VI. Pemeriksaan dalam Dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti adanya dan jenis plasenta previa, terdiri dari : 1. Pemeriksaan fornises :
Pemeriksaan ini hanya bermakna jika presentasi kepala.
Jika perabaan fornises terasa padat, maka mungkin plasenta letak rendah.
Jika perabaan fornises terasa lunak, maka plasenta previa.
1. Pemeriksaan melalui canalis servikalis :
Hanya dilakukan jika akan ditempuh terminasi kehamilan dan dilakukan di m eja operasi dengan persiapan yang matang. - Tujuannya adalah untuk menegakkan diagnosa apakah perdarahan oleh plasenta previa atau oleh sebab lain, serta menentukan klasifikasi plasenta previa.
VII. Laboratorium Meliputi pemeriksaan Hb, Ht, trombosit, bleeding time, clotting time, dan golongan darah. Untuk kecurigaan solutio plasenta dapat dilakukan pemeriksaan : 1. COT (Clot Observasion Test) untuk penilaian tidak langsung kadar fibrinogen. 2. Tes kualitatif dan kuantitatif fibrinogen.
MANAJEMEN PASIEN PAP 1. Nilai dan stabilkan keadaan umum pasien, jika ada syok maka terapi resusitasi segera diberikan.
2. Nilai keadaan janin. Jika janin sudah viable tetapi terjadi distress, dapat dilakukan terminasi kehamilan. 3. Tegakkan diagnosis penyebab dari PAP dan konsulkan ke SpOG. 4. Terapi definitif PAP segera dilakukan tergantung penyebabnya
USAHA AKTIF (TERMINASI KEHAMILAN) Dilakukan jika terjadi keadaan yang mengancam jiwa ibu atau terjadi fetal distress atau fetal death. Pada solutio plasenta dapat dilahirkan secara SC jika pembukaan belum lengkap. Jika pembukaan telah lengkap dapat dilahirkan secara pervaginam dengan amniotomi dan drip oksitosin cukup 1 labu serta dilahirkan dengan ekstraksi forsep, namun bila dalam 6 jam belum lahir dilakukan SC. Pada plasenta previa, persalinan pervaginam dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis, atau plasenta previa lateralis anterior ( anak dalam presentasi kepala). Sedangkan persalinan perabdominam atau SC dilakukan pada :
Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
Plasenta previa totalis.
Plasenta previa lateralis posterior.
Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.
USAHA EKSPEKTATIF / PASIF Solutio plasenta : dilakukan pada derajat ringan, yaitu bila kehamilan < 37 minggu, perdarahan berhenti, perut tidak menjadi sakit, dan uterus tidak menjadi tegang, dapat dilakukan perawatan konservatif di RS dengan observasi ketat.
Plasenta previa : dilakukan dengan syarat keadaan ibu dan janin baik, perdarahan sedikit, usia kehamilan < 37 minggu atau taksiran berat badan janin < 2500 g, tidak ada his.
V. MENJAWAB PERMASALAHAN 1. Apakah diagnosis dan prosedur diagnosis pada kasus ini sudah benar ? Diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini sudah tepat tetapi kurang l engkap dalam hal apa penyebab dari PAP tersebut karena prosedur dalam menegakkan diagnosis tidak dilakukan sepenuhnya seperti pemeriksaan inspekulo, pemeriksaan dalam, dan USG sehingga pada diagnosis awal tidak diketahui dari mana asal perdarahan dan apa penyebab dari PAP tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi pasien yang mendesak untuk segera dioperasi SC.
2. Bagaimana penanganan kasus ini di RSU ? Penanganan kasus ini sudah tepat, yaitu segera dilakukan terminasi kehamilan secara perabdominam dengan SC karena telah terjadi kondisi yang mengancam jiwa ibu dan telah terjadi fetal death. Dilahirkan bukan secara pervaginam karena belum dapat disingkirkan bahwa penyebab dari PAP adalah bukan plasenta previa totalis atau lateralis posterior serta tidak dilakukan pemeriksaan dalam sehingga tidak diketahui juga apakah pembukaan serviks telah lengkap.
3. Kenapa pada kasus ini terjadi IUFD ? Pada kasus ini pasien mengalami perdarahan hebat dan telah berlangsung lama sehingga pasien mengalami syok. Akibat perdarahan tersebut, terjadi fetal distress karena janin mengalami hipoksia sehingga janin meninggal.
4. Kenapa pada pasien ini dilakukan tubektomi bilateral dan bagaimana fungsi reproduksi ibu di kemudian hari ? Berdasarkan konferensi Khusus Perkumpulan Sterilisasi Sukarela Indonesia thn1976, tubektomi sukarela dianjurkan pada : 1. Umur 25-30 th dengan > / = 3 anak. 2. Umur 30-35 th dengan > / = 2 anak. 3. Umur 35-40 th dengan > / = 1 anak.
Pertimbangan lain adalah pada ibu dengan usia lebih atau sama dengan 35 tahun dan sudah 3 kali hamil dengan riwayat persalinan ditolong paraji merupakan resiko tinggi akan berulang kembali PAP jika ibu hamil lagi karena fungsi endometriumnya makin kurang baik. Dengan dilakukannya tubektomi maka pasti ibu tidak akan hamil lagi tetapi tidak akan mempengaruhi libido seks.
VI. RESUME Seorang wanita G3P2A0 dengan uia 35 tahun merasa hamil 9 bulan datang ke RSU dr.Slamet pada tanggal 10/04/07 dengan keluhan perdarahan banyak dari jalan lahir sejak pkl 02.00 (kurang lebih 13 jam sebelum masuk RS) disertai pusing. Keadaan umum : sedang, kesadaran : CM, T : 60/40, N : 132 x/mnt, S: 37,5 C, R : 24 x/mnt. Pemeriksaan fisik cor, pulmo, hepar, dan lien dalam batas normal, Pemeriksaan luar : TFU: 30 cm, LP: 84 cm, LA: Kepala U puki, His: (-), BJA: (-), Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan. Dilakukan tindakan terminasi kehamilan dengan SC dan bayi lahir dalam keadaan meninggal. Setelah dilakukan tindakan dan perawatan yang sesuai di RS dr. Slamet dan keadaan umum pasien telah membaik, pasien dipulangkan pada tanggal 14/04/07.
VII. SARAN Secara umum penatalaksanaan pasien ini sudah baik, namun sebaiknya pada kasus seperti ini meskipun dalam keadaan darurat dapat dilakukan pemeriksaan dalam dimeja operasi dengan persiapan yang matang untuk mengetahui apakah penyebab PAP adalah plasenta previa totalis atau bukan sehingga dapat dilakukan cara terminasi kehamilan yang lebih tepat lagi.
Diagram Initial management of a patient with vaginal bleeding.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rachimadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam : Winkjosastro H, (editor). Ilmu
Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. h. 362-385. 2. Mochtar R. Perdarahan Antepartum. Dalam : Lutan D, (editor). Sinopsis
Obstetri. Jilid 1. Edisi 2. Jakarta : EGC. 1998. h. 269-287.
3. Krisnadi, Mose, Effendi, (editor). Perdarahan Antepartum. Dalam : Pedoman
Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSHS. Jilid 1. Bandung : Bagian Obgyn FK UNPAD/RSHS. 2005. h. 71-76. 4. Albar E. Tubektomi pada Wanita. Dalam : Winkjosastro H, (editor). Ilmu
Kandungan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. h. 564-565