PENDAHULUAN
Preeklampsia adalah suatu gangguan multisistem, bersifat spesifik pada kehamilan dan mempunyai ciri khas yaitu terdapatnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan mencapai 20 minggu. Gangguan ini terdapat pada setidaknya 55-7% pada seluruh kehamilan dengan insidensi 23.6 kasus pada 1000 kelahiran bayi di Amerika Serikat. Komplikasi dari hipertensi adalah penyebab ketiga terbesar setelah perdarahan dan embolisme yang menyebabkan kematian pada kehamilan. Preeklampsia dikaitkan dengan peningkatan resiko dari abruptio plasenta, gagal ginjal akut, komplikasi serebrovaskular dan kardiovaskular, pembekuan intravaskular meluas (disseminated intravaskular coagulation) coagulation) dan kematian ibu hamil. Preeklampsia dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu yaitu preeklampsia ringan dan berat. Angka kejadian rekurensi preeklamsia kategori berat lebih kurang 2020-25% pada kehamilan selanjutnya. Karena itu, diagnosa dini dan penanganan tepat dari preeklampsia berat menjadi hal yang sangat penting dan tidak dapat dielakkan lagi, dengan tentunya tidak mengesampingkan diagnosis dan penanganan preeklampsia ringan.
A.
Definisi Preeklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel. Proteinuria adalah tanda penting pada preeklamsia. Proteinnuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick ) secara menetap pada sampel acak urin.
B.
Insiden dan Faktor risiko Isiden preeklamsi sering disebut sekitar 5 persen, walaupun laporan yang ada sangat bervariasi insiden sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis dan karenanya juga predisposisi genetik, sementara faktor lingkungan juga mungkin berperan. Faktor risiko lain yang berkaitan dengan preeklamsia adalah kehamilan multipel, riwayat hipertensi kronik, usia ibu lebih dari 35 tahun, obesitas, dan etnis AmerikaAmerika-Afrika.
C.
Patologi Pada preeklamsia yang berat dan eklamsia dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah organ dan sistem, karena akibat vasospasme dan iskemia. Efek -efek ini dipisahkan menjadi efek pada ibu dan janin, namun kedua efek merugika ini sering terjadi bersamaan. Walaupun terdapat banyak kemungkinan konsekuensi gangguan hipertensi akibat kehamilan, untuk memudahkan, efek -efek tersebut dibahas berdasarkan abalisis terhadap perubahan kardiovaskular, hematologis, endokrin dan metabolit, serta
aliran darah regional disertai gangguan end -organ. Kausa utama gangguan janin adalah berkurangnya perfusi utero plasenta. 1. Perubahan kardiovaskular Gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan meingkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nayat dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara acak iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ekstraseluler, terutama paru. a. Perubahan hemodinamik Hipertensi gestasional timbul pada 24 wanita, dan 20 mengalami preeklamsia. Pada preeklamsia klinis, terjadi penurunan mencolok curah jantung dan peningkatan resistensi perifer. b. Volume Darah Normal wanita hamil pada minggu terakhir, volume darah = 5 liter, tidak hamil = 3,5 liter. Pada preeklamsi 1,5 liter darah ini tidak ada karena vasokontriksi yang
memberat
oleh
peningkatan
permeabilitas
pembuluh
darah
(hemokonsentrasi). Preeklamsi perbedaan ini tidak jelas. Hematokrit yang menurun sebagai akibat perdarahan persalinan pada wanita hamil, atau sebagai akibat destruksi eritrosit. Bila tidak ada perdarahan, intravaskular pada eklamsi tidak berkurang. 2. Perubahan Hematologis Trombositopeni, faktor pembekuan darah menurun, eritrosit cepat hemolisis
3. Perubahan Endokrin dan Metabolik Hipertensi dalam kehamilan menyebabkan penurunan renin, angiotensi II, aldosteron. Dengan retensi Na, hipertensi dan sekresi renin menurun. a. Perubahan Endokrin Angiotensinogen
Renin
Convertin Angiotensin II
Angiotensin I Enzym
Angiotensin II menurun menurunkan aldosteron. Pada wanita normal renin, angiotensi II, aldosteron meningkat. Desoksikortikosteroid (DOC) meningkat pada trimester III yang berasal dari konversi progesteron plasma sehingga tidak berkurang dengan retensi Na dan hipertensi, Vasopressin normal walaupun menurun dalam plasma Atrial natriuretic peptide meningkat selama kehamilan normal, dihasilkan dari regangan dinding atrial akibat ekspansi valume darah. Merupakan vasoaktif dan meningkatkan ekskresi Na dan air dengan menghambat aldosteron, renin angiotensin II, vasopressin. Pada preeklamsi : atrial natriuretic peptida meningkat volume darah meningkat
CO meningkat, menurunkan resistensi vaskuler.
b. Perubahan cairan elektrolit Volume cairan ekstraseluler edema. Wanita dengan kerusakan endotel proteinuria menurun tekanan oncotic plasma cairan intravaskuler ke interstitiel. Elektrolit tidak berubah kecuali bila mendapat terapi diuretik, pembatasan Na, pemberian cairan + oksitosin yang menghasilkan antidiuretik. Edema bukan tanda memberatnya prognosis dan tidak adanya edema bukan berarti outcome lebih baik. Setelah eklamsi bikarbonat menurun karena asidosis metabolik yang dikompensasi dengan respiratory loss dari CO2. 4. Ginjal Preeklamsi : perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun. Asam urat plasma meningkat pada wanita yang berat preeklamsinya. Pada preeklamsi ringan dan sedang
filtrasi glomerulus menurun oleh karena volume plasma menurun kreatinin menjadi 2 kali dari kehamilan normal : 0,5 mg/dL. Pada PEB kreatinin menjadi bebrapa kali lebih besar meningkat yaitu + 2-3 mg/dl oleh karena perubahan intrinsik ginjal yang disebabkan vasospasme berat. Oliguria oleh karena vasospame intrarenal sehingga terapi cairan intravena yang intensif tidak dianjurkan. Dopamin menyebabkan output urine meningkat. Preeklamsi Ca ekskresi menurun karena peningkatan reabsorbsi. Setelah partus, bila tidak ada penyakit yang mendasari dari renovaskular kronik fungsi ginjal kembali sempurna, tapi bila terjadi rekrosis cortikal renal menjadi irreversibel. 5. Hati PEB terjadi ekskresi yang melambat dari bromosulfophthalein dan peningkatan aminotransferase aspartat serum.
-
Hiperbilirubinemia berat
-
Alkaline fosfatase meningkat Peningkatan enzim hati ini akibat periportal hemorrhagic necrosis pada pinggir lobus hati dapat terjadi hepatic rupture yang terdapat di bawah kapsul hepar membentuk subkapsular hematoma.
6. HELLP SYNDROME Keterlibatan hepar pada preeklamsia-eklamsia adalah tanda hal yang serius dan sering disertai oleh tanda-tanda keterlibatan organ lain, terutama ginjal dan otak, bersama dengan hemolisis dan trombositopenia. Keadaan ini sering disebut sebagai sindrom HELLP -hemolsis, peningkatan enzim hati ( Elevated liver enzym), dan penurunan trombosit ( Low Platelet). Outcome pada kehamilan berikutnya pada wanita HELLP syndrome : preeklamsi rekuren, prematur, IUGR, solusio plasenta, seksio sesarea. 7. Otak Manifestasi SSP dapat terjadi 8. Uteroplasenta Perfusion Gangguan perfusi plasenta akibat vasospasme hampir pasti merupakan penyebab utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal yang men yertai preeklamsia. Hamil normal arteriol miometrium : 500m sedangkan pada preeklamsi : 200 m. Metode tak langsung Pengukuran estradiol 17 sebagai konversi De-OH isoandrosteron sulfate oleh plasenta. Pada wanita hamil normal dengan makin tuanya kehamilan jumlahnya (estradiol 17) makin meningkat.
Sedangkan pada preeklamsi : menurun Doppler Velosimetri Hanya sedikit yang normal sirkulasi uteroplasental.
Perubahan Histologis
Ditandai lesi pada arteri uteroplasenta oleh sel busa yang kaya lemak. Pada kehamilan normal
A. spiralis diinvasi oleh trofoblas endovaskuler. Pada preeklamsi endovaskuler trofoblas menyerbu a. spiralis bukan di pembuluh darah miometrium tapi di pembuluh darah desidua. Perubahan preeklamsi pada mulanya : kerusakan endothel, merembesnya plasma ke dinding pembuluh darah, proliferasi sel miointima, nekrosis medial, akumulasi lemak pada sel miontima dan makrofag. Invasi trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi.
D.
Pembagian preeklamsia a) Preeklamsia ringan Preeklampsia ringan dapat ditegakkan diagnosisnya dengan kriteria yaitu : 1. Tekanan darah : 140/90 mmHg -- < 160/110 mmHg Kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan kenaikan diastolik 15 mmHg tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklampsia tetapi perlu observasi yang cermat 2. Proteinuria 300 mg/24 jam jumlah urine atau dipstick 1 +
3. Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali 3
anasarka
b) Preeklamsia berat 1.
Kriteria Diagnosis Himpunan Kedokteran Feto-Maternal POGI dalam Pedoman Pengelolaan Hipertensi pada Kehamilan di Indonesia menyatakan bahwa termasuk ke dalam preeklampsia berat adalah preklampsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda dibawah : 1) Tekanan darah : pasien dalam keadaan istirahat tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg 2) Proteinuria : 5 gr/jumlah urine selama 24 jam. Atau dispstick 4 + 3) Oliguria : produksi urine < 400 – 500 cc/24 jam 4) Kenaikan kreatinin serum 5) Edema paru dan cyanosis 6) Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar dan biasanya diikuti dengan peningkatan enzim hepar dalam serum, menunjukkan 5
tanda untuk terminasi kehamilan
7) Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran nyeri kepala, scotomata, dan pandangan kabur 8) Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanine atau aspartate amino transferase 9) Hemolisis makroangiopatik
3
10) Tombositopenia < 100.000 sel/mm 11) Sindroma HELLP
2. Pembagian Preeklampsia Berat Preeklampsia berat dapat dibagi dalam dua kategori yaitu : a. Preeklampsia berat tanpa Impending Eklampsia b. Preeklampsia berat dengan Impending Eklampsia, dengan gejala-gejala Impending yaitu : nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium dan nyeri kuadran kanan atas abdomen.
3. Pengelolaan Preeklampsia Berat Tujuan pengelolaan preeklampsia ialah : a. Mencegah terjadinya eklampsi b. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup yang besar c. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya dan jangan sampai menyebabkan penyakit pada kehamilan dan persalinan berikutnya (sectio caesarea menambah bahaya pada perhamilan dan persalinan berikutnya) d. Mencegah hipertensi yang menetap Pengelolaan preeklampsia dapat berupa pengobatan jalan dan di Rumah Sakit. Pengobatan jalan hanya mempunyai tempat kalau preeklampsia ringan sekali misalnya kalau tensi kurang dari 140/90 mmHg dan edema serta proteinuria tidak ada atau ringan sekali. •
Anjuran diberikan pada pasien semacam ini adalah :
a. Istirahat sebanyak mungkin di rumah b. Penggunaan garam dikurangi c. Pemeriksaan kehamilan harus 2 kali seminggu d. Dapat juga diberikan sedativa dan obat-obat antihipertensi e. Mengetahui tanda-tanda bahaya •
Pengobatan di Rumah Sakit indikasinya ialah : a. Tensi 140/90 atau lebih b. Proteinuria positif kuat ( ++ ) c. Tambah berat 1½ kg atau lebih dalam seminggu
•
Di Rumah Sakit harus dilakukan pemeriksaan dan observasi yang teliti : a. Sakit kepala, gangguan penglihatan dan edema jaringan dan kelopak mata harus ditanyakan dan dicari, karena merupakan tanda akan terjadinya impending Eklampsia b. Berat badan ditimbang sekali dalam dua hari untuk mengetahui ada atau tidak perubahan berat badan yang abnormal c. Tekanan darah diukur sekali tiap empat jam kecuali pada malam hari kalau pasien tidur d. Cairan yang keluar dan masuk diukur dan dicatat untuk mengetahui terjadinya retensi urine atau tidak e. Pemeriksaan urine tiap hari; proteinuria ditentukan kuantitatif, dari hasil yang didapat kita akan bisa menentukan seberapa parah kerusakan filtrasi 5
glomerulus ginjal ( berbanding lurus dengan kenaikan kreatin plasma ) f. Pemeriksaan retina
g. Pemeriksaan darah Selanjutnya perawatan dan pengobatan dilakukan sebagai berikut : a. Istirahat rebah dalam kamar yang tenang dan tidak silau b. Makanan yang sedikit mengandung garam (3 Gram sehari); protein harus cukup c. Cairan yang diberikan ± 3000 cc d. Berikan sedasi kuat selama 24 jam untuk mencegah kejang-kejang, misalnya dengan menyuntikkan morphine 20 mg disusul dengan barbiturat (luminal sodium 100 mg tiap 6 jam), walau tindakan ini sudah ditinggalkan karena ikut menimbulkan efek sedasi pada janin. •
Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut : a. Pertama
adalah
rencana terapi
pada
penyulitnya
:
yaitu
terapi
medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya yang tergantung umur kehamilan. Sikap terhadap kehamilannya dibagi dua, yaitu : 1) Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu artinya : kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa. 2) Aktif; Agresif, dengan indikasi a) Bila umur kehamilan 37 minggu artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
b) Adanya gejala impending eklamsi c) Laboratorik : Adanya HELLP syndrome: kenaikan SGOT, SGPT, LDH, Trombositopenia 150.000/ml. d) Janin : Adanya tanda – tanda gawat janin atau hipoksia
3. Terapi Aktif a. Pengobatan medisinal 1) Infus larutan Ringer Laktat 2) Pemberian MgSO4 Cara pemberian MgSO4 : a) Pemberian melalui intravena secara kontinyu ( dengan menggunakan infusion pump)
Dosis awal : 4 gram ( 20 cc MgSO 4 20 % ) dilarutkan kedalam 100 cc ringer laktat, diberikan selama 15 – 20 menit
Dosis pemeliharaan : 10 gram ( 50cc MgSO4 20% ) dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1 – 2 gram/jam ( 20 – 30 tetes per menit ) b) Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :
Dosis awal : 4 gram MgSO4 ( 20 cc MgSO4 20% ) diberikan secara i.v. dengan kecepatan 1 gram/ menit
Dosis pemeliharaan : Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram ( 10 cc MgSO4 40% ) i.m. setiap 4 jam tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m. untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas. Syarat – syarat pemberian MgSO4:
a) Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % ( 1 gram dalam 10 cc ) diberikan i.v. dalam waktu 3 – 5 menit b) Refleks patella ( + ) kuat c) Frekuensi pernafasan ≥ 16 kali per menit d) Produksi urin ≥ 30 cc dalam 1 jam sebelumnya ( 0,5 cc/Kg bb/jam ) Syarat-syarat penghentian MgSO4 a) Ada tanda – tanda intoksikasi b) Setelah 24 jam pasca salin c) Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah (normotensif) 3) Diuretikum Salah satu diuretik yang dapat dipakai adalah golongan thiazid yaitu 7.
diazoxide yang merupakan vasodilator arteiolar yang poten Diuretikum tidak dibenarkan kecuali bila ada : a) Edem paru b) Payah jantung kongestif c) Edema anasarka Tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena dapat memperberat penurunan
perfusi plasenta,
memperberat hipovolemia,
hemokonsentrasi. 4) Anti Hipertensi diberikan bila : a) Tekanan darah : Bila tensi 180/110 atau MAP 126. b) Obat-obat anti hipertensi yang diperlukan:
dan
meningkatkan
Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5mg i.v pelan- pelan selama 5 menit.
Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan. Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:
Nifedipin : 10mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (max 120mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah.
Labetalol 10mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20mg setelah 10 menit, 40mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40mg setelah 10 menit kemudian dan sampai 80mg pada 10 menit berikutnya.
Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10cc larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikkan mula-mula 5cc i.v perlahan-lahan selama 5 menit. 5 menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc dextrose 5% atau martos 10%. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan MAP sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil. 5) Kardiotonika
Indikasi : tanda-tanda payah jantung
Jenis kardiotonik yang diberikan cedilanid-D. Perawatan dilakukan dengan subbagian penyakit jantung. 6) Lain-lain
Obat-obat antipiretik : Diberikan bila suhu rektal > 3 8,5 c. Antibiotika diberikan atas indikasi Anti nyeri, bila pasien karena kontraksi rahim dap at diberikan 50-75 mg 1x saja. Diet, diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan : 1)
Belum Inpartu : Induksi persalinan: amniotomi+tetes oksitosin dengan syarat skor bishop ≥ 8. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan mesoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar bila :
Tidak ada indikasi untuk persalinan per vaginam
Induksi persalinan gagal
Terjadi maternal distres
Terjadi fetal distres
Bila umur kehamilan < 33 minggu
2)
Sudah Inpartu
Perjalanan persalinan diikuti dengan Grafik Friedman
Memperpendek kala II
Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distres dan fetal distres
Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar
Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak dianjurkan anestesia umum
Kala I
Fase Laten : Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor bishop ≥ Fase Aktif :
Amniotomi
Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin
Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, pertimbangkan S.C.
Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit setelah pemberian pengobatan medisinal
Kala II
Pada persalinan pervaginam diselesaikan dengan partus buatan.
Pengelolaan Konservatif
1)
Indikasi : Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsi dengan keadaan janin baik. 16
2)
Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal Mg SO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja (MgSO4 40% 8 gram i.m). Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
3)
Pengelolaan Obstetrik Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk memantau kesejahteraan janin, pemeriksaan air ketuban dengan amniocentesis dan amnioskopi (dilakukan setelah minggu ke 32 diilangi tiap 2 hari, cephalometri mengukur diameter biparietalis sehingga induksi persalinan pada anak yang terlalu kecil dapat dihindarkan (>9 cm), kardiografi, dan penentuan estrogen dalam urine. Bila setelah 2 x 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif. Proses terminasi kehamilan aktif diatas masih menuai kontroversi dikalangan praktikan. Penelitian di Bangladesh membuktikan bahwa pada kasus tertentu dengan pengawasan dan observasi yang teliti dan ketat, kehamilan pada preeklampsia berat dan eklampsia dapat dilanjutkan dengan tujuan untuk mencapai kematuran janin tanpa meningkatkan resiko pada ibu janin. Dengan rata -rata mempertahankan kehamilan dalam kurun waktu 13,27 hari (cakupan 3 -35 hari), dari 51 bumil yang diteliti terdapat 32 bayi lahir dengan selamat dengan prosentase 62.75% dan hanya 1 yang meninggal 5 menit setelah lahir.
17
PENCEGAHAN PREEKLAMSI (8)
Oleh karena sampai pada saat ini penyebab utama preeklamsi masih belum diketahui, maka upaya pencegahannyapun masih belum memuaskan. Pada dasarnya upaya pencegahan secara umum dapat dibagi ke dalam tiga tahap menurut perlangsungan penyakit tersebut, yaitu : 1. Pencegahan primer yaitu upaya untuk menghindari terjadinva penyakit dengan jalan menghindari atau menghilangkan faktor risiko atau faktor predisposisi. Pada preeklamsi, faktor risikonya antara lain primigravida, umur yang ekstrim, kehamilan kembar, anak besar, penyakit vaskuler kronis, penyakit ginjal, mola hidatidosa, hidrops fetalis, dan DM. Upaya pencegahan primer dengan cara menghindari kehamilan yang disertai faktor risiko, sering tidak mungkin dilakukan, misalnya karena harus menghindari kehamilan nulipara atau umur yang ekstrim. 2. Pencegahan sekunder. Pada tahap ini, belum terlihat gejala klinisnya namun telah terjadi proses pato- biologis awal akibat penyakit ini. Dengan demikian, intervensi pada tahap ini dapat mencegah berkembangnya dan memberatnya penyakit tersebut. Pada preeklamsi, walaupun belum terlihat gejala trias hipertensi, proteinuri dan edema, uji diagnostik untuk deteksi dini seperti, tes tidur miring (roll over test), tekanan arteri rata rata (MAP), USG telah tampak hasil yang patologis. Pada umumnya upaya pencegahan yang dikenal pada saat ini adalah upaya pencegahan pada tahap ini 3. Pencegahan tertier yaitu upaya pencegahan penyakit yang telah disertai gejala klinik dengan tujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat semakin memberatnya penyakit tersebut. Pada preeklamsi (yang telah disertai gejala hipertensi, edema dan proteinuri), intervensi di sini bertujuan untuk mencegah terjadinya eklamsi (kejang) dan
18
komplikasinya berupa kegagalan banyak organ vital (multiple organ failure).
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri dan Ginekologi RSHS. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSHS. Bagian Pertama (Obstetri). 2005. Bandung : RSHS Cunningham, F. Gary. Williams Obstetry. Edisi 23 Jilid 1. 2010. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi kedua. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005 19
Tucker,
D.
Pre-eclampsia
and
Eclampsia.
diambil
dari
situs
http://www.hon.ch/Dossier/MotherChild/complications/complicate_eclampsia.ht ml diterbitkan pada 25 Juni 2002, diakses pada 8 April 2013 Tuffnell, DJ. Shennan, AH. Waugh JJS dkk. The management of Severe preeclampsia / eclampsia
diambil
dari
situs
http://www.rcog.org.uk/
resources/Public/pdf/management_pre_eclampsia_ mar06.pdf diterbitkan pada Maret 2006 dan berlaku hingga Maret 2009. diakses pada 8 Aprl 2013 Wagner, K Lana. Diagnosis and Management of Preeclampsia. diambil dari situs http://www.aafp.org/afp/20041215/2317.html diterbitkan pada 15 December 2004 diakses pada 8 April 2013
20