Niken Audi Lestari 1102011194 1. MEMAHAMI MEMAHAMI DAN MENJELASKAN NEUROANATOMI SISTEM LIMBIK Sistem Limbik Pengertian : Yang termasuk kedalam sistem limbik ialah semua bangunan bangunan berikut
Lobus limbik (Broca)
Formatio hipocampi
Nucleus amygdaloideus Hypothalamus
Nucleus anterior thalami
Nucleus medio dorsalis thalami
Area septi
Beserta penghubungnya :
Alveus
Fimbria
Fornix
Tractus mammilothalamicus
Stria terminalis
Stria medullaris
Dari bangunan – bangunan – bangunan bangunan tersebut terlihat bahwa sistem limbik melibatkan :
Tel-encephalon
Di-encephalon
LOBUS LIMBIK (BROCA) Pengertian : Lobus limbik merupakan bangunan bangunan berbentuk huruf C pada dataran medial hemiphaerum yang melingkari corpus callosum dan mempunyai satu kesatuan fungsi yang meliputi : Gyrus callosum s.subiculum : terletak didepan lamina terminalis dan rostrum corpus callosum, jalan melingkari corpus callosum sampai splenium corporis csllosi 1
Gyrus cinguli : terletak tepat diatas corpus callosum Gyrus parahipocampi : tetletak antara fissura hipocampi dan sulcus colateralis. Kedepan dia lanjut menjadi uncus FORMATIO HIPPOCAMPI Pengertian : Merupakan bangunan bangunan yang mempunyai satu kesatuan fungsi fungsi yang meliputi:
HIPPOCAMPUS HIPPOCAMPUS (cornu Ammonis)
Merupakan substantia grissea yang melengkung ke atas sepanjang dasar cornu Inferior ventriculus lateralis. Ujung depannya melebar membentuk: PES HIPPOCAMPI. Pada penampang frontal, hippocampus berbentuk seperti huruf C. Permukaan dalam ventriculus yang melangkung dilapisi oleh EPENDYM. Di bawahnya terdapat selapis tipis substantia alba disebut sebagai: ALVEUS yang t.d. serabut saraf yang berasal dari hippocampus yang kemudian melengkung kemedial membentuk: FIMBRIA. Fimbria sendiri meninggalkan ujung belakang hippocampus sebagai Crus fornix. Crus fornix dari tiap sisi membelok ke belakang dan atas dibawah splenium corpus callosi dan mengelilingi dataran belakang thalamus. Kedua crura fornix tsb.kemudian menyatu membentuk Corpus fornix yang terletak sangat dekat dengan dataran bawah corpus callosum. Pada waktu kedua crura saling mendekat, dia dihubungkan oleh serabut saraf yang jalan melintang: Commissura fornices yang akan saling bersilangan kiri dengan yang kanan dan akhirnya bergabung dengan hippocampus pada sisi yang sama. Fungsi Hippocampus: berperan dalam proses belajar dan ingatan sekarang GYRUS DENTATUS Pengertian : merupakan seberkas substantia grissea yang terletak antara Fimbria Hippocampi dengan Gyrus hippocampi. Struktur : kebelakang gyrus dentatus berjalan mendampingi fimbria sampai kedekat splenium corporis callosi dimana dia lanjut menjadi: Induseum griseum. Induseum griseum sendiri merupakan seberkas tipis substantia grissea yang menutupi dataran atas corpus callosum. Pada dataran atas Induseum griseum terdapat dua berkas serabut saraf: Stria longitudinalis mediale dan Stria longitudinalis laterale. Kedua stria ini merupakan sisa (substantia alba): induseum grisea vestigii Gyrus dentatus dan hippocampus sama-sama berbentuk huruf C dan kedua huruf tersebut saling mengunci satu dengan lainnya.
SUBICULUM s.GYRUS SUBCALLOSUM
2
Gyrus cinguli : terletak tepat diatas corpus callosum Gyrus parahipocampi : tetletak antara fissura hipocampi dan sulcus colateralis. Kedepan dia lanjut menjadi uncus FORMATIO HIPPOCAMPI Pengertian : Merupakan bangunan bangunan yang mempunyai satu kesatuan fungsi fungsi yang meliputi:
HIPPOCAMPUS HIPPOCAMPUS (cornu Ammonis)
Merupakan substantia grissea yang melengkung ke atas sepanjang dasar cornu Inferior ventriculus lateralis. Ujung depannya melebar membentuk: PES HIPPOCAMPI. Pada penampang frontal, hippocampus berbentuk seperti huruf C. Permukaan dalam ventriculus yang melangkung dilapisi oleh EPENDYM. Di bawahnya terdapat selapis tipis substantia alba disebut sebagai: ALVEUS yang t.d. serabut saraf yang berasal dari hippocampus yang kemudian melengkung kemedial membentuk: FIMBRIA. Fimbria sendiri meninggalkan ujung belakang hippocampus sebagai Crus fornix. Crus fornix dari tiap sisi membelok ke belakang dan atas dibawah splenium corpus callosi dan mengelilingi dataran belakang thalamus. Kedua crura fornix tsb.kemudian menyatu membentuk Corpus fornix yang terletak sangat dekat dengan dataran bawah corpus callosum. Pada waktu kedua crura saling mendekat, dia dihubungkan oleh serabut saraf yang jalan melintang: Commissura fornices yang akan saling bersilangan kiri dengan yang kanan dan akhirnya bergabung dengan hippocampus pada sisi yang sama. Fungsi Hippocampus: berperan dalam proses belajar dan ingatan sekarang GYRUS DENTATUS Pengertian : merupakan seberkas substantia grissea yang terletak antara Fimbria Hippocampi dengan Gyrus hippocampi. Struktur : kebelakang gyrus dentatus berjalan mendampingi fimbria sampai kedekat splenium corporis callosi dimana dia lanjut menjadi: Induseum griseum. Induseum griseum sendiri merupakan seberkas tipis substantia grissea yang menutupi dataran atas corpus callosum. Pada dataran atas Induseum griseum terdapat dua berkas serabut saraf: Stria longitudinalis mediale dan Stria longitudinalis laterale. Kedua stria ini merupakan sisa (substantia alba): induseum grisea vestigii Gyrus dentatus dan hippocampus sama-sama berbentuk huruf C dan kedua huruf tersebut saling mengunci satu dengan lainnya.
SUBICULUM s.GYRUS SUBCALLOSUM
2
Merupakan bagian yang terletak antara hypocampus dengan gyrus parahippocampus. Keseluruhan formatio hippocampi mempunyai panjang 5cm mulai dari depan (pada amygdala) kebelakang mencapai splenium corporis callosi. NUCLEUS AMYGDALOIDEUS (amygdala)
Bentuk : Seperti buah almond Merupakan massa nuclei yang terletak pada lobus temporalis di daerah transisi dengan dataran postero inferor lobus frontalis. Menerima aferen dari:
Lobus olfactorius anterior
Cortex piriformis, temporalis, pre frontalis
Hypothalamus
Nucleus medio dorsalis thalami
Tegmentum Mengirim eferen ke:
Area preopticum mediale Nucleus area septi Hypothalamus
Nucleus amygdaloideus sisi lain
Nucleus medio doralis thalami
Cortex prefrontalis
Tegmentum
Letak : Sebagian didepan dan sebagian lagi di atas puncak cornu inferior ventriculus lateralis. Dia berhubungan dengan ujung ekor nucleus caudatus yang berjalan kedepan pada atap cornu inferior ventriculus lateralis. Stria terminalis muncul dari dataran belakangnya. Fungsi amygdala
:
Kalau dipacu, terjadi peruahan suasana hati (mood)
Kalau dirusak, terjadi sikap agresif
Melalui hypothalamus, dia mempercepat aktifitas endokrin, sex dan reproduksi
AREA SEPTI : Merupakan bagian dari nuclei tel-encephalon Dibentuk oleh :
Cortex area septi
Gyrus para terminalis
Gyrus (area) subcallosum Letak : antara septum pellucidum dengan communissura anterior Hubungan timbal balik dengan formatio hippocampi via formix
3
Hubungan timbal balik dengan hypothalamus Berhubungan dengan habenula melalui stria medallaris thalami HYPOTHALAMUS Pengertian Hypothalamus merupakan bagian kecil dan terletak paling depan dari diencephalon. Hamya hypothalamus yang dapat terlihat langsung didataran bawah otak. Bagian lain dari Diencephalon tertutup oleh kedua hemisphaerum cerbri.
Letak Membentuk dasar dan sebagian didnding lateral ventriculus tertius, sebagian terlindung oleh sella turcica ossis sphenoidalis. Dia terletak di bawah thalamus mulai dari daerah chiasma optici sampai ke lamina terminale dan commisura anterior, sehingga daerah yang di tempati htpothalamus itu sering juga sebagai area preopticum. Kearah caudal hypothalamus membaur dengan tegmentum mesencephalon. Dinding lateral hypothalamus dibatasi oleh capsula interna. Struktur Jika dilihat dari bawah, hypothalaus tampak bangunan berikut : Chiasma opticum Tuber cineureum dan infundibulum Corpus mammillare Nuclei hypothalamus terbagi atas 2 kelompok nuclei : kelompok medial dan kelompok lateral, yang ditengh dipisah oleh sebuah dinding parasagital imaginer dimana terdapat : collumna fornix dan tractus mammillothalamicus. Kelompok Nuclei Medial Tersusun dari depan ke belakang sebagai berikut :
Nucleus peopticus
Nucleus paraventricularis
Nucleus ventromedialis
Nucleus infundibularis
Nucleus posterior
Kelompok Nuclei Lateral Tersusun dari depan kebelakang sebagai berikut :
Nucleus supraopticus
Nucleus lateralis major
Nucleus tuberomammillare
Nucleus tuberi lateralis
NUCLEUS ANTERIOR ANTERIOR THALAMI Terbagi atas 4
Nuclei anteromedialis thalami
Nuclei anterodorsalis thalami
Nuclei anteroventralis thalami
Letak disekeliling foramen interventriculare terkungkung oleh kaki – kaki lamina medullare pad aujung depan thalamus. Kelompok nuclei ini membentuk tonjolan yang menjorokearah ventriculus lateralis. Hubungan Menerima input serabut aferen dari hypothalamus via tractus mammillothalamus dan kemudian diproyeksikan ke gyrus cinguli, khususnya ke area Brodmann 23 dan 24. Menerima input dari hipocampus via fornix Mengirim output ke gyrus cinguli Merupakan bagian dari sistem limbik NUCLEUS MEDIODORSALIS THALAMI SERABUT PENGHUBUNG LOBUS LIMBIK:
Alveus (sudah diterangkan)
Fimbria(sudah diterangkan)
Fornix (sudah diterangkan)
Tractus mammillothalamicus (sudah diterangkan)
Stria terminalis (sudah diterangkan)
Stria medularis (sudah diterangkan)
Commissura anterior (sudah diterangkan)
FUNGSI SISTEM LIMBIK
Berkaitan erat dengan keadaan emosi dan perilaku, terutama: reaksi takut, marah dan libido
Khusus hippocampus mempunyai fungsi:
Pembelajaran
Ingatan sekarang (hal-hal baru)
Ingatan masa lalu biasanya tidak akan berubah jika terjadi kerusakan pada hippocampus. Ingatan sekarang yang disimpan pada hippocampus tersebut, kemudian dengan cara yang belum diketahui diteruskan ke cortex frontalis. Disinilah disimpan ingatan masa lalu.
Berkaitan erat dengan fungsi penciuman, walau tak cukup bukti
Berkaitan erat dengan respons homeostatik terhadap perubahan lingkungan
Berkaitan erat dengan perubahan emosi sehingga melibatkan aktivitas lokomotorik, saraf otonom dan kelenjar endokrin
Berkaitan erat dengan
Perasaan 5
Makan
Berkelahi
Melarikan diri
Mencari pasangan
Hipothalamus
Di sekeliling hipotalamus terdapat terdapat subkortikal lain dari sistem limbik yang meliputi septum, area paraolfaktoria, epithalamus, nukleianteriorthalamus, gangglia basalis hipocampus dan amigdala. Di sekeliling area subkortika limbik terdapat korteks limbik, yang terdiri atas sebuah cincin korteks serebri pada setiap belahan otak yang dimulai dari area orbitofrontalis pada permukaan ventral lobus frontalis, menyebar ke atas ke dalam girus sub kalosal, kemudian melewati ujung atas korpus kalosum ke bagian hemisferium serebri dalam girus singulata dan akhirnya berjalan ke belakang korpus kalosum dan ke bawah menuju permukaan ventro medial lobus temporalis ke girus parahipokampal dan unkus. Lalu pada permukaan medial dan ventral dari setiap hemisferium serebri ada sebuah cincin terutama merupakan paleokorteks yang mengelilingi sekelompok struktur dalam yang menagtur perilaku dan emosi. Sebaliknya, cincin korteks limbik ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi dua arah dan merupakan tali penghubung antara neokorteks dan struktur limbik lain yang lebih rendah. Jalur komunikasi yang penting antara sistem limbik dan batang otak adalah berkas otak depan bagian medial (medial forebrain bundle) yang menyebar ke regio septal dan orbito frontal korteks serebri ke bawah melalui bagian tengah hipotalamus ke formasio retikularis batang otak. Berkas ini membuat serabut-serabut dalam dua arah, membentuk garis batang sistem komunikasi. Jalur komunikasi yang kedua adalah melalui jaras pendek yang melewati formasio retikularis batang otak, thalamus, hipothalamus, dan sebagian besar area lainnya yang berhubungan dengan area basal otak. Hipotalamus meskipun berukuran sangat kecil hanya beberapa sentimeter kubik mempunyai jaras komunika dua arah yang berhubungan dengan semua tingkat sistem limbik. Sebaliknya, hipotalamus dan struktur yang berkaitan dengannya mengirimkan sinyal-sinyal keluaran dalam tiga arah: ke belakang dan ke bawah menuju batang otak terutama di are retikular mesenfalon, pons, dan medula dan dari area tersebut ke saraf perifer sistem saraf otonom. ke atas menuju bagian besar area yang lebih tinggi di diensefalon dan serebrum khususnya bagia anterior talamus dan bagian limbik korteks serebri. infundibulum hipotalamus untuk mengatur atau mengatur secara sebagain dari fungsi sekretorik pada sebagian posterior dan anterior kelenjar hipofisis. Pengaturan fungsi vegetatif dan fungsi endokrin Hipotalamus Pada setiap hipotalamus tampak adanya suatu area hipotalamik lateral yang besar. Area ini berguna untuk pengaturan rasa haus, rasa lapar, dan sebagian besar hasrat emosional. Pengaturan kardiovaskular menimbulkan efek neurogenik pada sistem kardiovaskular yang telah dikenal meliputi kenaikan tekanan arteri, penurunan arteri, peningkatan dan penurunan frekuensi denyut jantung. 6
Pengaturan suhu tubuh. Bagian anterior hipotalamus khususnya area preoptik berhubungan dengan suhu tubuh. Peningkatan suhu darah yang mengalir melewati area ini meningkatkan aktivitas neuron-neuron suhu. sebaliknya penurunan suhu darah akan menurunkan aktivitasnya. Pengaturan cairan. Hipotalamus mengatur cairan tubuh melalui dua cara. 1) dengan mencetuskan sensasi haus yang menyebabkan seseorang atau hewan minum air. 2) mengatur ekskresi air ke dalam urine. Di hipotalamus bagian lateral terdapat area pusat rasa haus. Pengaturan kontraktiitas uterus dan pengeluaran air susu oleh payudara. Perangsangan nuklei paraventrikular menyebabkan sel-sel neuronnya mensekresi hormon oksitosin yang menyebabkan peningkatan kontraktilitas uterus serta kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveoli payudara yang selanjutnya alveoli mengosongkan air susu melalui puting susu. Pengaturan gastrointestinal dan hasrat makan. Yang berhubungan dengan rasa lapar terdapat di area hipotalamus lateral. Sedangkan pusat rasa kenyang terletak di nuklei ventromedial. Pengaturan hipotalamik sekresi hormon endokrin oleh kelenjar hipofisis anterior. Fungsi perilaku dari hipotalamus dan fungsi limbik yang berkaitan Perangsangan hipotalamus lateral pada hewan, tidak hanya merangsang timbulnya rasa haus dan nafsu makan, tetapi juga kadangkala menyebabkan timbul rasa marah yang sangat hebat dan keinginan untuk berkelahi. Perangsangan nukleus ventromedial menimbulkan rasa kenyang, menurunkan nafsu makan, dan hewan juga tenang. Perangsangan zone tipis dari nuklei paraventrikular, yang terletak sangat berdekatan dengan ventrikel ke tiga biasanya menimbulkan rasa takut dan reaksi terhukum. Dorongan seksual terjadi bila ada rangsangan pada hipotalamus khususnya sebagian besar bagian anterior dan posterior. Beberapa prinsip sebagai bentuk kecerdasan emosi yang diperankan sistem limbik antara lain:
Mempengaruhi sistem belajar manusia . Sistem limbik ini mengontrol kemampuan daya ingat, kemampuan merespon segala informasi yang diterima pancaindera. Mengontrol setiap informasi yang masuk. Sistem limbik ini mengontrol setiap informasi yang masuk dan memilih informasi yang berharga untuk disimpan dan yang tidak berharga akan dilupakan. Oleh karena itu sistem limbik menentukan terbentuknya daya ingat jangka panjang yang berguna dalam pel ayanan pendidikan anak. Otak tidak akan memberikan perhatian jika informasi yang masuk mengabaikan sistem limbik . Suasana belajar yang membosankan membuat sistem limbik mengkerut dan kehilangan daya kerjanya. Oleh karena itu suasana belajar yang menyenangkan akan memberi pengaruh positif pada kerja sistem limbik.
Fungsi spesifik bagian bagian lain sistem limbic F ungsi hi pokampus
7
Hipokampus merupakan bagian korteks serebri yang memanjang melipat ke dalam untuk membentuk lebih banyak bagian dalam ventrikel lateralis. Hipokampus merupakan saluran tambahan yang dilewati oleh sinyal sensorik yang masuk, yang dapat memulai reaksi perilaku dengan tujuan yang berbeda. Seperti halnya halnya pada struktur-struktur limbik lain, perangsangan pada berbagai area dalam hipokampus hampir selalu dapat menyebabkan salah satu dari berbagai pola perilaku, misalnya rasa marah, ketidak pedulian, atau dorongan seks yang berlebihan. Hal-hal yang berasal dari ingatan jangka pendek dapat diubah untuk disimpan menjadi ingatan jangka panjang oleh hipokampus. Hipokampus (terletak diantara lobus temporal otak) dan bagian media lobus temporal (bagian yang terletak paling dekat dengan garis tengah badan) juga berperan dalam proses penggabungan ingatan (memory consolidation). Untuk mengingat sesuatu, seseorang harus berhasil melaksanakan 3 hal, yaitu mendapatkan informasi, menahan/meyimpannya dan mengeluarkannya. Bila kita lupa akan sesuatu, maka gangguan dapat terjadi pada bagian mana saja dari ke 3 proses tersebut. Memory adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Ingatan mempunyai beberapa fase yaitu : waktunya sangat singkat (extremely shortterm)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa detik), Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsungbeberapa jam sampai seumur hidup. dihasilkan oleh perubahan struktural pada system saraf, yang I ngatan j angka panj ang terjadi karena aktifasi berulang terhadap lingkaran neuron (loop of neuron). Lingakaran tersebut dapat dari korteks ke thalamus atau hipokampus, kembali lagi ke korteks. Aktifasi berulang terhadap neuron yang membentuk loop tersebut akan menyebabkan synaps diantara mereka secara fungsional berhubungan. Sekali terjadi hubungan, maka neuron tersebut akan merupakan suatu kumpulan sel, yang bila tereksitasi pada neuron tersebut akan terjadi aktifasi seluruh kumpulan sel tersebut. Dengan demikian dapat disimpan dan dikembalikan lagi oleh berbagai sensasi, pikiran atau emosi yang mengaktifasi beberapa neuron dari kumpulan sel tersebut. Menurut Hebb perubahan struktural tersebut terjadi di sinaps.
8
Peran Hipokampus dalam pembelajaran Fungsi teoritis hipokampus pada pembelajaran dapat menyebabkan timbulnya dorongan untuk mengubah ingatan jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang. Artinya, hipokampus menjalarkan sinyal-sinyal yang tampaknya membuat pikiran berulang-ulang melatih informasi baru sampai menjadi ingatan yang disimpan permanen. Amigdala
Amigdala merupakan kompleks beragam nukleus kecil yang terletak tepat di bawah korteks serebri dari tiang (pole) medial anterior setiap lobus temporalis. Amigdala mempunyai banyak sekali hubungan dua jalur dengan hipothalamus seperti juga dengan daerah sistem limbik lainnya. Amigdala menerima sistem neuronal dari semua bagian korteks limbik seperti juga dari neokorteks lobus temporalis, parietalis, dan ksipitalis terutama dari area asosiasi auditorik dan area asosiasi visual. Oleh karena hubungan yang multiple ini, amigdala disebut “ jendela “, yang dipakai oleh sistem limbik untuk melihat kedudukan seseorang di dunia. Sebaliknya, amigdala menjalarkan sinyal- sinyal : kembali ke area kortikal yang sama ini, ke hipokampus, ke septum, ke thalamus, dan khususnya ke hipothalamus. Efek perangsangan amigdala hampir sama dengan efek perangsangan langsung pada hipothalamus, ditambah dengan efek lain. Efek yang diawali dari amigdala kemudian dikirim melalui hipotalamus meliputi : 1) peningkatan dan penurunan tekanan arteri, 2) meningkatkan atau menurunkan frekuensi denyut jantung 3,) meningkatkan atau menurunkan motilitas dan sekresi gastrointestinal, 4) defekasi atau mikturisi 5), dilatasi pupil atau kadangkala kontriksi, 6) piloereksi, 7) sekresi berbagai hormon hipofisis anterior terutama hormon gonadotropin dan adrenokortikortopik. Disamping efek yang dijalarkan melalui hipotalamus ini, persangsangan amigdala juga dapat menimbulkan beberapa macam gerakan involunter yakni: 1) pergerakan tonik seperti mengangkat kepala atau membungkukkan badan, 2) pergerakan melingkar melingkar, 3) kadangkala pergerakan klonik, ritmis, dan berbagai macam pergerakan yang berkaitan dengan penciuman dan makan sperti menjilat, mengunyah, dan menelan. Selain itu, perangsangan pada nukleo amigdala tertentu dapat menimbulkan pola marah, melarikan diri, rasa terhukum, nyeri yang sangat, dan rasa takut seperti pola rasa marah yang dicetuskan oleh hipotalamus. Fungsi keseluruhan amigdala Amigdala merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat bawah sadar. Amigdala juga tampaknya berproyeksi pada jalur sistem limbik seseorang dalam berhubungan dengan alam sekitar dan pikiran. Amigdala dianggap membuat respon perilaku seseorang sesuai dengan tiap kedaan.
9
korteks limbi k
Bagian dari sistem limbik yang sedikit dimengerti adalah cincin korteks limbik, yang mengelilingi struktur subkortikal limbik. Korteks ini berfungsi sebagai zona transisional yang dilewati oleh sinyal-sinyal yang dijalarkan oleh sisa korteks otak ke dalam sistem limbik dan juga ke arah yang berlawanan Korteks li mbik
Bagian dari sistem limbik yang sedikit dimengerti adalah cincin korteks limbik, yang mengelilingi struktur subkortikal limbik. Korteks ini berfungsi sebagai zona transisional yang dilewati oleh sinyal-sinyal yang dijalarkan oleh sisa korteks otak ke dalam sistem limbik dan juga ke arah yang berlawanan. Oleh karena itu. Korteks limbik berfungsi sebagai area asosiasi serebral untuk mengatur perilaku.
Korteks limbik ini dimulai dari : Otak area orbito frontalis pada permukaan ventral lobus frontalis, menyebar ke atas ke dalam girus subkalosal, kemudian melewati ujung atas korpus kolosum ke bagian medial hemisferum serebri dalam girus singulata, dan akhirnya berjalan di belakang korpus kolosum dan ke bawah menuju permukaan ventromedial lobus temporalis ke girus parahipokampal dan unkus. Lalu pada permukaan medial dan ventral dari setiap hemisferum serebri ada sebuah cincin, terutama merupakan paleokorteks, yang mengelilingi sekelompok struktur dalam yang sangat berkaitan dengan prilaku dan emosi. Sebaliknya, cincin korteks ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi dua arah dan merupakan tali penghubung antara neokorteks dan struktur limbik yang lebih rendah. Perangsangan pada berbagai regio korteks limbik akan meinggagalkan fungsi korteks limbik ini. Namun, seperi halnya regio-regio lain dari sitem limbik, pola perilaku tersebut dapat juga dicetuskan dengan merangasang daerah spesifik dalam korteks limbik. Demikian juga ablasi beberapa area korteks limbik dapat menimbulkan perubahan yang persisten pada perilaku hewan,misalnya hewan menjadi liar, mau menyelidiki segala objek, mempunyai dorongan seksual yang besar tehadap hewan yang tidak sesuai atau terhadap benda- benda mati.
10
2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN NEUROFISIOLOGI Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju.limbik secara harfiah diartikan sebagai perbatasan. Sistem limbik itu sendiri diartikan keseluruhan lintasan neuronal yang mengatur tingkah laku emosional dan dorongan motivasional. Bagian utama sistem limbik adalah hipothalamus dan struktur-strukturnya yang berkaitan. Bagian otak ini sama dengan yang dimiliki hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi mengendalikan emosi, mengendalikan hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, seksualitas, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai Alam Bawah Sadar atau ketaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang, dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, respek dan kejujuran. Sistem Limbik yang terdiri dari Amigdala, Thalamus dan Hipothalamus ini berperanan sangat penting dan berhubungan langsung dengan sistem otonom maupun bagian otak penting lainnya. Karena hubungan langsung sistem Limbik dengan sistem otonom, jadinya bila ada stimulus emosi negatif yang langsung masuk dan diterima oleh sistem Limbik dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti : gangguan jantung , hipertensi maupun gangguan saluran cerna. Tidak heran saat seseorang marah , maka jantung akan berdetak lebih cepat dan lebih keras dan tekanan darah dapat meninggi. Stimulus emosi dari luar ini dapat langsung potong jalur masuk ke sistem Limbik tanpa dikontrol oleh bagian otak yang mengatur fungsi intelektual yang mampu melihat stimulus tadi secara lebih obyektif dan rasional. Hal ini menjelaskan kenapa seseorang yang sedang mengalami emosi kadang perilakunya tidak rasional. Permasalahan lain adalah pada beberapa keadaan seringkali emosi negatif seperti cemas dan depresi timbul secara perlahan tanpa disadari dan individu tersebut baru menyadari saat setelah timbul gejala fisik , seperti misalnya hipertensi. Memahami dan menjelaskan peran dopamine dan perilaku Fungsi Dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir pada regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya sebagai inhibisi. Dopamin bersifat inhibisi pada beberapa area tapi juga eksitasi pada beberapa area. Sistem norepinefrin yang bersifat eksitasi menyebar ke setiap area otak, sementara serotonin dan dopamin terutama ke regio ganglia basalis dan sistem serotonin ke struktur garis tengah (midline). Dopamin telah diduga kemungkinan penyebab skizofrenia secara tidak langsung karena banyak pasien parkison yang mengalami gejala skizofrenia ketika diobati dengan obat yang disebut LDOPA. Obat ini melepaskan dopamin dalam otak, yang sangat bermanfaat dalam 11
mengobati parkinson, tetapi dalam waktu bersaman obat ini menekan berbagai bagian lobus prefrontalis dan area yang berkaitan dengan lainnya. Telah diduga bahwa pada skizofrenia terjadi kelebihan dopamin yang disekresikan oleh sekelompok neuron yang mensekresikan dopamin yang badan selnya terletak tegmentum ventral dari mesensefalon, disebelah medial dan anterior dari sistem limbik, khususnya hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan sebagian lobus frefrontalis ini semua pusat- pusat pengatur tingkah laku yang sangat kuat. Suatu alasan yang sangat kuat. Suatu alasan yang lebih meyakinkan untuk mempercayai skizofrenia mungkin disebabkan produksi dopamin yang berlebihan ialah bahwa obat-obat yang bersifat efektif mengobati skizofrenia seperti klorpromazin, haloperidol, dan tiotiksen semuanya menurunkan sekresi dopamin pada ujung-ujung syaraf dopaminergik atau menurunkan efek dopamin pada neuron yang selanjutnya. Fisiologi neurotransmiter dopamin Dopamin merupakan kelompok neurotransmiter katekholamin. Jumlah total neuron dopaminergik di otak manusia, tidak termasuk di retina dan bulbus olfaktorius diperkirakan berjumlah antara 300.000 sampai dengan 400.000. Nukleus dopaminergik yang utama dijumpai pada substansia nigra pars compacta, daerah tegmental sentral, dan nukleus arcuatus Dari substansia nigra dan daerah tegmental sentral neuron tersebut akan berproyeksi ke daerah mesolimbik, mesokortikal, dan daerah striatum. Dopamin disintesis dari tyrosine dibagian terminal presinaps untuk kemudian dilepaskan ke celah sinaps. Langkah pertama sintesis dopamin adalah proses uptake asam amino L-tyrosine dari aliran darah. Tyrosine akan dikonversi menjadi 3-4-dihidroxyphenylalanine (L-DOPA) oleh enzim tyrosine hydroxylase, dan kemudian L-DOPA dikonversi menjadi dopamin oleh enzim dopa decarboxylase. Dopamin disimpan dalam granula-granula di ujung presinaptik saraf, dan akan dilepaskan apabila ada rangsangan. Dopamin yang dilepaskan ke celah sinaps dapat mengalami satu atau lebih keadaan berikut: • mengalami pemecahan oleh enzim COMT/ Catechol-O-Methyl-Transferase atau enzim MAO/ Monoamine Oxidase, • mengalami difusi dari celah sinaps, • mengaktivasi reseptor pre sinaptik • mengaktivasi reseptor post sinaptik, dan • mengalami ambilan kembali (reuptake) ke terminal pre sinaptik. • Reseptor dopamin memiliki 2 sub tipe utama yaitu reseptor seperti D1 (D1dan D5) dan reseptor seperti D2 (D2, D3, dan D4) . Variasi tipe reseptor ditentukan oleh urutan asam amino DNA. Reseptor D2 memiliki 2 bentuk isoform yaitu D2 short dan D2long.
Tabel 1 menunjukkan reseptor dopamin, lokasi, agonis, dan antagonisnya. Perangsangan reseptor D2 post sinaps akan merangsang proses interseluler. Secara fungsional tidak ada perbedaan antara kedua bentuk reseptor D2yang isoform tersebut. Pemahaman akan fungsi masing-masing reseptor akan berguna dalam aplikasi klinik terapi. Reseptor dopaminergik D2 dapat berperan sebagai autoreseptor. Reseptor dopaminergik D2 12
terletak di pre sinaps maupun post sinaps. Dopamin yang dilepaskan dari terminal saraf dapat mengaktivasi reseptor D2 pada terminal presinaptik yang sama, dan akan mengurangi sintesis atau pelepasan dopamin yang terlalu berlebihan, sehingga reseptor D2 akan berperan sebagai mekanisme umpan balik (feedback) negatif yang dapat memodulasi atau menghentikan pelepasan dopamin pada sinaps tertentu. Pada otak manusia terdapat 3 nukleus dopaminergik yang utama yaitu: (1) substansia nigra pars compacta yang berproyeksi ke striatum, (2) area tegmental ventral yang berproyeksi ke nukleus accumbens dan korteks serebri, dan (3) nukleus arcuatus hipotalamus yang berproyeksi ke area tuberoinfundibular dan hipofisis. Tabel 1. Reseptor Dopamin dan obat-obat yang berperan Reseptor D1
D2
D3 D4 D5
Agonis -
Antagonis Haloperidol
Lokasi Neostriatum, korteks serebri, tuberkel olfaktorius, n. accumbens
Bromocriptine
Haloperidol, Raclopride, Sulpride Quinpirole Raclopride Nucleus
Neostriatum, tuberkel olfaktorius, n. accumbens
Clozapine -
-
accumbens Amygdala Hipokampus dan Hipotalamus
Hubungan antara dopamin dan perilaku Dopamin bekerja menghambat pelepasan prolaktin dari lobus interior pituitary. Sebagai pusat reward reinforcement dan motivasi perilaku. Para neurophysiologist, computer scientist, psychologist dan economist yang berkolaborasi dalam studi interdisiplin di jurnal Nature vol. 9, Agustus 2006, mengemukakan hipotesa mengenai sel saraf dopamin otak tengah sebagai pengkode dalam menentukan pengambilan keputusan. Tingginya kadar dopamin diasosiasikan dengan meningkatnya perhatian, hiperaktivitas, keresahan dan perilaku goal-oriented. Ketidakseimbangan kadar dopamin dalam otak juga diduga mempunyai korelasi dengan penyakit skizofrenia, Parkinson, AttentionDeficit/Hyperactivity Disorders (ADHD) dan autisme, dimana keduanya memberikan gejala abnormalitas pada perilaku pasien. 3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN GEJALA PADA PSIKIATRIK (SIMTOMATOLOGI) I. Pengenalan Sebagian besar tanda dan gejala yang terdaftar di bawah ini dapat dipahami sebagai nilai yang bervariasi dari berbagai gambaran spektrum perilaku yang berkisar antara normal sampai abnormal. Sangat sulit untuk menemukan suatu gejala atau tanda patognomonik 13
(khas) dalam psikiatri. Sebagai pembanding, pada pengobatan secara internal masih lebih mudah untuk menemukan tanda yang dapat menunjukkan adanya indikasi suatu penyakit atau gangguan tertentu, sebagai contoh, tanda “cincin Kayser -Fleischer” pada penyakit Wilson's atau refleks Babinski pada penyakit gangguan jalur piramidal. A. Tanda : Pengamatan dan penemuan penyakit / gangguan oleh seorang dokter, seperti adanya suatu penyumbatan atau retardasi psikomotorik. B. Gejala : pengalaman pribadi yang dirasakan dan diuraikan oleh pasien, sering dinyatakan dalam bentuk keluhan, seperti suasana hati tertekan atau kehilangan energi. C. Sindrom : suatu kelompok tanda dan gejala yang bersama-sama menyusun suatu kondisi tertentu yang dapat dikenal, namun lebih samar-samar dibanding suatu gangguan / penyakit yang spesifik. II. Tanda dan Gejala Gangguan Psikiatri A. Kesadaran : Status kesadaran ( istilah sensorium kadang-kadang digunakan sebagai suatu sinonim untuk kesadaran). 1. Gangguan kesadaran a. Disorientasi : Gangguan orientasi dalam hal waktu, tempat, atau orang. b. Kesadaran berkabut : kesadaran yang tidak sempurna dengan gangguan persepsi dan sikap. c. Stupor : ketiadaan reaksi dan tidak mengenal lingkungan. d. Delirium : reaksi kebingungan, disorientasi, gelisah yang berhubungan dengan ketakutan dan halusinasi. e. Koma : Derajat tingkat keadaan pingsan yang dalam. f. Koma vigil / terjaga : keadaan koma di mana pasien nampak seperti tertidur tetapi siap untuk dibangunkan ( dikenal sebagai mutisme akinetik). g. Status kesadaran senjakala : gangguan kesadaran dengan halusinasi h. Status seperti mimpi : sering digunakan sebagai sinonim untuk bangkitan parsial kompleks atau epilepsi psikomotorik. i. Somnolen : keadaan mengantuk yang abnormal. j. Kebingungan : Gangguan kesadaran di mana reaksi ke stimuli lingkungan tidak sesuai; yang dinyatakan dengan disorientasi dalam hal waktu, tempat, atau orang. k. Keadaan mengantuk : suatu status kesadaran lemah berhubungan dengan suatu keinginan atau kecenderungan untuk tidur. l. Terbenamnya matahari : sindrom pada orang lanjut usia yang umumnya terjadi pada malam hari dan ditandai oleh keadaan mengantuk, kebingungan, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena dalam pengobatan sedatif, yang disebut sindrom sundowner's.
2. Gangguan perhatian : perhatian adalah sejumlah usaha yang digunakan dalam memperhatikan dan fokus terhadap suatu hal tertentu dari suatu pengalaman; kemampuan untuk fokus pada satu aktivitas; dan kemampuan untuk berkonsentrasi. a. Distraktibilitas : Ketidakmampuan untuk konsentrasi dalam memberi perhatian; keadaan di mana perhatian ditarik menuju stimuli eksternal yang tidak relevan atau tidak penting. b. Inatensi selektif : Perhatian yang terbatas hanya pada berbagai hal yang menghasilkan ketertarikan.
14
c. Hypervigilans : perhatian berlebihan yang terpusat pada semua stimuli internal dan eksternal, terjadi sekunder pada delusi atau paranoid; berhubungan dengan hyperpragia: aktivitas mental dan pemikiran berlebihan. d. Trans : perhatian yang terpusat dan kesadaran berubah, umumnya dilihat pada keadaan hipnosa, gangguan disasosiasi, dan pengalaman reli gius yang sangat menggembirakan. e. Disinhibisi : Perpindahan efek inhibisi, yang mengakibatkan orang hilang kendali ketika dalam keadaan mabuk oleh alkohol. 3. Gangguan Sugestibilitas : respon tanpa kritik dan mengalah terhadap suatu ide / pendapat yang mempengaruhi. a. Folie a deux ( folie a trois) : gangguan komunikasi emosional antara dua ( atau tiga) orang. b. Hipnosa : modifikasi kesadaran yang ditandai oleh suatu peningkatan sugestibilitas. B. Emosi: status perasaan yang kompleks termasuuk didalamnya faktor psikis, somatis, maupun prilaku yang berhubungan atau dapat mempengaruhi suasana hati. 1. Afek : ungkapan emosi yang dapat diamati, yang mungkin dapat berbeda dengan apa yang dikeluhkan oleh pasien. a. Afek yang sesuai : kondisi di mana ungkapan emosi selaras dengan pikiran, ide maupun perkataan ; dapat diuraikan lebih lanjut sebagai afek yang yang diekspresikan secara wajar. b. Afek tidak sesuai : ketidaksesuaian antara ungkapan emosi yang dirasakan dengan pikiran, ide maupun perkataan. c. Afek tumpul : gangguan afek yang ditandai oleh adanya pengurangan sejumlah besar intensitas ungkapan emosi / perasaan secara eksternal . d. Afek terbatas : pengurangan dalam intensitas ungkapan emosi / perasaan; lebih sedikit dibanding Afek tumpul namun tetap jelas adanya pengurangan. e. Afek datar : Ekspresi afeksi yang bisa ada ataupun tidak ada: ditandai dengan suara yang monoton, wajah tak bergerak ( tanpa ekspresi ). f. Afek labil : perubahan yang kasar dan cepat dalam ungkapan emosional, tidak berhubungan dengan stimuli eksternal. 2. Suasana hati ( Mood ) : suatu pengalaman subyektif yang menggambarkan dan mendukung emosi / perasaan yang dapat disampaikan oleh pasien dan yang dapa diamati oleh orang lain; misalnya adanya tekanan, kegembiraan, dan kemarahan. a. Mood Disforik : suatu suasana hati tak enak. b. Mood Eutimik : cakupan suasana hati normal, menyiratkan tidak adanya perasaan t ertekan atau persaan senang berlebihan. c. Mood ekspansif ( leluasa ) : ungkapan seseorang yang merasakan kebebasan, biasanya dengan suatu pengakuan akan arti penting dari diri sendiri. d. Mood sensitif ( mudah marah ): suatu keadaan pada seseorang yang mudah merasa terganggu dan cepat marah. e. Mood berayun ( labil ) : perpaduan suasana hati antara bahagia dan tertekan atau cemas berlebihan. f. Mood terangkat ( naik ) : suasana hati yang terisi oleh kenikmatan dan kepercayaan diri; suatu suasana hati yang lebih gembira dari biasanya. g. Euforia : Suasana hati yang terangkat dan penuh kegembiraan. 15
h. Ekstasi : Suasana hati yang terlalu gembira diluar kewajaran. i. Tekanan : Perasaan sedih yang bersifat Psikopatologik. j. Anhedonia : hilangnya minat dan ketertarikan terhadap segala kegiatan / aktifitas yangbiasanya menyenangkan, sering berhubungan dengan adanya tekanan. k. Duka cita Atau Perkabungan : Kesedihan yang sesuai dengan kondisi karena meninggalnya seseorang yang dikasihi, juga disebut kehilangan. l. Alexithymia : ketidakmampuan seseorang untuk menguraikan atau kesulitan di dalam menggambarkan secara sadar emosi / perasaan dan suasana hatinya. m. Keinginan bunuh diri : Pemikiran tentang ingin mengakhiri hidupnya sendiri. n. Kegembiraan : perasaan sukacita, senang, bahagia, kemenangan, kepuasan dan optimisme. o. Hypomania : Kelainan suasana hati ( mood ) dengan karakteristik mania yang kwalitatif, tetapi intensitasnya lebih sedikit. p. Mania : Status suasana hati yang ditandai oleh kegembiraan, hiperaktif, gelisah, hiperseks, dan yang dipercepat oleh pemikiran dan perkataannya sendiri. q. Melankolia : keadaan perasaan yang sangat tertekan; digunakan dalam istilah melankolia involusional, yang juga berhubungan dengan intensitas tekanan. r. Sikap acuh tak acuh : sikap yang tidak menunjukkan kepedulian / perhatian terhadap kelemahan atau kekurangan seseorang. 3. Emosi lainnya: a. Ansietas ( kecemasan ) : perasaan takut yang disebabkan oleh adanya bahaya yang dapat terjadi, bisa berasal dari dalam diri sendiri maupun dari luar. b. Kecemasan mengambang : ketakutan yang tidak terpusat pada satu hal tertentu. c. Takut : Kecemasan yang disebabkan oleh kesadaran akan suatu bahaya yang nyata dan dikenal. d. Agitasi ( gelisah ) : kecemasan yang dalam berhubungan dengan kegelisahan motorik; serupa dengan iritabilitas ( sifat lekas marah ) yang mudah dicetuskan oleh kemarahan atau gangguan. e. Ketegangan : Peningkatan aktifitas motorik yang tidak menyenangkan berhubungan dengan faktor psikologis. f. Panik : serangan kecemasan yang berlebihan, bersifat episodik, yang dapat berhubungan dengan gangguan sistem saraf otonom, juga oleh karena perasaan ngeri yang hebat. g. Apati : ketumpulan emosi yang berhubungan dengan sikap acuh tak acuh. h. Ambivalen : adanya dua hal yang saling bertentangan ( berbeda ) dalam diri seseorang yang dialami dalam waktu bersamaan. i. Abreksi : pelepasan emosional atau membebaskan ingatan – ingatan terhadap pengalaman yang menyakitkan. j. Malu : Perasaan gagal untuk mengerjakan sesuatu yang diharapkan. k. Rasa bersalah : Emosi sekunder yang timbul setelah melakukan sesuatu yang dianggap kesalahan. l. Pengendalian diri : Kemampuan untuk menahan diri terhadap godaan, dorongan hati atau hasutan yang diikuti suatu tindakan. m. Inefabilitas : keadaan sangat gembira pada seseorang yang tak terlukiskan, sulit digambarkan, dan mustahil untuk disampaikan kepada orang lain. 16
n. Akateksis : ketiadaan perasaan terhadap sesuatu yang menjadi beban secara emosi; pada kateksis dapat dihubungkan dengan perasaan. o. Dekatesis : melepaskan emosid dari pemikiran, gagasan, atau para orang. 4. Gangguan fisiologis berhubungan dengan suasana hati ( Mood ) : Tanda-tanda gangguan somatis ( biasanya otonomik ), paling sering berhubungan dengan depresi / tertekan ( disebut juga tanda vegetatif ). a. Anorexia : hilangnya atau penurunan selera makan. b. Hiperfagia : Peningkatan nafsu makanan. c. Insomnia : ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur. ( 1) Awal : kesukaran dalam upaya untuk tidur. ( 2) Pertengahan : Kesukaran untuk tidur sepanjang malam tanpa terbangun dan kesukaran untuk dapat tidur kembali. ( 3) Terminal : terbangun pagi-pagi benar. d. Hipersomnia : tidur yang berlebihan. e. Variasi Diurnal ( siang hari ) : secara teratur suasana hati terburuk pada pagi hari, sesaat setelah bangun, dan mulai membaik pada jam-jam berikutnya. f. Penurunan Libido : penurunan minat / ketertarikan seksual, tindakan dan pencapaiannya ; (peningkatan libido sering dihubungkan dengan negara status manik). g. Fatig ( kelelahan ) : suatu perasaan keletihan, lemah dan mengantuk, atau iritabilitas yang menyertai suatu aktifitas tubuh maupun mental. h. Pika : keinginan untuk mengkonsumsi benda yang bukan makanan, seperti cat dan tanah liat. i. Pseudosiesis : kondisi yang jarang terjadi di mana seseorang yang tidak hamil namun mempunyai tanda dan gejala kehamilan, seperti distensi abdominal, payudara membesar, pigmentasi, amenore ( tidak turun haid ) dan mual pagi hari. j. Bulimia : rasa lapar yang tak terpenuhi dan keinginan berlebihan untuk makan; dapat dilihat pada bulimia nervosa dan depresi atipik. k. Adinamia : Kelemahan dan kelelahan ( Fatig ). C. Perilaku Motorik : Aspek psikis yang meliputi dorongan hati, motivasi, berbagai keinginan, rangsangan, naluri, dan hasrat, yang dinyatakan oleh aktivitas motorik atau perilaku seseorang. 1. Ekopraksia : Gangguan / penyakit pada orang yang suka meniru orang lain. 2. Katatonia dan Kelainan Postural : terlihat pada Schizofrenia katatonik dan beberapa kasus gangguan otak, seperti encephalitis. a. Katalepsi : istilah umum untuk suatu posisi diam / tak bergerak yang dilakukan secara konstan. b. Rangsangan katatonik : agitasi / gelisah, aktifitas motorik yang tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal. c. Stupor katatonik : aktivitas motorik yang lamban, sering sampai pada batas imobilitas dan tampak acuh pada lingkungan sekitar. d. Kekakuan / Rigiditas katatonik: asumsi volunter pada postur / posisi tubuh yang kaku, berupaya untuk melawan semua usaha untuk dipindahkan. 17
e. Postur katatonik : pengambilan suatu posisi atau sikap tubuh yang tidak biasa / ganjil dalam waktu yang lama. f. Cereafleksibilitas ( fleksibilitas sepertii lilin): kondisi dimana seseorang yang diatur dalam suatu posisi tertentu untuk dirawat / diperiksa; ketika si pemeriksa memindahkan atau menggerakkan salah satu anggota tubuh pasien, maka bagian tersebut terasa seperti terbuat dari lilin. g. Akinesia : ketiadaan pergerakan fisik, seperti pada Schizofren Katatonik ; bisa juga terjadi sebagai efek samping ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikosis. 3. Negativisme : Pertahanan diri untuk dipindahkan atau penolakan terhadap semua instruksi yang diberikan. 4. Katapleksi : hilangnya kekuatan otot secara temporer dan kelemahan yang dipicu oleh berbagai beban emosi. 5. Stereotipik : Pengulangan secara seksama suatu pola atau bentuk aksi fisik maupun perkataan tertentu. 6. Manerisme ( Lagak ) : pergerakan involunter ( tidak disengaja ) yang sudah menjadi kebiasaan. 7. Otomatisme : suatu tindakan atau penampilan otomatis yang biasanya mewakili aktivitas yang tidak disadari. 8. Perintah Otomatis : kepatuhan untuk melakukan suatu perintah secara otomatis. 9. Mutisme : seseorang yang tidak dapat bicara atau mengeluarkan suara tanpa adanya kelainan struktural. 10. Aktifitas berlebihan : a. Agitasi Psikomotorik : aktifitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya nonproduktif dan merupakan respon terhadap ketegangan dari dalam diri sendiri. b. Hiperaktif ( hiperkinesis) : tidak bisa diam, agresif dan destruktif yang sering dihubungkan dengan adanya kelainan pada otak. c. Tik : pergerakan motorik spasmodik / tak teratur dan tanpa disengaja. d. Somnabulisme ( berjalan saat tidur): aktivitas motorik selama tidur e. Akathisia : perasaan subyektif berupa ketegangan otot sekunder karena obat antipsikotik maupun obat yang lain, yang dapat menyebabkan kegelisahan, serta mengulangi posisi duduk dan berdiri; dapat keliru dianggap sebagai gangguan jiwa agitasi. f. Kompulsi : dorongan hati yang tak dapat dikendalikan untuk melakukan suatu tindakan secara berulang. ( 1) Dipsomania : kompulsi untuk minum alkohol. ( 2) Kleptomania : kompulsi untuk mencuri. ( 3) Nimfomania : kebutuhan yang memaksa dan berlebihan untuk berhubungan seks di pada seorang perempuan. ( 4) Satiriasis : kebutuhan yang memaksa dan berlebihan untuk berhubungan seks pada seorang laki-laki. ( 5) Trikotillomania : kompulsi untuk mencabut rambut. ( 6) Ritual : aktivitas otomatis, kompulsi secara alamiah, ansietas terhadap suatu perubahan. g. Ataksia : Kegagalan koordinasi otot; ketidakteraturan tindakan otot. h. Polifagi : kelainan berupa makan secara berlebihan. i. Polidipsi : kelainan berupa minum secara berlebihan. 18
j. Tremor : perubahan irama pergerakan, pada umumnya gemetaran lebih cepat dari satu detik; bersifat khas atau tipikal, akan berkurang selama periode relaksasi dan tidur dan akan meningkat dalam keadaan marah atau tegang. k. Flosilasi : gerakan memilin tanpa tujuan, biasanya pada pakaian, sprei maupun sarung bantal ; dapat terlihat pada Delirium. 11. Hipoaktifitas ( hipokinesis) : penurunan aktifitas motorik dan kognitif seperti pada retardasi psikomotor ; keterlambatan dalam berpikir, berbicara dan bergerak. 12. Suka meniru: aktivitas motori pada masa kanak-kanak suka meniru gerakan sederhana. 13. Agresi: kekuatan penuh dalam berbagai tindakan yang bertujuan baik secara fisik maupun dalam berbicara; merupakan kendali motorik yang terhadap amukan, kemarahan, atau permusuhan. 14. Berakting ( pemeranan ): ekspresi keinginan bawah sadar atau rangsangan terhadap suatu tindakan; prilaku yang timbul oleh karena fantasi bawah sadar. 15. Abulia: penurunan rangsangan dalam bertindak dan berpikir, berhubungan dengan sikap acuh tak acuh; merupakan salah satu akibat dari defisit neurologis. 16. Anergia: ketiadaan energi. 17. Astasia Abasia : ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal, meskipun pergerakan kaki normal dapat dilakukan pada saat duduk atau posisi berbaring. Gaya berjalan atau melangkah terlihat ganjil namun bukan disebabkan oleh karena suatu lesi organik yang spesifik; terlihat pada kelainan konversi. 18. Koprofagia : suka makan kotoran atau tinja. 19. Diskinesia : Kesukaran dalam melakukan pergerakan volunter, seperti pada kelainan ekstrapiramidal 20. Kekakuan Otot : keadaan dimana otot sulit digerakkan; terlihat pada Skozofrenia. 21. Berputar-putar : suatu tanda pada anak-anak autistik yang secara terus menerus memutarkan badan searah putaran kepala mereka. 22. Bradikinesia : kelambatan aktifitas motorik ditandai dengan suatu penurunan pergerakan spontan yang normal. 23. Korea : pergerakan cepat, tersentak-sentak yang tak bertujuan dan dilakukan tanpa sadar. 24. Konvulsi : involunter, suatu kontraksi hebat atau spasme otot. a. Konvulsi klonik : konvulsi dimana otot akan berkontraksi dan relaksasi secara bergantian. b. Konvulsi tonik : Konvulsi dimana otot akan terus- menerus berkontraksi. 25. Bangkitan : suatu serangan mendadak dari gejala tertentu, seperti konvulsi, hilangnya kesadaran, dan gangguan psikis maupun sensoris; terlihat pada epilepsi dan bisa juga karena rangsangan lain. a. Bangkitan tonik-klonik umum: serangan berupa gerakan tonik-lonik anggota tubuh, lidah yang tergigit, dan inkontinensia yang berangsur-angsur akan sadar dan pulih; disebut juga bangkitan Grand Mal dan bangkitan psikomotorik. b. Bangkitan parsial sederhana : bangkitan yang terlokalisir pada bagian iktal tanpa perubahan dalam kesadaran. c. Bangkitan parsial kompleks : bangkitan yang terlokalisir pada bagian iktal yang disertai perubahan kesadaran. 26. Distonia : kelambatan, kontraksi dari batang tubuh dan anggota gerak; terlihat pada distona karena pengobatan tertentu. 19
27. Aminia : Ketidakmampuan untuk membuat bahasa tubuh / gestur sendiri atau untuk memahami gestur yang dibuat orang lain. D. Pemikiran: merupakan arus gagasan, lambang / simbol, dan asosiasi bertujuan yang diaktifkan oleh suatu masalah atau tugas yang menghasilkan kesimpulan berdasarkan kenyataan; ketika suatu peristiwa logis terjadi, maka secara normal kita akan berpikir; parapraksis ( kehilangan motivasi logika tanpa disadari, disebut juga Freudian Slip) yang dianggap sebagai bagian dari pemikiran yang normal. Pemikiran abstrak adalah kemampuan untuk menggapai hal-hal yang penting secara utuh, untuk memisahkannya menjadi bagian bagian yang lebih kecil, dan untuk membedakannya dari pandangan umum. 1. Gangguan umum dalam proses berpikir a. Gangguan Mental : secara klinis perilaku yang timbul atau sindrom psikologis yang terjadi berhubungan dengan penderitaan dan kecacatan, bukan hanya respon yang tidak diharapkan untuk menjawab peristiwa tertentu atau membatasi hubungan antara seseorang dan masyarakat sekitar. b. Psikosis : Ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dan khayalan; dengan menciptakan suatu kenyataan baru ( berbeda dengan neurosis: gangguan mental di mana kenyataan yang sebenarnya tetap utuh; perilaku yang tidak melanggar berbagai norma sosial, tetapi akan cenderung kumat dan berlangsung kronis bila tanpa perawatan. c. Uji realitas : merupakan evaluasi dan penilaian yang obyektif terhadap dunia diluar diri sendiri. d. Gangguan Pikiran formal : lebih mengarah kepada gangguan dalam bentuk pikiran dan bukan isi pikiran; pemikiran yang ditandai oleh hlangnya asosiasi, pembentukan kata baru / neologisme, dan hal-hal konstruktif tapi tidak masuk akal; gangguan proses berpikir, dan orang tersebut dikategorikan sebagai psikosis. e. Pemikiran yang tidak masuk akal: pemikiran yang berisi kesimpulan yang salah atau pertentangan secara internal; dapat dianggap sebagai gangguan psikis bila tanda-tandanya jelas dan bukan disebabkan oleh defisit intelektual atau nilai-nilai budaya. f. Dereisme : Aktivitas mental yang tidak sesuai kenyataan dan pengalaman. g. Pemikiran Autistik : Keasyikan dengan diri sendiri, dunia pribadi; istilah yang terkadang disama artikan dengan dereisme. h. Pemikiran gaib : suatu bentuk pikiran dereistik; pemikiran yang serupa dengan pemikiran pada tahap anak-anak (Jean Piaget), di mana pemikiran, kata-kata, atau tindakan yang menunjukkan kekuasaan ( sebagai contoh, menjadi penyebab atau pencegah suatu peristiwa hebat). i. Proses berpikir primer : istilah umum untuk pemikiran dereistik, tidak masuk akal, dan gaib; ditemukan secara normal dalam mimpi, secara tidak normal pada psikosis. j. Pengertian emosional yang dalam: tingkat kesadaran atau pemahaman yang tinggi pada seseorang yang dapat mendorong untuk melakukan hal-hal positif dalam prilaku dan kepribadiannya. 2. Gangguan spesifik dalam bentuk pikiran a. Neologisme : kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien, sering dengan kombinasi suku kata dari kata-kata yang lain, untuk pertimbangan psikologis idiosinkratik b. Salad kata-kata : campuran kata-kata yang tidak logis dan tidak bertautan dengan kalimat. 20
c. Sirkumstantial : Kalimat yang tak langsung mencapai tujuan / maksud yang sebenarnya tetapi berputar-putar pada kalimat yang lain; yang ditandai oleh suatu detail yang tumpangtindih dan keterangan sambil lalu. d. Tangential : Ketidakmampuan untuk membentuk asosiasi pikiran yang bertujuan; pembicara tidak mendapat tujuan yang diingankan. e. Ketidaksesuaian : pada umumnya apa yang dipikirkan tak dapat dimengerti / dipahami; pemikiran dan perkataan yang berjalan bersama namun tidak saling berhubungan, menghasilkan tatabahasa yang tidak beraturan. f. Perseverasi : mempertahankan respon terhadap stimulus yang sebelumnya setelah suatu stimulus baru diberikan; sering berhubungan dengan gangguan kognitif. g. Verbigerasi : pengulangan kata-kata atau ungkapan tertentu yang tidak mengandung arti. h. Ekolalia : psikopatologis berupa pengulangan kata-kata atau kalimat dari seseorang kepada yang lain; pengulangan yang dipertahankan; dapat disampaikan dalam bentuk ejekan maupun dengan intonasi yang keras. i. kondensasi : Peleburan berbagai konsep menjadi satu. j. Jawaban tidak relevan : Jawaban yang tidak selaras dengan pertanyaan yang diajukan ( seseorang yang mengabaikan atau tidak mempedulikan pertanyaan yang dimaksud ). k. Kehilangan asosiasi : arus berpikir di mana berbagai gagasan bergeser dari satu topik ke topik yang lain dan tidak saling berkaitan; pada keadaan yang lebih berat, terjadi ketidaksesuaian dalam perkataan. l. Penyimpangan : terjadi deviasi mendadak dalam pikiran tanpa dapat dihentikan; terkadang digunakan sebagai sinonim dari kehilangan asosiasi. m. Flight of idea ( ide yang berterbangan ): perkataan yang cepat dan beruntun, ide / gagasan yang berpindah-pindah, dengan tujuan untuk dapat dihubungkan; pada keadaan yang lebih ringan masih dapat diikuti oleh orang yang mendengarkan. n. Asosiasi klang : asosiasi kata-kata dengan bunyi yang sama tetapi tanpa arti; kata-kata yang tidak mempunya koneksi logis; termasuk sajak dan permainan kata-kata. o. Bloking ( Ganjalan ) : interupsi / hadangan keras terhadap pikiran sebelum pikiran atau ide tersebut dapat diselesaikan; setelah jeda itu, orang tersebut tidak dapat mengingat lagi apa yang sudah dikatakan atau yang baru akan dikatakan ( disebut juga deprivasi pikiran ). p. Glossolalia : Ungkapan suatu pesan atau pewahyuan melalui kata-kata yang tak dapat dipahami ( dikenal sebagai bahasa lidah); tidak berhubungan dengan suatu gangguan pikiran jika hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari kegiatan spiritual ( Gereja Pantekosta ); dikenal juga sebagai criptolalia, suatu bahasa yang khusus. 3. Gangguan spesifik dalam isi pikiran a. Kemiskinan isi : pikiran yang hanya memberi sedikit informasi oleh karena ketidakjelasan, tidak ada pengulangan kata-kata, atau ungkapan yang tidak jelas. b. Ide berlebihan : tidak masuk akal, mempertahankan kepercayan terhadap sesuatu yang salah, lebih kuat dibandingkan suatu khayalan / delusi. c. Delusi ( khayalan ) : kepercayaan palsu, berdasarkan pada kesimpulan salah tentang kenyataan diluar, tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan pasien dan latar belakang budaya; namun tidak bisa dikoreksi dengan alasan lain. ( 1) Delusi Ganjil : tidak masuk akal, sangat mustahil, kepercayaan yang aneh dan salah
21
(contohnya, penyerbu dari ruang angkasa telah menanamkan elektroda dalam otak seseorang). ( 2) Delusi yang diatur : kepercayaan palsu yang berhubungan dengan tema atau peristiwa tertentu ( sebagai contoh, seseorang telah dianiaya oleh CIA, FBI, atau Mafia). ( 3) Delusi sesuai mood : khayalan yang dihubungkan dengan isi suasana hati seseorang (contohnya, seorang pasien depresi percaya bahwa dia yang bertanggung jawab atas kehancuran dunia). ( 4) Delusi tidak sesuai mood : Khayalan yang tidak memiliki hubungan dengan isi suasana hati atau kondisi mood yang stabil ( sebagai contoh, seorang pasien depresi berkhayal sebagai pemegang kendali pikiran atau pikiran tentang penyiaran). ( 5) Delusi nihilistik : perasaan yang salah tentang menyatakan diri sendiri, orang lain, atau dunia ini adalah hampa atau akan segera berakhir. ( 6) Delusi kemiskinan : kepercayaan yang salah dari seseorang bahwa dia telah atau akan kehilangan semua harta miliknya. ( 7) Delusi somatis : kepercayaan yang salah pada seseorang yang berhubungan dengan fungsi tubuh ( sebagai contoh, ia percaya bahwa otaknya melebur atau meleleh ). ( 8) Delusi paranoid : meliputi khayalan tentang penganiayaan, pengendalian, dan kekuasaan (dibedakan dari pikiran paranoid , yang kecurigaannya lebih sedikit daripada delusional ). a). Delusi penyiksaan: kepercayaan palsu dari seseorang bahwa dia telah diganggu, ditipu, atau dianiaya; sering ditemukan pada pasien yang mempunyai kecenderungan patologis untuk mengambil tindakan sah secara hukum oleh karena penganiayaan dibayangkan. b). Delusi kekuasaan / kehebatan: konsep berpikir yang berlebihan dari seseorang yang menganggap dirinya penting, berkuasa dan terkenal. c). Delusi acuan: kepercayaan palsu dari seseorang bahwa perilaku orang lain lain mengacu pada dirinya; peristiwa tertentu, obyek, atau orang lain hanya memiliki kemampuan yang biasa atau kemampuan yang berdampak negatif; berdasarkan ide acuan ini, pasien menganggap bahwa orang lain sedang membicarakannya ( sebagai contoh, ia percaya bahwa orang yang bekerja di stasiun televisi maupun radio sedang membicarakan dirinya ). ( 9) Delusi tuduhan : perasaan bersalah dan menyesali kesalahan diri sendiri. (10) Delusi kendali : perasaan bahwa kehendak, pemikiran, bahkan perasaan seseorang dikendalikan oleh kekuatan diluar dirinya. a). Penarikan Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang telah dipindahkan oleh orang lain atau kekuatan tertentu. b). Penyisipan Pikiran: Khayalan bahwa pikiran tertentu telah ditanamkan dalam otak seseorang oleh orang lain atau kekuatan tertentu. c). Penyiaran Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang dapat didengar oleh orang lain melalui penyiaran di udara. d). Pengendalian Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang sedang dikendalikan oleh orang lain atau kekuatan tertentu. (11) Delusi ketidaksetiaan ( delusi kecemburuan): kepercayaan palsu yang diperoleh dari kecemburuan yang patologis tentang ketidaksetiaan seseorang terhadap kekasihnya. (12) Erotomania : Delusi Kepercayaan, terjadi lebih banyak pada perempuan dibanding lakilaki, yang menganggap bahwa seseorang sangat mencintainya ( dikenal sebagai Clerembault Kadinsky kompleks ). 22
(13) Pseudologia Fantasika : suatu tipe kebohongan dimana seseorang percaya bahwa kfantasi / khayalannya adalah sesuatu yang nyata dan benar-benar mereka alami; berhubungan dengan sindrom Munchausen, selalu berpura-pura sakit. d. Kecenderungan atau Keasyikan pikiran: memusatkan isi pikiran pada suatu hal tertentu, berhubungan dengan afek yang kuat, seperti paranoid atau kecenderungan untuk menyiksa atau membunuh diri sendiri. e. Egomania : kecenderungan memikirkan kepentingan sendiri yang patologis. f. Monomania : kecenderungan untuk asyik pada suatu obyek tertentu. g. Hipokondria : perhatian yang berlebihan terhadap kesehatannya berdasarkan kelainan / patologi yang tidak nyata, namun membuat interpretasi tentang tanda dan gejala penyakit yang dibuat-buat. h. Obsesi : ketekunan pikiran yang patologis terhadap sesuatu yang dianggap menarik yang tidak dapat dibatasi oleh akal sehat; berhubungan dengan ansietas. i. Kompulsi : kebutuhan untuk melakukan sesuatu karena dorongan hati yang patologis dan bila tidak terpenuhi akan mengalami ansietas / kecemasan; , tindakan yang dilakukan berulang-ulang oleh karena obsesi yang tidak akan pernah berakhir bila tidak segera dihentikan. j. Koprolalia : Ucapan-ucapan kompulsif yang berisi kata-kata yang fulgar. k. Fobia : perasaan yang tidak masuk akal tapi tetap dipertahankan, berupa ketakutan yang berlebihan terhadap suatu hal atau situasi tertentu; sehingga berusaha untuk menghindari sumber ketakutan tersebut. (1) Fobia spesifik : perasaan ngeri yang terbatas pada suatu situasi atau obyek tertentu (contoh, perasaan takut pada laba-laba atau ular). (2) Fobia sosial : Perasaan ngeri dipermalukan didepan umum, seperti takut berbicara dan tampil bahkan makan di tempat umum. (3) Akrofobia : Perasaan ngeri berada di tempat ti nggi. (4) Agorafobia : Perasaan ngeri berada di tempat terbuka. (5) Algofobia : Perasaan ngeri terhadap rasa sakit. ( 6) Ailurofobia : Perasaan ngeri pada kucing. ( 7) Erythrofobia : Perasaan ngeri terhadap warna merah ( seperti ketakutan menjadi merah karena malu ). ( 8) Panfobia : Perasaan ngeri terhadap segala sesuatu. ( 9) Klaustrofobia : Perasaan ngeri berada di tempat tertutup. (10) Xenofobia : Perasaan ngeri terhadap orang asing. (11) Zoofobia : Perasaan ngeri terhadap binatang. (12) Fobia jarum : ketakutan patologik terhadap suntikan; disebut juga fobia suntikan darah. l. Noesis : perasaan tentang dibukanya suatu rahasia ( pewahyuan ) bahwa seseorang telah dipilih menjadi pemimpin untuk memerintah. m. Mistis : perasaan tentang adanya kekuatan mistik yang bersatu dengan suatu kekuatan tak terbatas yang berhubungan dengan agama atau kebudayaan tertentu. E. Perkataan / Pembicaraan : Gagasan, pemikiran, dan perasaan yang dinyatakan melalui bahasa; komunikasi yang menggunakan kata-kata dan bahasa. 1. Gangguan dalam berkata-kata / berbicara 23
a. Tekanan dalam perkataan : perkataan yang cepat dan semakin banyak yang sulit untuk disela. b. Volubilitas ( Logorrhea) : perkataan yang logis, saling berhubungan dan dapat dipahami. c. Kemiskinan perkataan : pembatasan dalam jumlah perkataan yang digunakan; memberikan jawaban dengan suku kata yang sama. d. Perkataan yang tidak spontan: tanggapan lisan yang diberi hanya ketika diminta untuk berbicara secara langsung; tidak ada inisiatif untuk mulai berbicara terlebih dahulu. e. Kemiskinan isi perkataan : perkataan dalam jumlah yang hanya cukup untuk menyampaikan sedikit informasi karena ketidakjelasan, kekurangan kata-kata, atau meniruniru ungkapan. f. Disprosodi : hilangnya melodi / irama kata-kata yang normal ( disebut prosodi). g. Disarthria : Kesukaran dalam artikulasi, bukan dalam mencari kata-kata atau tata bahasanya. h. Suara yang terlalu lembut atau nyaring: hilangnya modulasi volume suara normal; dapat mnenggambarkan adanya gangguan psikosis menjadi depresi kemudian menjadi tuli. i. Bicara menggagap : perpanjangan atau pengulangan suatu bunyi atau suku kata, yang mengakibatkan gangguan kelancaran bicara. j. Perkataan kacau balau : Perkataan yang tak seirama dan tidak menentu, berentetan secara cepat dan tidak teratur. k. Akulalia : perkataan yang tidak masuk akal yang berhubungan dengangangguan kesesuaian. l. Bradilalia : perkataan lambat yang abnormal. m. Disfonia : kesulitan atau nyeri saat berbicara. 2. Gangguan Afasik : Gangguan dalam berbahasa. a. Afasia Motorik : gangguan bicara yang disebabkan oleh adanya gangguan kognitif di mana pasien dapat memahami namun sulit untuk menyampaikan dalam bentuk kata-kata; sering berhenti, perlu banyak tenaga, dan suara yang tidak akurat ( disebut juga Broca, nonfluen, dan afasia ekspresi ) b. Afasia snsorik : hilangnya kemampuan organik untuk memahami arti dari kata-kata; mengalir dengan spontan namun tidak saling berhubungan dan tidak ada arti yang jelas ( disebut juga Wernick’s Fluent dan afasia reseptif ). c. Afasia nominal : kesulitan dalam mengenal nama suatu objek ( istilah lain anomia dan afasia amnestik ). d. Afasia sintaksis : ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan yang sesuai. e. Afasia Jargon : semua kata yang dihasilkan merupakan neologistik; kata-kata omong kosong yang diulangi dengan intonasi dan nada suara yang berbeda. f. Afasia global : kombinasi antara afasi a nonfluent dan afasia fluent yang berat. g. Alogia : Ketidakmampuan untuk berbicara oleh karena gangguan mental atau fase demensia. h. Koproprasia : penggunaan bahasa yang fulgar; terlihat pada sindrom Tourett dan beberapa kasus skizofrenia. F. Persepsi : Proses pemindahan rangsangan fisik ke dalam informasi psikologis; suatu proses mental dimana rangsangan sensorik dibawa ke alam sadar. 24
1. Gangguan persepsi a. Halusinasi : persepsi sensorik palsu yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dari luar; dapat merupakan atau bukan merupakan suatu interpretasi khayalan dari pengalaman dalam halusinasi . (1) Halusinasi Hipnagogik : persepsi sensorik palsu yang terjadi saat tidur; biasanya dianggap nonpatologik. (2) Halusinasi Hipnopompik : persepsi palsu yang terjadi saat bangun tidur; biasanya dianggap nonpatologik. (3) Halusinasi Auditorius : persepsi palsu tentang bunyi, biasanya suara tertentu atau keributan lainnya, seperti musik: halusinasi tersering dalam gangguan psikiatri. (4) Halusinasi visual : persepsi palsu tentang penglihatan: dalam bentuk yang berwujud (contohnya orang-orang) dan yang tak berwujud ( misalnya kilatan cahaya); paling sering pada gangguan determinasi kesehatan. (5) Halusinasi Olfaktorius : persepsi palsu tentang bau; paling sering pada gangguan kesehatan. (6) Halusinasi Gustatorius : persepsi palsu dalam pengecapan, seperti rasa yang tidak sedap, disebabkan oleh suatu bangkitan uncinate: paling sering pada gangguan kesehatan. (7) Halusinasi taktil : persepsi palsu tentang perabaan, seperti pada kasus amputasi anggota tubuh; tearsa seperti ada sesuatu yang merayap di bawah kulit. (8) Halusinasi Somatik : sensasi palsu yang dirasakan dalam tubuh, paling sering pada organ visceral ( dikenal sebagai halusinasi Senestetik ). (9) Halusinasi Lilliput : persepsi palsu di mana objek terlihat dalam ukuran yang lebih kecil ( disebut juga mikropsia ). (10) Halusinasi berdasarkan Mood: Halusinasi berkaitan dengan suatu perasaan tertekan atau manik; sebagai contoh, seorang pasien depresi mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang jahat; seorang pasien manik mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa dirinya penuh dengan pengetahuan dan kekuasaan serta harga diri yang tinggi. (11) Halusinasi tidak berdasar Mood: Halusinasi yang tidak berdasarkan suasana hati yang tertekan maupun manik ( contohnya, pada keadaan depresi halusinasi tidak berhubungan dengan beberapa hal seperti rasa bersalah, hukuman yang setimpal, atau ketidakmampuan; pada mania, halusinasi tidak berhubungan dengan adanya kekuatan atau harga diri ). (12) Halusinosis : berhalusinasi, paling sering pada pendengaran, yang dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol tanpa gangguan sensorik, berbeda dengan delirium tremens, halusinasi terjadi disertai gangguan sensorik. (13) Sinesthesia : sensasi halusinasi disebabkan oleh sensasi lain ( sebagai contoh, sensasi pendengaran yang disertai oleh tercetusnya sensasi visual; suatu bunyi; sensasi pendengaran yang dapat dilihat atau sebaliknya sensasi penglihatan yang dapat didengar ). (14) Fenomena jejak : kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obatan halusinogenyang menyebabkan objek terlihat sebagai suatu gambaran yang terangkai. (15) Halusinasi Perintah : persepsi palsu yang mennyebabkan seseorang berkewajiban untuk mematuhi perintah dan tidak boleh membantah. b. Ilusi : persepsi atau interpretasi yang salah terhadap rangsangan sensorik yang nyata dari luar. 25
2. Gangguan berhubungan dengan kelainan kognitif dan kondisi kesehatan a. Agnosia : ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasikan arti / kesan dari suatu rangsangan sensorik. b. Anosognosia ( Ketidaktahuan tentang penyakit ) : ketidakmampuan seseorang untuk mengenali suatu gangguan neurologik yang terjadi pada dirin ya. c. Somatopagnosia ( Ketidaktahuan tentang tubuh ): ketidakmampuan seseorang untuk mengenali salah satu bagian tubuhnya sendiri (disebut juga Autotopagnosia). d. Agnosia visual : Ketidakmampuan untuk mengenali objek atau orang. e. Astereognosis : ketidakmampuan untuk mengenali objek melalui sentuhan / perabaan. f. Prosopagnosia : Ketidakmampuan untuk mengenali wajah. g. Apraksia : Ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas spesifik. h. Simultagnosia : Ketidakmampuan untuk memahami lebih dari satu unsur visual pada waktu yang sama atau untuk mengintegrasikan beberapa bagian menjadi satu. i. Adiadokokinesia : Ketidakmampuan untuk melaksanakan pergerakan cepat secara berurutan. j. Aura : Sensasi peringatan seperti otomatisme, perut yang kenyang, wajah merona, perubahan dalam pernafasan, sensasi kognitif, dan status afeksi yang biasanya dialami sebelum terjadi serangan; suatu sensasi awal yang mendahului suatu nyeri akibat migrain. 3. Gangguan yang berhubungan dengan fenomena disosiatif dan konversi: somatisasi dari materi yang ditekan atau pengembangan gejala fisik dan penyimpangan otot-otot volunter atau organ pengindraan khusus; yang tidak dikendalikan oleh volunter dan yang tak dapat dihubungkan dengan gangguan fisik manapun. a. Anesthesia histerikal : hilangnya unsur-unsur sensorik sebagai hasil dari konflik emosi. b. Makropsia : anggapan bahwa suatu objek terlihat dalam ukuran yang lebih besar dari biasanya. c. Mikropsia : anggapan bahwa suatu objek terlihat dalam ukuran yang lebih kecil dari biasanya (makropsia dan mikropsia dapat dihubungkan dengan kondisi organik yang jelas seperti bangkitan parsial kompleks). d. Depersonalisasi : sensasi subyektif pada seseorang yang merasakan adanya keanehan, tidak nyata dan perasaan asing. e. Derealisasi : suatu sensasi subyektif yang menganggap ada keanehan pada lingkungan sekitar dan terasa tidak nyata . f. Fugue ( Fuga ) : menggunakan identitas yang baru karena mengalami amnesia terhadap identitas yang lama; sering melakukan perjalanan dan pengembaraan ke tempat-tempat yang baru. g. Kepribadian ganda : seseorang yang muncul dalam waktu yang berbeda dengan dua atau lebih karakter dan kepribadian yang berbeda ( disebut disosiatif identitas yang terdapat dalam edisi revisi dari Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorders [DSM-IV-TR] ). h. Disosiasi : mekanisme pertahanan dibawah sadar yang disertai oleh sekelompok proses mental dan prilaku yang merupakan bagian akhir dari aktifitas fisik seseorang; yang membutuhkan pemisahan antara suatu gagasan / ide dengan ungkapan emosinya, seperti yang terlihat pada gangguan disosiasi dan konversi.
26
G. Memori Berperan melaui informasi dan data yang tersimpan dalam otak yang selanjtnya akan dimunculkan kembali dalam bentuk ingatan dalam keadaan sadar. Orientasi adalah kondisi / status normal dalam diri seseorang maupun lingkungan sekitar seperti waktu, tempat dan orang. 1. Gangguan Memori a. Amnesia : ketidakmampuan total maupun parsial untuk mengingat kembali pengalaman yang terjadi sebelumnya; dalam bentuk peristiwa maupun perasaan yang nyata. ( 1) Anterograde : hilang ingatan sesaat setelah suatu peristiwa tertentu terjadi. ( 2) Retrograde : hilang ingatan untuk peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum satu waktu tertentu. b. Paramnesia : Pemalsuan memori oleh adanya distorsi dalam ingatan. ( 1) Fausse reconnaissance : pengenalan palsu. ( 2) Pemalsuan retrospektif : Memori yang terjadi tanpa disengaja ( tidak disadari ) yang didistorsikan melalui suatu penyaringan terhadap kondisi emosi, kognitif, dan pengalaman dari seseorang. ( 3) Konfabulasi : perasaan adanya celah dalam memori yang tanpa disadari dan disebabkan oleh bayangan akan suatu pengalaman yang tidak benar-benar terjadi namun dipercayai oleh orang tersebut tanpa ada dasar bukti yang nyata: paling sering berhubungan dengan penyakit organik. ( 4) Déjà vu : Ilusi tentang pengenalan visual di mana adanya memori terhadap suatu situasi baru yang dianggap merupakan pengulangan dari peristiwa yang terjadi sebelumnya . ( 5) Deja Entendu : Ilusi tentang pengenalan yang berhubungan dengan pendengaran. ( 6) Deja Pense : Ilusi tentang suatu pikiran baru yang dikenali sebagai pikiran yang sudah dirasakan sebelumnya dan sudah dinyatakan. ( 7) Jamais vu : perasaan asing dengan suatu situasi nyata yang sudah dialami oleh seseorang. ( 8) Memori palsu : kepercayaan dan ingatan seseorang terhadap suatu peristiwa yang tidak nyata terjadi. c. Hipermnesia : derajat daya dan tingkat ingatan yang berlebihan. d. Gambaran Eidetik : memori visual yang hampir menjadi halusunasi yang hidup. e. Memori Tabir : suatu memori yang disadari dapat menjadi tabir pelindung terhadap memori lain yang menyakitkan. f. Represi : suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh ketidaksadaran untuk melupakan rangsangan atau gagasan yang tidak dapat diterima. g. Lethologika : ketidakmampuan temporer untuk mengingat suatu benda atau nama. h. Blackout : Hilang ingatan tentang perilaku selama dalam keadaan mabuk pada seorang peminum alkohol; umumnya menunjukkan telah terjadi kerusakan pada otak. 2. Tingkat memori a. Segera : reproduksi atau daya ingat terhadap beberapa hal tertentu dalam hitungan detik sampai menit. b. Yang Terbaru : daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa yang telah lewat beberapa hari. c. Masa lampau terbaru : daya ingat terhadap peri stiwa yang telah lewat beberapa bulan. 27
d. Remote : daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa yang telah lama berlalu. H. Kecerdasan/Inteligensia: Kemampuan untuk memahami, mengingat, mengarahkan, dan mengintegrasikan secara konstruktif pelajaran sebelumnya saat berada dalam s ituasi yang baru. 1. Retardasi Mental: ketiadaan inteligensia sampai batas tertentu yang melibatkan lembaga khusus dalam masyarakat: ringan (IQ 50 - 55 sampai sekitar 70), sedang ( IQ 35 - 40 sampai 50 - 55), IQ yang rendah 20 - 25 sampai 35 - 40, atau IQ yang sangat rendah dibawah 20 - 25; istilah jaman dulu disebut idiot ( kapasitas otak sesuai usia kurang dari 3 tahun), imbesil ( sesuai usia 3 - 7 tahun), dan pandir (sesuai usia kira-kira 8 tahun). 2. Demensia: kemunduran fungsi intelektual secara men yeluruh tanpa kesadaran berkabut. a. Diskalkulia ( Akalkulia): hilangnya kemampuan untuk berhitung; bukan disebabkan oleh ansietas atau gangguan konsentrasi. b. Disgrafia ( Agrafia): hilangnya kemampuan untuk menulis kata-kata; hilangnya struktur kata. c. Aleksia: hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya telah dikuasai; tidak dapat dihubungkan dengan gangguan penglihatan. 3. Pseudodimensia: corak klinis mirip dimensia yang tidak disebabkan oleh suatu gangguan organik; paling sering disebabkan oleh depresi ( sindrom dimensia karena depresi). 4. Pemikiran Konkrit: pemikiran harafiah; membatasi penggunaan kiasan tanpa memahami arti yang tersirat; pikiran satu dimensi . 5. Pemikiran Abstrak: kemampuan untuk menangkap arti yang tersirat; pikiran multidimensi dengan kemampuan untuk menggunakan kiasan dan hipotesis yang sewajarnya. I. Pengertian yang mendalam : Kemampuan seseorang untuk memahami maksud / arti dan penyebab yang sesungguhnya dari suatu peristiwa ( seperti satu set gejala ). 1. Intelektual yang dalam: Pemahaman tentang hal-hal nyata dalam satu situasi tertentu tanpa kemampuan untuk menerapkan pemahaman tersebut menjadi sesuatu yang berguna dalam upaya untuk mengasai situasi yang ada. 2. Pengertian benar yang mendalam : Pemahaman tentang hal-hal nyata dalam situasi tertentu, kemudian digabungkan dengan motivasi dan dorongan emosi untuk dapat menguasai situasi yang ada. 3. Pengertian mendalam yang lemah: kurangnya kemapuan untuk memahami hal-hal nyata dari satu situasi tertentu. J. Pertimbangan: Kemampuan untuk menilai suatu situasi dengan tepat dan mengambil tindakan yang sewajarnya dalam situasi tersebut. 1. Pertimbangan kritis: Kemampuan untuk menilai, melihat dengan tajam, dan memilih di antara beberapa opsi dalam satu situasi tertentu. 2. Pertimbangan otomatis: Capaian refleks dari suatu tindakan yang disesuaikan dengan situasi saat itu.
28
3. Pertimbangan lemah: kurangnya kemampuan untuk memahami dengan benar dan mengambil tindakan yang tepat dalam satu situasi tertentu. 4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SKIZOFRENIA DEFINISI Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. KLASIFIKASI Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut : 1.
Skizofrenia Paranoid - Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia - Sebagai tambahan : Halusinasi dan atau waham harus menonjol : a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa. b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. - Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.
29
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik. Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak. 2.
Skizofrenia Hebefrenik - Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia - Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). - Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. - Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. - Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. - Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
30
3.
Skizofrenia Katatonik - Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. - Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara): b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal) c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh); d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan); e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya); f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat. h) Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri. 4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated) - Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
5.
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
Depresi Pasca-Skizofrenia - Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau : a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
31
b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. - Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai. 6.
Skizofrenia Residual - Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua : a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi nonverbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk; b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia; c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia; d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut. - Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7.
Skizofrenia Simpleks - Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. - Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis 32
ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat. 8.
Skizofrenia lainnya Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain : - Bouffe delirante (psikosis delusional akut). Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia. - Skizofrenia laten. Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisas i diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu. - Oneiroid. Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut. - Parafrenia. Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
- Pseudoneurotik. Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan 33
yang sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah. - Skizofrenia Tipe I. Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan. - Skizofrenia tipe II. Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan. ETIOLOGI FAKTOR PENYEBAB SKIZOFRENIA Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir antara lain : 1. Faktor genetik; 2. Virus; 3. Auto antibody; 4. Malnutrisi.
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor. Kesimpulannya adalah bahwa skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan : 1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin; 2. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan; 3. Komplikasi kandungan; dan 4. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan. Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik se belumnya. 1.
Model Diatesis-stres
34
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma. Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya. 2. Faktor Neurobiologi Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia. Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial. H i potesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik . Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa : a. Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2. b. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik - seperti amphetamine-dapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun. 3. Faktor Genetika Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada
35
munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.
4. Faktor Psikososial 4.1 Teor i T entang I ndi vidu Pasien a. Teori Psikoanalitik Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk. Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain. Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan. Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.
b. Teori Psikodinamik Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal. Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya 36
konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar. Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia. c. Teori Belajar Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional. 4.2 Teor i T entang Kelu arga Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain: Double Bind Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
Schims and Skewed Families Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed , terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men- suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
Ekspresi Emosi Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan
37
ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia. 4.3 Teori Sosial Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit. EPIDEMIOLOGI Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan. Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah. PATOFISIOLOGI
Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid. Biasanya simtom ini muncul pada masa remaja dan kemudian diikuti dengan berkembangnya simtom prodormal dalam kurun waktu beberapa hari sampai beberapa bulan. Adanya perubahan social / lingkungan dapat memicu munculnya simtom gangguan. Masa 38
prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya muncul simtom psikotik yang terlihat. Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup. Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah. Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah Mempunyai anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu orang tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada waktu persalinan yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat penyimpangan dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang sangat pemalu, menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat penurut, proses berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua denga sikap paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan bola mata yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin, kanabis, kokain, Mempunyai riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola tidur, control suhu tubuh yang jelek dan tonus otot yang jelek. Patofisiologi Skizofrenia Secara Neuroendokrin Schizophrenia terjadi akibat dari peningkatan aktifitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, turunnya nilai ambang, atau hipersensitifitas reseptor dopamin, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :
Ada korelasi antara efektivitaas dan potensi suatu obat antipsikotik dengankemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamin D2.
Obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik seperti amfetamin dapatmenimbulkan gejala psikotik pada siapapun. Jalur-Jalur Dopamin a. Nigrostriatal pathway Jalur nigrostriatal adalah jalur saraf yang menghubungkan substansia nigra dengan striatum. Jalur ini merupakan salah satu dari empat jalur dopamin yang utama didalam otak.Kehilangan neuron-neuron dopamin dalam substansia nigra adalah salah satu dari penyebab penyakit Parkinson. Gejala penyakit biasa belum muncul sampai terjadikehilangan 70-80% fungsi dopamin. Jalur ini juga terlibat dalam terjadi diskinesia Tardif, yng merupakan salah satuefek samping obatobat antipsikotik. Obat-obat ini (terutama obat-obat antipsikotik lama) menghalangi reseptor dopamin D2 pada banyak jalur di otak.
39
b. Mesocortical pathway Jalur mesokortikal adalah suatu jalur saraf yang menghubungkan tegmentum ventra ke korteks, terutama lobus frontalis. Fungsi kognif normal dari korteks prefrontal dorsolateral (bagian dari lobusfrontalis) dan diperkirakan terlibat dalam respon motivasi dan emosional. Jalur ini diperkirakan berhubungan dengan gejala-gejala negatif dari skizofrenia c. Tuberoinfundibular pathway Jalur tuberoinfundibular mengarah kepada neurodopamin pada nukleus arquatus dari hipotalamus dari mediobasal yang menghubungkan eminensia media. Kerja antipsikotik bekerja dengan cara menghalangi dopamin di jalur ini sehingga menyebabkan hormon prolaktin meningkat di dalam darah (hiperprolaktinemia). d. Mesolimbic pathway Jalur mesolimbik menghubungkan tegmentum sentral di otak tengah dengan nukleus arquatus. Jalur ini diduga terlibat di dalam terbentuknya perasaan- perasaan yang berhubungan dengan kenikmatan dan nafsu. Jalur ini merupakan salah satu target utama dari pengobatan antipsikotik.Pada penyakit parkinson kehilanagan neuron-neuron dopamin terjadi lebih cepat di jalur nigrostriatal dan karena defisit neuron belum menimbulkan gejala sampaiterjadi kehilangan 8090%, angka kehilangan neuron pada jalur ini bersifatasimptomatik MANIFESTASI KLINIS Gejala Positif Skizofrenia : 1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. 2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara/bisikan di telinganya padahal sebenarnya tidak ada sumbernya. 3. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya. 4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. 5. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba bisa, serba mampu dan sejenisnya. 6. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya. 7. Menyimpan rasa permusuhan.
Gejala Negatif Skizofrenia 1. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran perasaan ini terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi. 2. Menarik diri atau mengungsikan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming). 3. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam. 4. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial. 5. Sulit dalam berpikir abstrak. 6. Pola pikir stereotip.
40
7.
Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisatif, tidak ada upaya dan usaha, setra tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu)
Gejala-gejala negatif Skizofrenia sebagaimana diuraikan di atas seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap “tidak mengganggu” sebagaimana halnya pada penderita Skizofrenia yang menunjukkan gejala-gejala positif. Oleh karenanya pihak keluarga seringkali terlambat membawa penderita untuk berobat. Dalam pengalaman praktek, gejala positif Skizofrenia baru muncul pada tahap akut. Sedangkan pada stadium kronis (menahun) gejala negatif Skizofrenia lebih menonjol. Tetapi tidak jarang baik gejala positif atau negatif muncul berbauran, tergantung pada stadium penyakitnya. Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu primer dan sekunder. Gejala-gejala primer : 1. Gangguan pr oses pik ir an (bentu k, langkah, i si pi ki r an). Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah”. Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila dimaksudkan “berani”. Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau “…dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya. Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga dimarahi dan dipukuli. Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan “blocking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari. Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau “pressure of thoughts”. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran. Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan. 41
2.
Gangguan afek dan emosi
- Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. - Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. - Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggr is dinamakan “incongruity of affect” dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan “inadequat”. - Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :
3.
Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang sedang bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.
Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan. Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan st upor katatonik. - Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan. - Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan. - Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
42
4.
Gej ala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain. Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahuntahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme. Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya. Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin. Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh. Otomatisme komando (“command automatism”) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain). Gejala-gejala sekunder : 1. Waham Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations). Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan
43
berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata “dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing. Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya : waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya. 2. Halusinasi Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan. Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau “double personality”, misalnya penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu. Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya. Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan kemauan. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia adalah: 1) Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia. 2) Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah. 44
3)
Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.
DIAGNOSIS Pedoman Diagnostik PPDGJ III H arus ada sedik itnya satu gej ala ber i kut ini yang amat j elas dan biasanya dua gej ala atau lebi h bil a gejal a-gejal a itu ku r ang jel as :
a)
- “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau - “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan - “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b)
- “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati luar; atau - “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang „dirinya”: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus); - “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c)
Halusinasi auditorik : - Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau - Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau - Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d)
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
45
Atau palin g sediki t dua gej ala di bawah in i yang haru s sel alu ada secar a jelas :
e)
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus; f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor; h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara social. DIAGNOSIS BANDING 1. Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat membantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap, termasuk riwayat gangguan 46
medis, neurologist, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik. 2. Berpura-pura dan Gangguan buatan Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit. 3. Gangguan Psikotik Lain Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia. Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood. 4. Gangguan Mood Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur. 5. Gangguan Kepribadian Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala
47
yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi. PENATALAKSANAAN TERAPI SOMATIK (MEDIKAMENTOSA) Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine). a. Antipsikotik Konvensional Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain : 1. Haldol (haloperidol) 2. Stelazine ( trifluoperazine) 3. Mellaril (thioridazine) 4. Thorazine ( chlorpromazine) 5. Navane (thiothixene) 6. Trilafon (perphenazine) 7. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional): 1. Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. 2. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama ( long acting ) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic. b.
Newer Atypcal An ti psycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain : Risperdal (risperidone) Seroquel (quetiapine) 48
Zyprexa (olanzopine) Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia. c. Clozaril Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. Cara penggunaan Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder. Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
-
-
49
-
-
-
-
-
Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu – 2 bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari) Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pembarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia. Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM) Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril) Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh) Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting , diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
50
Pengobatan Selama fase Penyembuhan Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode pertama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit. Efek Samping Obat-obat Antipsikotik Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal. Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera. TERAPI PSIKOSOSIAL a. Terapi perilaku Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah 51
yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. b. Terapi berorintasi-keluarga Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga. c. Terapi kelompok Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia. d. Psikoterapi individual2 Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
52
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi. PSIKOTERAPI Ragam psikoterapi banyak macamnya, tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit (Pramopbid), sebagai contoh misalnya: 1. Psikoterapi Suportif Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya dalam mengahadapi hidup ini tidak kendur dan menurun. 2. Psikoterapi Re-edukatif Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar. 3. Psikoterapi Re-konstruktif Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan yang menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit. 4. Psikoterapi Kognitif Jenis psikoterapi ini maksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai – nili moral etika, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan lain sebagianya. 5. Psikoterapi Psikodinamik Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan kelemahan dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahana diri yang baik. Perawatan di Rumah Sakit ( Hospitalization ) Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup. 53
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik . Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut: Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung. Penderita harus puasa Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan. Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras. Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis) dibersihkan. Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi: 2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan Maintenance tiap 2-4 minggu Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak . Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak PROGNOSIS Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik. Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala 54
yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya. Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada: 1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk. 2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik. 3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik. 4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat. 5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik. 6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek. 7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek. 8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek. 4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN IBADAH MAHDHAH & GHAIRU MHADHAH Pengertian Ibadah Secara etomologis diambil dari kata „ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya. Manusia adalah hamba Allah “„Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya: Jenis „Ibadah Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi me njadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya; 1. „Ibadah Mahdhah artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. „Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip: a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw . Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah: Sabda Nabi saw.: Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:
55
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’ . Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari‟at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat. d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : 1. Wudhu, 2. Tayammum 3. Mandi hadats 4. Adzan 5. Iqamat 6. Shalat 7. Membaca al-Quran 8. I‟tikaf 9. Shiyam ( Puasa ) 10. Haji 11. Umrah 12. Tajhiz al- Janazah Rumusan Ibadah Mahdhah adalah “KA + SS” (Karena Allah + Sesuai Syari‟at) 2. Ibadah Ghairu Mahdhah (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya . Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4: a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang . Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan. b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul , karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid‟ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
56