REFERAT
EMBOLI PARU KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT PANTI WILASA “Dr.CIPTO”
VERDI DANUTIRTO 112015242
PEMBIMBIN ! Dr. A"#r$%& Ar'$( S).PD*KKV
FAKULT FAKULTAS KEDOKTERA KE DOKTERAN N UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 10 OKTOBER 201+ , 1- DESEMBER 201+ 201 + SEMARAN 1
P$"#%//%"
Emboli paru merupakan salah satu kegawatdaruratan pada bidang kardiovaskular yang cukup sering terjadi. Emboli paru merupakan peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis akibat peristiwa emboli. Oklusi pada arteri pulmonal dapat menimbulkan tanda gejala yang beragam, dari keadaan yang asimptomatik hingga keadaan yang mengancam nyawa, seperti hipotensi, shok kardiogenik, hingga henti jantung tiba-tiba. Berdasarkan penelitian, insidensi terjadinya emboli paru pada populasi adalah 2 per !"",""" penduduk dengan angka kematian l#$ yang menunjukkan bahwa penyakit ini masih merupakan sebuah penyebab emergensi kardiovaskular. Beberapa penyebab utama dari sebuah kejadian emboli paru merupakan tromboemboli vena, tetapi penyebab lain seperti emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen tumor, dan sepsis masih mungkin terjadi.! %iagnosis dini penting untuk ditegakkan karena tatalaksana dan intervensi harus segera dilakukan. Bergantung dari gejala klinisnya, terapi awal bertujuan utama untuk mengembalikan aliran darah pada daerah yang mengalami oklusi atau untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk. &encegahan sekunder memiliki peran sama pentingnya dengan terapi awal, sehingga angka rekurensi emboli paru dapat menurun. Berbagai faktor resiko dapat menyebabkan terjadinya emboli paru, seperti faktor herediter ' seperti defisiensi protein (, defisiensi protein ) dll * dan faktor yang didapat 'seperti umur + " tahun, perokok, keganasan dll*. enegakkan diagnosis emboli paru merupakan sebuah tantangan yang sulit. anda klinis yang muncul seperti dispnea atau nyeri dada tidak spesifik dan dapat merupakan manifestasi penyakit lain seperti infark miokard atau pneumonia. Banyak pasien dengan penyakit tromboemboli mempunyai gejala tidak spesifik dan diagnosis lebih sulit lagi jika disertai penyakit gagal jantung kongestif atau penyakit paru obstruktif kronik '&&O/*.,0 %alam
menegakkan
diagnosis
emboli
paru
memerlukan
keterampilan
mengintegrasikan data klinis dan laboratorium serta kebijakan penilaian tentang perlu atau tidak dilakukan tindakan diagnosis invasif. )ensitifitas dan spesifisitas manifestasi klinis emboli paru masih rendah dan tidak ada uji klinis yang sederhana. /onfirmasi diagnosis dengan tes objektif hanya sekitar 2"$ pasien. Emboli paru bahkan bisa tanpa gejala dan kadang didiagnosis dengan prosedur diagnosis yang dilakukan untuk tujuan lain. %engan latar belakang diatas maka dalam referat ini akan dibahas bagaimana prosedur diagnosis dan penatalaksanaan emboli paru.
2
D$'"'&'
Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutan emboli trombus atau emboli yang lain. Bila obstruksi tadi akibat tersangkutnya emboli trombus disebut tromboemboli paru. 1kibat lanjut dari emboli paru dapat terjadi infark paru, yaitu keadaan terjadinya nekrosis sebagian jaringan parenkim paru akibat tersumbatnya aliran darah yang menuju jaringan paru oleh tromboemboli. Oleh karena jaringan paru mendapat aliran darah dari dua jenis peredaran darah 'cabang-cabang arteri pulmonalis dan cabang arteri bronkialis*, maka emboli paru jarang berlanjut menjadi infark paru.2 Emboli paru semula belum jelas, tetapi hasil penilitian dari autopsi menunjukkan dengan jelas bahwa penyebab penyakit tersebut adalah trombus pada pembuluh darah. mumnya tromboemboli berasal dari lepasnya trombus di pembuluh vena ditungkai bawah atau dari jantung kanan. )umber emboli paru yang lain misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena 'emboli tumor*, amnion, udara, lemak, sumsum tulang, fokus septik 'pada endokarditis* dan lain-lain. /emudian material emboli beredar dalam peredaran darah sampai disirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabang-cabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya gejala klinis. Emboli paru karena trombus di arteri pulmonalis 'in situ* sangat jarang terjadi.2 E)'#$'33'
&enyakit ini sering terjadi, namun jarang terdiagnosis, sehingga laporan mengenai penyakit ini di 3ndonesia jarang ditemukan. )urvei epidemiologis di 1merika )erikat menunjukkan bahwa kurang dari !"$ pasien tromboemboli paru meninggal karena penyakit ini. Oleh karenanya di 1merika )erikat dapat diperkirakan insidensi penyakit ini lebih dari #"".""" kasus tiap tahunnya. &enentuan diagnosis emboli paru 'pada survey tersebut* didapat berdasarkan hasil autopsi pasien yang meninggal oleh penyakit ini 'post mortem*. Emboli paru sering mengalami pencairan 'trombolisis endogen* dan tidak ditemukan pada autopsy, sehingga perkiraan jumlah pasien emboli paru yang mati dan berhasil ditemukan pada autopsi saja, jauh lebih kecil daripada angka sebelumnya. 4ebih sulit lagi untuk menentukan angka kekerapan penyakit ini karena diagnosis emboli paru antemortem sulit ditegakkan walaupun kenyataanya seorang pasien betul-betul menderita penyakit ini tetapi tidak terdiagnosis.2 F%63r Pr$#'&)3&'&' 3
Berdasarkan 1merican 5eart 1ssociation, terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya emboli paru.
6aktor 7isiko /uat 6raktur 'terutama pada panggul atau tangkai bawah* &enggantian panggul atau lutut Operasi umum besar rauma )araf (edera pada saraf tulang belakang
6aktor 7esiko )edang 8agal jantung atau napas kronik
6aktor 7isiko 4emah irah baring lebih dari hari
erapi hormon
sia lanjut
/eganasan hrombofilia
Operasi laparoskopi Obesitas
/eadaan post partum
/eadaan ante partum
7iwayat emboli paru
9arises
abel !. 6aktor &redisposisi erjadinya Emboli &aru. 3nsidensi dari emboli paru meningkat secara eksponensial dengan usia. :#$ pasien mengalami emboli paru pada usia :" tahun ke atas. erdapat peningkatan resiko sebesar delapan kali lipat pada pasien berusia ;" tahun dibandingkan dengan pasien berusia kurang dari #" tahun. 5anya <.#$ pasien yang melakukan tindakan operasi besar memiliki resiko terjadinya emboli paru apabila mendapatkan profilaksis yang cukup.
P%63'&'33'
&ada tahun !;#:, 7udolf 9irchow membuat sebuah postulat yang menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keadaan koagulasi intravaskuler, yaitu=#,:
!. rauma lokal pada dinding pembuluh darah, sehingga terjadi kerusakan endotel vaskular. Biasanya disebabkan oleh thromboflebitis sebelumnya, pada trauma, ataupun tindakan pembedahan. 2. /eadaan hiperkoagulobilitas darah yang disebabkan oleh berbagai pengobatan, seperti= kontrasepsi
oral,
terapi hormon,
terapi steroid,
keganasan,
sindrom
nefrotik,
thrombositopenia akibat penggunaan obat heparin, deflsiensi protein (, protein ), antithrombin 333, dan keadaan %3(. . /eadaan stasis vena, biasanya disebabkan karena immobilisasi atau tirah baring yang berkepanjangan, katup vena yang tidak kompeten akibat proses thrornboemboli sebelumnya, efek samping anestesi, gagal jantung kongestif, dan cor pulmonale. 4
Emboli akan meningkatkan resistensi dan tekanan pada arteri pulmonalis yang kemudian akan melepaskan senyawa-senyawa vasokonstriktor, agregasi platelet, dan sel mast. /eadaan vasokonstriksi arteri pulmonal dan hipoksemia kemudian akan menimbulkan hipertensi arteri pulmonal, sehingga tekanan ventrikel kanan meningkat. )elanjutnya, dilatasi dan disfungsi ventrikel kanan akan menyebabkan penekanan septum intraventrikuler ke sisi kiri dan regurgitasi katup trikuspidalis. 5al ini dapat- mengganggu proses pengisian ventrikel. %engan berkurangnya pengisian ventrikel kiri, maka curah jantung sistemik akan menurun dan mengurangi perfusi koroner. 3nfard miokard terjadi sebagai akibat dari penurunan aliran koroner yang dapat menyebabkan shok kardiogenik. 1pabila tidak ditangani dengan cepat, maka dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi dan kematian. &ada pasien yang berhasil melewati episode ernboli akut, terjadi aktivasi pada sistem simpatetik. )timulasi inotropik dan kronotropik meningkatkan tekanan arteri pulmonal yang dapat membantu untuk mengembalikan aliran darah pulmonal dan memperbaiki pengisian ventrikel kiri, sehingga tekanan darah sistemik menjadi stabil kembali. etapi kompensasi inotropik dan kronotropik ini tidak mampu untuk mempertahankan fungsi ventrikel kanan untuk jangka waktu panjang. )ehingga akan terjadi peningkatan kebutuhan oksigen pada otot miokardial ventrikel kanan disertai dengan penurunan gradien perfusi koroner ventrikel kanan. 1kibatnya, iskemia dan kegagalan fungsi ventrikel kanan terjadi. >ika tidak ada penyakit kardioemboli sebelumnya, obstruksi kurang dari 2"$ hanya akan menyebabkan gangguan hemodinamik minimal dengan gejala klinis tidak spesifik. /etika obstruksi mencapai "-"$, maka akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan, tetapi curah jantung sistemik masih dapat dipertahankan dengan adanya kompensasi inotropik dan kronotropik yang meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas miokard. /etika obstruksi melebihi #"-:"$ dari arteri pulmonalis, maka kompensasi akan mulai mengalami kegagalan.0,;
(urah jantung berkurang dan tekanan atrium kanan akan meningkat sehingga menimbulkan kegagalan hemodinamik yang nyata. )edangkan insufisiensi pernapasan pada emboli paru disebabkan akibat rendahnya curah jantung sehingga terjadi desaturasi darah vena yang memasuki peredaran
darah
pulmonal. /etidakseimbangan ventilasi-perfusi akan
menimbulkan gejala sesak napas dan hipoksemia. &ada emboli paru yang letaknya lebih ke 5
distal, gangguan hemodinamik mungkin tidak ditemukan. etapi gejala hemoptisis, pleuritis, dan efusi pleura ringan dapat ditemukan akibat pecahnya pembuluh darah di sekitar alveolar.
$7%% #%" T%"#%
/ebanyakan tanda dan gejala klinis yang ditampilkan oleh emboli paru bersifat tidak spesifik dan dapat menjadi manifestasi dari penyakit lainnya, seperti infark miokard dan pneumonia. Emboli paru dapat bersifat asimptomatik hingga mengancam nyawa dengan tanda dan gejala dispnea berat, sinkop, dan sianosis. Ernboli paru juga dapat disertai dengan tachypnea, takikardia, ronki, hemoptisis, batuk, dan nyeri pleuritik. ?yeri pleuritik terjadi apabila emboli paru menyerang arteri pulmonalis bagian distal yang berdekatan dengan pleura.#-0 Berikut ini merupakan tanda gejala emboli paru beserta dengan frekuensi terjadinya.
$7%% %ispnea ?yeri pleuritik Batuk &embengkakan tungkai bawah Batuk darah engi T%"#% 6rekuensi napas lebih dari 2"@A menit 7onki 6rekuensi jantung lebih dari !""@Amenit Bunyi jantung dan )ianosis )uhu lebih dari ;.#(
Fr$/$"&' 89: 0 :: 0 ! : Fr$/$"&' 89: 0" #! " 2: !! 0
abel 2. anda dan gejala emboli paru.
Emboli paru masif memberikan gejala karena tersumbatnya arteri pulmonalis atau cabang pertama. &asien akan mengalami pingsan mendadak 'sinkop*, renjatan, pucat dan berkeringat, nyeri dada sentral atau sesak napas. ?apas sangat cepat. /esadaran mungkin hilang untuk sementara. %enyut nadi kecil dan cepat. ekanan darah turun. Bagian perifer menjadi pucat dan dingin. %i temukan tanda sianosis tipe sentral, yang mungkin tidak responsive terhadap pemberian oksigen. 1pabila pasien menjadi sadar, dia akan merasakan nyeri dada yang hebat.2
6
&emeriksaan terhadap jantung selain adanya hipotensi akan ditemukan tanda-tanda beban jantung kanan berlebihan, misalkan dapat ditemukan vena jugularis terisi penuh, heparjugular refleks '*, adanya tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan 'iktus jantung bergeser ke kiri, melebar, adanya pulsasi para sterna, sternum kuat angkat*, bunyi jantung &2 mengeras, a right sided gallop rhythm, bising sistolik akibat insufisiensi katup tricuspid.2 Bila gangguan hemodinamik hebat, dalam waktu dua jam pasien dapat meninggal, dan sering didiagnosis sebagai henti jantung. 6ibrilasi ventrikel mungkin muncul, mungkin juga tidak. &ijat jantung dapat dicoba dilakukan tetapi biasanya tidak berhasil. 8ambaran klinis pada emboli paru ukuran sedang biasanya akan menyumbat cabang arteri pulmonalis segmental dan subsegmental. &asien biasanya mengeluh adanya nyeri pleura, sesak napas, demam di atas 0.#$, hemoptisis. idak ditemukan sinkop atau hipotensi, kecuali apabila telah ada jantung dan paru yang diderita sebelumnya.2 &emeriksaan jantung tidak ditemukan tanda-tanda kelainan yang nyata, kecuali pada pasien yang menderita emboli paru berulang, dapat timbul korpulmonal dengan hipertensi pulmonal berat dan berlanjut yimbul gagal jantung kanan. &ada pemeriksaan paru ditemukan tanda-tanda pleuritis, area konsolidasi paru 'gerak napas daerah paru yang terkena berkurang, fremitus yang mengeras, perkusi redup pada daerah paru yang terkena, suara bronchial dan egofani mengeras dan sebagainya, tanda-tanda fisis adanya efusi pleura, gerakan napas mengurang, fremitus menurun, suara perkusi pekak, dan suara napas mengurang atau menghilang. Bila terdapat nyeri tekan di atas daerah efusi pleura mungkin terdapat empiema. 1pabila terdapat infark paru, dapat ditemukan adanya demam, leukositosis dan ikterus ringan. CheeDing jarang ditemukan. Emboli paru ukuran sedang dapat terjadi berulang dalam beberapa bulan atau tahun berikkutnya, terutama pada pasien usia lanjut yang harus tirah baring lama. 8ejala tromboemboli ini hanya berupa takipneu atau asimptomatik.2,<,!"
erdapat sistem skoring yang dapat dipakai untuk memperkirakan probabilitas terjadinya emboli paru yaitu sistem skoring Cells.
7
abel . )koring Cells.!!
abel . )koring genewa.!2
/emungkinan untuk terjadinya !. )kor " - = probabilitas rendah, kurang dari ;$ 2. )kor - !"= probabilitas sedang, kurang lebih 2;$ . )kor lebih dari !"= probablitias tinggi, kurang lebih 0$
K$%'"%" )%633' %"%63'; 8
<
Emboli paru biasanya multiple dan bilateral, ditemukan terbanyak pada lobus bawah,
terutama paru kanan. >aringan parenkim paru diperdarahi oleh dua peredaran darah, sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami infark paru. 3nfark paru tempaknya banyak terjadi pada keadaan infeksi dan gagal jantung kiri, tetapi banyak dijumpai pula pasien infark paru tanpa didahuluin dengan infeksi, penyakit jantung ataupun penyakit paru.2 8ambaran mikroskopis infark paru menunjukkan adanya nekrosis koagulasi pada dinding alveoli dan alveoli penuh dengan eritrosit dan sedikit reaksi inflamasi. /elainan patologis ini secara radiologic tampak sebagai infilrat, berlangsung kira-kira satu minggu dan kemudian menyembuh, meninggalkan garis-garis fibrosis. &ada infark yang terjadi tidak lengkap, timbul ekstravasasi eritrosit ke dalam alveoli tanpa nekrosis, secara radiologis tampak sebagai infiltart yang akan menyembuh dalam waktu 2- hari, tanpa meninggalkan garis-garis fibrosis pada gambaran radiologis.2 &ada infark paru terjadi nekrosis jaringan paru, tetapi nekrosis tidak selalu merupakan kurangnya aliran darah, iskemia ringan sepintas pada jaringan paru mengakibatkan dilatasi kapiler, arteriol dan venula dan juga menimbulkan peningkatan permeabilitas vaskuler dengan kebocoran cairan dan eritrosit. 5al ini terjadi karena sel endotel pembuluh darah sangat peka terhadap hipoksemia. &erdarahan paru yang terjadi menyerupai infark paru, tetapi struktur jaringan paru dipertahankan dan arsitektur sebelumnya kembali lagi setelah resorbsi darah. &erdarahan paru yang disebabkan oleh tromboemboli paru atau infark paru dapat multiple dan banyak ditemukan pada lobus bawah terutama paru kanan. 3nfark paru biasanya terletak pada jaringan paru perifer, cenderung berbentuk kerucut atau taji 'wedge-shaped* pada potongan melintang dengan puncak menuju ke tromboemboli dan dasar pada pleura. %aerah ini berwarna merah gelap dan merah coklat dan biasanya berbatas tegas. &ada infark paru, jaringan nekrosis selalu hemoragis dan struktur paru asli rusak atau tidak ada. &ada perjalanannya, warna infark paru berubah dari merah gelap menjadi coklat bila eritrosit rusak dan pigmen hemosiderin difagositosis makrofag kemudian warna berubah menjadi keabu-abuan bila terjadi fibrosis dan infark paru menjadi jaringan parut. 7etraksi daerah fibrotik ini menyebabkan cekungan pada permukaan pleura. &ada infark paru septic, warnanya putih keabu-abuan karena lisis eritrosit dengan pengumpulan sel granulosit polimorfonuklear. 3nfark paru septik dapat disebabkan karena emboli terinfeksi atau proses infeksi di paru. )ebaliknya infark paru septik dapay menyebabkan abses paru.2,! 9
D'%"3&'&
ntuk menegakkan diagnosis emboli paru, perlu ditunjang dengan anafilnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan imnging. &emeriksaan laboratorium rutin tidak dapat menegakkan diagnosis emboli paru, tetapi dapat dipergunakan untuk menilai kemajuan terapi dan menilai kemungkinan diagnosis lainnya. &ada emboli paru dapat ditemukan leukositosis lebih dari 2"."""Amm, hipoksemia akibat shunting dan penurunan ventilasi, dan penurunan tekanan parsial (O2 kurang dari # mm5g akibat mekanisme hiperventilasi. )elain itu dapat ditemukan peningkatan kadar plasma %-dimer akibat proses fibrolisis endogen yang dilepas di sirkulasi saat ditemukan adanya bekuan. &emeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi mencapai <$ tetapi spesifitias yang rendah '#$* karena %-dimer juga dilepaskan pada keadaan lain seperti kanker, inflamasi, infeksi, nekrosis, dan diseksi aorta. 1pabila kadar % dimer normal, maka diagnosis emboli paru dapat disingkirkan.! &ada pemeriksaan foto thoraks seringkali ditemukan adanya gambaran efusi pleura ataupun atelektasis yang dapat muncul bersamaan dengan insidensi penyakit ini. &emeriksaan ini juga dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain pada paru. &ada pemeriksaan elektokardiogram 'E/8* kurang spesifik apabila dilakukan pada penderita emboli paru ringan hingga sedang, karena dapat memberikan gambaran normal. etapi pada penderita emboli paru berat, dapat ditemukan gambaran=2,! •
8elombang yang sempit diikuti dengan inversi gelombang pada lead 333 disertai dengan gelombang ) pada lead 3 yang menandakan perubahan posisi jantung akibat
• • • •
dilatasi atrium dan ventrikel kanan. %apat ditemukan juga deviasi a@is ke kanan & pulmonal pada 33, 333, a96 Right bundle branch block yang baru 7ight ventricular strain dengan inverted gelombang pada lead 9! hingga 9: 1ritmia supraventrikuler atau sinus takikardia
10
8ambar !. E/8 paru.!
pada emboli
&emeriksaan ventilation-
perfusion
scintigraphy
'9A scan* juga
dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis emboli paru. &emeriksaan ini terbukti aman dan tepat walaupun dapat menimbulkan reaksi atergi. &rinsip.dasar pemeriksaan ini adalah dengan menginjeksikan technetium 'c*-<< m yang diberikan label dengan partikel albumin makroagregasi, sehingga apabila terdapat oklusi pada cabang arteri pulmonal, maka pembuluh darah kapiler tidak akan mendapatkan partikel albumin tersebut dan terlihat pada scannirg. 9entilasi diharapkan normal pada daerah segmen paru yang tidak mengalami oklusi akibat emboli. &emeriksaan ( angiogram paru merupakan standar baku emas untuk mimastikan emboli paru. &emeriksaan ini bersifat invasif dan memiliki resiko tinggi, seperti reaksi alergi terhadap kontras, perforasi arteri pulmonal, artimia, bronkospasme, perforasi ventrikel kanan, dan gagal jantung kongestif. )ehingga peran pemeriksaan ini sudah digantikan oleh spiral ( scan yang memiliki akurasi serupa. emuan yang biasanya dapat dijumpai pada emboli paru adalah filling defect dan abrupt cutoff dari pembuluh darah.!,!# &emeriksaan computed tomography memiliki sensitivitas sebesar 0"$ dan spesifitas sebesar <"$ dalam mendiagnosis emboli paru. &emeriksaan ini dilakukan dengan memberikan injeksi kontras medium melalui vena perifer yang dapat mencapai arteri pulmonalis yang selanjutnya memberikan visualisasi arteri pulmonal hingga ke cabang segmentalnya. &emeriksaan ekokradiografi transtorakal merupakan suatu alat diagnostic non-invasif yang digunakan untuk menilai pressure overload dari ventrikel kanan yang diakibatkan oleh emboli paru massif. &ada emboli paru akut dapat ditemukan tanda c(onnell yang menunjukkan disfungsi ventrikel kanan dengan akinesia pada dinding tengah tetapi pergerakan normal pada bagian ape@.!#
11
&emeriksaan biomarker jantung dapat digunakan untuk memperkirakan prognosis pada pasien dengan emboli paru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh /onstantinides, peningkatan kadar biomarker roponin dan 3 menunjukkan prognosis lebih buruk dibandingkan pada pasien yang tidak mengalami peningkatan roponin dan 3.!: &eningkatan biomarker tersebut
meningkatkan resiko mortalitas hingga .# kali lipat. &enelitian terbaru
menyatakan bahwa marker heart-type fatty acid binding protein '5-61B&* merupakan marker yang paling baik untuk mendeteksi emboli paru jika dibandingkan dengan biomarker troponin.!0 Beberapa penanda yang dapat digunakan untuk mendiagnosis emboli paru akut, terdiri dari=
&enanda klinis &enanda disfungsi ventrikel kanan
&enanda infark miokard
%itemukan adanya syok dan hipotensi %ilatasi ventrikel kanan dan hipokinesis pada ekokardiografi %ilatasi ventrikel kanan spiral computed tomography &eningkatan kadar ?-terminal proB?& &eningkatan tekanan pada jantung kanan pada katerisasi &emeriksaan roponin atau 3 menunjukkan hasil positif
abel #. &enanda emboli paru.!# D'%"3&'& B%"#'"
Beberapa diagnosis banding dari emboli paru adalah pneumonia, bronkitis, asma bronkial, penyakit paru obstruksi kronik eksaserbasi akut, infark miokard, edema paru, an@ietas, diseksi aorta, tamponade perikardial, kanker paru, hipertensi pulmonal primer, fraktur kosta, pneumothoraks, kostokondritis, dan nyeri muskuloskeletal.<
T%6%%&%"%
1pabila ditemukan kasus dengan probabilitas emboli paru, maka perlu dibedakan kasus dengan probabilitas tinggi dan probabilitas rendah karena pendekatan manajemennya dapat berbeda. Berikut ini merupaka algoritme pendekatan diagnosis dan tatalaksana pada pasien dengan kecurigaan tinggi mengalami emboli paru.
12
8ambar 2. 1lur diagnosis dan perencanaan emboli paru.!
anajemen dari emboli paru adalah bantuan respiratori dan hemodinamik, trombolisis, embolektomi, antikoagulasi. &ada emboli paru dengan kegagalan jantung kanan akan terjadi penurunan curah jantung sistemik, sehingga diperlukan bantuan suportif. 1pabila terjadi hipoksemia, pemberian oksigen dengan nasal kanul dianjurkan untuk diberikan. 9entilasi mekanikal dengan tekanan positif sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan penurunan aliran vena balik ke jantung dan memperparah keadaan gagal jantung kanan. &enelitian telah membuktikan bahwa terapi trombolitik dapat membuka surnbatan tromboemboli dan memberikan efek positif pada parameter hemodinamik. Beberapa agen trombolisis yang telah diterima sebagai regimen yang cocok diberikan pada emboli paru adalah=<,!; !. )treptokinase= 2#".""" unit dalam " menit, diikuti dengan !"".""" unitAjam selama !22 jam. 2. rokinase= ."" unit dalam !" menit, diikuti dengan ."" unitAkgAjam selama !2-2 jam. . 7ecombinant tissue plasminogen activator 'rt&1*= !"" mg dalam 2 jamatau".: mgAkg dalam !# menit. %osis maksimal pemberian rt&1 adalah #" mg. 13
7espon seseorang terhadap agen trombolitik dapat dinilai melalui ekokardiografi dalam : jam pertama setelah pemberian agen trombolitik. )eharusnya ditemukan adanya perbaikan pada gambaran ekokardiografi. rombolisis memberikan efek paling baik apabila diberikan dalam ; jam pertama setelah onset. etapi trornbolisis masih dapat diberikan hingga :-! hari setelah onset. Beberapa kontraindikasi dalam pemberian terapi fibrinolitik adalah=
/ontraindikasi absolut /ontraindikasi relative )troke hemoragikA stroke yang belum diketahui ransient ischemic attack dalam waktu : bulan )troke iskemik dalam : bulan terakhir ?eoplasma rauma mayorA /raniotomi dalam minggu
terakhir &emakaian terapi antikoagulan oral /ehamilan atau keadaan ! minggu post partum 5ipertensi refrakter dengan % sistolik
terakhir &erdarahan gastrointestinal dalam ! bulan
+!;"mm5g &enyakit organ hati stadium lanjut
terakhir &erdarahan aktif
Endokarditis infektif &eptic ulcer aktif abel :. /ontraindikasi pemberian terapi fibrinolitik.!"
)elain itu dapat dilakukan tindakan embolektomi dapat dilakukan apabila terapi trombolisis tidak dapat dilakukan atau gagal. eknik embolektomi perkutaneus dengan menggunakan kateter hanya dapat digunakan apabila bagian yang tersumbat adalah arteri utama, karena teknik embolektomi pada cabang arteri yang berukuran kecil memiliki resiko lebih tinggi 14
untuk terjadinya perforasi dan kerusakan pada struktur pembuluh darah. 1ntikoagulan juga memiliki peran penting dalam manajemen emboli paru. Berdasarkan penelitian, pemberian un>ractioned heparin dapat mencegah kematian dan mencegah terjadinya rekurensi emboli paru dengan
komplikasi perdarahan yang masih dapat ditangani. Beberapa antikoagulan yang
memiliki onset cepat adalah unfractioned heparin, low-molecular-weight heparin '4C5* heparin, atau fondaparinu@ subkutaneus. 9itamin / antagonis via oral biasanya diberikan setelah pemberian heparin. %osis pemberian unfractioned heparin via intravena adalah ;" unitAkg bolus dilanjutkan dengan dosis maintenance sebanyak !; unitAkgAjam. &emeriksaan a& harus dilakukan setiap -: jam setelah injeksi bolus dan dosis unfractioned heparin harus disesuaikan berdasarkan hasil a&. Berikut ini merupakan dosis penyesuaian untractioned heparin berdasarkarhasil pemeriksaan a&.; ?ilai a&
%osis penyesuaian
F# detik 'F!.2 kali kontrol* #-# detik '!.2 -!.# kali kontrol* :-0" detik '!.#-2. kali kontrol* 0!-<" detik '2.-." kali kontrol* +<" detik '+." kali control*
;" unitAkg bolus, naikkan sebanyak unitAkgAjam " unitAkg bolus, naikkan sebanyak 2 unitAkgAjam idak ada perubahan urunkan dosis infuse sebanyak 2 unitAkgAjam )top infus selama ! jam, kemudian turunkan dosis sebanyak unitAkgAjam
abel 0. %osis penyesuaian nfractioned 5eparin berdasarkan nilai a&.!;
1pabila pasien tidak memiliki risiko tinggi untuk terjadinya perdarahan dan memiliki fungsi ginjal yang baik, maka pemberian 4C5 subkutan atau fondaparinu@ lebih dianjurkan daripada pemberian unfractioned heparin dengan dosis sebagai berikut=
Eno@aparin inDaparin 6ondaparinu@
%osis !." mgAkg !0# unitAkg # mg 'BBF#"kg*
3nterval )etiap !2 jam )etiap 2 jam )etiap 2 jam
0.# mg 'BB #"-!""kg* !" mg 'BB+!""kg* abel ;. %osis pemberian 4C5 dan 6ondaparinu@.!#
15
atalaksana jangka panjang dan profilaksis bagi pasien penderita emboli paru adalah dengan pemberian vitamin / antagonis selama bulan. %osis vitamin / antagonis harus disesuaikan untuk mencapai target 3?7 2."-.". 1pabila pasien memiliki kondisi lain seperti kanker, maka profilaksis 4C5 harus diperpanjang hingga setidakanya -: bulan. )elain terapi farmakologis, terapi pada emboli paru juga bisa dengan tindakan pembedahan. &engobatan pembedahan pada emboli paru diperuntukan bagi pasien yang tidak adekuat atau tidak dapat diberikan terapi trombolitik dan heparin. %engan tindakan pembedahan ini dapat dilakukan venous interruption dan embolektomi paru. ujuan venous interruption adalah mencegah emboli ulang dari thrombus vena dalam tungkai bawah. )ekarang yang banyak dikerjakan ialah pemasangan filter di vena kava inferior secara intravena, yang tidak menyumbat aliran vena dapat mencegah emboli yang lebih besar dari 2 mm dan jarang mengalami thrombosis di filter tersebut. indakan embolektomi ini dulu banyak dikerjakan jika terdapat kontraindikasi terhadap pemakaian antikoagulan atau pada pasien emboli paru kronik. /arena risiko kematian cukup besar, maka tindakan embolektomi sekarang ditinggalkan, lebih-lebih karena telah adanya kemajuan terapi trombolitik.
Pr3"3&'&
&rognosis emboli paru jika terapi yang tepat dapat segera diberikan adalah baik. Emboli paru juga dapat menimbulkan kematian mendadak. &rognosis emboli paru tergantung pada penyakit yang mendasarinya, juga tergantung ketepatan diagnosis dan pengobatan yang diberikan. mumnya prognosis emboli paru kurang baik. &ada emboli paru massif prognosisnya lebih buruk lagi, karena 0"$ dapat mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan akut. &rognosis juga buruk pada pasien emboli paru kronik dan yang sering mengalami ulangan serangan. 7esolusi emboli paru dapat terjadi dengan terapi trombolitik yang progresif. mumnya resolusi dapat dicapai dalam waktu " jam. 7esolusi komplet terjadi dalam waktu 0-!< hari, variasinya tergantung pada kapan mulai terapi, adekuat tidaknya terapi dan besar kecilnya emboli paru yang terjadi.2,0,<
16
D%6%r P/&6%%
!. Chite 75. he Epidemiology of 9enous hromboembolism. (irculation.2""G!"0=-;. 2. 7ahmatullah &. romboemboli paru dalam Buku 1jar 3lmu &enyakit %alam Edisi 93. >akarta= 3nterna &ublishing. 2"!G !:<"-<<. . 5eit >1, OH6allon C, &etterson , 4ohse (, )ilverstein %, ohr %?, et al. 7elative impact of risk factors for deep vein thrombosis and pulmonary embolism= a popglation-based study. 1rch 3ntern ed. 2""2G ! :2=!2#-;. . (ohen 1, apson 96, Bergmann >6, 8oldhaber )I, /akkar 1/, %eslandes B, et al. 9enous thromboembolism risk and prophyla@is in the acute hospital care setting 'E?%O7)E study*= a multinational cross-sectional study. 4ancet, 2"";G0 3 =;0 -< . #. 8oldhaber )I. &ulmonary embolism. %alam= Iipes, 4ibby, Bonow, Braunwald, penyunting. BraunwaldHs heart disease, a te@tbook of cardiovascular medicine. Edisi ke-0. &hiladelphia= Elsevier )aunders, 2""#. h.!0;<-;":. :. Jung 84, 6edullo &6. &ulmonary thromboembolic disease. %alam= 6ishman 1&, Elias >1, 6ishman >1, 8rippi 1, penyunting. e@book of 6ishmanHs &ulmonary %isease and %isorders. Edisi ke-. ?ew Jork= c 8raw 5i3l,2"";. h.l2l-:. 0. 6edullo &6. &ulmonary embolism. %alam= 7obert 1O, 9alentin 6, Cayne 1, penyunting. he heart manual of cardiology. Edisi ke-!!. Boston= c8raw 5ill, 2""#. h.#!-2. ;. )mulders J. &athophysiology and treatment of haemodynamic instability in acute pulmonary embolism= the pivotal role of pulmonary vasoconstriction. (ardiovasc 7es. 2"""G;=2-. <. orbicki 1, &errier 1, /onstantinides ), 1gnelli 8, 8alie ?, &rusDcDyk &, et al. 8uidelines on the diagnosis and management of acute pulmonary embolism. European 5eart >ournal. 2"";G2<=220:- !#.
17
!". 8ruber &, Bull . &ulmonary embolism. %alam= 1lbert 7/, )piro )8, >ett >7, penlunting. e@book of (linical 7espiratory edicine. Edisi ke-. &hiladelphia= osby Elsevier, 2"";.h.0:-;!. !!. 6edullo &6. he evaluation of suspected pulmonary embolism. ? Engl > ed. 2""G<=!20-#:. !2. /lok 61, os 3(, ?ijkeuter . )implification of the revised 8eneva score for assessing clinical
probability
of
pulmonary
embolism.
1rchives
of
3nternal
edicine.
2O";G!:;=!2!-:. !. &erier 1, 7oy &, 1ujesky %, (hagnon 3, 5owarth ?, 8ourdier 14, et al. %iagnosing pulmonary embolism in outpatients with clinical assessment, %-dimer measurement, venous ultrasound, and helical computed tomography= a multicenter management study. 1m > ed. 2""G!!:=2, %eonye C, /ieft 8>, &attynama &, &rins 5, 5uisman 9. 1ccuracy of singledetector spiral ( in the diagnosis of pulmonary embolism= a prospective multicenter cohort study of consecutive patients with abnormal perfusion scintigraphy. > hromb 5aemost. 2OO#G=!0-2#. !#. 4opeD (1, Edelman /, (andales %. 7ight ventricular apical contractility in acute pulmonary embolism= the c(onnell sign revisited. Echocardiography. 2" l" G20 =:! 2" . !:. /onstantinides ), 8eibel 1, Olschewski , /asper C, 5ruska ?, >ackle ), et al. 3mportance of cardiac troponin 3 and in risk stratification of patients with acute pulmonary embolism. (irculation. 2""2G!":=!2:-;. !0. &uls , %ellas (, 4ankeit , Olschewski , Binder 4, 8eibel 1, et al. 5earttype fatty acid-binding protein permits early risk stratification of pulmonary embolism. Eur 5eart >.2""0=2;=22-<. 18. 9an de C6, 1rdissino %, Betriu 1, (okkinos %9, 6alk E, 6o@ /1, et al. anagement of acute myocardial infarction in patients presenting with )-segment elevation. he ask 6orce on the anagement of 1cute yocardial 3nfarction of the European )ociety of (ardiology. Eur 5eart >.2""=2=2;:
18