MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM RESPIRASI 2 KONSEP DASAR, ASUHAN KEPERAWATAN DAN PERAN PERAWAT SEBAGAI ADVOKAT PADA PASIEN DENGAN EMBOLI PARU
Disusun oleh : Kelompok 5 1) Adhetya Ayu
(121.0003)
2) Akbar Dwi Guntoro
(121.0007)
3) Neli Rosidawilda
(121.0069)
4) Novita Fajriyah
(121.0073)
5) Rinda Eka Hanggari
(121.0085)
6) Ilham Cahyo P.
(111.0065)
Dosen Pembimbing Hidayatus S, M.Kep, Ns.
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 2014
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan menyelesaik an makalah asuhan keperawatan
untuk mata kuliah Keperawatan Sistem Respirasi 2 ini dengan judul : “KONSEP
DASAR, ASUHAN KEPERAWATAN DAN PERAN PERAWAT
SEBAGAI ADVOKAT PADA PASIEN DENGAN EMBOLI
PARU”
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya serta pengikut yang selalu setia dan taat kepada-Nya. Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai salah satu metode pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi STIKES Hang Tuah Surabaya. Terselesaikannya penulisan makalah asuhan keperawatan ini tak lepas dari tangan-tangan mulia, untuk inilah penulis ingin menyampaikan ribuan terima kasih dengan setulusnya dan doa kepada : 1. Ibu Hidayatus S, M.Kep, M.Kep, Ns. selaku pembimbing pembimbing materi dan dan makalah yang
berkaitan dengan Keperawatan Keperawatan Sistem Sistem Respirasi 2 , yang telah
sabar dalam memberikan bimbingan, arahan, serta dalam penyusunan dan penulisan makalah ini. 2. Sahabat dan teman-teman teman-teman yang yang telah banyak banyak memberikan bantuan bantuan dan saran untuk kelancaran makalah asuhan keperawatan. Kami sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan, tentunya sadar akan segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini dan kami akan sangat bangga apabila makalah yang kami susun ini mendapatkan saran maupun kritik yang bersifat membangun. Kami berharap semoga karya ini menjadi pelajaran dan sumber inspirasi serta motivasi bagi para pembaca.
Surabaya, 16 April2014
Penyusun
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan menyelesaik an makalah asuhan keperawatan
untuk mata kuliah Keperawatan Sistem Respirasi 2 ini dengan judul : “KONSEP
DASAR, ASUHAN KEPERAWATAN DAN PERAN PERAWAT
SEBAGAI ADVOKAT PADA PASIEN DENGAN EMBOLI
PARU”
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya serta pengikut yang selalu setia dan taat kepada-Nya. Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai salah satu metode pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi STIKES Hang Tuah Surabaya. Terselesaikannya penulisan makalah asuhan keperawatan ini tak lepas dari tangan-tangan mulia, untuk inilah penulis ingin menyampaikan ribuan terima kasih dengan setulusnya dan doa kepada : 1. Ibu Hidayatus S, M.Kep, M.Kep, Ns. selaku pembimbing pembimbing materi dan dan makalah yang
berkaitan dengan Keperawatan Keperawatan Sistem Sistem Respirasi 2 , yang telah
sabar dalam memberikan bimbingan, arahan, serta dalam penyusunan dan penulisan makalah ini. 2. Sahabat dan teman-teman teman-teman yang yang telah banyak banyak memberikan bantuan bantuan dan saran untuk kelancaran makalah asuhan keperawatan. Kami sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan, tentunya sadar akan segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini dan kami akan sangat bangga apabila makalah yang kami susun ini mendapatkan saran maupun kritik yang bersifat membangun. Kami berharap semoga karya ini menjadi pelajaran dan sumber inspirasi serta motivasi bagi para pembaca.
Surabaya, 16 April2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................. ........ ................... ................... ................... ................... ................... .................. ................... ............ .. i DAFTAR DAFTAR ISI ................................. ................................................. ................................. ................................. ................................. ................. ii BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang................... .......... ................... ................... .................. ................... ................... ........... 1
1.2
Rumusan Masalah .................. ......... .................. ................... ................... ................... ............... ..... 3
1.3
Tujuan Tujuan ................................ ................................................. ................................. .............................. .............. 3
1.4
Manfaat Manfaat............................... ................................................ ................................. .............................. .............. 3
1.5
Sistematika Penulisan............................... Penulisan............................... ............................3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Anatomi Fisiologi Paru-paru .................. ......... .................. ................... ................... ........... 5
2.2
Definisi Emboli Paru................... .......... ................... ................... .................. ................... ............ .. 6
2.4
Etiologi ................... ......... ................... .................. ................... ................... ................... ................... ............. .... 7
2.5
Faktor Resiko.................. ......... ................... ................... .................. ................... ................... ............. .... 8
2.6
Manifestasi Klinis .................. ......... ................... ................... ................... ................... ................ ....... 9
2.7Patofisiologi .......................................................................... 11 2.8
Peran Perawat Sebagai Advokasi .................. ......... ................... ................... ......... 14
2.9
Penatalaksanaan Penatalaksanaan Medis.................. ........ ................... ................... ................... ............... ...... 17
2.10 Pemeriksaan Diagnosis .................. ........ ................... ................... ................... ............... ...... 22 2.11Pencegahan Emboli Paru ................................................... 23 2.12 Penyuluhan Penyuluhan Kesehatan Kesehatan ................... ......... ................... ................... ................... ............... ...... 25 BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EMBOLI PARU 3.1
Pengkajian ................... .......... .................. ................... ................... ................... ................... ............... ...... 26 3.1.1 Identitas Pasien ...................................................... 27 3.1.2 Riwayat Keperawatan ............................................. 27 3.1.3 Pengkajian Persistem ............................................. 28
3.2
Diagnosis Keperawatan.................. ........ ................... ................... ................... ............... ...... 28
ii
BAB IV
3.3
Intervensi dan Rasional .................. ........ ................... ................... ................... ............... ...... 29
3.3
Implementasi .................. ......... ................... ................... .................. ................... ................... ............ ... 29
PENUTUP 4.1 Kesimpulan................... .......... .................. ................... ................... ................... ................... ............... ...... 38 4.2 Saran Saran .................................. ................................................... ................................. ............................. ............. 38
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 39
iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh peristiwa emboli. Emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.(Asih, Niluh Gede Yasmin & Christantie Effendy. 2003) Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 600.000 kasus emboli paru (EP , Pulmonari Embolisml PE) simtomatik tiap tahun, menyebabkan kematian 60.000 pasien dan memberi konstrubusi pada kematian 200.000 lainya. Di inggris sekitar 20.000 pasien meninggal tiap tahun dirumah sakit karena Emboli Paru dan sekitar 40.000 mengalami episode nonfatal. Tiap tahun sekitar I/100 populasi inggris akan mengalami Emboli Paru, terutama selama atau segera sesudah masa perawatan diRumah Sakit, insiden meningkat seiring penambahan usia. Di rumah sakit umum, Emboli Paru memberi konstribusi pada 1% dari seluruh perawat dan 15-20% kematian(Huon H. Gray, 2003). Di indonesia diperkirakan bahwa lebih dari setengah juta orang mengalami emboli paru setiap tahunnya mengakibatkan kematian lebih dari 50.000 orang tiap tahun. Embolisme paru adalah gangguan umum dan sering berkaitan dengan trauma, bedah ortopedik, pelvik, ginokologik, kehamilan, gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih dari 60tahun), dan imobilitas berkepanjangan. Embolisme paru dapat terjadi pada individu yang tampak sehat(Smeltzer Suzanne C, 2002). Emboli paru secara langsung menyebabkan 100.000 kematian dan menjadi faktor kontribusi kematian oleh penyakit-penyakit lainnya.Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan
1
yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak. Oklusi arteri pulmonalis hampir selalu bersifat embolik ; trombosis in situ jarang ditemukan tetapi dapat terjadi kerusakan alveoli yang difus, hipertensi pulmonal dan aterosklerosis arteri pulmonalis. Vena-vena tungkai yang dalam merupakan sumber lebih dari 95% emboli paru, dan prevalensi emboli paru memiliki korelasi dengan predisposisi timbulnya trombosis tungkai Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kompetensi yang dimilikinya untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan emboli paru. Dalam kewenangan perawat mempunyai tujuh tanggungjawab professional yaitu :pemberi pelayanan, pendidik, konselor, peneliti, kolaborator,dan agen perubahan.(Suhaimi, E. Mimin.2002) Tenaga kesehatan khususnya keperawatan, harus dapat membantu menyelesaikan masalah yang ditimbulkan penyakit ini agar klien yang menderita penyakit emboli paru dapat sembuh. Oleh karena itu tindakan penatalaksanaan yang meliputi pencegahan, pengobatan, serta pemulihan kesehatan untuk penyakit emboli paru perlu diperhatikan agar kejadian penyakit emboli paru dan komplikasinya dapat dikurangi. Berpikir kritis dalam melakukan
asuhan
keperawatan
kewajiban
perawat
yaitu
juga
memenuhi
tak
kalah
kebutuhan
penting, dasar
mengingat
klien
untuk
mendapatkan pelayanan yang intensif dengan tujuan untuk encapai kesembuhan. Penatalaksanaan antikoagulasi, pernafasan
khusus
emboli
antitrombolitik,
terapi
dan
vaskuler.
baik
paru
dapat
oksigen,
dengan
berupa
pemberian
meningkatkan
intervensi
status
pembedahan
dan
intervernsi kegawatdaruratan. Dalam kasus tersebut, perawat ikut andil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya . Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus
menghargai
klien
sebagai
individu
yang
memiliki
berbagai
karakteristik. Dalam hal ini perawat memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit.Oleh sebab itu, penulis akan membahas mengenai konsep dan peran peran perawat dalam melakukan advokasi pada emboli paru.
2
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang kami buat maka muncul keinginan kami sebagai calon perawat untuk membahas masalah penyakit Emboli Paru. Bagaimana konsep dasar, asuhan keperawatan dan peran perawat sebagai advokat pada pasien dengan emboli paru ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan kepada pembaca khususnya bagi kalangan perawat agar mengetahui tentang konsep dasar, asuhan keperawatan
dan peran perawat
sebagai advokat pada pasien dengan emboliparu. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi paru-paru 2. Untuk mengetahui definisi emboli paru. 3. Untuk mengetahui etiologi emboli paru 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis emboli paru 5. Untuk mengetahui patofisiologi emboli paru 6. Untuk mengetahui WOC emboli paru. 7. Untuk mengetahui peran perawat sebagai advokasi pada pasien dengan emboli paru. 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan emboli paru 9. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik emboli paru 10. Untuk mengetahui pencegahan dari emboli paru. 11. Untuk mengetahui penyuluhan kesehatan pada emboli paru.
1.4 Manfaat Dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui konsep dasar, asuhan keperawatan
dan peran perawat
sebagai advokat pada pasien dengan emboli paru.
1.5 Sistematika Penulisan Makalah disusun dengan urutan sebagai berikut : BAB 1 Pendahuluan, menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat dan sistematika penulisan.
3
BAB 2 Tinjauan Pustaka, menjelaskan tentang anatomi fisiologi paru, definisi, etiologi, faktor resiko, manifestasi klinis, patofisiologi,WOC,
peran
advokat,penatalaksanaan
perawat
sebagai
medis,pemeriksaan
diagnostik,pencegahan, serta penyuluhan kesehatan padapasien Emboli Paru. BAB 3 Pembahasan, menjelaskan mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan Emboli Paru. BAB 4 Penutup, menjelaskan kesimpulan dan saran dari isi makalah yang telah ditulis oleh penulis. Daftar Pustaka, merupakan kumpulan literatur yang digunakan oleh penulis sebagai sumber untuk bahan pembuatan makalah.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1Anatomi Fisiologi Paru-paru Paru merupakan organ elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga thoraks.(Muttaqin, Arif. 2012) Paru-paru terletak dikedua sisi jantung dalam rongga dada dan dikelilingi serta dilindungi oleh tulang rusuk. Bagian dasar paru terletak diatas diafragma: bagian apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula. Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat hilus, tempat bronkus primer dan masuknya arteri serta vena pulmonary ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk pohon bronchial, jutaan alveoli dan jaring-jaring kapilernya, dan jaringan ikat. Sebagai organ, fungsi paru adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara udara atmosfir dan udara dalam aliran darah.(Price, A. Sylvia & Lorraine M. Wilson.1995)
(Gambar : Anatomi Paru & Sirkulasi Darah Paru, Muttaqin, Arif. 2012) Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil. Pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri atas dua lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus
5
disebut fisura. Setiap lobus dipasok oleh cabang utama percabangan bronchial dan diselaputi oleh jaringan ikat.(Asih, Niluh Gede Yasmin & Christantie Effendy. 2003) Lobus kemudian membagi lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan dikenal sebagai segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobules, yang masing-masing mempunyai bronchiole, arteriole, venula, dan pembuluh limfatik. (Asih, Niluh Gede Yasmin & Christantie Effendy. 2003) Dua lapis membrane serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleurae. Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum. Lapisan dalamnya disebut pleura visceral yang mengelilingi paru dan dengan kuat melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa didalam pleura. Cairan pleural melicinkan permukaan kedua membrane pleura untuk mengurangi gesekan ketika paru-paru mengembang dan berkontraksi selama bernapas. Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membrane pleura membengkak, akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleurisi dan terasa sangat nyeri karena membrane pleural saling bergesekan satu sama lain ketika bernapas. .(Price, A. Sylvia & Lorraine M. Wilson.1995) 2.2 Definisi Emboli Paru Emboli paru merupakan oklusi atau penyumbatan bagian pembuluh darah paru-paru oleh embolus. Embolusialah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Benda tersebut terbawa oleh darah yang berasal dari suatu tempat lain dalam sirkulasi darah. Proses timbulnya embolus disebut embolisme. Sebenarnya, hampir 99% emboli berasal dari trombus. Bahan lainnya adah tumor, gas, lemak,sumsum tulang, cairan amnion, dan trombus septik.( Somatri, Irman. 2007) Embolisme paru merupakan keadaan obstruksi pada satu atau lebih arteri pulmonal oleh trombus yang berasal dari suatu tempat dalam sistem vena atau pada jantung sebelah kanan. Embolisme paru adalah gangguan umum dan sering berkaitan dengan trauma, bedah (ortopedi, pelvis, ginekologi), kehamilan, gagal jantung kongestif, usia lanjut (>60 tahun), dan imobilisasi berkepanjangan. Embolisme paru juga dapat terjadi pada individu yang tampak sehat. (Muttaqin, Arif. 2012). 6
2.4 Etiologi Emboli baru dapat berasal dari (Muttaqin, Arif. 2012) 1. Trombus vena ekstremitas inferior (terbanyak) 2. Trombus dari ruang atrium kanan. 3. Fokus sepsis dari endokarditis trikuspidalis, flebitis ekstremitas inferior, trombofeblitis daerah pelvis, infeksi gigi, feblitis sepuratif karena pemakaian kateter vena, dan alat pacu yang terinfeksi. 4. Tumor tanpa adanya trombosis intravena. 5. Lain-lain seperti lemak, udara sum-sum tulang, jaringan tropoblas, parasit, akibat tindakan kateterisasi jantung, dan jaringan otak yang terdapat trauma. 6. Jumlah emboli udara sebesar 100-150 cc sudah dapat menyababkan kematian. Penyebab timbulnya emboli paru dapat disebabkan oleh hal lain (Towsend, Courtney M, dkk. 2010), di antarannya adalah : 1. Faktor resiko berkembangnya embolus paru : a. Ada riwayat embolus paru sebelumnya b. Tindakan operasi yang lama c. Kontrasepsi oral d. Cedera traumatik e. Keganasan f.
Penyakit usus meradang
g. Penyakit jantung kronik h. Kelainan koagulasi i.
Obesitas
j.
Usia
k. Kelainan koagulasi keturunan 2. Sistem vena ileofemoralis menunjukkan tempat terjadinya emboli paru yang paling signifikan secraa klinis.
7
2.5 Faktor Resiko Pada penderita emboli paru ini, terdapat faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tersebut, diantaranya adalah(Somatri, Irman. 2007) : 1. Imobilisasi Imobilisasi sering terjadi terutama pada pasien dengan fraktur tulang ekstremitas inferior, berbaring lama pasca bedah, paralisis kaki, dan pada
penyakit-penyakit
kardiopulmoner.
Imobilisasi
yang
lama
menyebabkan hilangnya semacam peristaltik pembuluh darah vena sehingga menjadi stasis. Umumnya stasis terjadi setelah berbaring selama 7 hari. Stasis dapat terjadi pada pasca bedah setelah 48 jam sampai 10 hari kemudian. 2. Umur Kebanyakan emboli paru-paru terjadi pada usia 50 sampai 65 tahun karena elastisitas dinding pembuluh darah sudah berkurang. 3. Penyakit jantung Jika pada jantung hanya terjadi fibrilasi atrium atau disertai dengan payah jantung, keadaan tersebut menimbulkan emboli paru-paru. Pada infark jantung akut, emboli paru-paru sering terjadi hari ke 3 dan sebagian besar (75%) terjadi pada minggu pertama. 4. Trauma Sebanyak 15% penderita trauma mengalami emboli paru-paru, terutama pada penderita luka bakar dengan area terbakar yang luas, sehingga kerusakannya sampai ke endotel pembuluh darah. 5. Obesitas Penderita dengan berat badan (BB) 20% lebih dari berat badan ideal dapat dikatakan berisiiko untuk menderita emboli paru-paru, meskipun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. 6. Kehamilan dan nifas Kejadian emboli paru-paru pada ibu hamil biasa terjadi pada trimester ke-3 dan prevalensinya meningkat saat nifas. Pada kasus ibu hamil dan nifas disebabkan karena terjadi peningkatan faktor koagulasi dan trombosit. 7. Neoplasma
8
Emboli paru-paru banyak terjadi pada beberapa neoplasma organ paruparu, pankreas, usus, dan traktus urogenital. Terdapat teori yang menyatakan bahwa neoplasma memproduksi zat-zat seperti histon, katepsin, dan protease yang mengaktifkan koagulasi darah. 8. Obat-obatan Emboli paru-paru sering dialami oleh pasien yang mengkonsumsi obatobat kontrasepsi oral. Pada kasus ini, obat-obat tersebut dapat mengakibatkan faktor pembekuan dan trombosit serta peningkatan lipoprotein, plasma trigliserida, dan kolesterol. 9. Penyakit hematologi Penyakit
hematologi
sering
ditemukan
pada
keadaan-keadaan
polisitemia dimana hematokrit darah meningkat yang mengakibatkan aliran darah menjadi lambat. Dilaporkan juga banyak terjadi pada penyakit anemia bulan sabit. Pada penyakit anemia tersebut, terbentuk trombus dalam aliran mikrosirkulasi yang dapat menyebabkan infark pada organ paru-paru, ginjal, limpa, dan tulang. 10. Penyakit metabolisme Penyakit metabolisme dilaporkan terjadi pada penyakit sistinuria dimana terdapat kelainan trombosit yang menyebabkan trombosis. Dismping itu juga
terjadi
kerusakan
lapisan
endotel
pembuluh
darah
yang
mempercepat terjadinya trombosis. 2.6 Manifestasi Klinis Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombusdan area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus.Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik.Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan bias anya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik.Kadang dapat subternal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (brunner dan suddarth, 1996, 621) Tanda dan Gejala pada pasien dengan emboli paru(Somatri, Irman. 2007) : 1. Tanda-tanda yang muncul pada pasien dengan emboli paru-paru adalah: a. Dispnea
9
b. Nyeri dada pleurik c. Kecemasan d. Batuk e. Hemotisis 2. Gejala yang muncul pada pasien dengan emboli paru-paru adalah: a. Takipne b. Crakles c. Takikardia d. Bunyi jantung S3. Bunyi jantung S3 adalah suara ketiga saat jantung berkontraksi. Pada orang dewasa merupakan sesuatu yang abnormal dan sering kali mengindikasikan adanya kelainan jantung. T erdengar pada apeks jantung, dan sering disebut ventricular gallop. e. Jika tidak ada bunyi S3 bisa jadi ada bunyi S4. f.
Keringat berlebih.
g. Demam. Tanda dan gejala lain yang terdapat pada pasien dengan Emboli paru, (Towsend, Courtney M, dkk. 2010) yaitu : 1. Dispnea, nyeri dada pleuritik, ketakutan, dan batuk. Emobli paru masif dapat disertai dengan sinkop dan hemoptisis. 2. Sepertiga pasien paru juga akan mengalami trombosis vena dalam diekstremitas bawahnya. 3. Jika pasien mengalami nyeri dada dan pemendekan napas di ruang rawat atau bangsal , sebaiknya segera dilakukan serangkaian teks non spesifik, yaitu gas darah arteri pada udara ruangan, elektrokardiogram (EKG), dan foto polos dada. 4. Setiap pasien yang gas darah arteri udara ruangan dengan PaO2 nya kurang dari 70 mmHg dianggap mengalami embolis paru. 5. Pasien sebaiknya diberikan oksigen beraliran tinggi dengan sunkup muka. 6. Selama bertahun-tahun, angiografi pulmonal telah dianggap sebagai baku emas penegakkan diagnosis embolis paru namun tindakan tersebut adalah tindakan infasif yang menimbulkan rasa nyeri. Perkembangan CT angiografi merupakan suatu langkah maju dalam mendiagnosis embolus paru dengan cara non infasif dan merupakan modalitas diagnostik baru yangsangat menjanjikan.
10
2.7 Patofisiologi Embolus paru-paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu trombosit yang berasal dari pembuluh darah vena di kaki. Trobosus terbentuk dari beberapa elemen sel dan fibrin-fibrin yang kadang-kadang berisi protein plasma seperti plasminogen ( Somatri, Irman. 2007). Menurut Virchow dalam buku Somatri, Irman. 2007 “Keperawtan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan” , terdapat 3 faktor penting yang memegang peranan timbulnya trombus (Trias Virchow), yaitu : 1.
Perubahan permukaan endotel pembuluh darah.
2.
Perubahan pada aliran darah.
3.
Perubahan pada konstitusi darah. Secara skematis dapat dilihat timbulnya trombus yaitu :
Gambar : Patofisiologi Emboli Paru ( Somatri, Irman. 2007). Keterangan : Jika terjadi suatu kerusakan pada trombosit maka akan dilepaskan suatu zat tromboplastin. Tromboplastin merangsang proses pembentukan beku darah karena mengubah protrombin yang terdapat dalam darah menjadi trombin, kemudian bereaksi dengan fibrinogen menjadi fibrin. Trombus dapat berasal dari pembuluh darah arteri atau vena. Trombus arteri terjadi karena rusaknya dinding pembuluh darah arteri (tunika intima), sedangkan trombus vena terjadi karena perlambatan aliran darah dalam vena tanpa adanya kerusakan dinding pembuluh darah.
11
Lemah, minyak, udara, sel tumor, cairan amnion, benda asing seperti rusaknya IV kateter, partikel yang diinjeksikan dan bekuan darah atau pus dapat juga menyebabkan emboli paru-paru. Emboli lemak berasal dari fraktur tulang panjang dan emboli minyak yang berasal dari limfangiografi tidak mengganggu aliran darah ; meskipun demikian, mereka menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan adult respiratory distress syndrome (ARDS). Embolus berjalan keparu-paru dan diam dipembuluh darah paru-paru. Ukuran dan jumlah emboli ditentukan oleh lokasi. Aliran darah terobstruksi sehingga menyebabkan penurunan perfusi dari bagian paru-paru yang disuplai oleh pembuluh darah. Akibat buruk yang paling awal terjadi dari tromboemboli adalah obstruksi komplit atau parsial aliran daran pulmonalis dibagian distal. Obstruksi ini akan
mengakibatkan
serangkaian
kejadian
patofisiologik
yang
dapat
dikelompokkan sebagai „pernafasan‟ dan „hemodinamik‟ sebagai akibat tromboemboli paru-paru (TEP). 1.
Konsekuensi pernapasan Obstruksi akibat emboli adalah menyebabkan daerah paru-paru yang berventilasi tidak mampu melakukan obstruksi – „anatomical dead space‟ intrapulmonal. Karena dead space tidak terjadi pertukaran gas, ventilasi daerah yang nonperfusi ini sia-sia dalam arti fungsional. Konsekuensi potensial yang ditimbulkan oleh obstruksi emboliu ini adalah konstriksi ruang udara dan jalan nafas pada daerah paru-paru yang terlibat. Pneumokonstriksi ini dapat dikatakan sebagai mekanisme homeostatis untuk mengurangi ventilasi yang terbuang, kelihatannya disebabkan oleh hipokapnia bronkoalveolar yang merupakan hasil pemberentian aliran darah kapiler paru-paru karena aliran tersebut dihilangkan oleh inhalasi udara yang kaya dengan karbondioksida. Gangguan lain akibat obstruksi emboli adalah hilangnya surfaktan alveolat, namun hal tersebut tidak terjadi dengan cepat. Lipoprotein poermuklaan yang aktif (surfaktan) diperlukan untuk mempertahankan stabilitas alveola tidak adanya surfaktan akan mengakibatkan kolaps alveolar. Penghentian aliran darah kapiler pulmonar akan berakibat berkurangnya surfaktan dalam 2-3 jam dan akan bertambah berat dalam
12
12-15 jam. Atelektasis dapat ditemukan dalam 24-48 jam setelah gangguan darah. Hipoksemia arteri biasa dijumpai, walaupun sama sekali bukan merupakan akibat dari tromboemboli paru. Beberapa mekanisme dapat ikut berperan terhadap timbulnya hipoksemia; gangguan ventilas perkusi gagal
jantung
dengan
PO 2
daerah
vena
campuran
rendah
(bertambahnya perbedaan arteri venosa), dan perfusi obligant semacam itu, terjadi karena tekanan arteri pulmonar akibat dari obstruksi emboli dapat mengakibatkan vasokontruksi yang biasanya terjadi pada daerah paru-paru yang mengalami hipoventilasi. 2.
Konsekuensi hemodinamik Konsekuensi hemodinamik utama yang diakibatkan oleh obstruksi tromboemboli adalah reduksi daerah potongan melintang dari jaringan arteri pulmonaris. Hilangnya kapasitas vaskuler ini meningkatkan resistensi aliran darah paru-paru yang bila bermakna akan berkembang menjadi hipertensi pru-paru dan gagal ventrikel kanan akut. Takikardia dan kadang penurunan curah jantung juga dapat terjadi. Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vaskuler paru
akibat
penurunan
ukuran
jaring-jaring
vaskular
pulmonal,
mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonal, dan pada akhirnya meningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Jika kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya akan terjadi gagal ventrikel kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (Muttaqin, Arif. 2012) Pada literatur lain dalam buku Muttaqin, Arif. 2012. “ Buku Ajar Asuhan
Keperawatan
dengan
Gangguan
Sistem
Persarafan“
menyebutkan bahwa kebanyakan emboli paru terjadi akibat lepasnya trombus yang berasal dari pembuluh vena di ekstremitas inferior. Trombus terbentuk dari beberapa elemen sel dan fibrin-fibrin yang kadang-kadang berisi protein plasma seperti plasminogen. Trombus dapat berasal dari pembuluh arteri dan pembuluh vena. Trombus arteri terjadi karena rusaknya dinding pembuluh arteri (lapisan bagian dalam), sedangkan trombus vena terjadi karena perlambatan aliran darah dalam vena tanpa adanya kerusakan dinding pembuluh darah.
13
Trombus vena dapat berasal dari pecahan trombus besar yang kemudian terbawa oleh aliran vena. Biasanya trombus vena ini berisi partikel-partikel seperti fibrin (terbanyak), eritrosit dan trombosit. Ukurannya dari beberapa milimeter saja sampai sebesar lumen vena. Biasanya trombus semakin bertambah oleh t umpukan trombus lain yang kecil.kecil. adanya perlambatan (stasis) aliran darah vena semakin mempercepat terbentuknya trombus yang lebih besar, sedangkan adanya kerusakan dinding pembuluh vena (misalnya pada operasi rekonstruksi vena femoralis) jarang menimbulkan trombus vena. Hiperkoagubilitas juga amat berpengaruh dalam pembentukan trombus. Di sini terjadi aktivasi terhadap faktor koagulan oleh kolagen, endotoksin,
dan
prokoagulan
dari
jaringan
malignansi
sehingga
tromboplastin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dan trombus mudah terbentuk. Keadaan ini sering ditemukan pada persalinan, operasi, dan trauma pada organ-organ tubuh. Faktor lain yang juga mempercepat terjadinya trombus adalah hiperagregasi trombosit. Pada embolisme paru terdapat dua keadaan sebagian akibat obstruksi
pembuluh
darah,
yakni
terjadinya
vasokonstriksi
dan
bronkhokonstriksi, sehingga sistem perfusi dan ventilasi jaringan paru terganggu. Bronkhokonstriksi setempat yang terjadi bukan saja akibat berkurangnya aliran darah tetapi juga karena berkurangnya bagian aktif permukaan jaringan paru dan terjadi pula pengeluaran histamin dan 5hidroksi
isoptamin
yang
dapat
membuat
vasokonstriksi
dan
bronkhokonstriksi bertambah berat. Akibatnya terjadi kenaikan dead space dan reaksi kardiovaskular berupa penurunan aliran darah ke paru dan meningkatnya tekanan arteri pulminalis, dilatasi atrium dan ventrikel kanan, serta menurunnya curah jantung dan kemudian dapat terjadi infark paru. 2.8. Peran Perawat Sebagai Advokasi 2.8.1 Definisi Advokat Istilah advokasi sering digunakan dalam konteks hukum yang berkaitan dengan upaya melindung hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advokasi menurut ANA (1985) adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
14
dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siap apun”. Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki penyebab / dampak penting. Definisi ini mirip dengan yang dinyatakan gadow (1983) bahwa “advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperaw atan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kapada indivisu secara bebas menentukan nasib sendiri”. (Suhaimi, E. Mimin. 2002) Pada dasarnya, peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien atas keputusan apapun yang dibuat klien, memberi informsi berarti menyediakan penjelsan atau informsi sesuai yang dibutuhkan klien. Dalam
menjalankan
menghargai
klien
peran
sebagai
advokat,
sebagai
individu
yang
perawat
memiliki
harus
berbagai
karakteristik. Dalam hal ini perawat memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit. (Suhaimi, E. Mimin. 2002) 2.8.2
Peran advokat keperawatan: Perawat memiliki kewajiban sebagai pelayan kesehatan dalam fungsi advokasi (Suhaimi, E. Mimin. 2002), yang terdiri dari : 1. Melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum. 2. Memberikan informasi sesuai yang dibutuhkan, seperti : a.
Penyakit yang dideritanya
b.
Tindakan medik apa yang hendak dilakukan
c.
Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya
d. Alternatif terapi lain beserta resikonya e.
Prognosis penyakitnya
f.
Perkiraan biaya pengobatan/rincian biaya atas penyakit yang dideritanya
g.
Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur;
h.
Hak untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi
15
i.
Hak menyetujui/ memberi izin persetujuan atas tindakan yang
akan
dilakukan
oleh
perawat/
tindakan
medik
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya (informed consent) j.
Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya
k.
Hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
l.
Hak menjalankan ibadah sesuai agama/ kepercayaan yang mengganggu pasien lain
m. Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di rumah sakit n.
Hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya
o.
Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual
p.
Hak didampingi perawat keluarga pada saat diperiksa dokter
q.
Hak untuk memilih dokter, perawat atau rumah sakit dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan
r.
Hak atas rahasia medic atau hak atas privacy dan kerahasian penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya
s.
Hak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opion), terhadap penyakit yang dideritanya dengan sepengetahuan dokter yang menangani.
3.
Membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.
4.
Memberi bantuan mengandung dua peran, yaitu
peran aksi
peran nonaksi. a.
Peran Aksi
: Memberi keyakinan pada pasien bahwa
mereka punya hak dan tanggungjawab dalam menentukan keputusan/pilihan
16
b.
Peran Non Aksi: Menahan diri untuk tidak mempengaruhi keputusan klien
2.8.3 Perawat Sebagai Advokat pada Emboli Paru Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu keluarga manyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan,
pencegahan
penyakit,
penyembuhan
serta
pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien dengan Emboli Paru.Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kompetensi yang dimilikinya untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan emboli paru. Dalam
kewenangan
perawat
mempunyai
tujuh
tanggungjawab
professional yaitu :pemberi pelayanan, pendidik, konselor, peneliti, kolaborator,dan agen perubahan.(Suhaimi, E. Mimin.2002) Tenaga
kesehatan
khususnya
keperawatan,
harus
dapat
membantu menyelesaikan masalah yang ditimbulkan penyakit ini agar klien yang menderita penyakit emboli paru dapat sembuh. Oleh karena itu tindakan pencegahan, pengobatan, serta pemulihan kesehatan untuk penyakit emboli paru perlu diperhatikan agar kejadian penyakit emboli paru dan komplikasinya dapat dikurangi. 2.9 Penatalaksanaan Medis Tujuan pengobatan adalah menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pembentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencakup beragam modalitas seperti terapi antikoagulan, terapi trombolitik, tindakan umum untuk meningkatkan status pernapasan dan vaskular, dan intervensi bedah.(Muttaqin, Arif. 2012)
17
2.9.1 Terapi Ketika pasien mengeluh adanya dispnea akut yang berhubungan dengan nyeri dada pleuritik, perawat menganjurkan pasien untuk diperiksa dokter secepatnya. Perawat berusaha menenangkan hati pasien dan membantu pasien untuk menentukan posisi yang nyaman dengan elevasi kepala pada tempat tidur. Perawat memberikan oksigen dan memeriksa analisis gas darah. .( Somatri, Irman. 2007). 1. Terapi oksigen Terapi oksigen sangat penting untuk pasien dengan emboli paru-paru. Pada keadaan hipoksemia berat mungkin dilakukan pemberian ventilator mekanis dengan pemeriksaan analisis gas darah secara ketat. Pada beberapa kasus lain, oksigen dapat diberikan melalui nasal kanula, kateter, atau masker. Pulse oximetry mungkin berguna dalam memonitor saturasi oksigen arteri,
yang
mana
dapat
menunjukkan
tingkat
dari
hipoksemia.Tindakan lain dilakukan untuk memperbaiki status pernapasan dan vaskular klien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan menghilangkan vasokonstriksi vaskular paru serta mengurangi hipertensi paru. Statis vena dikurangi dengan menggunakan stoking elastis atau alat kompresi tungkai intermiten.
Tindakan
ini
menekan
vena
superfisial
dan
meningkatkan kecepatan darah dalam vena profunda dengan mengarahkan kembali darah melalui vena profunda. Dengan demikian statis vena dikurangi. Meninggikan tungkai (di atas ketinggian jantung) juga meningkatkan aliran vena. Beberapa ahli yakin bahwa penggunaan stoking elastis tidak diperlukan jika tungkai klien ditinggikan. 2. Terapi Antikoagulan Dokter mencegah
biasanya
memberikan
pembesaran
embolus
obat dan
antikoagulan mencegah
untuk
timbulnya
pembentukan bekuan darah baru. Perdarahan aktif, stroke, dan trauma
adalah
memungkinkan
beberapa penggunaan
kontraindikasi antikoagulan.
yang
mungkin
Heparin
biasanya
digunakan jika embolus paru-paru tidak masif (berat) atau tidak
18
memengaruhi keseimbangan hemodinamik. Enzim trombolitik dapat digunakan selanjutnya untuk melisiskan bekuan darah yang ada. Perawat dan dokter perlu memeriksakan nilai Partial Thromboplastin Time (PTT) sebelum terapi dimulai, setiap 4 jam setelah terapi dimulai dan selanjutnya setiap hari. Terapi heparin biasanya berlanjut selama 7-10 hari. Dokter biasanya memberikan terlebih dahulu obat oral seperti Warfarin (Coumadin dan Warfilone), pada hari ke- 3heparin baru diberikan. Terapi kombinasi dari Warfarin dan Heparin diberikan selama protrombin time mencapai 1,5 dan 2 kali nilai kontrol. Dokter biasanya melanjutkan pemberian Warfarin selama 3-6 minggu. 3. Terapi Trombolitik Terapi trombolitik (urokinase dan streptokinase) mungkin digunakan juga dalam mengatasi embolisme peru terutama pada klien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi hemodinamik sirkulasi paru lebih besar, karenanya mengurangi hipertensi paru dan memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan curah jantung. Namun, perdarahan merupakan efek samping yang signifikan. Akibatnya, preparat trombolitik disarankan hanya bagi klien dengan trombus yang mengenai vena popliteal atau vena profundus femur dan pelvis, dan untuk klien dengan embolisme paru masif yang mengenai area signifikan aliran darah ke paru. Sebelum terapi trombolitik dimulai maka PT, PTT, nilai hematrokrit, dan jumlah trombosit harus diperiksa terlebih dahulu. Selama terapi, semua prosedur invasif (kecuali benar-benar penting) harus dihindari, dengan pengecualian pungsi vena yang sangat hati-hati menggunakan jarum no. 22 atau 23 untuk mendapat sampel darah guna memantau efek terapi. Jika diperlukan,
darah
lengkap
segar,
sel-sel
darah
merah,
kriopresipitat, atau plasma beku diberikan untuk mengganti kehilangan darah dan menghambat kecenderungan perdarahan. Setelah infus trombolitik selesai (yang lamanya beragam sesuai dengan agen yang digunakan dan kondisi yang sedang diatasi), klien diberikan antikoagulan.
19
2.9.2 Pengobatan Pada Emboli Paru Embolisme paru-paru yang tidak diobati menimbulkan angka mortalias di rumah sakit sebesar 30%, sedangkan psien yang emboli paru-parunya diobati mempunyai angka mortaliats sekitar 2%, (Towsend, Courtney M, dkk. 2010), pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan emboli paru yaitu : 1. Pengobatan embolus paru-paru mencakup antikoagulasi sistemik dengan heparin, oksigen dan analgesia, cairan intravena mungkin diperlukan. 2. Antikoagulasi oral dapat dimulai dengan warfarin ; durasi terapi warfarin sebaiknya 3bulan atau lebih lama. 3. Penggunaan filter vena cava inferior sebaiknya dipikiran bila antikoagulasi
menyebabkan
peningkatan
resiko
pendarahan
(misalnya, baru menjalani pembedahan), atau pada penderita emboli paru-paru berulang. 4. Pada pasien-pasien yang hemodinamiknya buruk dan hipoksik, trombolitik
(streptokinase
diberikan;asalkan
manfaat
atau
urokinse)
pengaobatan
masih
trombolitik
dapat tersebut
melebihi resiko perdarahan berat. 5. Embolektemi terbuka (bedah) atau venosa (suction) dilakukan untuk mengeluarkan / mengekstrasi atau mengobliterasi bekuan pada pasien – pasien hipoksia yang mengancam nyawa atau yang hemodinamiknya tidak stabil.
2.9.3
Intervensi Medis 1. Intervensi Bedah Embolektomi paru mungkin diindikasikan dalam kondisi jika klien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat napas; jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi; dan jika angiogram menunjukkan obstruksi bagian besar pembuluh darah paru. Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass jantung-paru.
20
Menginterupsi vena kava inferior adalah teknik bedah lain yang digunakan ketika embolisme paru kambuh atau ketika klien tidak toleran terhadap terapi antikoagulan. Pendekatan ini mencegah trombus yang lepas untuk tersapu ke dalam paru agar aliran darah mengalir secara adekuat. Prosedur dapat dilakukan dengan meligasi total vena kava atau memasang klep teflon pada vena kava untuk membagi lumen vena
kava
menjadi
saluran-saluran
kecil
yang
tanpa
menyumbat aliran darah vena. (Muttaqin, Arif. 2012). 2. Intervensi Kadaruratan Embolisme paru masif dapat benar-benar mengancam jiwa klien. Mayoritas klien meninggal akibat embolisme paru masif mengalami penurunan kondisi dalam dua jam pertama setelah kejadian embolik. Penatalaksanaan kedaruratan terdiri atas(Muttaqin, Arif. 2012) : a. Oksigen
nasal
diberikan
dengan
segera
untul
menghilangkan hipoksemia, distres pernapasan, dan sianosis. b. Infus intravena dimulai dengan membuat rute untuk obat atau cairan yang akan diperlukan. c. Dilakukan
angiografi
hemodinamik,
paru,
penentuan
gas
tindakan-tindakan darah
arteri,
dan
pemindahan perfusi paru. Peningkatan tahanan paru mendadak meningkatkan kerja ventrikel kanan sehingga dapat menyebabkan gagal jantung akut sebelah kanan akibat syok kardiogenik. d. Jika
klien
hipotensif,
menderita perlu
akibat
dipasang
embolisme kateter
masif
Indweling
dan untuk
memantau output urine. e. Hipotensi
diatasi
dengan
infus
lambat
dobutamin
(mempunyai efek mendilatasi pembuluh pulmonal dan bronkhi) atau dopamin. f. Hasil EKG dipantau secara kontinu untuk mengetahui gagal
ventrikel
kanan
yang
dapat
terjadi
secara
mendadak.
21
g. Glikosida
digitalis,
diuretik
intravena,
dan
agen
antidisritmia diberikan bila dibutuhkan. h. Darah
diambil untuk
pemeriksaan elektrolit
serum,
nitrogen urea darah (BUN), hitung darah lengkap, dan hematokrit. i. Morfin
intravena
menghilangkan
dosis
kecemasan
kecil klien,
diberikan
untuk
menyingkirkan
ketidaknyamanan didada, untuk memperbaiki toleransi selang endotrakhea, dan memudahkan adaptasi terhadap ventilator mekanik. 2.10 Pemeriksaan Diagnostik Mengingat gelaja embolisme paru yang beragam, maka pemeriksaan diagnostik perlu dilakukan untuk mebedakannya dengan gejala penyakit lainnya. Trombosis vena provunda sangat berkaitan dengan terjadinya embolisme paru. Pemeriksaan diagnostik mencakup Rontgen thoraks, EKG, pemeriksaan vaskuler perifer, pletismografi impedans, gas darah arteri, pemiandaian ventilasi,-perfusi, dan angiografi pulmonal. (Muttaqin, Arif. 2012). 1.
Radiologi Hasil rontgen thoraks biasanya normal tetapi dapat menunjukkan adanya pneumokontriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi, diafragma pada sisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulmoner dan efusi pleura.
2. CT scan Hasil pemindaian perfusi paru memperlihatkan adanya penurunan atau tidak adanya aliran darah. Hasil pemindaian juga menunjukkan adanya abnormalitas perfusi. Jika tidak terdapat kecocokan ventilasi-perfusi (V-Q), probabilitas embolisme paru adalah t inggi. Jika pemindaian paru tidak definitif,, angiografi pulmonal akan menegakkan diagnosis embolisme paru. 3. Analisa Gas Darah Biasanya dengan klien degan embilisme paru didapatkan tekanan PO2 yang rendah, tetapi tidak jarang pula tekanan PO2 tersebut lebih dari 80 mmHg. Tekanan PCO2 tidak begitu penting, tapi umumnya msih berada dibawah 40 mmHg. Menurunnya takanan PO2 disebabkan
22
gagalnya fungsi perfusi dan ventilasi, sedangkan menurunnya PCO2 adalah karena kompensasi hiperventilasi sekunder. 4. Kimia darah Pada embolisme paru masif, dapat ditemukan e dapat ditemukan enzim LDH, SGOT dan CPK yang meningkat, tapi keadaan ini jarang sekali didapat sehingga pemeriksaan ini tiadak banyak arti klinisnya. Pemeriksaan terhadap FDP sedikit lebih berarti karena positif palsu dan negatif palsunya relatif kecil (kurang dari 7%). Nilai FDP akan mencapai puncaknya pada hari ke-3 serangan. Pemeriksaan ini masih kurang praktis karena memerlukan waktu yang lama.
5. EKG Pemerisaan EKG juga tidak spesifiktapi masih dapat membantu sebagai tanda dugaan adanya emboli paru. Bila embolinya masif, 77% penderita akan menunjukkan gambaran EKG seperti pada kor pulmonal akut yang berupa: a)
Adanya strain ventrikel kanan. Disini terdapat gelombang T pada prekordial kanan (V1-V5/V6) terjadi terbalik dan sering berupa cove shape pada infark jantung akut.
b)
Perutaran searah jarum jam. Terdapat gambaran, rS atau RS pad V1-V5/V6. Terdapat SIQ3 dan juga Qr pada aVF dan III serta elevasi ST yang menyerupai infark jantung akut.
c)
Terdapat RBB komplet atupun inkomplet. P pulmonal pada II, III, dan aVE.
d) 2.11
Lain- lain berupa aritmia, takikardia dan atriasflutter.
Pencegahan Emboli Paru Pendekatan yang paling efektif dalam penjelasan embolisme paru adalah mencegah terjadinya trombosis vena profundus. Latihan tungkai aktif untuk menghindari stasis vena, ambulasi dini, dan penggunaan stoking elastis adalah tindakan preventif umum. Dua strategi tambahan berikut ini amat dianjurkan untuk dilakukan, yaitu terapi antikoagulan dan penggunaan alat kompresi tungkai pneumatik intermiten.Klien yang berusia lebih dari 40 tahun dan mengalami hemostasis adalah adekuat,
23
dan mereka yang menjalani bedah mayor abdomen dan thoraks elektif, sering diberikan heparin dosis rendah pasca-operasi untuk mengurangi risiko trombus vena profundus dan embolisme paru pasca-operasi. Dianjurkan bahwa heparin diberikan secara subkutan 2 jam sebelum operasi dan dilanjutkan setiap 8-12 jam sampai klien dipulangkan. (Towsend, Courtney M, dkk. 2010) Heparin
dosis
rendah
dianggap
dapat
meningkatkan
aktivitas
antitrombin III, suatu inhibitor plasma utama dari faktor X pembekuan (regimen ini tidak dianjurkan bagi klien yang mengalami proses trombosis aktif atau mereka yang menjalani bedah ortopedi mayor, prostatektomi terbuka, dan bedah mata atau otak). Koumadin juga dapat digunakan secara
profilaksis
pra-operasi
untuk
mencegah
terjadinya
tromboembolisme. (Towsend, Courtney M, dkk. 2010) Alat kompresi tungkai intermiten sangat bermanfaat dalam mencegah tromboembolisme. Alat tersebut mengembangkan kantung yang secara mekanis menekan tungkai dari betis ke paha, dan meningkatkan arus balik vena. Alat ini dapat dipasang pasca-operatif dan diteruskan sampai klien ambulasi. Alat ini terutama sangat berguna bagi klien yang tidak menjadi kandidat untuk terapi antikoagulan. Insiden emboli paru dapat dilakukan pencegahan dengan cara terbaik untuk menangani pasien yang berpotensi mengalami embolis paru adalah mencegah terjadinya emboli paru itu sendiri (Towsend, Courtney M, dkk. 2010) Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah : 1.
Memberikan latihan aktif/pasif pada daerah kaki untuk mencegah vena statis pada pasien yang bedrest atau pasien post operasi (early ambulation).
2.
Menggunakan stoking elastis untuk menekan vena supervisial dan meningkatkan aliran darah.
3.
Elevasi kaki di atas jantung.
4.
Mencegah adanya tekanan di bawah daerah popliteal (seperti oleh bantal).
5.
Profilaksis heparin.
24
Heparin subkutan paling sering digunakan sebagai profilaksis selama pembedahan dan secara efektif mengurangi tingkat embolisme paru-paru yang fatal 6.
Alat kompresi mekanis untuk merangsang fibrinolisis (stimulasi endotel venosa), efektif untuk pasien-pasien yang tirah baring lama.
2.12
Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan pada klien dengan tujuan untuk pencegahan episode kekambuhan embolisme paru meliputi (Muttaqin, Arif. 2012): 1. Saat penggunaan antikoagulan, perhatikan adakah memar dan perdarahan, coba untuk menghindari benturan terhadap bendabenda yang dapat menyebabkan memar. 2. Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut. 3. Hindari pemakaian laksatif karena dpat mempengaruhi penyerapan vitamin K. 4. Hindari duduk dengan tungkai disilangkan atau duduk terlalu lama. 5. Bila
melakukan
perjalanan
jauhdan
lama,
ubah
posisi
duduk/berbaring klien secara teratur, berikan klien minum dalam jumlah yang cukup banyak untuk menghindari hemokontrasi akibat kekurangan cairan. 6. Laporkan segera apabila feses berwarna gelap seperti ter. 7. Kenakan gelang identifikasi (atau kartu) yang menyatakan klien sedang menggunakan antikoagulan.
25
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EMBOLI PARU
3.1 Pengkajian Peran
penting
perawat
adalah
membantu
meminimalkan
resiko
embolisme paru pada semua klient dan mengidentifikasi mereka yang beresiko tinggi. Perawat harus memiliki tingkat kecurigaan dan kepekaan yang tinggi terhadap embolisme paru pada setiap klien, terutama pada mereka
dengan
kondisi
yang
memberi
kecenderungan
keadaan
melambatnya arus balik vena. Termasuk dalam kondisi ini adalah trauma pada pelvis (khususnya taruma bedah) dan ekstrimitas bawah (khususnya fraktur ttromboemboli sebelumnya vena varikose, kehamilan,n penyakit malignansi. Kondisi ini dapat ditemui pada klien pasca-operatif dan lansia mengalami pelambatan arus vena balik. (Muttaqin, Arif. 2012) Fokus pengkajian keperawatan pada klien dengan embolisme paru bergantung pada (Muttaqin, Arif. 2012) : 1. Ukuran trombus dan area arteri pulmonal yang tersumbat oleh trombus. 2. Keluhan mungkin saja tidak spesifik. 3. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai serangan (onset) mendadak dan bersifat pleuritis. 4. Kadang nyeri substernal bersifat dan menyerupai angina pektoris atau infark miokardium. 5. Dispnea adalah gejala yang paling umum selanjutnya, diikuti dengan takipnea, takikardia, gugup, batuk, diaforesis, hemoptosis, dan sinkop. 6. Embolisme masif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dispnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop, dan kematian mendadak 7. Emboli kecil multipel dapat tersangkut pada arteriola pulmonal terminal dan mengakibatkan infark kecil multipel pada paru. 8. Klien yang beresiko mengalami embolisme paru diperiksa kepekaannya terhadap tanda Homan (Homan’s sign). Pemeriksaan tanda Homan ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya trombosis yang mengancam vena
26
ekstremitas inferior. Untuk memeriksa tanda homan, klien berbaring dalam posisi supine. Tungkai diangkat dan kaki dalam keadaan dorsofleksi. Klien diminta untuk melaporkan bila terjadi nyeri pada betis selama dilakukan pemeriksaan . nyeri yang terasa menandakan Homan (+), yang berarti terdapat trombosis vena profundus. 3.1.1
Identitas Pasien Nama : Umur : Jenis kelamin : Tanggal lahir : Alamat : Pekerjaan : Status :
3.1.2
Riwayat Keperawatan a. Keluhan Utama Nyeri dada tiba – tiba dan sesak napas, Batukdan gugup. b. Riwayat Keperawatan Sekarang Batuk semenjak hari rabu siang dan klien mengkonsumsi obat batuk yang di belinya apotek tapi tiga hari tidak kunjung sembuh dan mendadak klien mengeluh nyeri pada dada, batuk, lemah dan gugup setelah melakukan aktifitas. c. Riwayat Keperawatan Sebelumnya Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang : 1) Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup halhal : a) Usia mulainya merokok secara rutin. b) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari c) Usia melepas kebiasaan merokok. 2) Pengobatan saat ini dan masa lalu 3) Alergi 4) Tempat tinggal d. Riwayat Kesehatan Keluarga
27
Tujuan
menanyakan
riwayat
keluarga
dan
social
pasien
penyakitparu-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu : 1) Penyakit
infeksi
tertentu
:khususnya
tuberkulosa,
ditularkanmelalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakanriwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumberpenularannya. 2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatupredisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthmamungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat. 3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusiudaranya tinggi.Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitiskronik, hanya memperburuk penyakit tersebut. e. Riwayat Kesehatan Lingkungan Lingkungan
pasien
dekat
dengan
pabrik
dan
pemukiman
padatpenduduk yang sangat kumuh. 3.1.3 Pengkajian Persistem a. Sistem pernapasan / respirasi Inspeksi : kesulitan bernapas, peningkatan frekwensi / takipnea penggunaan asesori pernapasan b. Sistem cardiovaskuler Auskultasi : takikardia, penurunan tekanan darah (hipotensi) c. Sistem perkemihan Inspeksi : frekwensi urine menurun. d. Sistem Integumen Inspeksi : berkeringat, kulit pucat. 3.2 Diagnosis Keperawatan 1. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan: a. Obstruksi trakeobronkhial oleh bekuan darah, sekret kental, atau pendarahan aktif. b. Penurunan ekspansi paru-paru. c. Proses peradangan. d. Nyeri. Kemungkinan data yang muncul : a. Perubahan pada kedalaman dan atau jumlah respirasi.
28
b. Dispnea/penggunaan otot aksesori pernapasan. c. Perubahan pergerakan dada. d. Suara napas abnormal misalnya crackles dan wheezing. e. Batuk dengan atau tanpa produksi sputum. 2. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan: a.
Perubahan aliran darah ke alveoli atau sebagian besar paru-paru.
b.
Perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis, kolaps jalan napas/alveolar,
edema
paru-paru/efusi,
dan
sekret
berlebih/perdarahan aktif). Kemungkinan data yang muncul : a.
Ditemukannya dispnea, kelemahan, kecemasan, somnolen, dan sianosis.
b. Perubahan pada nilai ABGs (Analysis Blood Gasses)/pulse oximetry, misalnya hipoksemia dan hiperkapnia. 3. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonar (aktual) dan perifer (risiko tinggi) yang berhubungan dengan : a. Gangguan pada aliran darah. b. Penurunan pertukaran sel. c. Masalah pertukaran pada tingkat alveolar atau tingkat jaringan. Kemungkinan data yang muncul : a. Kardiopulmonar : mismatch ventilasi/perfusi. b. Dispnea. c. Sianosis sentral. 4. Ketakutan/kecemasan (sebutkan tingkatannya) yang berhubungan dengan: a. Dispne berat/ketidakmampuan untuk bernapas normal. b. Persepsi akan mati. c. Perubahan status kesehatan. d. Respons fisiologis terhadap hipoksemia/asidosis. Kemungkinan data yang muncul : a. Kelemahan dan mudah tersinggung. b. Perilaku menyerang atau menarik diri. c. Stimulasi simpatis (eksitasi jantung, pupil melebar, berkeringat, vomiting, dan diare).
29
d. Menangis
3.3 Intervensi dan Rasional 1. Diagnosa Keperawatan 1 Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan nyeri. a. Batasan karakteristik 1) Perubahan ekskursi dada. 2) Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi 3) Penurunan ventilasi semenit 4) Kedalaman bernapas (volume tidal pada orang dewasa 50 ml pada saat istirahat, bayi sampai 6-8 ml/kg) 5) Dispnea 6) Peningkatan diameter anterosposterior 7) Pernapasan cuping hidung 8) Ortopnea 9) Fase ekspirasi memanjang b. Kriteria hasil 1) Nilai dasar frekuensi pernapasan tetap pada 5 kali permenit 2) Kadar GDA tetap normal 3) Pasien merasa nyaman tanpa adanya depresi pernapasan 4) Hasil auskultasi menunjukkan tidak ada suara napas tambahan 5) Pasien menyatakan memahami pentingnya beristirahat dengan sering. c. Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas pasien menjadi efektif. d. Intervensi dan Rasional Intervensi
Rasional
O:
Kaji
dan
pernapasan
catat
status
setidaknya
Untuk mendeteksi tandatanda awal gangguan
setiap 4 jam.
Auskultasi suara napas
Untuk mendeteksi suara napas tambahan
Kaji kadar GDA menurut
30
kebijakan fasilitas
Untuk
memantau
status
oksigenasi dan ventilasi
Kaji nyeri setiap 3 jam
Nyeri dapat menurunkan usaha
bernapas
dan
ventilasi M: Ubah posisi pasien secara
sering.
Untuk
memaksimalkan
kenyamanan.
E:
Ajarkan
teknik
relaksasi
untuk
Untuk
menurunkan
nyeri
dan
ansietas
dan
membantu
menurunkan ansietas. Yang
meningkatkan rasa kontrol
meliputi
diri pasien.
relaksasi
otot
progresif, latihan bernapas, dan meditasi. Bila pasien telah menjalani
pembelahan
dada
abdomen,
Untuk menurunkan nyeri .
Untuk
meyakinkan
penggunaan
alat
atau ajarkan
kepadanya bagaimana cara membebat insisi pada saat batuk atau bergerak. K: Bantu
pasien
menggunakan
dalam spirometer
intensif atau alat lainnya
tepat
sesuai instruksi.
mencegah atelektasis..
Lakukan
vibrasi
dan
untuk membantu mobilisasi
drainase
postural
dapat
dan membersihkan sekresi
meningkatkan
bila diprogramkan.
jalan
obat
dada
nyeri
Berikan
oksigen
sesuai
napas
bersihan dan
usaha
bernapas.
bila
diinstruksikan
membantu
Perkusi,
Berikan
fisioterapi
dan
yang
Untuk
memungkinkan
ekspansi dada maksimal
31
program untuk membantu
Untuk
membantu
menurunkan
distress
menurunkan
distress
pernapasan
yang
pernapasan
yang
disebabkan
oleh
disebabkan hipoksemia.
hipoksemia.
2. Diagnosa keperawatan 2 Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan aliran darah ke alveoli atau sebagian besar paru-paru a. Batasan karakteristik 1) Ansietas 2) Sianosis 3) Pusing 4) Dispnea 5) Hipoksia 6) Keletihan 7) Iritabilitas b. Kriteria hasil 1) Pasien mempertahankan ventilasi yang adekuat. 2) Pasien
melakukan
aktivitas
sehari-hari
tanpa
mengalami
kelemahan atau keletihan. c. Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan sirkulasi pasien stabil. d. Intervensi dan Rasional Intervensi
Rasional
O:
Auskultasi paru setiap 4
jam.
Untuk krepitasi
mendeteksi dan
laporkan
ketidaknormalan.
Pantau tanda-tanda vital,
Untuk perubahan pada
irama jantung, serta GDA
satu
serta
parameter tersebut dapat
Laporkan
hemoglobin.
atau
mengindikasikan
semua
awitan
32
ketidaknormalannya.
komplikasi serius.
M:
Bila pasien tirah baring,
Untuk
mencegah
bantu pasien berubah ke
atelektasis
posisi yang nyaman dan
tertumpuknya cairan di
naikkan
paru
dan
untuk
untuk
meningkatkan
kadar
mencegah jatuh. Biarkan
oksigen darah.
tempat
penghalang tidur
sisi
atau
pasien miring, batuk, dan melakukan napas dalam setiap 4 jam.
Pindahkan pasien secara
perlahan.
Untuk
menghindari
hipotensi ortotastik.
E: Ajarkan
pasien
tentang
Untuk
kemandirian
keamanan di rumah dan di
pasien saat berada di
tempat kerja, meliputi :
rumah
penggunaan
kerja.
sikat
yang
gigi
atau
di
tempat
lembut,
menggunakan
benda
tajam, dan lain-lain. K:
Berikan darah atau produk
Untuk
menyuplai
darah dan pantau reaksi
hemoglobin,
yang tidak diinginkan.
meningkatkan kapasitas darah
yang
membawa
oksigen.
Berikan
obat
kebutuhan pasien.
sesuai
Untuk partisipasi pemberi
meningkatkan pasien
dan
perawatan
dalam perawatan.
3. Diagnosa keperawatan 3
33
Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonar (aktual) dan perifer (risiko tinggi) yang berhubungan dengan penurunan pertukaran sel. b. Batasan karakteristik 1) Kadar gas darah arteri abnormal 2) Aritmia 3) Perubahan EKG 4) Takikardia 5) Krepitasi c. Kriteria hasil 1) Pasien mencapai stabilitas hemodinamik 2) Pasien tidak menunjukkan aritmia 3) Frekuensi jantung tetap dalam batas yang ditentukan pada saat pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari 4) Pasien mempertahankan curah jantung yang adekuat. d. Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan sirkulasi pasien stabil e. Intervensi dan Rasional Intervensi
Rasional
O:
Pantau
dan
dokumentasikan
tanda-
Penurunan jantung,
tanda vital pasien.
frekwensi CVP
dapat
mengindiksikan perubahan arteriovenosa yang
mengarah
pada
perfusi jaringan.
Pantau laju pernapasan
dan suara napas pasien
Peningkatan
laju
pernapasan
dapat
mengindikasikan
bahwa
psien berkompensasi
sedang terhadap
hipoksia jaringan. Pantau
kinase,
kadar
kreatinin
Temuan
abnormal
laktat
mungkin mengindikasikan
dehidrogenase, dan kadar
kerusakan jaringan atau
34
gas darah arteri,
penurunan oksigen
pertukaran dalam
paru
pasien.
M:
Pertahankan terapi
Untuk memaksimalkan
oksigen untuk pasien,
pertukaran oksigen dalam
sesuai program.
alveoli dan pada tingkat sel.
E:
Dorong pasien untuk
Untuk meningkatkan
mengubah posisi dan
kapasitas vital dan
berpartisipasi dalam
menghindari kongesti
aktivitas sesuai kondisi.
paru serta awitan kerusakan kulit.
Dorong pasien untuk
sering beristirahat.
Untuk menghemat energi dan memaksimalkan perfusi jaringan.
K:
Penggunaan obat yang
Pendidikan kesehatan
benar dan kemungkinan
yang efektif mendorong
reaksi merugikan.
pasien untuk berperan aktif dalam pemeliharaan kesehatan.
4. Diagnosa Keperawatan 4 Ketakutan/kecemasan
(sebutkan
tingkatannya)
yang
berhubungan
dengan dispnea berat/ketisakmampuan bernapas normal. a. Batasan karakteristik 1) Peningkatan tekanan darah. 2) Peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernapasan. 3) Suara tremor atau perubahan intonasi suara. b. Kriteria hasil
35
1) Pasien tidak memperlihatkan tanda-tanda fisik atau gejala ketakutan. 2) Pasien mengintegrasikan setidaknya satu mekanisme koping dalam mengurangi rasa takut ke dalam perilaku sehari-hari, seperti menanyakan kemajuan terapi atau membuat keputusan tentang perawatannya. c. Tujuan Pasien merasa nyaman dalam kondisi apapun. d. Intervensi dan Rasional Intervensi
Rasional
O:
Tugaskan perawat yang
Untuk
sama untuk merawat
mempertahankan
pasien bila
konsistensi pemberian
memungkinkan.
asuhan, meningkatkan rasa percaya, dan mengurangi gangguan khususnya yang berhubungan dengan pemberian asuhan yang multipel.
M:
Libatkan pasien dalam
Untuk memungkinkan
perencanaan dan
pasien mengendalikan
pemberian asuhan.
situasi tersebut dan memulihkan harga dirinya.
E:
Orientasikan pasien ke
Untuk berorientasi
lingkungan sekitar.
terhadap waktu,
Lakukan beberapa
tempat, orang dan
adaptasi untuk
kejadian.
mengompensasi defisit sensori. Tindakan ini untuk meningkatkan
36
kemampuan pasien.
Orientasikan keluarga
Untuk membantu
pada kebutuhan khusus
memberikan dukungan
pasien dan izinkan
yang efektif.
anggota keluarga berpartisipasi dalam memberikan perawatan. K:
Luangkan waktu untuk
Untuk memberikan
bersama dengan pasien
kesempatan kepada
setiap giliran jaga.
pasien mengungkapkan perasaan, menyalurkan emosi, dan memungkinkan penerimaan.
3.4 Implementasi Melaksanakan implementasi keperawatan dari intervensi yang telah ditentukan dengan berdasarkan kode etik keperawatan dengan tujuan untuk memberikan asuhan keperawatan yang intensif untuk mencapai kesembuhan pasien serta melakukan pencegahan untuk mengatasi resiko kekambuhan.
37
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan Emboli paru merupakan oklusi atau penyumbatan bagian pembuluh darah paru-paru oleh embolus. Embolusialah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah.Embolisme paru merupakan keadaan obstruksi pada satu atau lebih arteri pulmonal oleh trombus yang berasal dari suatu tempat dalam sistem vena atau pada jantung sebelah kanan, trombus vena ekstremitas inferior, trombus dari ruang atrium kanan, bisa juga karena hal lain seperti lemak, udara sum-sum tulang, jaringan tropoblas, parasit, akibat tindakan kateterisasi jantung, dan jaringan otak yang terdapat trauma. Embolus paru-paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu trombosit yang berasal dari pembuluh darah vena di kaki. Trobosus terbentuk dari beberapa elemen sel dan fibrin-fibrin yang kadangkadang berisi protein plasma seperti plasminogen. Dalam kasus ini peran perawat sebagai advokat sangat dibutuhkan dalam melakukan asuhan keperawtan pada klien, karena pasien sangat membutuhkan pendukung dan pembelaan dalam hak-hak klien untuk membantu meningkatkan keberhasilan perawatan dan pengobatan pasien. 4.2 Saran Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan untuk memperoleh hasil pelayanan yang berkualitas tinggi dengan memahami uraian tugas dan spesifikasinya serta berdasarkan standar yang berlaku. Perawat bertanggung jawab dalam menangani kasus pasien dengan emboli paru berarti harus menunjukkan kewajibannya sebagai seorang profesional dengan komitmen menempatkan kebutuhan pasien di atas kebutuhannya sendiri
38