Polip Antrokoanal I. Pendahuluan Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tetapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rinitis alergi, asma dll.1 Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terisap oleh tekanan negatif ini sehigga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius, walaupun demikian polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan multipel. Polip yang berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksila atau ostium asesoriusnya, masuk ke rongga hidung dan berlanjut ke koana lalu membesar di nasofaring. Polip ini disebut polip koana (polip antrokoanal).1 II. Definisi Polip antrokoanal merupakan pertumbuhan jinak unilateral yang berasal dari mukosa sinus maksilaris dengan pertumbuhannya kedalam ostium sinus maksilaris hingga mencapai koana posterior dan polip terlihat di nasofaring.2,3,4,5 III. Angka Kejadian Polip antrokoanal (Killian’s polyp) biasanya jarang terjadi dan kemungkinan muncul pada kelompok ras tertentu. Seperti polip jinak hidung lainnya biasanya lebih sering muncul pada pria dibanding wanita. Onsetnya biasanya di bawah usia 40 tahun, walaupun mungkin juga ditemukan pada semua umur.6 Pada penelitian yang dilakukan oleh Mohd. Tahir J, dkk di Kuala Lumpur Malaysia melaporkan 40 penderita (17 pria dan 23 wanita) polip antrokoanal yang 1
dirawat di Pusat Perubatan UKM selama 10 tahun (Mei 1998 hingga April 2008) yaitu median umur penderita adalah 37 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita. Gejala klinis yang sering menjadi masalah utama adalah hidung tersumbat (92.5%), diikuti oleh hidung berair (45%), lelehan belakang hidung (35%) dan mendengkur (22.5%).7 Berbagai pendekatan pembedahan telah digunakan yaitu pembedahan yang paling sering dilakukan adalah polipektomi endoskopi dan antrostomi meatus tengah pada 28 penderita (70%). Selain itu, 2 penderita menjalani septoplasti dan 1 penderita menjalani sinustomi frontal. Terdapat 6 penderita (15%) menjalani pembedahan kombinasi antrostomi sublabial. Tidak ditemukan komplikasi yang besar, 4 penderita mengalami penyakit berulang, 3 penderita menjalani pembedahan di tempat lain dan 1 penderita mengalami penyakit berulang setelah pembedahan pertama.
Peneliti
merumuskan
bahwa
penggunaan
endoskopi
dalam
penatalaksanaan antrokoanal polip adalah efektif dengan morbiditas yang minimal.7 Penelitian oleh Berg (1988) dilaporkan 15 kasus polip antrokoanal dalam 3 tahun, penelitiannya termasuk polip antrokoanal dari kista intramural yang berkembang melalui ostium sinus maksilaris kedalam rongga hidung.8 IV. Etiologi Etiologi polip nasi masih belum diketahui secara pasti. Namun terdapat beberapa keadaan yang berhubungan dengan polip nasi, yaitu :9 1. Alergi 2. Cystic fibrosis 3. Sinusitis kronis 4. Sensitifitas terhadap ASA (asam asetilsalisilat)
Pasien biasanya mengalami onset asma pada saat dewasa dengan polip nasi dan sinusitis kronis. Banyak pasien yang sensitif terhadap ASA ataupun OAINS (obat anti inflamasi non steroid) namun tidak mengetahuinya. Paparan terhadap ASA ataupun OAINS lainnya dapat mengarah kepada eksaserbasi asma hingga bahkan syok anafilaktik.9 Inflamasi kronis kiranya memiliki peranan awal dalam patogenesis polip nasi. Polip multipel muncul pada anak dengan sinusisit kronis, rinitis alergi, cystic 2
fibrosis, dan allergic fungal sinusitis. Suatu polip tersendiri dapat menjadi polip antrokoanal, polip jinak yang besar, kista duktus nasolakrimalis, suatu lesi kongenital, serta tumor jinak ataupun ganas, seperti :10 •
Encephalocele
•
Glioma
•
Papilloma
•
Juvenile nasopharyngeal angiofibroma
•
Rabdomiosarkoma
•
Limfoma
•
Neuroblastoma
•
Sarkoma
•
Karsinoma nasofaring
•
Inverting papilloma
V. Patofisiologi Polip antrokoanal termasuk penyakit inflamasi sinus maksilaris. Hal ini masih menjadi kontroversi bagi beberapa peneliti. Yang masih menjadi kontroversi adalah asal, patogenesisnya dan penatalaksanaannya. Terjadinya infeksi bakteri pada sinus diikuti dengan rhinosinusitis. Selain faktor anatomi seperti bulosa konka, deviasi septum nasal, infeksi sinus etmoidalis anterior akan mengakibatkan sinusitis maksilaris kronik.8 Ada beberapa kelenjar mukosa asinus didalam antrum maksilaris. Infeksi pada mukosa dapat memudahkan terjadinya penutupan kelenjar asinus. Karena hal tersebut maka formasi sebuah kista yang mana dapat berkembang kedalam sinus sampai ke ostium membentuk polip antrokoanal pada hidung dan nasofaring. Bagian antral telah dilaporkan sebagai polipoid atau kista.8
VI. Gejala Klinis Gejala klinis utama adalah hidung tersumbat unilateral dan disertai nasal discharge. Beberapa kasus yang jarang, gejala polip antrokoanal tidak khas. Polip antrokoanal berbeda dari inflamasi kronik, polip sinus maksilaris hanya mempunyai 3
sedikit gejala minor yaitu proses terjadinya sedikit lama, sedikitnya terjadi obstruksi ostium maksilaris, tingginya angka kejadian sakit kepala, obstruksi hidung persisten, adanya kista pada stroma polip, penipisan membran basal, rendahnya angka kejadian metaplasia sel skuamosa dan tingginya proporsi perpindahan sel dalam cairan hidung. Pada 2 kasus penelitian, dapat didiagnosis alergi tapi hal ini tidak sama dengan polip, yang mana tidak ditemukannya gambaran tipe morfologi dari alergi berhubungan polip (eosinofilik).11 Mohd Tahir J dkk meneliti bahwa gejala klinis yang paling sering adalah sumbatan hidung (92,5%) diikuti dengan rinorea (45%), postnasal drip (35%) dan mendengkur (22,5%).7 Tabel 1. Gejala klinis dari 40 penderita dengan polip antrokoanal.7 Gejala klinis Sumbatan hidung
n (%) 37 (92.5)
Rinorrea
18 (45)
Postnasal drip
14 (35)
Mendengkur
9 (22.5)
Nyeri kepala
5 (12.5)
Hiposmia
4 (10)
Gumpalan dalam tenggorokan
4 (10)
Rasa tidak nyaman pada hidung
4 (10
Tabel 2. Observasi rinologis yang berhubungan dengan polip antrokoanal.7 Gejala klinis Sinusitis kronis
n (%) 20 (50)
Deviasi septum
5 (12.5)
Polip etmoid
4 (10) 4
Konka bulosa
4 (10)
Bilateral inferior turbinate
1 (2.5)
hypertrophy
VII. Diagnosis Dari anamnesis ditemukan adanya sumbatan hidung unilateral disertai nasal discharge, kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala, serta ditemukannya massa polipoid pada hidung melalui rinoskopi anterior dan/atau posterior, dari pemeriksaan fisik biasanya mengarah kepada polip antrokoanal yaitu ditemukannya polip yang berasal dari mukosa sinus maksilaris dengan pertumbuhannya kedalam ostium sinus maksilaris hingga mencapai koana posterior dan polip terlihat di nasofaring.8 Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.8 Pembagian polip nasi menurut Mackay dan Lund:12 a. Grade 0 : Tidak ada polip b. Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media c. Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi belum menyebabkan obstruksi total d. Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total Pemeriksaan radiologis mengunakan CT-Scan dan MRI (jarang) dapat membantu menegakkan diagnosis
polip antrokoanal. Pada CT-Scan biasanya
ditemukan gambaran massa jaringan lunak pada antrum yang sampai ke bagian hidung dan nasofaring. Pemeriksaan CT-Scan juga diperlukan untuk mengevaluasi perluasan penyakit serta hubungannya dengan kelainan etmoidal, yang nantinya akan membantu untuk merencanakan terapi.8
5
Gambar 1. Polip antrokoanal yang menggantung dari nasofaring sampai ke orofaring.13
Gambar 2. Polip antrokoanal kiri yang menggantung ke dalam orofaring.5
6
Gambar 3. Gambaran CT-Scan sinus paranasal yang memperlihatkan suatu jaringan lunak yang menempati seluruh antrum kiri yang meluas sampai ke etmoid.13
Gambar 4. CT-Scan koronal yang memperlihatkan gambaran polip antrokoanal yang tumbuh dari antrum maksila kanan yang meluas ke dalam rongga hidung kanan melalui pelebaran ostium sinus.5 VIII. Diagonosis Banding Diagnosis sangat mengarah kepada polip antrokoanal apabila antrum maksilaris meluas dan terdapat massa nasofaringeal. Beberapa diagnosis yang mungkin adalah sebagai berikut : 1.
Disfungsi konka (Turbinate Dysfunction). Semua individu dapat mengalami disfungsi konka dalam suatu waktu dalam
hidupnya. Gejalanya dapat berupa obstruksi total ataupun sumbatan ringan dan/atau rinorea. Penyebabnya termasuk infeksi saluran nafas bagian atas, rinitis alergi, dan rinitis vasomotor. Obat-obatan dan hormon juga dapat memicu hal ini. Sumbatan hidung merupakan suatu gejala umum yang berhubungan dengan disfungsi konka. Gejalanya dapat ringan, atau dapat berat hingga membutuhkan dekongestan topikal 7
seperti oxymetazoline atau phenylephrine. Etiologi disfungsi konka merupakan multifaktorial. Infeksi dan peradangan merupakan penyebab paling sering. Karena konka memiliki banyak suplai pembuluh darah dan diatur oleh sistem saraf parasimpatis, semua hal yang mempengaruhi dua hal ini akan mempengaruhi konka.14 2.
Chronic hypertropic polypoid rhinosinusitis. Keadaan ini mempengaruhi epitel saluran nafas bagian atas. Ditandai
dengan adanya instabilitas vasomotor, hipertrofi mukosa polipoid, dan infeksi superimposed. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya instabilitas vasomotor pada saluran nafas bagian atas seperti obat-obatan, infeksi, ketidakseimbangan hormonal, dan faktor psikogenik. Alergi juga sering sebagai faktor penyebab terutama apabila perubahannya terjadi bilateral. Polip hipertrofi dapat terjadi unilateral ataupun bilateral.13 3.
Tumor ganas nasofaring. Merupakan 1% dari seluruh tumor ganas. Neoplasma ini dapat
menyebabkan terjadinya kesulitan dalam mendiferensial diagnosis. Tumor ini cenderung menyebabkan kerusakan struktur tulang, sumbatan jalan nafas, pelebaran jaringan adenoid atau terjadi invasi ke dalam sinus paranasal. Diperlukan pemeriksaan CT-Scan untuk mengevaluasi perluasan tumor. Tumor ganas nasofaring
yang
paling
sering
terjadi
pada
ana-anak
adalah
limfoma,
rabdomiosarkoma, limfoepitelioma, dan neuroblastoma olfaktori. Jenis-jenis ini biasanya tidak dapat dibedakan dengan menggunakan pemeriksaan radiologis.14 4.
Juvenile nasopharyngeal angiofibroma Merupakan suatu tumor jinak vaskuler yang dapat merusak jaringan sekitar,
paling sering muncul di nasofaring atau posterior rongga hidung. Gejalanya dapat berupa epistaksis, sumbatan hidung, atau adanya massa di nasofaring.14 IX Penatalaksanaan
8
Sangat disayangkan, banyak literatur mengenai pengobatan polip yang masih tidak begitu efektif. Menurut Mackay jika suatu operasi tidak lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan lainnya, yang paling baik adalah melakukan yang paling sederhana dengan resiko yang minimal bagi pasien. Hampir seluruh ahli bedah saat ini mengobati polip secara pembedahan, tetapi banyak polip yang sensitif terhadap kortikosteroid, dan apabila polip tidak menyebabkan sumbatan hidung secara total, pengobatan preoperatif menggunakan kortikosteroid sangat bermanfaat.12 a. Pengobatan preoperatif Proporsi pasien yang sensitif terhadap kortikosteroid masih belum pasti, pemberian kortikosteroid oral harus dihindari walaupun pengobatan ini lebih baik daripada pengobatan kosrtikosteroid topikal. Tetes hidung betametason, 2 kali sehari pada masing-masing sisi diberikan dalam waktui 1 bulan. Posisi saat meneteskan dalam posisi telentang dengan kepala menengadah. Posisi ini memungkinkan penetrasi obat lebih mudah ke dalam etmoid. Pilihan lain seperti triklormetasone atau flumisolid dapat digunakan. Polip dapat hilang secara sempurna dan pengobatan ini harus diteruskan minimal 3 bulan.12 b. Operasi Terdapat pandangan yang berbeda pada jenis operasi yang dibutuhkan untuk polip nasi. Polipektomi sederhana merupakan operasi pilihan, polip dapat diangkat dengan suatu avulsi atau dengan pemotongan atau penggunaaan forceps seperti Tilley Henckel`s, harus diperhatikan ketika menggunakan forceps jangan terlalu ke medial ataupun ke lateral, seluruh mukosa polipoid harus diangkat dari etmoid. Walaupun etmoidektomi intranasal disarankan oleh beberapa ahli, polipektomi sederhana masih merupakan prosedur yang komplit dan aman. Etmoidektomi eksternal dilakukan melalui insisi medial ke dalam kantus interna (Howarth’s) atau melalui insisi pada kulit di bawah batas intraorbita (Patterson’s). Seluruh sel dapat diangkat apabila orbita dan seluruh bagian-bagiannya telah digeser ke lateral dan pembuluh darah etmoidal interior dipisahkan. Harus berhati-hati dalam membuka ostium sinus frontal secara luas untuk mencegal mukokel yang merupakan komplikasi lanjut dari pembedahan. Tidak ada penelitian yang menyatakan bahwa
9
etmoidektomi ekternal dapat mencegah kekambuhan, walaupun ada beberapa ahli yang mengatakan demikian.12 Pembedahan merupakan pilihan terapi dari polip antrokoanal. Pengangkatan sederhana yang dilakukan pada awalnya dengan menggunakan nasal snare atau polyp-forceps dapat menghilangkan gejala dan pasien akan merasa kembali baik dalam beberapa tahun. Namun sering terjadi kekambuhan yang disebabkan bagian antral dari polip masih tertinggal. Pada kasus seperti ini dibutuhkan pengangkatan radikal melalui sublabial. Prosedur ini disebut dengan Caldwell-Luc operation. Antrum maksila dibuka dan polip diangkat dari antrum.15 Pada anak-anak prosedur ini tidak dapat dilakukan, karena dapat menyebabkan deformitas fasio-maksilaris dan kerusakan gigi permanen yang terletak di antrum maksila. Terapi antihistamin jangka panjang lebih dipilih untuk mengontrol alergi.15 X. Prognosis Rekurensi polip nasi merupakan suatu masalah yang masih dihadapi oleh para ahli. Angka rata-rata terjadinya rekurensi sangat bervariasi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Drake dkk selama 2 tahun menunjukkan bahwa 5% pasien memiliki riwayat polipektomi lima kali atau lebih. Sangat sulit untuk mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kekambuhan. Diperkirakan bahwa pasien yang mengalami polip pada usia yang lebih muda dan memiliki riwayat keluhan hidung yang lama biasanya lebih besar berkemungkinan mengalami kekambuhan. Pasien dengan penyakit nasal yang berat sering membutuhkan operasi yang lebih besar. Namun hal ini tidak menurunkan angka kemungkinan terjadinya kekambuhan. Pasien dengan asma akan mengalami kekambuhan yang lebih sering pada umumnya, dan apabila juga terdapat hipersensitivitas terhadap aspirin akan lebih bertambah lagi kemungkinannya.6 Polip nasi mirip seperti gulma. Sangat sulit untuk dieradikasi secara tuntas. Oleh sebab itu, tujuan dari manajemennya adalah mengontrol gejala. Apabila pasien hanya memiliki gejala minimal, terapi pun dapat minimal. Apabila gejalanya lebih berat, terapinya pun harus lebih luas. Terapi medis maupun bedah keduanya tidak menjamin polip tidak akan kembali lagi. Namun akan sangat meningkatkan kualitas hidup individu.10
10
11