BAB I Pendahuluan 1.1
Definisi Embolus adalah suatu massa padat, cair atau udara intravaskular yang dibawa
oleh darah ke suatu tempat yang jaug dari asalnya. Sebagian besar merupakan trombus yang terlepas. Embolus yang masuk masuk ke dalam pembuluh darah yang terlalu kecil untuk dilewati, berakibat pada penyumbatan total atau parsial; tergantung pada lokasi asalnya, embolus bisa masuk di mana saja dalam sistem pembuluh darah. Akibat utama dari embolisasi sistemik adalah nekrosis iskemik (infark (infark ) dari jaringan di
bagian
distal
penyumbatan,
sementara
embolisasi
pada
sirkulasi
paru
mengakibatkan hipoksia, hipotensi, dan gagal jantung kanan. (1). Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli thrombus atau emboli yang lain. Bila obstruksi tadi akibat tersangkutnya emboli thrombus t hrombus disebut tromboemboli paru. (2)
1.2
Etiologi Penyebab penyakit emboli paru disebabkan oleh thrombus pada pembuluh
darah. Umumnya tromboemboli berasal dari lepasnya thrombus di pembuluh darah vena di tungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber emboli paru yang lain misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena (emboli tumor), amnion, udara, lemak, sumsum tulang, focus septic, dan lain-lain. Kemudian material emboli beredar dalam peredaran darah sampai di sirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabangcabang arteri pulmonal, member akibat timbulnya gejala klinis. (2) Berbagai faktor resiko dapat menyebabkan terjadinya emboli paru, seperti faktor herediter trombofilia dan faktor yang didapat. Faktor herediter trombofilia ini sekitar 24 - 37% dari semua tromboemboli vena. Herediter trombofilia merupakan akibat defek dari faktor inhibitor koagulan (antitrombin, protein C, protein S), peningkatan level atau fungsi faktor koagulan (activated ( activated protein C resistance, factor V leiden mutation, prothrombin gene mutation, elevated factor VIII levels). levels ). Faktor resiko yang didapat lebih banyak ditemukan daripada herediter. herediter. Faktor yang didapat seperti bedah atau trauma, umur, kehamilan, keganasan, obesitas, kontrasepsi hormon,
immobilisasi
yang
lama,
gagal
jantung
kongestif,
aterosklerotis
kardiovaskuler, PPOK dan varises. (3) 1
1.3 Epidemiologi Emboli Paru merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Di Perancis diperkirakan angka kejadian pertahunnya lebih dari 100.000 kasus, di Inggris dan Wales 65.000 kasus penderita yang dirawat , dan lebih dari 60.000 kasus di Italia. Di Amerika Serikat tiap tahunnya didapatkan lebih dari 600.000 penderita emboli paru, mengakibatkan kematian 50.000- 200.000, dan menduduki urutan ke tiga penyebab kematian pasien rawat inap. Bila tidak diterapi, angka kematiannya cukup tinggi, diperkirakan 30% (10 kali lebih besar dibanding dengan yang diterapi) dan menurun 2-10% dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.
2
.BAB II Tinjauan Pustaka 2.1
Patogenesis Trombus dapat berasal dari pembuluh arteri dan pembuluh vena. Trombus arteri
terjadi karena rusaknya dnding pembuluh aretri (lapisan intima). Trombus vena terjadi terutama karena aliran darah vena yang lambat, selain dapat pula karena pembekuan darah dalam vena bila ada kerusakan endotel vena. Trombus vena dapat berasal dari pecahan trombus besar yang kemudian terbawa aliran vena. Biasanya trombus vena berisi pertikel-partikel fibrin (terbanyak), eritrosit, dan trombosit. Ukurannya bervariasi, bisa dari beberapa millimeter sampai sebesar lumen venanya sendiri. Biasanya trombus makin besar oleh tumbukan trombus lain yang kecil-kecil. Adanya kerusakan dinding pembuluh vena (misalnya operasi rekonstruksi vena femoralis) jarang menimbulkan trombus vena. Secara umum dapat dikatakan bahwa tromboemboli paru merupakan komplikasi trombosis vena dalam pada tungkai bawah atau di tempat lain (jantung kanan, vena besar di pelvis, dan lain-lain). Trombus yang lepas ikut aliran darah vena ke jantung kanan dan sesudah mencapai sirkulasi pulmonal tersangkut pada beberapa cabang arteri pulmonalis, dapat menimbulkan obstruksi total atau sebagian dan memberikan akibat lebih lanjut.(2)
2.2
Patofisiologi Trombus pada tempat asal terjadinya (misalnya trombus vena dalam di vena
femoralis atau dari jantung kanan) lepas dan ikut aliran darah vena sebagai tromboemboli di arteri pulmonalis, tersangkut di situ, menimbulkan obstruksi total atau parsial, selanjutnya menimbulkan akibat atau konsekuensi 2 h a l : 1. Gangguan
Hemodinamik
:
timbul
vasokonstriksi.
Emboli
paru
menimbulkan obstruksi mekanis total atau parsial pada cabang-cabang arteri pulmonalis {pulmonary vascular bed) akan menimbulkan refleks neurohumoral dan menyebabkan vasokonstriksi pada cabang-cabang arteri pulmonalis yang terkena obstruksi tadi. Terjadilah dua keadaan, iaiah : a).peningkatan resistensi vascular paru {pulmonary vascular resistance),
3
dan b). pada kasus yang berat akan terjadi hipertensi pulmonal sampai mengakibatkan terjadinya gagal jantung kanan.
2. Gangguan Respirasi : timbul bronkokonstriksi. Adanya obstruksi total atau parsial oleh tromboemboli paru akan menimbulkan menimbulkan :
refleks bronkokonstriksi yang terjadi setempat pada daerah paru yang terdapat emboli (pneumokonstriksi),
wasted ventilation (suatu peninggian physiological dead space),
ventilasi paru daerah terkena tidak efektif hilang atau menurunnya surfakatan paru pada alveoli daerah paru yang terkena dan hipoksemia arterial.(2)
Reaksi bronkokonstriksi setempat yang terjadi bukan saja akibat berkurangnya aliran darah (obstruksi total atau partial) tetapi juga karena berkurangnya bagian aktif permukaan jaringan paru, dan terjadi pula akibat pengeluaran histamin dan 5-hidroksi isoptamin yang dapat membuat vasokonstriksi dan bronkokonstriksi bertambah berat. Wasted ventilation terjadi karena adanya obstruksi oleh emboli paru yang menimbulkan suatu zona paru dengan ventilasi paru yang cukup tetapi tidak terdapat perfusi, sehingga menimbulkan dead space di dalam paru. Bagian paru ini tidak ikut mengalami proses pertukaran gas. Hilang atau menurunnya produksi surfaktan paru menyebabkan stabilitas alveoli menurun, yang berakibat atelektasis pada daerah paru yang terkena. Hipoksemia arterial disebabkan oleh karena adanya gangguan ventilasi/ perfusi daerah paru yang terkena.(2)
2.3
Gambaran Klinis Gambaran klinis emboli paru bervariasi, dari yang paling ringan tanpa gejala
(asimtomatik) sampai yang paling berat dengan gejala yang kompleks. Variasi gambaran klinis emboli paru tergantung pada beratnya obstruksi pembuluh darah, pembuluh darah, jumlah emboli paru (tunggal atau multiple), ukurannya (kecil, sedang, atau massif), lokasi emboli, umur pasien, dan penyakit kardiopulmonal yang ada. Selain itu gejala klinis yang timbul merupakan gangguan lebih lanjut karena
4
adanya obstruksi arteri pulmonalis oleh emboli paru, yaitu timbulnya gangguan hemodinamik berupa gejala-gejala akibat bronkokonstriks daerah paru tadi. (2)
2.4
Diagnosis Menegakkan diagnosis emboli paru merupakan sebuah tantangan yang sulit.
Tanda klinis yang muncul seperti dispnea atau nyeri dada tidak spesifik dan dapat merupakan manifestasi penyakit lain seperti infark miokard atau pneumonia. Banyak pasien dengan penyakit tromboemboli mempunyai gejala tidak spesifik dan diagnosis lebih sulit lagi jika disertai penyakit gagal jantung kongestif atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Emboli paru bahkan bisa tanpa gejala dan kadang didiagnosis dengan prosedur diagnosis yang dilakukan untuk tujuan lain. (4)
2.5
Pemeriksaan Penunjang 1. Sidikan paru perfusi dan ventilasi. Pemeriksaan sidikan paru perfusi menggunakan albumin yang ditanda dengan
Te. Bahan kontras radioaktif tadi disuntikkan intravena. Beberapa saat kemudian daerah perfusinya dibaca dengan kamera gamma. Efek sidikan paru {cold nodule) menunjukkan adanya gangguan perfusi, menentukan kemungkinan letak emboli paru/infark paru. Hasil positif palsu dijumpai pada pneumonia atau karsinoma. Apabila hasil sidikan paru menunjukkan normal (distribusi bahan radioaktif homogen dengan batas tepi tegas serta sesuai topografi jaringan paru), maka telah memastikan bahwa tidak ada emboli paru. Pemeriksaan sidikan perfusi paru mempunyai sensitivitas cukup baik, tetapi spesifisitasnya merupakan problem (kurang baik) karena terdapat nilai positif palsu. Untuk menghilangkan kekurangan tersebut, hasil sidikan perfusi paru sebaiknya dikombinasikan dengan pemeriksaan sidikan ventilasi paru dengan gas Xenon. Bahan radioaktif gas Xenon diinhalasikan pada pasien yang telah dilakukan sidikan perfusi dan distribusi bahan radioaktif telah dibaca dengan kamera gamma. Pasien tersangka emboli paru sebaiknya menjalan pemeriksaan sidikan ventilasi/perfusi {V/QScan), meskipun hanya 50% pasien dengan radiologis normal dan sidikan ventilasi/perfusi abnormal terdapat emboli paru positif pada angiografi. Sidikan ventilasi/perfusi paru juga dapat abnormal pada penyakit paru lainnya. Klasifikasi hasil V/Q Scan dapat: normal, probabilitas tinggi dan probabilitas rendah.(2) 5
2.
Angiografi paru.
Angiografi paru merupakan satu-satunya sarana untuk memberikan informasi anatomi pembuluh darah paru paling akurat. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menyuntikkan bahan kontras radioopak, lebih baik melalui kateter jantung ke dalam arteri pulmonalis. Pemeriksaan ini lebih berisiko dibandingkan prosedur yang lain, tetapi dapat memberikan visualisasi pembuluh darah paru dan data hemodinamik. Gambaran diagnostic emboli paru berupa penghentian mendadak aliran kontras yang menunjukkan filling defect. Angiografi tidak perlu dilakukan apabila hasil sidikan perfusi ventilasi paru normal. Angiografi mutlak perlu dilakukan apabila akan dilakukan embolektomi paru, dan sangat dianjurkan jika pasien akan diterapi dengan risiko perdarahan (terapi fibrinolitik atau terapi dengan antikoagulan). Angiografi dapat dilakukan satu minggu sesudah episode akut. Angiografi paru merupakan tindakan diagnostic invasif, kurang ideal dan mahal. Untuk pengerjaannya perlu mengingat adanya faktor indikasi dan kontraindikasi, sehingga tidak dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penyaring untuk setiap pasien.
2.6
(2)
Diagnosis Banding Apabila ada kecurigaan kecurigaan adanya emboli emboli paru pada seorang pasien, sedangkan
pemeriksaan definitif untuk memastikan memasti kan diagnosisnya belum dilakukan, perlu diingat diagnosis banding terhadap kelainan yang dihadapi ini. Pemeriksaan definitif yang dimaksudkan di sini iaIah pemeriksaan sidikan perfusi/ventilasi paru dan angiografi pulmonal.
Diagnosis banding emboli paru masif, disertai adanya nyeri dada mendadak dan hipotensi adalah infark miokard akut, aneurisma aorta disekan, gagal jantung kiri berat dan ruptur esofagus.
Diagnosis banding emboli paru ukuran sedang, tanpa ada infark paru adalah sindrom hiperventilasi, asma bronkial, alveolitis alergik, dan sebagainya.
Diagnosis banding emboli paru akut dengan infark paru adalah pneumonia, sumbatan
bronkus
oleh
lendir
pekat,
karsinoma
paru
dengan
pneumoniapascaobstruksi, empiema dan tuberkulosis tuberkulosis paru dengan efusi pleura.
6
2.7
Tata Laksana 1.
Heparin
Heparin sebagai antikoagulan utama pertama kali ditemukan oleh Howell dan Holt tahun 1918. Pada beberapa kasus kecurigaaan terhadap emboli paru, keputusan untuk memberikan terapi harus dibuat dengan dasar diagnosis yang kuat. Jika ada evaluasi klinis dan pemeriksaan awal kecurigaaan besar terhadap emboli akut, terapi antikoagulan harus diberikan walaupun belum ada pemeriksaan tambahan untuk konfirmasi diagnosis. (2,4) 2.
Trombolisis
Obat trombolisis berguna melisis trombus dengan meningkatkan produksi plasmin melalui aktivasi plasminogen. Banyak sediaan yang tersedia seperti streptokinase dan urokinase. Fibrinolisis digunakan pada penderita dengan emboli paru akut yang massif dan kemungkinan komplikasi perdarahan yang lebih besar (klas II, level eviden B). Pada penderita dengan hemodinamik tidak stabil, perawatan lebih agresif seperti trombolisis. Ini merupakan pilihan terapi karena tingginya angka kematian pada penderita tersebut dan perbaikan obstruksi tromboemboli lebih cepat dengan trombolitis dibandingkan dengan antikoagulan. (4) 3.
Embolektomi
Embolektomi merupakan terapi pertama emboli paru yang pertama kali dilakukan oleh Tredelenberg tahun 1908 pada arteri pulmonary. Merupakan tindakan bedah yang dilakukan pada emboli paru akut untuk mencegah resiko hemoragi intrakranial. Operasi plag mempunyai resiko kematian yang besar (30%), karena pasien berada dalam keadaan kritis, hemodinamik yang tidak stabil selama operasi. Pasien didiagnosis di ruang emergensi yang mempunyai kecendrungan diagnosis besar terhadap emboli paru dan biasanya pemberian antikoagulan atau trombolitik tidak memberikan manfaat.(5)
2.8
Prognosis Prognosis emboli paru jika terapi yang tepat dapat segera diberikan adalah baik.
Emboli paru juga dapat menimbulkan kematian mendadak. Prognosis emboli paru tergantung pada penyakit yang mendasarinya., juga tergantung kecepatan diagnosis dan pengobatan yang diberikan.
7
Umumnya prognosis emboli paru kurang baik. Pada emboli paru massif prognosisnya lebih buruk lagi, karena 70% dapat mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan akut. Prognosis juga buruk pada pasien emboli paru kronik dan yang sering mengalami ulangan serangan. Resolusi emboli paru dapat terjadi dengan terapi trombolitik yang progresif. Umumnya resolusi dapat dicapai dalam waktu 30 jam. Resolusi komplet terjadi dalam waktu 7-19 hari, variasinya tergantung pada kapan mulai terapi, adekuat tidaknya terapi dan besar kecilnya emboli paru yang terjadi. (2)
8
BAB III Penutup 3.1
Kesimpulan Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total
sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli thrombus atau emboli yang lain. Bila obstruksi tadi akibat tersangkutnya emboli thrombus disebut tromboemboli paru. Penyebab penyakit emboli paru disebabkan oleh thrombus pada pembuluh darah. Gambaran klinis emboli paru bervariasi, dari yang paling ringan tanpa gejala (asimtomatik) sampai yang paling berat dengan gejala yang kompleks. Variasi gambaran klinis emboli paru tergantung pada beratnya obstruksi pembuluh darah, pembuluh darah, jumlah emboli paru (tunggal atau multiple), ukurannya (kecil, sedang, atau massif), lokasi emboli, umur pasien, dan penyakit kardiopulmonal yang ada. Adapun pengobatan yang bisa dilakukan adalah dengan pemberian heparin, trombolisis, dan embolektomi. embolektomi.
9
Daftar Pustaka 1.
Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins .
Edisi 9. Singapura: Elsevier Saunders. 2.
Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Dalam. Jilid II. Edisi IV. Pusat
Penerbitan IPD FKUI : Jakarta. 3.
Gruber MP, Bull TM. Pulmonary embolism. In: Albert RK, Spiro SG, Jett JR,
editors. Texbook of Clinical Respiratory Medicine. 3 th , ed. Philadelphia: Mosby Elsevier: 2008 4.
Agnelli G, Becattini C. Acute pulmonary embolism. N Engl J Med. 2010
5.
Lidt GE, Gaspar J, Sandoval J, Santos FD et al. Combined Clot Fragmentation
and Aspiration in Patient with wit h Acute Pulmonary Embolism. Chest.2008
10