BAB I PENDAHULUAN
Polip nasi adalah massa yang tumbuh dalam rongga hidung, sering kali multiple dan bilateral. Massa ini lunak berwarna keabu-abuan, agak transparan, permukaan licin mengkilat, bertangkai dan mudah ddigerakkan. ddigerakkan. Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-merahan, suram dan lebih kenyal. Polip nasi juga merupakan suatu proses inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya massa yang edematous pada rongga hidung. (1,2,! Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multiple dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh kearah belakang, muncul di nasofaring, dimana polip ini disebut juga dengan polip koana. (1! "ulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau atau peny penyaki akitt atopi, atopi, tetapi tetapi makin makin banya banyakk penel peneliti itian an yang yang mengem mengemuk ukaka akann berbagai teori para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi belum diketahui dengan dengan pasti. (1! Polip nasi selain menjadi masalah medis juga merupakan masalah sosial karena dapat menderitanya baik pada mempengaruhi kualitas hidup penderitanya baik pada pendidikan, pekerjaan, akti#itas harian, serta kenyamanan. Polip nasi terjadi pada 1$ sampai %$ dari populasi. &aki-laki lebih sering menderita polip nasi dibanding perempuan dan orang dewasa lebih sering dari anak-anak. (2,%!
1
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI 2.1 ANATOMI ANATOMI HIDUNG HIDU NG
'idung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah(1, 2! 1. 2. . %. *. .
Pangk angkaal hidu hidung ng "orsum na nasi Puncak na nasi )la nasi +olumela &uban &ubangg hidun hidungg (nare (naress anter anterior ior!! 'idung 'idung luar luar dibent dibentuk uk pada pada kerang kerangka ka tulan tulangg dan tulang tulang rawan rawan yang yang
dilapi dilapisi si kulit, kulit, jaring jaringan an ikat ikat dan dan beber beberapa apa otot otot kecil kecil yang yang berfun berfungs gsii untuk untuk melebarkan dan menyempitkan hidung. (1, *! +erangka tulang terdiri dari 1. ulan ulangg hidu hidung ng (os. (os. as asali alis! s! 2. Prose Prosesus sus fronta frontalis lis (os. (os. Maksila Maksila!! . Prose Prosesus sus nasala nasalais is (os. (os. /ron /rontal tal!! 0edangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian hidung (1, 2! 1. 0epasang 0epasang kartilago kartilago nasalis nasalis lateralis lateralis superior superior 2. 0epasa 0epasang ng kartila kartilago go nasali nasaliss latera lateralis lis inferior inferior yang yang disebu disebutt juga juga sebag sebagai ai kartilago ala mayor . +art +artil ilag agoo ala ala mino minor r %. epi ante anterio riorr kartil kartilago ago septum septum
2
ambar1. hidung tampak dari dorsal dan inferior.(1!
ongga hidung atau ka#um nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, yang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi ka#um nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk ka#um nasi dibagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana! yang menghubungkan ka#um nasi dengan nasofaring. (*! 3agian dari ka#um nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anterior yang disebut #estibulum. 4estibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kalenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut #ibrisae. iap ka#um nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.(*! "inding medial hidung ialah septum nasi, septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, #omer, krista nasalis os maksila, dan krista nasalis os palatina. 3agian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis! dan kolumela. (*!
3
0eptum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulangnya. 3agian luar dilapisi mukosa hidung. Pada bagian dinding lateral terdapat empat buah konka yang terbesar sampai terkecil yaitu konka inferior, konka media, konka superior dan konka suprema. +onka suprema ini biasanya disebut rudimenter.(*! +onka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media,superior, dan supreme merupakan bagian dari labirin etmoid. (*! "i antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit disebut meatus yang terdiri dari meatus inferior, meatus media, dan meatus superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium! duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus media terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum etmoid. 'iatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontalis, sinus maksilaris, dan sinus etmoidalis anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoidalis posterior dan sinus sphenoid. (*! "inding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. "inding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. 3agian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari artero etmoid
anterior dan
posterior yang
merupakan
cabang dari arteri
oftalmika,sedangkan arteri oftalmika berasal dari arteri karotis interna. (*!
4
ambar 2. 'idung tampak dari lateral, 3tampak dari potongan coronal, 5tampak dari potongan lateral hidung.(1!
a (1!
mbar .0eptum nasi.
2.1.1
Vaskularisasi Hidung
5
3agian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna, di antaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama ner#us sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.(*! 3agian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut pleksus +iesselbach ( little’s area!. Pleksus ini letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma sehingga sering menjadi sumber perdarahan atau epistaksis terutama pada anak-anak. (*! 4ena-#ena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. 4ena di #estibulum dan struktur luar hidung bermuara ke #ena oftalmika yang berhubungan dengan sinus ka#ernosus. 4ena#ena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial. (*!
ambar %. 'idung potongan hori6ontal(1!
6
ambar *.'idung potongan koronal.(1!
2.1.2
Prsara!an Hidung
3agian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari ner#us etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari ner#us nasosiliaris yang berasal dari ner#us oftalmikus (.4-1!. ongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari ner#us maksila melalui ganglion sfenopalatinum. anglion sfenopalatinum, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan #asomotor atau otonom untuk mukosa hidung. anglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari ner#us maksila, serabut parasimpatis dari ner#us petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari ner#us petrosus profundus. anglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media. (*! er#us olfaktorius, saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berkahir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. (*!
7
ambar . 0araf pada hidung.(1!
2.2 FISIOLOGI HIDUNG
'idung adalah pintu masuk ke saluran pernapasan bagian bawah serta sebagai indra penciuman. "alam perjalanan masuk melalui hidung, udara yang masuk akan melewati kantong al#eolar. Mukosa hidung berfungsi sebagai membersihkan diri dan mengatur kondisi udara tersebut. Peranan hidung sebagai resonator kepada semua orang yang pernah menderita pilek. (1! a. 0ebagai jalur napas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudia turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi udara masuk melalui koana dan mengikuti jalan yang sama seperti udara insprirasi. )kan tetapi di bagian depan aliran udara memecah sebagian lagi kembali kebelakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.(*! b. Pengatur kondisi udara Mengatur kelembapan udara, fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir kering oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin sebaliknya. (*! Mengatur suhu, fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang 8
luas,sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. "engan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 785. (*! c. 0ebagai penyaring dan pelindung /ungsi ini berguna unruk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri yang dilakukan oleh rambut pada #estibulum nasi, silia, palut lendir (mucosa blanket !, dan en6imyang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri disebut lyso6ime. (*! d. 9ndra penghidu 'idung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. (*! e. efleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardio#askular, dan pernapasan. 5ontohnya iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan napas terhenti. (*!
9
BAB III POLIP NASI
".1 DEFINISI POLIP NASI
Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma. (! Polip yang multipel dapat timbul pada anak-anak dengan sinusitis kronik, rhinitis alergi, fibrosis kistik atau sinuisitis jamur alergi. Polip sangat ber#ariasi pada setiap indi#idu, polip dapat berupa polip antro-koanal, polip jinak yang besar ataupun polip multipel yang dapat merupakan lesi jinak atau merupakan suatu
keganasan
seperti
glioma,
hemangioma,
papiloma,
limfoma,
neuroblastoma, sarcoma, karsinoma nasofaring dan papiloma in#erted. (! +ita harus mewaspadai setiap anak dengan polip jinak yang multipel yang dihubungkan dengan fibrosis kistik dan asma.
10
ambar 7. asal Polyp
empat asal umbuhnya polip terutama di bagian-bagian sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media, dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. "i tempat inilah mukosa hidung saling berdekatan. 3ila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. (7!
".2 EPIDEMIOLOGI
"i )merika insiden polip nasi pada anak adalah :,1$, namun insiden ini meningkat pada anak-anak dengan fibrosis kistik yaitu -%;$. 9nsiden pada orang dewasa adalah 1-%$ dengan rentang :,2-2;$. 9nsiden di seluruh dunia tidak jauh berbeda dengan insiden di )merika. Polip nasi terjadi pada semua ras dan kelas ekonomi.
! "." ETIOLOGI
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil! dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan
11
jarang pada anak = anak. Pada anak = anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis. ?ang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain 1 )lergi terutama rinitis alergi. 2 0inusitis kronik. 9ritasi. % 0umbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti de#iasi septum dan hipertrofi konka (1:! @tiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada faktor penting pada terjadinya polip, yaitu 1 )danya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus. 2 )danya gangguan keseimbangan #asomotor. )danya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung. /enomena 3ernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Aaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. /enomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit di kompleks ostiomeatal (+BM! di meatus medius.
Pada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. +emudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. 3ila proses ini berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun kedalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip. (11!
12
3anyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi. +erusakan epitel merupakan patogenesa dari polip. 0el-sel epitel terakti#asi oleh alergen, polutan dan agen infeksius. 0el melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan perbaikan. @pitel polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang berperan dalam obstruksi hidung dan rinorea. (11! Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus. (11! "alam teori 3ernstein, perubahan inflamasi pertama terjadi pada dinding lateral mukosa hidung atau sinus sebagai akibat interaksi #irus-host bakteri atau sekunder untuk aliran turbulen. "alam kebanyakan kasus, polip berasal dari daerah meatus media, terutama celah sempit di kawasan ethmoid anterior yang menciptakan aliran turbulen, dan terutama bila dipersempit oleh peradangan mukosa. Clserasi atau prolaps dari submucosa dapat terjadi, dengan reepitheliali6ation dan pembentukan kelenjar baru. 0elama proses ini, polip dapat dibentuk dari mukosa akibat proses inflamasi tinggi sel epitel, sel endotel pembuluh darah, dan fibroblas mempengaruhi integritas bioelectric saluran natrium di permukaan luminal sel epitel pernafasan dalam mukosa hidung. espon untuk meningkatkan penyerapan natrium, menyebabkan retensi air dan pembentukan polip. (11! eori lain melibatkan ketidakseimbangan #asomotor atau epitel rusak. eori
ketidakseimbangan
#asomotor
mendalilkan
bahwa
peningkatan
permeabilitas #askuler dan peraturan produk menyebabkan detoksifikasi #askular mast-sel (misalnya, histamin!. dampak jangka panjang produk dalam stroma polip ditandai edema (terutama dalam polip gagang bunga! yang diperburuk oleh terhalangnya drainase #ena. eori ini didasarkan pada sel stroma miskin dari polip, yang buruk dan tidak memiliki saraf #asokonstriktor #asculari6ed. (11! eori pecah epitel menunjukkan bahwa pecahnya epitel mukosa hidung yang disebabkan oleh peningkatan jaringan turgor pada penyakit (misalnya, alergi, infeksi!. Pecah menyebabkan mukosa lamina propria prolaps, membentuk
13
polip. 5acat yang mungkin diperbesar oleh efek gra#itasi atau obstruksi drainase #ena, menyebabkan polip. eori ini, meskipun mirip dengan 3ernstein, memberikan penjelasan yang kurang meyakinkan untuk pembesaran polip teori natrium fluks didukung oleh data 3ernstein. 3aik teori benar-benar mendefinisikan memicu peradangan. (11,7! Makroskopis(7! 0ecara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan,agak bening, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekanDditusuk tidak terasa sakit!.
14
3erdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.
ambar ;.ambaranendoskopica#umnasikiri, menunjukkanpolippadaprosesusuncinatus. ampakjelaspolipberada di tengah, berwarnapucatdanputihberkilau
)ntrochoanal polip adalah polip soliter yang tumbuh dari antrum maEila. +illian 1>: adalah orng pertama yang menemukan antrochoanal polip.
ambar >.Polipantrochoanalkiri yang menggantung pada orofaring
15
".$ GE%ALA &LINIS
ejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. 0umbatan ini tidak hilang = timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. 3ila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore. (7! 3ila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal persisten. 0akit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.(7! Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang dapat berubah dengan perubahan posisi.
16
dimana polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau rekuren. (7! G'ala Su('k)i!*
'idung terasa tersumbat 'iposmia atau )nosmia (gangguan penciuman! yeri kepala hinore 3ersin 9ritasi di hidung (terasa gatal! Post nasal drip yeri muka 0uara bindeng elinga terasa penuh Mendengkur angguan tidur Penurunan kualitas hidup
G'ala O('k)i!*
Bedema mukosa hidung 0ubmukosa hipertropi dan tampak sembab erlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan 3ertangkai (7!
".+ G,ADING POLIP NASI
0tadium :
idak ada tampak polip nasal
0tadium 1
erdapat jaringan polipoid yang berbatas pada meatus media
0tadium 2
erdapat polip multiple yang mengisi meatus media
0tadium
polip meluas hingga melewati meatus media
0tadium %
Polip secara total mengobstruksi ca#um nasi
0tadium *
Polip meluas hingga menyentuh dasar ca#um nasi
17
ambar 1:. Polyp rading 0istem
".-
DIAGNOSIS ".-.1 ANAMNESIS
Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah hidung tersumbat. 0umbatan ini menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. ejala lain adalah gangguan penciuman. ejala sekunder dapat terjadi bila sudah disertai kelainan organ didekatnya berupa adanya a post nasal drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng!, telinga terasa penuh,
mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. 0elain itu juga harus di tanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan. (1:! ".-.2 PEME,I&SAAN FISI&
1. inoskopi )nterior Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. "eformitas septum membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit. ampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin 1$ (#asokonstriktor!, konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat diobser#asi berasal dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum. (11! 2. inoskopi Posterior 18
+adang-kadang dapat dijumpai polip koanal. 0ekret mukopurulen ada kalanya berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya rinosinusitis. ".-." PEME,I&SAAN PENUN%ANG
aso endoskopi )danya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus baru. Polip stadium awal tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai polip yang berasal dari ostium assesorius sinus maksila.
ambar 11.ambaran endoskopi anterior sinistraca#umnasi, tampak septum di sebelah kiri dan tampak polip antralchoanal pada bagian tengah gambaran endoskopi.
Pemeriksaan adiologi /oto polos sinus paranasal (posisi waters, lateral, 5aldwell dan )P! dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermanfaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negati#e palsu dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan #ariasi anatomis di daerah kompleks osteomeatal. Pemeriksaan tomografi computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal 19
apakah ada proses radng, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. erutama pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa,jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. 3iasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal,sedangkan polip yang rekuren juga diperlukan potongan aksial. es alergi @#aluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan atau riwayat alergi pada keluarganya. &aboratorium Cntuk membedakan polip alergi atau non alergi. Pada polip alergi ditemukan eosinofil pada swab hidung, sedang pada polip non alergi ditemukannya neutrofil yang menandakan adanya sinusitis kronis. emuan histologis •
Pseudostratified ciliated columnar epithelium
•
@pithelial basement membrane yang menebal
•
Bedematous stroma
". DIAGNOSIS BANDING
Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri = cirinya sebagai berikut
idak bertangkai 0ukar digerakkan nyeribiladitekandenganpinset mudahberdarah dapatmengecilpadapemakaian#asokonstriktor (kapas adrenalin!
Polip 3ertangkai, dapat digerakkan
Polipoid Mukosa idak bertangkai, sukar digerakkan
20
+onsistensi lunak idak nyeri bila ditekan idak mudah berdarah 3erwarna putih kebiruan idak mengecil pada
+onsistensi keras yeri pada penekanan Mudah berdarah 3erwarna merah muda pemberian Mengecil pada pemberian #asokonstriktor
#asokonstriktor (adrenalin! Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian #asokonstriktor yang juga harus hati = hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardio#askuler karena bisa menyebabkan #asokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.(*,11! "./ PENATALA&SANAAN
+arena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi inflamasi, maka penatalaksanaan medis ditujukan untuk pengobatan yang tidak spesifik. Pada terapi medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid. +ortikosteroid dapat diberikan secara sistemik ataupun intranasal. (7,12! Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi dalam waktu yang singkat, dan pemberiannya perlu memperhatikan efek samping dan kontraindikasi.
+ortikosteroid oral adalah pengobatan paling efektif untuk
pengobatan jangka pendek dari polip nasi, dan kortikosteroid oral memiliki efekti#itas paling baik dalam mengurangi inflamasi polip. (7,12! +ortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk spray steroid, yang dapat mengurangi atau menurunkan pertumbuhan polip nasi yang kecil, tetapi secara relatif tidak efektif untuk polip yang masif. 0teroid intranasal paling efektif pada periode post operatif untuk mencegah atau mengurangi relaps. (7,12! Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip yang dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan antihistamin oral untuk mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. 3ila telah
21
terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya sekret yang mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik. (7,12! Pengobatan Medikamentosa 0teroid oral dan topikal di berikan pada pengobatan pertama pada nasal polip. )ntihistamin, dekongestan dan sodium cromolyn memberikan sedikit keuntungan. 9munoterapi mungkin dapat berguna untuk pengobatan rhinitis alergi, tapi bila di gunakan sendirian, tak dapat berguna pada polip yang telah ada, pemberian antibiotik bila terjadi superimposed infeksi bakteri. (7,12! +ortikosteroid adalah pengobatan pilihan, baik secara topikal maupun sistemik. 9njeksi langsung pada polip tidak dibenarkan oleh Food and Drug Administrationkarena dilaporkan terdapat pasien dengan
kehilangan penglihatan unilateral setelah injeksi intranasal langsung dengan kenalog. +eamanan mungkin tergantung pada ukuran spesifik partikel. 3erat molekuler yang besar seperti )ristocort lebih aman dan sepertinya sedikit yang di pindahkan ke area intrakranial. 'indari injeksi langsung ke dalam pembuluh darah. (1! 0teroid oral paling efektif pada pengobatan medis untuk nasal polipoid. Pada dewasa penulis banyak menggunakan prednison (:-:mg! selama %-7 hari dan diturunkan selama 1- minggu. 4ariasi dosis pada anakanak, tetapi maksimum biasanya 1mgDkbDhari selama *-7 hari dan diturunkan selama 1- minggu. (1! espon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya eosinofilia, jadi pasien dengan polip dan rhinitis alergi atau asma seharusnya respon dengan pengobatan ini.
(1!
Pasien dengan polip yang sedikit eosinofil mungkin tidak respon terhadap steroids. Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan karena efek sampingnya yang merugikan (seperti gangguan pertumbuhan, "iabetes Melitus, hipertensi, gangguan psikis, gangguan pencernaan, katarak, glukoma, osteoporosis!. Pemberian topikal kortikosteroid di berikan secara umum karena
22
lebih sedikit efek yang merugikan dibandingkan pemberian sistemik karena bioa#aibilitasnya yang terbatas. Pemberian jangka panjang khususnya dosis tinggi dan kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, terdapat resiko penekanan hipotalamus-pituari-adrenal aksis, pembentukan katarak, gangguan pertumbuhan, perdarahan hidung, dan pada jarang kasus terjadi perforasi septum. (1! +ortikosteroid merupakan antiinflamasi yang biasa diberikan padapasien polip hidung. amun, memberikan efek samping yang serius seperti perdarahan usus bila diberikan dalam dosis yang besar dan dalam waktu yang lama. 9nhibitor 5BF-2 juga mempunyai efek anti inflamasi dan dikenal tidak memberikan efek samping pada gastrointestinal. (1%! Pembedahan dilakukan jika 1. Polip menghalangi saluran nafas 2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus . Polip berhubungan dengan tumor %. Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang gagal pengobatan maksimum dengan obat- obatan. indakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. 3edah sinus endoskopik (@ndoscopic 0inus 0urgery! merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanya membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media,yang merupakan tempat asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan. Surgical micro debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan
jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan #isualisasi yang lebih baik.(,1*! +eputusan atas pembedahan ditentukan dari penemuan 5-0can sinus paranasal sebelum operasi. )nterior ethmoidectomy, posterior ethmoidectomy,
23
antrostomy meatus medius dan pembersihann resesus frontalis dapat dilakukan pada semua pasien.
"./ P,OGNOSIS
Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap berlanjut. ekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel. Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang terjadi relaps. Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. erapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi. 0ecara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. "an untuk alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. (1!
24
DAFTA, PUSTA&A
1 0oepardi, @fiaty. 9skandar, urbaiti. 3uku )jar 9lmu +esehatan elinga 'idung enggorok edisi 499 cetakan 9. 3alai Penerbit /+-C9, Aakarta 2:12 2 Aahromi,).M, Pour,).0. he @pidemilogical and 5linical )spects of asal Polyps that eGuire 0urgey. 9ran 9ranian Aournal of Btorhinolaryngology. 2:12. P.7*-7; )ssanasen, P. aclerio,.M. Medicaland 0urgical management of nasal polyp. 5hicago. 2::1. P. 27-% (! % 'aro,A.9,dkk, 5linical )spects of Patients with asal Polyposis. 0ao Paolo. 2::>. P. 2*>-2 * 3allenger AA. )natomy and Physiology of the ose and Paranasal 0inuses. 3allengerHs Btorhinolaryngology 'ead I eck 0urgery 1 th ed. Bntario 35 "eckerJ 2::. p. *%7-**. +e#in +a#anagh. asal polypectomy.)ll ights eser#ed www.entusa.com 7 0oepardi @fiaty 0, 9skandar urbaiti, et al. 3uku )jar 9lmu +esehatan elinga 'idung enggorok edisi 49 cetakan 99. 3alai Penerbit /+-C9, Aakarta 2::7.hal 12-12* ; A. ulia, 0. P. 0. ?ada#, . 0harma, '. I ). 'ooda. @ctopic ooth 9n Bsteomeatal 5ompleE Presenting
> 3angladesh A Btorhinolaryngol,)rticle by )bu 'ena Mohammad Par#e6 'umayun1, )'M Kahurul 'uG2, 0M areGuddin )hmed, Md. 0hah +amal%, +yaw +hin C, ilakanta 3hattacharjee. 4ol. 1, o. 1, )pril 2:1: 1: 3echara ? horayeb. asal polyps. http DD www.otolaryngology'ouston.htm l 11 )lper abi @rkan, M", L6can akmak, M", and ebil 3al, M"./rontochoanal
polyp
article
by
)ll
ights
eser#ed
httpDDwww.entjournal.com
25
12 Aohn @ Mc5lay BB". asal Polyps. )ssociate Professor of Pediatric Btolaryngology, "epartment of Btolaryngology-'ead and eck 0urgery, 5hildrenHs 'ospital of "allas, Cni#ersity of eEas 0outhwestern Medical 0chool. update Bct 22, 2::;.httpDDwww.medicine.com 1 9mmunologic factors in patients with chronic polypoid sinusitis. ikakhlagh
0, hafourian-3oroujerdnia
M, 0aki
, 0oltan-Moradi
M , ahim /. iger A Med. 2:1: Aul-0epJ1>(!1->. 1% /ransina, .0edjawidada, )msyar )kil, /adjar Perkasa, )bdul Nadar Punagi @ar ose hroat "epartement, Medical /aculty,'asanuddin Cni#ersity, Makassar. he 9ndonesian Aournal of Medical 0cience 15
4olume 1 o. 1 Auly-0eptember 2::;. 0. P. ulati, )nshu, .
26