18
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut biasa saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan fraktur. Fraktur atau patah tulang adalah suatu peristiwa terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat, 2005).
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunis luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral, kompresi atau crush, comminuted dan greenstick (Mansjoer, 2000).
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan hormon pada menopause (Apley, 1995). Fraktur intertrochanter femur merupakan salah satu dari 3 tipe fraktur panggul. Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2 trochanter dimana trochanter mayor terdapat musculus gluteus medius dan minimus (ekstensi dan abduksi panggul) dan trochanter minor dimana terdapat musculus iliopsoas (fleksi panggul) (Evans & McGrory, 2001).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Femur adalah tulang yang paling panjang dan paling berat di dalam tubuh manusia. Panjang tulang ini sepertiga tinggi badan seseorang manusia dan bisa menyokong berat sehingga 30 kali lipat berat tubuh badannya. Femur, sama halnya dengan tulang yang lainnya didalam tubuh, terdiri atas badan (corpus) dan dua ekstremitas. (1)
Gambar Femur Dextra. Anterior et Posterior surface
Ekstremitas atas (proximal extremity) terdiri dari kepala (head/caput), leher (neck/collum), trochanter major dan trochanter minor. (1)
Upper extremity of right femur viewed from behind and above
Caput femoris
Kepala dari femur yang membentuk lebih kepada bentuk dua pertiga sphere, diarahkan keatas, medial dan sedikit kedepan. Sebagian besar kecembungannya berada diatas dan di depan. Permukaan caput femoris licin karena dilapisi oleh kartilago bersendi, kecuali pada bagian fovea capitis femoris, cekungan yang terletak sedikit bawah di caput femoris, yang merupakan tempat perlekatan ligamentum teres.
Collum femoris
Collum femoris menghubungkan caput femoris dengan corpus femur. Collum femoris mendatar dari belakang caput femoris, mengecil di tengah, dan melebar ke arah lateral. Diameter bagian ini adalah kurang lebih tiga perempat dari caput femoris. Permukaan anterior dari collum femoris mempunyai banyak foramen pembuluh darah. Permukaan posterior licin, lebih lebar dan lebih konkaf dari bagian anterior. Di sini juga merupakan tempat perlekatan dari bagian posterior dari kapsul persendian pinggul, kurang lebih 1 cm diatas intertrochanteric crest. Batas superior pendek dan tebal dan berujung di lateral di trochanter major; permukaannya dilalui oleh foramen yang besar. Batas inferiornya panjang dan sempit, melengkung sedikit kebelakang ke arah ujung trochanter minor. (1)
Trochanter
Trochanter adalah penonjolan yang merupakan tempat perlekatan bagi otot-otot yang berfungsi untuk memberi pergerakan memutar untuk femur. Terdapat dua trochanter; trochanter major dan trochanter minor. Trochanter major adalah prominensia (penonjolan) yang paling lateral dari femur, sedangkan trochanter minor pula adalah ekstensi dari bagian terendah dari collum femoris yang berbentuk kon. Kedua trochanter ini dihubungkan oleh crista intertrochanteric di bagian belakang dan linea intertrochanteric di bagian depan. (1)
vaskularisasi Proximal Femur
sirkulasi caput femoris muncul dari tiga sumber yaitu intraosseus cervical vessels yang melintasi ruang sumsum dari bawah, arteri dari ligamentum teres yang dikenal sebagai medial epiphyseal vessels dan retinacular vessel yaitu percabangan cincin arteri ekstra kapsuler, yang berjalan sepanjang collum femoris dibawah sinovium. Apabila terjadi fraktur di collum femoris, vaskularisasi dari intraosseus cervical vessel terganggu sehingga caput femoris terpaksa bergantung dari vaskularisasi yang dari dua sumber lainnya lagi. (2)
Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan (Evans, 2001).
Gambar 1
Definisi fraktur Intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Apley, 1995).
Etiopatologi
Fraktur adalah suatu keadaan diskontinuitas jaringan (korteks) pada tulang, paling sering disebabkan oleh trauma, namun bisa juga karena faktor patologi atau karena penyakit tertentu yang mendasari. Fraktur Neck Femur adalah adanya kontinuitas jaringan korteks pada daerah collum femur. Sering terjadi pada tulang rangka, jika tulang mengalami benturan yang melebihi tahanan normal yang dapat diterima oleh tulang, dapat menyebabkan fraktur pada tulang tersebut. Ketika terjadi fraktur maka periosteum, pembuluh darah, korteks dan jaringan sekitarnya mengalami kerusakan jaringan di ujung tulang. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya hematoma yang menyebabkan jaringan sekitar tulang akan mengalami kematian sebab suplay nutrisi ke daerah tersebut jadi terhambat. Jika keadaan ini terus menerus terjadi maka akan menyebabkan nekrosis pada jaringan ini yang nantinya merangsang kecenderungan untuk terjadi peradangan yang ditandai dengan vasodilatasi, pengeluaran plasma dan leukosit, serta inflamasi dari sel-sel darah putih yang lain. (5)
Pada usia lanjut, biasanya paling sering karena mekanisme trauma, misalnya jatuh terduduk yang menyebabkan tekanan yang berlebihan pada pelvis dan juga dapat berefek pada fraktur collum femur, sedangkan pada usia yang lebih muda, fraktur pada collum femur juga karena trauma, tetapi kebanyakan pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas dengan posisi hip joint abduksi. (6)
Klasifikasi fraktur femur
Berdasarkan letak anatominya, ada 4 jenis fraktur femur, yaitu :
Capital : Fraktur pada Caput Femoris
Subcapital : Fraktur pada bagian bawah caput femoris
Transcervical : Fraktur pada collum Femoris
Basiccervical : Fraktur pada bagian ujung lateral collum femoris. (7)
Menurut Garden, fraktur femur diklasifikasikan berdasarkan tingkat pergeseran patahnya, yang terbagi menjadi : (8)
Gambar 2
Garden I : fraktur inkomplit atau impacted
Garden II : fraktur komplit tanpa displacement
Garden III : fraktur komplit dengan partial displacement
Garden IV : fraktur komplit dengan total displacement. (8)
Menurut Pauwel, fraktur femur diklasifikasikan berdasarkan sudut fraktur yang terbentuk, yaitu :
Gambar 3
Tipe I adalah fraktur 30o dari horisontal
Tipe II adalah fraktur 50o dari horisontal
Tipe III adalah fraktur 70o dari horisontal (9)
Ada juga yang membagi fraktur femur menjadi 2 bagian, yaitu :
Ekstrakapsular: yakni fraktur yang terjadi pada daerah luar dari kapsul femur mulai dari trochanter, metafisis femur dan distal femur.
Gambar 4
Intertrochanteric, fraktur jenis ini terletak antara collum femoris dan trochanter minor. Trochanter minor merupakan tempat perlekatan dari salah satu otot pinggul. Fraktur intertrochanter umumnya menyeberang di daerah antara trochanter minor dan trochanter mayor. (9,10)
Pembagian klasifikasi fraktur intertrochanter dilakukan mengikuti klasifikasi Evans 1949:
Fraktur obliq standar
Fraktur obliq bertentangan (7)
Subtrochanteric, fraktur jenis ini terletak di bawah trochanter minor, pada daerah antara trochanter minor dan sekitar 2 ½ inchi ke bawah. (18)
Klasifikasi fraktur subtrokhanter menjadi dua tipe utama, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Fraktur tipe 1 tidak melibatkan fossa piriformis dan dibagi ke dalam subtype A, untuk fraktur di bawah trokanter minor, dan tipe B yang melibatkan trokanter minor. Sedangkan fraktur tipe 2 melibatkan fossa piriformis. Tipe 2A memiliki buttress medial stabil dan tipe 2B tidak memiliki stabilitas korteks medial. (7)
Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut :
Anamnesis
Biasanya riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan pada fraktur collum (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat kakinya (Apley. 1995).
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak (Apley, 1995)
Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensai (Apley, 1995).
Gerakan (movement)
Krepitasi dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal cedera (Apley, 1995).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis secara anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula foto panggul secara lateral view. Pada beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan (Goodman, 2011).
Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan daru fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan fraktor sistemik, adapun fraktur lokal :
Lokasi fraktur
Jenis tulang yang mengalami fraktur
Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
Adanya kontak antar fragmen
Ada tidaknya infeksi
Tingkatan dari fraktur
Adapun faktor sistemik adalah :
Keadaan umum pasien
Umur
Malnutrisi
Penyakit sistemik.
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
Fase Reaktif
Fase hematom dan inflamasi
Pembentukan jaringan granulasi
Fase Reparatif
Fase pembentukan callus
Pembentukan tulang lamellar
Fase Remodelling
Remodelling ke bentuk tulang semula
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
Proses penyembuhan fraktur primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh korteks untuk membangun kemabli dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah.
Proses penyembuhan fraktur sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.
Fase inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
Fase Proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan unutk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.
Fase pembentukan kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulasi terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang krondosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan.
Stadium konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang immature (wovwn bown) diubah menjadi mature (lamellar bone).
Stadium remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Terapi Fraktur
Terapi Konservatif
Proteksi
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Traksi
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.
Metode pemasangan traksi :
Traksi manual
Tujuan : perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada keadaan emergency dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi mekanik
Ada dua macam. Yaitu :
Traksi kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal. Kegunaan pemasangan traksi :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
Memperbaiki dan mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
Mengencangkan pada perlekatannya.
Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF), indikasi ORIF :
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Tn. A. T
Tanggal lahir : 29 – 08 – 1942
Umur : 73 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku : Maluku
Pekerjaan : Pensiunan Perhubungan
Pendidikan : Sarjana
Alamat : Jalan Nenas Polimak I
Tanggal MRS : 17 – 03 – 2015
Tanggal Pemeriksaan : 18 – 03 – 2015
No. DM : 14 74 07
Anamnesis
Merupakan hasil autoanamnesis dan alloanamnesis.
Keluhan Utama : Merasa nyeri pada kaki kanan dan sulit digerakan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke IGD Rumah Sakit Umum Jayapura dengan keluhan nyeri pada kaki kanan dan sulit digerakkan. Keluhan ini timbul setelah pasien terjatuh di depan pintu rumah ± 2 jam sebelum masuk RS. Menurut anaknya, awalnya pasien berjalan keluar rumah untuk membuang ludah. Namun, Ketika pasien hendak kembali ke dalam rumah setelah membuang ludah, pasien terjatuh di depan pintu rumah. Menurut anaknya, kemungkinan pasien terjatuh karena menginjak air ludah sendiri. Pasien terjatuh dalam posisi duduk dengan bokong kanan terkena lantai duluan. Saat jatuh pasien dalam keadaan sadar penuh, namun merasa pusing. Selain itu, bila kaki kanan digerakkan pasien merasa sangat nyeri. Mual muntah tidak ada. Tidak ada gangguan buang air besar dan buang air kecil.
Riwayat Penyakit Lainnya
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat Hipertensi dan Malaria.
Riwayat Trauma
Pasien tidak pernah mengalami trauma seperti ini sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat hipertensi namun tidak teratur minum obat hipertensi.
Riwayat Operasi
Menurut keluarga, pasien belum pernah operasi sebelumnya.
Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit turunan dalam keluarga pasien seperti diabetes melitus (-), hipertensi (-), kelainan tulang (-).
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang laki-laki berusia lanjut dan memiliki 5 orang anak dan 4 cucu. Pasien tinggal di rumah bersama dengan anak dan cucu-cucunya. Aktivitas pasien sehari-hari dilakukan didalam rumah seperti tidur, makan, nonton TV dan bermain bersama cucuya.
Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan Darah : 160/90 mmHg, Respirasi: 20 x/menit,
Nadi: 76 x/menit, Suhu: 36,70C
Kulit : Teraba hangat,
Kepala : Normochepali, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor, refleks pupil (+/+)
THT : Otorrhea -/-, Rhinnorea (-)
Mulut : Kelainan (-)
Leher : Pembesaran KGB colli (-)
Thoraks :
I : Simetris, ikut gerak napas, retraksi (-)
P : Vokal fremitus sulit dievaluasi
P : Sonor
A : Suara napas vesikuler normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I-II reguler
Abdomen
I : Datar
P : nyeri tekan (-), Hepar/Lien = tidak teraba
P : Tympani, nyeri (-)
A : Bising Usus (+) normal
Extremitas
Ekstremitas atas : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat (+/+), edema (+/-)
Genetalia : tidak di evaluasi
Status Lokalis : Regio Femur Dekstra
Inspeksi (Look)
Tampak edema (+), deformitas (-), darah (-), pus (-)
Palpasi (Feel) : Nyeri tekan (+), pulsasi (+)
Pergerakan (Move)
Terbatas karena nyeri dan terpasang skin traksi (beban 3 kg)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
( Darah rutin )
Darah rutin
17/03/2015
Hb
13, 8 g/dl
Leukosit
13,38 x 103/ µl
Trombosit
212 x 103/ µl
GDS
99 mg/dL
Kimia Darah
Kimia Darah
18/03/2015
GDS
118 mg/dL
Ureum
35 mg/dL
Kreatinin
1,9 mg/dL
Asam Urat
6,2 mg/dL
Albumin
4,2 g/dL
SGOT
21 U/l
SGPT
24 U/l
Kalium
5,4 mEq/L
Natrium
140 mEq/L
Klorida
105 mEq/L
Radiologi
Gambar 3: Rontgen Pelvis
Gambar 4: Rotgen femur Dekstra
Foto Klinis
Gambar 4: Foto Klinis Pasien
RESUME
Pasien seorang laki-laki, usia 70 tahun datang dengan keluhan nyeri pada kaki kanan dan sulit digerakan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan: tampak edema (+), tungkai kanan nyeri tekan (+), gerakan terbatas.
Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit 13,38 x 103/ µl
Gambaran Ro : tampak fraktur intertrokhanter femur dekstra
DIAGNOSIS KERJA
Closed Fraktur Intertrochanter Femur Dextra
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tpm makro
Inj. Cefoperazone 2 x 1 gr (iv)
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
Inj. Antrain 3 x 1 amp (iv)
Pro ORIF
PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien ini didiagnosis Closed Fraktur Intertrochanter Femur Dextra berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (radiologi). Berdasarkan anamnesis didapatkan dari keluhan utama tampak edema dan nyeri pada tungkai kaki kanan disertai kaki sulit digerakkan. Pasien mengalami patah tulang pada bagian leher tulang femur akibat terjatuh (terpeleset) di depan pintu rumah. Pada pemeriksaan fisik secara keseluruhan didapatkan adanya kelainan pada ekstremitas inferior dekstra. Pada regio femur dextra tampak adanya edema, nyeri tekan (+), kaki sulit digerakkan. Pada pasien ini juga melalui pemeriksaan radiologis X-ray rontgen femur dekstra antero-posterior tampak adanya fraktur pada intertrokhanter femur dekstra. Disesuaikan dengan teori berdasarkan definisi fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis, atau tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat trauma tunggal, dan tekanan berulang – ulang atau kelemahan abnormal (faktor patologik). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran atau pemuntiran. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan3.
Dari pemeriksaan akan ditemukan pemendekan pada kaki yang mengalami fraktur collum femur. Pemendekkan ini dapat dibuktikan dengan jalan pengukuran LLD (Leg Length Discrepancy), yaitu anatomical length, apparent length, dan true length. Pada fraktur collum femur akan terjadi perbedaan panjang antara kanan dan kiri pada apparent length dan true length1.
Penatalaksanaan pada pasien ini dengan terapi konservatif yaitu imobilisasi berupa pemasangan skin traksi dan terapi injeksi. Terapi injeksi dengan pemberian antibiotik Cefoperazone suatu golongan sefalosporin generasi ketiga berspektrum luas untuk mencegah infeksi post trauma. Pasien juga diberikan analgesik berupa antrain untuk mengurangi keluhan nyeri dari pasien serta ranitidine sebagai anti stress ulcer post trauma. Intervensi bedah bertujuan untuk memfiksasi kembali jaringan tulang yang terputus akibat trauma yang dialami pasien. Jenis operasi berupa ORIF atau Open Reduction Internal Fixation.
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam karena pasien secara fisik fungsi vital dan fungsi organ dapat kearah baik dan aktivitas pasien dapat kembali sebagaimana biasanya jika pasien memilih untuk dilakukan operasi untuk memfiksasi tulang dari dalam.
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan untuk membengkok,memutar dan tarikan.
Penyebab terjadinya fraktur dapat disebabkan oleh adanya kekerasan yang terjadi secara langsung, tidak langsung ataupun akibat tarikan otot. Manifestasi klinis dapat berupa nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai tulang dimobilisasi, deformitas, pemendekan tulang, krepus dan pembengkokan tulang.
Proses penyembuhan tulang melalui beberapa fase dan bila tidak segera ditangani memiliki resiko terkena komplikasi awal seperti syok, sindrom emboli lemak atau sindroma kompartemen. Dan komplikasi juga dapat terjadi seperti Malunion, Delayed union atau Non union.
Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika, imobilisasi dan intervensi bedah bila diperlukan.
LEMBAR FOLLOW UP
Nama : Tn. A. T
Umur : 70 tahun
Diagnosa : Closed Fractured Neck Femur Dextra
18 Maret 2015
19 Maret 2015
S
Nyeri pada kaki kanan (+), Demam (-)
Nyeri pada kaki kanan (+), Demam (-)
O
KU : Baik, Kesadaran : CM, GCS15 (E4V5M6)
TTV ; TD 160/90 mmHg; N 76x/m; RR 20 x/m (reguler); SB Afebris
K/L : CA (-/-) SI (-/-) pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-), BJ I-II reg
Abdomen : supel, BU (+)
Extremitas : edema (-)
Status lokalis : R. Femur (D) tampak terpasang skin traksi (beban 3 kg), darah (-), edema(+), nyeri(-), gerak terbatas
KU : Baik, Kesadaran : CM, GCS15 (E4V5M6)
TTV TD 220/100 mmHg; ; N 88 x/m; RR 22 x/m (reguler); SB Afebris
K/L : CA (-/-) SI (-/-) pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-), BJ I-II reg
Abdomen : supel, BU (+)
Extremitas : edema (-)
Status lokalis : R. Femur (D) terpasang skin traksi (beban 3 kg), darah(-), edema(+), nyeri(-), gerak terbatas
A
Closed Fractured Neck Femur (D)
Closed Fractured Neck Femur (D)
P
IVFD RL 20 tpm makro
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
Inj. Antrain 3 x 1 amp (iv)
Inj. Farmadol 3x1000mg
Pro konsul Penyakit Dalam
IVFD NaCl / 4 jam
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
Inj. Ketorolac 3 x 1 amp (iv)
Inj. Farmadol 3x1000 mg
Losartan 1x10 mg
Pro Konsul Penyakit Dalam dan Jantung
20 Maret 2015
21 Maret 2015
S
Nyeri pada kaki kanan (+), nyeri kepala
Nyeri pada kaki kanan (+)
O
TTV ; TD 190/90 mmHg; N 76 x/m; RR 20 x/m; SB Afebris
K/L : CA (-/-) SI (-/-) pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-), BJ I-II reg
Abdomen : supel, BU (+)
Extremitas : edema (-)
Status lokalis : R. Femur (D) terpasang skin traksi (beban 3 kg), darah (-), edema(+), nyeri(-), gerak terbatas
TTV ; TD 180/100 mmHg; N 94 x/m; RR 20 x/m ; SB Afebris
K/L : CA (-/-) SI (-/-) pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-), BJ I-II reg
Abdomen : supel, BU (+)
Extremitas : edema (-)
Status lokalis : R. Femur (D) terpasang skin traksi (beban 3 kg), darah (-), edema(+), nyeri(-), gerak terbatas
A
Closed Fractured Neck Femur (D)
Closed Fractured Neck Femur (D)
P
IVFD NaCl / 4 jam
Inj. Cefoperazone 2 x 1 gr (iv)
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
Inj. Antrain 3 x 1 amp (iv)
Losartan 1x50 mg
Pro ORIF
IVFD NaCl / 4 jam
Inj. Cefoperazone 2 x 1 gr (iv)
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
Inj. Antrain 3 x 1 amp (iv)
Losartan 1x50 mg
Pro ORIF