAB IV KESIMPULAN Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP spondilogenik merupakan salah satu jenis LBP dimana nyeri disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan proses patologik di artikulatio sacroiliaka. LBP osteogenik merupakan suatu radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis tuberculosa, trauma yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis, keganasan, kongenital misalnya scoliosis lumbal, nyeri yang timbul disebabkan oleh iritasi dan peradangan selaput artikulasi posterior satu sisi, metabolik misalnya osteoporosis, osteofibrosis, alkaptonuria, hipofosfatemia familial. Spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran (biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya. Prinsip tatalaksana adalah untuk meredakan gejala dan meliputi modifikasi kegiatan sehari hari, seperti tirah baring selama eksaserbasi akut,, pengobatan medikametosa analgetik (NSAID), pemakaian korset (brace) dan Fisioterapi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Dorlan. 2009. Sensory Development. Pediater Phys Therapy. 158-165. 2. Cotler. 1990. Spinal fusion. Springer-Verlag, p. 270-279 3. Mark S. Greenberg. 1994. Handbook of neurosurgery. Greenberg Graphics, p.486-487. 4. N.G. Baldwin. Lumbar spondilolysis and spondilolistesis in principles of sina surgery, vol. 1, p. 681-699 5. Netter FH, MD. 1991. Nervous system in the Ciba collection, vol.1, p. 1920 6. Stephen I. 1995. Text book of spinal disorder. Philadelphia: J.B. Lippincott, p. 203-213 7. Thiene. 1993. Atlas of spinal operation, p. 293-306 8. Kelompok Studi Nyeri, 2003. Nyeri Punggung Bawah. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 9. Ngoerah, I., 1991. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Syaraf. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga. 10. Manchikanti,
L,
2000.
Epidemiology
of
Low
Back
Pain.
http://www.painphysicianjournal.com/2000/april/2000;3;167-192.pdf. (diakses pada tanggal 2 November 2017) 11. 11.Department of Medicine & Palliative Care. 2009. Low Back Pain. http://www.healingchronicpain.org/content/backpain/pfactprs.asp. (diakses pada tanggal 2 November 2017) 12. Saputra, Rahmat, 2009. Hubungan Lama Berkendara dengan Timbulnya Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pengendara Sepeda Motor. http://etd.prints.ums.ac.id/3960/1/J110070062.pdf. (diakses pada tanggal 2 November 2017)
13. WHO,
2006.
Global
Database
on
Body
Mass
Index.
http://www.who.int/bmi/index.jsp. (diakses pada tanggal 2 November 2017) 14. Markam, Soemarmo, 1992. Penuntun Neurologi. Jakarta: Binarupa Aksara. 15. Nuartha, A. A., 1989. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang Bawah. Cermin Dunia Kedokteran No.54. Denpasar. 16. Everett
C.
Hills,
2010.
Mechanical
emedicine.medscape.com/article/310353-overview.
Low
Back
Pain,