PRESENTASI KASUS TB PARU BTA (+) LESI LUAS KASUS BARU PENYEBARAN MILIER
Disusun oleh :
Tessa Septian A. Saidatun Nisa Saddam Husein
G1A212114 G1A212116 G1A212138
Pembimbing : dr. Indah Rahmawati, Sp.P
SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :
TB PARU BTA (+) LESI LUAS KASUS BARU PENYEBARAN MILIER
Pada tanggal,
Oktober 2013
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto
Disusun oleh : Tessa Septian A. Saidatun Nisa Saddam Husein
G1A212114 G1A212116 G1A212138
Mengetahui, Pembimbing
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
2
BAB I LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Nn. M
Usia
: 15 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Status
: Belum menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Sokawangi RT 05, Taman, Pemalang
Tanggal masuk : 28 September 2013 Tanggal periksa : 1 Oktober 2013 No. CM
II.
: 295683
SUBJEKTIF
1.
Keluhan Utama Sesak nafas
2.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSMS pada hari Sabtu , 28 September 2013 pukul 18.45 WIB. Keluhan utama sesak nafas yang dirasakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan sepanjang hari seperti tertindih benda berat di seluruh dada. Sesak dirasakan mengganggu karena saat beraktivitas sedikit saja pasien sudah merasa sesak. Sesak semakin memberat ketika pasien kelelahan dan sedikit berkurang saat pasien istirahat. Pasien telah mengalami sesak sejak 2 bulan yang lalu, namun awalnya kambuh-kambuhan, dan semakin hari semakin memberat. Selain sesak nafas, pasien juga mengeluh batuk berdahak sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, dahak yang keluar berwarna kuning kental. Pasien juga mengaku nafsu makan berkurang, badan lemas, sering demam, serta berat badan yang menurun drastis. 3
3.
Riwayat Penyakit Dahulu Dua minggu sebelum masuk IGD RSMS, pasien berobat ke RS Telogorejo untuk mendapatkan pengobatan terhadap luka operasi usus buntu yang belum menutup. Saat itu juga dilakukan foto rontgen, yang hasilnya pasien memiliki penyakit infeksi pada paru.
Operasi usus
buntu dilakukan di RS Pemalang pada Bulan April 2013. Setelah hasil pemeriksaan
tersebut keluar, pasien tidak langsung diberikan obat
untuk paru karena kondisi pasien yang masih terus menurun.
4.
5.
a. Riwayat keluhan serupa
: disangkal
b. Riwayat mondok
: Ada
c. Riwayat OAT
: disangkal
d. Riwayat hipertensi
: disangkal
e. Riwayat kencing manis
: disangkal
f. Riwayat asma
: disangkal
g. Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga a.
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
b.
Riwayat mondok
: disangkal
c.
Riwayat hipertensi
: disangkal
d.
Riwayat kencing manis
: disangkal
e.
Riwayat asma
: disangkal
f.
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi a. Community Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik. Sebelum sakit, pasien aktif pada kegiatan sekolah. Pasien menyangkal memiliki tetangga yang sering batuk batuk dan sudah lama tidak sembuh-sembuh. b. Home Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Rumah pasien terdiri dari 2 kamar dengan ukuran sedang. Rumah pasien berdinding tembok, 4
ventilasi jarang sekali dibuka, lantai terbuat dari plester dan pencahayaan di dalam rumah kurang. c. Occupational Pasien adalah seorang seorang pelajar sekolah menengah pertama. Pembiayaan kebutuhan sehari-hari dan kesehatan dibiayai oleh kedua orang tua. Aktivitas pasien setiap hari adalah sekolah dan membantu mengerjakan pekerjaan rumah. d. Personal habit Pasien mengaku makan sehari 3 kali dan suka makan dan minum yang manis-manis. Semenjak operasi usus buntu, pasien kehilangan nafsu makan dan hanya melakukan aktifitas minimal di rumah. Pasien mengaku jarang berolahraga.
III.
OBJEKTIF
1.
Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum
: sedang
b. Kesadaran
: compos mentis, GCS = 15 E4M6V5
c. BB
: awal 42 kg turun menjadi 35 kg
d. TB
: 155 cm
e. Vital sign - Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
- Nadi
: 80x/menit
- RR
: 24x/menit
- Suhu
: 36, 6 oC
d. Status Generalis 1)
Kepala -
Bentuk
: mesochepal, simetris
-
Rambut
: warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata, tidak rontok
2)
Nyeri tekan : (-)
Mata 5
3)
4)
5)
6)
7)
-
Palpebra
: edema (-/-) ptosis (-/-)
-
Konjungtiva
: anemis (-/-)
-
Sclera
: ikterik (-/-)
-
Pupil
: reflek cahaya (+/+), isokor
-
Exopthalmus
: (-/-)
-
Lapang pandang
: tidak ada kelainan
-
Lensa
: keruh (-/-)
-
Gerak mata
: normal
-
Tekanan bola mata
: nomal
-
Nistagmus
: (-/-)
Telinga -
otore (-/-)
-
deformitas (-/-)
-
nyeri tekan (-/-)
Hidung -
nafas cuping hidung (-/-)
-
deformitas (-/-)
-
discharge (-/-)
Mulut -
bibir sianosis (-)
-
bibir kering (-)
-
lidah kotor (-)
Leher -
Trakhea
: deviasi trakhea (-/-)
-
Kelenjar lymphoid
: tidak membesar, nyeri (-)
-
Kelenjar thyroid
: tidak membesar
-
JVP
: nampak, tidak kuat angkat
Dada a) Paru - Inspeksi
: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-), jejas (-)
- Palpasi
: vocal fremitus kanan = kiri 6
ketinggalan gerak kanan = kiri - Perkusi
: sonor pada lapang paru kiri dan kanan
- Auskultasi : suara vesikuler sama kanan dan kiri suara tambahan rhonki basah halus ditemukan pada kedua lapang paru b) Jantung - Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V LMC sinistra - Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V LLMC sinistra, tidak kuat angkat - Perkusi : batas jantung kanan atas
: SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas
: SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah
: SIC V LPSD
Batas jantung kiri bawah
: SIC V LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-) 8)
9)
2.
Abdomen -
Inspeksi
: datar
-
Auskultasi
: bising usus (+) normal
-
Perkusi
: tympani,tes pekak sisi (-), pekak beralih (-)
-
Palpasi
: hepar dan lien tidak teraba
Ekstrimitas -
Superior
: deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-)
-
Inferior
: deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-)
Pemeriksaan penunjang a. Tes sputum SPS (dilakukan di RSMS) (sewaktu, pagi, sewaktu) : -++ b. Foto rongten thoraks (dilakukan di RSUD Pemalang) -
Infiltrat luas pada kedua lapang paru
-
Penyebaran milier
7
c. Pemeriksaan darah lengkap (dilakukan di RSMS) 28 September 2013 Darah lengkap
Hemoglobin
: 11,2 g/dl
Leukosit
: 11210 uL
Hematokrit
: 34%
Eritrosit
: 3,9 10^6/uL
Trombosit
: 309.000/uL
MCV
: 88,4 fL
MCH
: 28,9 pg
MCHC
: 32,7%
RDW
:-%
MPV
: 8,9 fL
HitungJenis
Basofil
: 0.1%
Eosinofil
: 0.2%
Batang
: 1.00%
Segmen
: 84.5%
Limfosit
: 6.3%
Monosit
: 7.8 %
Kimia Klinik
Total Protein : 5.33 g/dL Albumin
: 2,67 g/dL
Globulin
: 2.66 g/dL
SGOT
: 40 U/L
SGPT
: 55 U/L
Ureum
: 8.1 mg/dL
Kreatinin
: 0.42 mg/dL
Glukosa Sewaktu: 97 mg/dL IV.
ASSESSMENT
1. Diagnosis Klinis: TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru penyebaran milier 8
2. Diagnosis Banding V.
PLANNING
1. Diagnosis Kerja: TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru penyebaran milier 2.
Rawat inap
3.
Terapi a. Farmakologi -
O2 4 LPM NK
-
IVFD D5 + aminofilin 1:1 20 tpm
-
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
-
Inj. Methyl prednisolon 2x62,5 mg IV
-
Inj. Ranitidin 2x1 amp
-
Po. OAT 4 FDC 1x2 tab
-
Po. Neurodex 1x1 tab
b. Non Farmakologi -
Edukasi
pasien
dan
keluarga
tentang
penyakit
TB,
pengobatan, penularan, dan komplikasinya. -
Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
-
Screening pada anggota keluarga yang lain untuk tindakan pencegahan dan pengobatan lebih awal jika keluarga lain sudah tertular.
-
Edukasi tentang kebersihan lingkungan rumah, seperti buka ventilasi sesering mungkin agar sinar matahari dan udara masuk.
4.
Pemeriksaan Penunjang a.
Periksa sputum SPS (sewaktu, pagi, sewaktu)
b.
Pemeriksaan darah lengkap -
Hb, Ht, Leukosit, Eritrosit, Trombosit, MCV,MCHC, hitung jenis leukosit
-
Kimia klinik 9
(Albumin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, GDS)
5.
c.
Periksa radiologi : foto thoraks PA
d.
Uji kultur bakteri
e.
Uji resistensi obat OAT
Monitoring a. Keadaan umum dan kesadaran b. Tanda vital c. Evaluasi klinis -
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan, selanjutnya tiap 1 bulan
-
Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi
-
Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik
d. Evaluasi bakteriologis -
Sebelum pengobatan dimulai
-
Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
-
Pada akhir pengobatan
e. Evaluasi radiologi
f.
-
Sebelum pengobatan dimulai
-
Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
-
Pada akhir pengobatan
Evaluasi efek samping -
Periksa fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin)
-
Periksa fungsi ginjal ( ureum, kreatinin)
-
Periksa GDS
-
Pemeriksaan visus
g. Evaluasi keteraturan obat 6.
Prognosis Keberhasilan kesembuhan penyakit tuberkulosis tergantung pada: a.
Kepatuhan minum obat
b.
Komunikasi dan edukasi serta pengawasan minum obat (PMO) 10
c.
Umur pasien
d.
Penyakit yang menyertai
e.
Resistensi obat
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
11
BAB II PEMBAHASAN
1.
Penegakan Diagnosis TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru penyebaran milier
a.
Anamnesis 1)
Keluhan utama : Sesak nafas
2)
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSMS pada hari Sabtu , 28 September 2013 pukul 18.45 WIB. Keluhan utama sesak nafas yang dirasakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan sepanjang hari seperti tertindih benda berat di seluruh dada. Sesak dirasakan mengganggu karena saat beraktivitas sedikit saja pasien sudah merasa sesak. Sesak semakin memberat ketika pasien kelelahan dan sedikit berkurang saat pasien istirahat. Pasien telah mengalami sesak sejak 2 bulan yang lalu, namun awalnya kambuh-kambuhan, dan semakin hari semakin memberat. Selain sesak nafas, pasien
juga mengeluh batuk berdahak
sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, dahak yang keluar berwarna kuning kental. Pasien juga mengaku
nafsu makan
berkurang, badan lemas, sering demam, serta berat badan yang menurun drastis. Dua minggu sebelum masuk IGD RSMS, pasien berobat ke RS Telogorejo untuk mendapatkan pengobatan terhadap luka operasi usus buntu yang belum menutup. Saat itu juga dilakukan foto rontgen, yang hasilnya pasien memiliki penyakit infeksi pada paru. Operasi usus buntu dilakukan di RS Pemalang pada Bulan April 2013. Setelah hasil pemeriksaan
tersebut keluar, pasien tidak
langsung diberikan obat untuk paru karena kondisi pasien yang masih terus menurun.
12
b.
Pemeriksaan Fisik Pulmo Inspeksi
: Dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-)
Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
Palpasi
: Apex: Vocal Fremitus kanan=kiri Basal:Vocal Fremitus kanan=kiri
Auskultasi
: Suara dasar vesikuler pada apex dan basal paru, wheezing(-) ronkhi basah halus (+), ronkhi basah kasar (-)
Hasil pemeriksaan fisik dalam status lokalis pulmo, suara tambahan wheezing tidak ditemukan pada pasien karena tidak terdapat obstruksi pada saluran napas pasien. Suara ronkhi ditemukan pada pasien karena adanya sekret didalam saluran napas. c.
Pemeriksaaan Penunjang Cek sputum tanggal 30 September 2013
BTA I (-) BTA II (+) Foto Thoraks AP 16 September 2013
Pulmo: corakan vaskuler meningkat, tampak bercak pada lapang paru kanan dan paru kiri, penyebaran milier, menunjukkan gambaran TB paru lesi luas dengan penyebaran milier.
2.
Tindak Lanjut Penanganan Pasien
Pasien mendapat terapi OAT kategori I (2 RHZE/ 4 RH) karena pasien termasuk dalam tipe BTA (+) kasus baru lesi luas penyebaran milier, belum pernah mendapatkan pengobatan OAT sebelumnya, serta memiliki gambaran
radiologi lesi luas. Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi,
pengobatan disesuaikan dengan uji resistensi. Beberapa gambaran demografik dan riwayat penyakit dahulu dapat memberikan kecurigaan TB paru resisten obat, yaitu: a.
TB aktif yang sebelumnya mendapat terapi, terutama jika terapi yang diberikan tidak sesuai standar terapi
b. Kontak dengan kasus TB resistensi ganda c.
Gagal terapi atau kambuh 13
d. Infeksi human immnodeficiency virus (HIV) e.
Riwayat rawat inap dengan wabah MDR TB
Pasien yang mengalami resistensi terhadap dua obat utama OAT yaitu rifampisin dan isoniazid dinyatakan sebagai kasus MDR (multi drug resistence). Pasien ini belum dapat dinyatakan MDR karena tidak dilakukan uji resistensi dengan alasan biaya, sehingga tindakan yang dapat dilakukan adalah melakukan fase intesif dan lanjutan kategori dua yang selanjutnya dievaluasi. Sebelum memasuki fase lanjutan, pasien harus menjalani pemeriksaan meliputi keadaan klinis, bakteriologis sputum, radiologi thoraks dan efek samping obat. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya diperiksa setiap 1 bulan. Tetapi apabila pada pasien dilakukan uji resistensi dan dinyatakan MDR TB, dasar pengobatan terutama untuk keperluan membuat regimen obat-obat anti TB WHO guidelines membagi obat MDR-TB menjadi 5 group berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu sebagai berikut (World Health Organization, 2008): 2 a.
Grup pertama, pirazinamid dan ethambutol, karena paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Obat lini pertama yang terbukti sebaiknya digunakan dan digunakan dalam dosis maksimal.
b.
Grup kedua, obat injeksi bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin), jika alergi digunakan kapreomisin, viomisin. Semua pasien diberikan injeksi sampai jumlah kuman dibuktikan rendah melalui hasil kultur negative
c.
Grup ketiga, fluorokuinolon, obat bekterisidal tinggi, misal levofloksasin. Semua pasien yang sensitif terhadap grup ini harus mendapat kuinolon dalam regimennya
d.
Grup empat, obat bakteriostatik lini kedua, PAS (paraaminocallicilic acid), ethionamid, dan sikloserin. Golongan obat ini me mpunyai toleransi tidak sebaik obat-obat oral lini pertama dan kuinolon.
e.
Grup kelima, obat yang belum jelas efikasinya, amoksisilin, asam klavulanat,
dan
makrolid
baru
(klaritromisin).
Secara
in
vitro
menunjukkan efikasinya, akan tetapi data melalui uji klinis pada pasien MDR TB masih minimal. 14
Evaluasi klinis yang perlu dilakukan meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik. Evaluasi bakteriologis sputum (BTA) bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan BTA ini dilakukan pada 3 waktu yaitu, padai akhir bulan ke tiga, pada satu bulan sebelum pengobatan berakhir dan pada akhir pengobatan. Jika pada akhir bulan kedua fase intensif belum ada konversi dahak, maka diberikan fase sisipan selama 1 bulan pemberian RHZE. Evaluasi efek samping obat juga penting dilakukan selama pasien menjalani pengobatan. Hal ini disebabkan obat-obat yang termasuk dalam OAT memiliki banyak efek samping. Apabila memungkinkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati , fungsi ginjal dan darah lengkap sejak awal pengobatan agar dapat digunakan sebagai data dasar untuk melihat penyakit penyerta dan efek samping pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat. Bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. Efek samping ringan yang sering dikeluhkan adalah rasa terbakar dan
nyeri otot pada pemakaian isoniazid, yang dapat dikurangi
dengan pemberian vitamin B kompleks, sindrom flu, sindrom pada abdomen, serta sindrom pada kulit akibat pemakaian rifampisin, serta nyeri sendi pada pemberian pirazinamid,
. Efek samping berat yang sering terjadi adalah
penurunan fungsi hati diakibatkan pirazinamid atau isonoazid dan penurunan visus diakibatkan etambutol. Pasien juga harus diberitahukan bahwa rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan pada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir. Pengobatan simptomatis dapat diberikan untuk mengatasi gejala ringan yang muncul. Pada TB milier, pemberian kortikosteroid tidak rutin hanya diberikan pada keadaan adanya tanda/gejala meningitis, sesak napas, tanda/gejala toksik, serta demam tinggi. Evaluasi yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum/ tidaknya obat tersebut. Ketidakteraturan dalam 15
pengobatan akan menyebabkan timbulnya resistensi. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan obat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkunganya Untuk
menjamin
keteraturan
pengobatan
diperlukan
seorang
Pengawas Minum Obat (PMO). Syarat-syarat PMO antara lain : 3 a.
Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b.
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya. PMO merupakan kunci dari keberhasilan DOTS tersebut. PMO
memiliki beberapa tugas penting yaitu: a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan (6 bulan) b. Memberi dorongan dan semangat kepada pasien berupa nasehat – nasehat c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan ataupun bila terdapat indikasi lain d. Memberi penyuluhan kepada pasien & keluarga pasien mengenai penyakit TB dan mengawasi keluarga pasien yang mempunyai gejalagejala mencurigakan TB agar melakukan pemeriksaan. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: a.
TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
b.
TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.
c.
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
d.
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan). 16
e.
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
f.
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke pelayanan kesehatan.
Selain itu, perlu diperhatikan pula kemungkinan penularan bakteri tuberkulosis ini. Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, kemungkinan penularan pada keluarga pasien sangat besar
sehingga perlu dilakukan
skrining TB paru terhadap mereka.
17
BAB III KESIMPULAN
1. Penyakit TB merupakan masalah kesehatan dunia yang jumlahnya semakin miningkat setiap tahun. 2. Tuberkulosis
merupakan
penyakit
yang
disebabkan
oleh
infeksi
Mycobacterium tuberculosis. 3. Klasifikasi penyakit TB berdasarkan hasil pemeriksaan dahak terbagi menjadi BTA (+) dan (-), sedangkan berdasarkan tipe pasien dibedakan menjadi kasus baru, kambuh, drop out, gagal, kronik, dan bekas TB. 4. Penegakan diagnosis penyakit TB didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 5. Pengobatan TB menggunakan obat anti tuberkulosis yang terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. 6. Edukasi mengenai pengobatan OAT, evaluasi yang akan dilakukan, serta efek samping obat penting bagi pasien, hal ini mendukung kepatuhan minum obat dan cepatnya penanganan apabila terjadi komplikasi. 7. Keberhasilan pengobatan TB berdasarkan kepatuhan minum obat dan penyakit yang menyertai. 8. MDR ( Multi drug Resistant ) menunjukkan Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Wilhan. 2006. Management of MDR TB Current and Future dalam Buku Program dan Naskah Lengkap Konferensi Kerja Pertemuan Ilmiah Berkala. PERPARI.Bandung. 2. World Health Organization . 2008. Guidelines for the programmatic managementdrug – resistant tuberculosis emergency edition ,Geneve. 3. PDPI. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika
19
You're Reading a Preview Unlock full access with a free trial.
Download With Free Trial