GAMBARAN ANGKA KEJADIAN PREEKLAMSI BERAT BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU DI RSUD CIERENG KABUPATEN SUBANG PERIODE TAHUN 2014-2016 Sri Hennyati A, S.ST, M.Kes1 Haidir Syafrullah, S.Si., M.Si2 Syahfitri, Amd.Keb1 123 Program Studi Diploma III Kebidanan STIKes Dharma Husada Bandung Jl. Terusan Jakarta No.75 Bandung
ABSTRAK
Preeklampsi berat merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi apabila tekanan darah 160/110 mmHg, proteinuria, dan edema setelah kehamilan 20 minggu akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Subang angka kejadian preeklamsia berat sebesar 49%. Faktor risiko dari preeklamsia berat yaitu usia dan paritas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran angka kejadian preeklamsi berat berdasarkan karakteristik ibu di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 2014-2016. Jenis penelitian yang digunakan berupa deskriptif dengan pendekatan survey deskriptif . Jumlah sampel menggunakan total sampling, yaitu sebanyak 225 orang. Instrumen yang digunakan yaitu data sekunder dari rekam medik untuk pengumpulan data dengan lembar cheklis. Analisis yang digunakan berupa univariat yaitu mendeskripsikan distribusi frekuensi dalam bentuk persentase. Hasil penelitian menunjukkan gambaran angka kejadian prereklmsia berat didapatkan paling banyak usia >36 tahun yaitu 131 orang (58,2%), status paritas ibu paling banyak grandepara yaitu 125 orang (55,6%) dan riwayat penyakit sebelumnya yaitu sebanyak 133 orang (69,6%). Saran untuk petugas kesehatan dapat memberikan pengawasan pada ibu hamil, dengan cara memberikan informasi secara aktif pada ibu tentang usia aman untuk kehamilannya, sehingga dapat menurunkan angka kejadian preeklamsia berat di RSUD Ciereng Kabupaten Subang. Preeclampsia is a disease characterized by the presence of hypertension when blood pressure of 160/110 mmHg apter proteinuria, and edema 20 weeks gestation end of the second quarter to the third quarter. According to the District Health Office Subang incidence of pre-eclampsia by 49%. Preeclampsia risk factors are age, parity, previous illnesses portfolio. This study aims to make description the incidence of serious preeclampsia based on the characteristics of mothers in hospitals Ciereng Subang Regency Period 2014-2016. This type of research is used in the form of descriptive and descriptive survey. The number of samples used the total sampling, as many as 225 people. The instruments used at secondary data from medical record for the data collection sheet cheklis. Univariate analysis used in the form which describe frekuensi distribution in the form of a percentage. The results showed the incidence of serious preeclampsia descriptive obtained at most age> 36 years ie 131 (58.2%), maternal parity status at most grandepara that 125 people (55.6%) and no previous history of as many as 133 people (69,6%). Suggestions for health workers can provide surveillance in pregnant women, by providing information actively to the mother about safe age for pregnancy, which can decrease the incidence preeclampsia in Ciereng Subang Regency hospitals.
Kata Kunci
: Ibu, Paritas, Preeklamsia Berat, Usia, Riwayat Sebelumnya
STIKes Dharma Husada Bandung
1
PENDAHULUAN Kematian ibu adalah jumlah wanita yang meninggal saat hamil atau selama sewaktu hamil dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun melepas dari tuanya usia kehamilan. World Health Organizatuion (WHO) mencatat AKI di dunia yaitu tahun 2016 sebanyak 289.000 jiwa perempuan yang meninggal karena hamil dan melahirkan. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sangat tinggi di tahun 2016 yaitu sekitar 214 per 100.000 kelahiran hidupi. Di Jawa Barat tahun 2016 AKI yaitu mencapai 320,15 per 100.000 kelahiran hidup, hal tersebut diakibatkan oleh perdarahan (28%), preeklampsia (24%) dan infeksi (11%). Preeklampsia adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi apabila tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga. Preeklamsia juga termasuk salah satu kasus gangguan kehamilan ibu yang dapat menjadi penyebab kematian ibuii. Preeklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan dengan tanda-tanda hipertensi yang timbul karena kehamilan. Pada kondisi berat preklamsia dapat menjadi eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang. Indonesia merupakan negara yang tertinggi angka kematian ibu yaitu 248 per 100 ribu kelahiran. AKI dan AKB saat melahirkan dan pascamelahirkan di Kabupaten Subang terbilang masih tinggi. Berdasarkan data yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, pada tahun 2015 setidaknya terdapat 49% ibu meninggal dunia akibat melahirkan. AKB meninggal setelah dilahirkan mencapai 17,2%. Kondisi ini masih menempatkan Subang menjadi urutan kelima dari bawah dari jumlah kabupaten/kota di Jawa Baratiii. AKI di Kabupaten Subang diketahui dari angka jumlah ibu bersalin, tahun 2010 sebanyak 33 kasus dari 26.052 persalinan, tahun 2011 sebanyak 46 kasus dari 27.453 dan tahun 2012 sebanyak 41 kasus dari 27.738, tahun 2013 terdapat 30 kasus dari 27.107 persalinan, pada tahun 2014 terdapat 22 kasus dari 27.501 persalinan, pada tahun 2015 terdapat 20 kasus dari 28.130 persalinan, pada tahun 2016 terdapat 18 kasus dari 28.440 persalinan, yang terdiri dari 4 kasus ibuiv. Penyebab kematian ibu di RSUD Subang pada tahun 2014-2016 yang dilihat dari 2 tahun ke
belakang adalah perdarahan 4 (empat) kasus, PEB 4 kasus, preeklamsia 7 kasus, decomp (kegagalan jantung) 1 kasus dan emboli air ketuban 1 kasus. 4 Preeklampsia merupakan suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita preeklampsia. Akan tetapi, ada beberapa faktor risiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit, primigravida, grandemultigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu dan obesitasv. Selain itu preeklampsia juga merupakan suatu penyakit yang angka kejadiannya di setiap negara berbeda-beda. Angka kejadian lebih banyak terjadi di negara berkembang dibanding pada negara maju. Gejala klinis preeklampsia ringan meliputi kenaikan tekanan darah, proteinuria, dan edema. Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya PEB 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria, dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan atau koma di mana sebelumnya sudah menunjukkan gejala gejala preeklampsiavi. Sebenarnya preeklampsia dapat dicegah dan dideteksi secara dini. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan yang secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia perlu ditangani dengan segera. Penanganan ini dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi5. Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi adalah preeklamsia (PE) yang angka kejadiannya berkisar antara 0,5% 38,4%. Di negara maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6 – 7% dan eklampsia 0,1 – 0,7%. Sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di negara berkembang masih tinggi5. Hal ini disebabkan oleh karena di negara maju perawatan prenatal lebih baik. Preeklampsia ditandai dengan hipertensi disertai proteinuria6. Selain itu faktor risiko dari preeklamsia yaitu usia, paritas. Penelitian yang telah dilakukan yaitu tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil di Rumah Sakit
STIKes Dharma Husada Bandung
2
Roemani Muhammadiyah Semarang. Hasil penelitianya menunjukkan jumlah ibu hamil dengan umur risiko tinggi (<20 atau <35 tahun) sebanyak 25 orang (51%), didapatkan pada ibu primigravida terbanyak yaitu 20 orang (55,6%) dan didapatkan pada ibu yang memiliki riwayat sebelumnya yaitu sebanyak 32 orang (56,1%)vii. Sejalan dengan hasil penelitian lain yaitu tentang faktor risiko kejadian preeklampsia di RSKD ibu dan anak Siti Fatimah Makassar tahun 2011-2012. Hasil penelitiannya menunjukkan umur adalah determinan yang paling berpengaruh terhadap kejadian preeklampsia yaitu paling banyak pada ibu dengan umur 20–35 tahun dan paling sedikit pada usia lebih dari 35 tahun yaitu sebanyak 24,7%viii. Berdasarkan catatan laporan data rekam medik RSUD Subang diketahui kasus PEB terhitungkan dari tahun 2014 sebanyak 73 orang, tahun 2015 sebanyak 75 orang dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 77 orang, dari angka kejadian tersebut mayoritas ibu memiliki karakteritik kurang dari 20 tahun, usia 20-35 tahun dan usia lebih dari 35 tahun, selain itu karakteristik status paritas yaitu primipara, multipara, dan grandepara, kemudian riwayat penyakit yang dikategorikan ada riwayat penyakit dan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya. Faktor risiko tersebut yang berkaitan dengan perkembangan penyakit, primigravida, grandemultipara, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu dan obesitas. Rupanya tidak hanya banyak faktor yang menyebabkan terjadinya preeklampsia berat, melainkan diketahui dari hipertensi itu sendiri yang perlu ditangani sejak dini dan secara tepat maka penyebab morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dapat dikurangi. Apabila anak yang lahir dari ibu preeklampsia berat ketika dewasa memiliki peningkatan risiko hipertensi dan kardiovaskular serta kemungkinan peningkatan preeklampsia berat pada kehamilan mereka sendiri. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran angka kejadian PEB berdasarkan karakteristik ibu di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 2014-2016. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif suatu metode penelitian untuk
mendeskriptif kan atau menguraikan suatu keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat20. Pada penelitian ini untuk melihat gambaran angka kejadian PEB berdasarkan karakteristik ibu di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 2014-2016. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data Pendekatan waktu dalam pengumpulan data menggunakan pendekatan survey deskriptif adalah suatu desain penelitian yang digunakan untuk menyediakan informasi yang menggambarkan tentang prevalensi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran angka kejadian PEB berdasarkan karakteristik ibu di RSUD Ciereng Kabupaten Subang periode tahun 2014-2016. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu20. Variabel adalah subyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel pada penelitian ini yaitu variabel tunggal yaitu karakterisik ibu dengan kejadian preeklamsia yaitu usia, paritas Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian atau obyek yang diteliti20. Populasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 2014-2016 yaitu sebanyak 6446 orang, sedangkan ibu dengan kejadian PEB sebanyak 225 orang. Sampel Sampel adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian. Pengambialan sampel pada penelitian ini yang digunakan yaitu dengan total sampling, yaitu sebagian ibu yang melahirkan di RSUD Kabupaten Subang dengan kejadian PEB tahun 2014-2016 yaitu sebanyak 225 orang.20
STIKes Dharma Husada Bandung
3
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data20. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan data skunder yang dilihat melalui data rekam medik tahun 2014-2016 dengan alat bantu lembar cheklis (√) yang tercatat pada kategori usia, paritaspada ibu dengan angka kejadian preeklamsia.
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui usia ibu dalam angka kejadian PEB paling banyak didapatkan usia >35 tahun yaitu 131 orang (58,2%), usia 26-35 tahun yaitu 59 orang (26,2%), dan <2025 tahun yaitu 35 orang (15,6%).
Teknik pengolahan dan analisis data Proses pengolahan data pada penelitian ini yaitu melalui tahap-tahap sebagai berikut :Editing (Pengeditan Data), Coding (Pengkodean), Data Entry (Pemasukan Data), Cleaning Data (Pembersihan Data)
Status Paritas Ibu Primipara Multipara Grandepara Total
Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat sebagai berikut di antaranya usia ibu, status paritas ibu, dan riwayat sebelumnya yang dilakukan menggunakan rumus persentase frekuensi sebagai berikut: Rumus : 𝒇 𝑷 = 𝟏𝟎𝟎% 𝑵
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui angka kejadian PEB yang dilihat berdasarkan status paritas ibu paling banyak didapatkan grandepara sebanyak 125 orang (55,6%), multipara 66 orang (29,3%) dan primipara 34 orang (15,1%).
Keterangan : P : presentase untuk setiap kategori f : jumlah setiap kategori N : jumlah total responden Setelah dilakukan analisis, maka peneliti memaparkanya dan mendeskripsikanya ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang dikategorikan sesuai variabel usia, status paritas dan riwayat sebelumnya. Selanjutnya setelah dilakukan hasil analisis univariat peneliti membaca sesuai outuput data kemudian disajikan dalam bentuk tabel yang di paparkan dalam bab IV20. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4.1 Gambaran Usia Ibu Dalam Angka Kejadian PEB Di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 20142016 Usia Ibu f % <20-25 tahun 35 15,6 26-35 tahun 59 26,2 >35 tahun 131 58,2 Total 225 100
Tabel 4.2 Gambaran Status Paritas Ibu Dalam Angka Kejadian PEB Di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 2014-2016 f
%
34 66 125 225
15,1 29,3 55,6 100
Diketahui bahwa gambaran riwayat penyakit sebelumnya yang dihitung berdasarkan paritas Multipara dan grandepara yaitu sebanyak 191 ibu, lebih jelasnya dapat telihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.3 Gambaran Riwayat Penyakit Sebelumnya pada Ibu Dalam Angka Kejadian Preeklamsia Berat Di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 2014-2016 (n=191) Riwayat Penyakit f % Sebelumnya Ada Riwayat 58 30.4 Tidak Ada Riwayat 133 69.6 Total 191 100 Berdasarkan tabel 4.3 diketahui angka kejadian preeklamsia menunjukan ada riwayat penyakit sebelumnya sebanyak 58 orang (30,4%) dan tidak ada riwayat sebelumnya sebanyak 133 orang (69,6%).
STIKes Dharma Husada Bandung
4
Pembahasan Gambaran Usia Ibu Dalam Angka Kejadian PEB Di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 20142016 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian preeklamsia dilihat dari usia ibu paling banyak didapatkan usia >35 tahun yaitu 131 orang (58,2%). Hal ini dalam usia >35 tahun artinya terlalu tua untuk hamil, oleh karena itu usia tersebut rentan terhadap preeklamsia berat. Secara teori menyatakan bahwa usia reproduksi optimal bagi seorang ibu hamil antara usia 20-35 tahun, di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinannya. Pada wanita usia muda organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaannya belum bersedia menjadi ibu, sehingga kehamilan sering diakhiri dengan komplikasi obstetrik yang salah satunya preeklampsia17. Kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematin maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun15. Pengawasan pada ibu hamil dengan usia di bawah 36 tahun perlu diperhatikan karena sering terjadi anemia, hipertensi menuju preeklampsiaa/eklamsia, persalinan dengan berat badan lahir rendah, kehamilan disertai infeksi, penyulit proses persalinan yang diakhiri dengan tindakan operasi. Aspek sosial yang sering menyertai ibu hamil dengan usia muda adalah kehamilan yang belum diinginkan, kecanduan obat dan atau perokok, arti dan manfaat antenatal care yang kurang diperhatikan. Aspek sosial dapat menimbulkan kesulitan tumbuh kembang janin dan penyulit saat proses persalinan berlangsung. Kini wanita karier dan terdidik banyak yang ingin hidup mandiri mengejar karier sehingga akan terlambat menikah dan hamil di atas usia 35 tahun. Pengawasan terhadap mereka perlu juga diperhatikan karena dapat terjadi hipertensi karena stres pekerjaan, hipertensi dapat menjadi pemicu pre-eklampsiaa/eklamsia, diabetes melitus, perdarahan antepartum, abortus, persalinan prematur, kelainan kongenital, dan ganggguan tumbuh kembang janin dalam rahim2.
Preeklampsia merupakan penyakit hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan yang ditandai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria setelah minggu ke-20, dan jika disertai kejang disebut eklampsia2. Terdapat banyak Faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, salah satunya adalah umur yang berisiko preeklamsia yaitu lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko pada ibu hamil. Usia ibu hamil yang lebih dari 35 tahun berkaitan erat dengan berbagai komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan, nifas dan juga kesehatan bayi ketika masih dalam kandungan maupun setelah lahir. Usia ibu 20 – 35 tahun ternyata mampu mengurangi risiko kematian ibu karena preeklampsia dibandingkan pada ibu hamil yang berusia >35 tahun. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kelompok usia terlalu muda dan kelompok usia terlalu tua. Usia terlalu muda atau kurang dari 20 tahun dan usia terlalu tua atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor predisposisi terjadinya preeklampsia. Risiko terjadinya kematian karena preeklampsia pada kelompok usia dibawah 20 tahun dibandingkan kelompok usia 20 tahun ke atas. Sedangkan kelompok usia 35 tahun keatas mempunyai risiko meninggal karena preeklampsia dari kelompok 35 tahun ke bawah sedangkan umur ibu hamil < 20 tahun atau > 35 tahun mengalami preeklampsia2. Usia ibu hamil dan kejadian preeklampsia adalah dua hal yang secara teori berhubungan satu sama lain. Tetapi fakta yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang hubungan usia ibu hamil dengan kejadian preeklampsia di RSUD Ciereng Subang didapatkan hasil yang sudah sesuai dengan teori tersebut bahwa usia ibu hamil sangat erat kaitanya dengan kejadian preeklampsia. Usia ibu hamil > 35 tahun dianggap usia yang dikelompokkan dalam kelompok yang berisiko tinggi. Hal ini karena pada usia tersebut berisiko karena dianggap sudah terlalu tua untuk hamil, sehingga secara fisik sudah lemah untuk menanggung beban kehamilan. Usia ibu hamil yang baik berkisar pada usia 20-35 tahun sehingga pada usia tersebut, ibu hamil dapat mengurangi risiko terjadinya preeklampsia, dari faktor risiko tersebut tidak hanya berpaku pada satu faktor risiko, apalagi penyebab pasti dari preeklampsia itu sendiri masih belum diketahui secara pasti sampai saat ini. Hamil
STIKes Dharma Husada Bandung
5
perlu didiagnosa dini untuk mengetahui ada tidaknya preeklamsia2. Disarankan kepada petugas kesehatan hendaknya bidan memberikan konseling kepada semua ibu hamil untuk rutin memeriksakan kehamilannya untuk mencegah terjadinya komplikasi, khususnya preeklampsia. Bidan juga harus teliti dalam mendiagnosis, dan juga segera memberikan intervensi untuk mencegah keparahan dari preeklampsia, agar terciptanya pengawasan dalam kehamilan pada usia aman untuk kehamilan dan persalinan, hendaknya bidan mampu memberikan informasi secara aktif pada ibu yang sudah menikah dengan tidak menunda kehamilanya, serta ditunjang dengan peran serta KB, usia aman di sini yaitu usia reproduksi 20-35 tahun, karena dalam kurun waktu tersebut, reproduksi pada ibu sudah aman dalam menjalani fungsinya dan organ reproduksi sudah sempurna 2. Gambaran Status Paritas Ibu Dalam Angka Kejadian PEB Di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 20142016 Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa status paritas ibu dalam angka kejadian PEB di RSUD Ciereng Kabupaten Subang paling banyak grandepara yaitu 125 orang (55,6%). Hal ini pada grandepara memiliki kecenderungan terjadi preeklampsia dua kali lipat lebih banyak. Hal tersebut membenarkan hasil penelitian ini, ibu yang mempunyai anak >5 memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah dalam kehamilannya yaitu preeklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan berikutnya dibandingkan dengan kehamilan pertama, karena kehamilan berikutnya disebabkan oleh usia yang lebih yang terlalu tua. Secara teori menyatakan tidak sesuai yang menyatakan bahwa primigravida lebih berisiko untuk mengalami preeklampsia daripada multigravida karena preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar vilus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme imunologik pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh HLAG (human leukocyte antigen G) terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu. Primigravida juga rentan mengalami stres dalam menghadapi persalinan
yang akan menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan darah juga akan meningkat17. Kejadian preeklampsia delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3-8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh insidensi dunia, dari 5%-8% preeklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih karena oleh primigravida. Faktor yang mempengaruhi preeklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda16. Berdasarkan pengertian tersebut maka paritas mempengaruhi kunjungan ANC. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi risiko kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. Ibu hamil dengan jumlah anak lebih sedikit cenderung akan lebih baik dalam memeriksakan kehamilannya daripada ibu hamil dengan jumlah anak lebih banyak16. Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati, paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kasus kematian ibu. Paritas pertama berhubungan dengan kuranganya pengalaman dan pengetahuan ibu dalam perawatan kehamilan. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) merupakan paritas berisiko terjadinya preeklampsia. Ibu dengan paritas tinggi (lebih dari 4) sudah mengalami penurunan fungsi sistem reproduksi, selain itu biasanya ibu terlalu sibuk mengurus rumah tangga sehingga sering mengalami kelelahan dan kurang memperhatikan pemenuhan gizinya16. Semua wanita memiliki risiko preeklampsia selama hamil, bersalin, dan nifas. Preeklampsia tidak hanya terjadi pada primigravida/primipara dan pada grandemultipara juga memiliki risiko untuk mengalami eklampsia. Di antaranya pada ibu hamil dan bersalin lebih dari tiga kali. Peregangan rahim yang berlebihan menyebabkan iskemia berlebihan yang dapat menyebabkan preeklampsia17.
STIKes Dharma Husada Bandung
6
Pada grandemultipara sering mengalami stress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi pada grandemultipara menyebabkan peningkatan pelepasan Corticotropic Releasing Hormon (CRH) oleh hipothalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol. Efek kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk berespons terhadap semua stresor dengan meningkatkan respons simpatis, termasuk respons yang ditujukan untuk meningkatkan curah jantung dan mempertahankan tekanan darah. Pada wanita dengan preeklamsia/eklamsia, tidak terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah17. Gambaran Riwayat Penyakit Sebelumnya pada Ibu Dalam Angka Kejadian Preeklamsia Berat Di RSUD Ciereng Kabupaten Subang Periode Tahun 20142016 Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa riwayat penyakit Sebelumnya pada Ibu dalam Angka Kejadian Preeklamsia Berat Di RSUD Ciereng Kabupaten Subang paling banyak pada ibu tidak ada riwayat sebelumnya sebanyak 133 orang (69,6%). Hal tersebut dari sebagian ibu yang tidak memiliki riwayat sebelumnya. Menurut pernyataan petugas di RSUD Ciereng Kabupaten Subang pada ibu yang preeklamsia diakibatkan karena mengkonsumsi jenis-jenis makanan yang kurang baik dikonsumsi ibu hamil seperti yang mengandung lemak berlebih, penggunaan minyak bekas goreng yang berulang-ulang, konsumsi makanan berbahan pengawet dan penggunaan garam atau natrium berlebihan ke dalam masakan. Adanya faktor kurangnya pengetahuan ibu tentang makanan sehat menjadi penyebab ibu hamil ditempat tersebut sebagian besar menunjukan angka kejadian preeklamsia yang dipengaruhi dari pola makannya sendiri, namun ada juga pola makannya sebagian besar ibu yaitu baik, seperti asupan nutrisi yang baik, vitamin yang cukup, dan karena daerah pedesaan sebagian ibu hamil percaya dengan pantangan dalam hal makan seperti pantang makan cumi-cumi, ikan asin, dan makan telur ayam dan telur bebek. Wanita dengan riwayat hipertensi sebelum kehamilan berisiko lebih besar untuk mengalami preeklampsia berat/eclampsia. Ibu hamil dengan riwayat preeklampsia
sebelumnya berisiko mengalami preeklampsia berat/eklampsia 20% lebih tinggi pada kehamilan berikutnya. Ibu hamil dengan riwayat kehamilan kembar berisiko dua kali lebih besar mengalami preeklampsia. Komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan bersalin dipengaruhi oleh status kesehatan sebelum masa kehamilan maupun pada saat kehamilan, dengan demikian, setiap wanita harus dapat menjaga kesehatan reproduksinya di sepanjang daur kehidupan karena akan berpengaruh terhadap kondisi ketika ia hamil dan melahirkan. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 515% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Pada ibu yang memiliki riwayat preeklampsia sebelumnya akan resiko terjadinya preeklamsia lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat sebelumnya. Ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit terutama seperti hipertensi di kehamilan yang lalu ataupun riwayat kesehatannya, memicu terjadinya preeklamsia pada kehamilannya sekarang ataupun mendatang. Hipertensi dalam kehamilan tentu saja dipicu oleh faktor lain yang mempengaruhinya. Ibu hamil dengan riwayat penyakit hipertensi lebih banyak dimasukkan dalam ketegori preeklamsia ringan, jika hanya hipertensi yang diderita, tetapi dapat juga mengalami preeklamsia berat jika melebihi batas syarat pre eklamsia10. Perempuan mempunyai resiko lebih besar mengalami preeklampsia pada ibu yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan dahulu atau yang telah mengidap hipertensi kurang lebih 4 tahun. Seorang ibu hamil yang mempunyai riwayat penyakit sebelumnya mempunyai kecenderungan untuk mengalami preeklampsia berat menyatakan ada kaitan riwayat preeklampsia kehamilan dengan kejadian preeklampsia6. Ibu yang bekerja ketika hamil meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia. Wanita hamil yang bekerja perlu menggurangi stress akibat kerja yang mereka alami. Kondisi di tempat kerja sangat rawan memicu stress yang dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi. Preeklampsia terjadi jika tekanan darah wanita hamil naik sangat tinggi. Akibatnya dapat terjadi komplikasi seperti terhambatnya aliran darah serta memicu terjadinya eklampsia. Jika itu terjadi, ibu hamil dapat mengalami kekejangan yang sangat berbahaya6.
STIKes Dharma Husada Bandung
7
Angka kejadian preeklampsia akan meningkat pada hipertensi kronis, karena pembuluh darah plasenta sudah mengalami gangguan. Faktor predisposisi terjadinya preeklampsia adalah hipertensi kronik dan riwayat keluarga dengan preeklampsi. Bila ibu sebelumnya sudah menderita hipertensi maka keadaan ini akan memperberat keadaan ibu. Status kesehatan wanita sebelum dan selama kehamilan adalah faktor penting yang memengaruhi timbul dan berkembangnya komplikasi16. Riwayat penyakit hipertensi merupakan salah satu faktor yang dihubungkan dengan preeklampsia. Wanita yang lebih tua, yang memperlihatkan peningkatan insiden hipertensi kronik seiring dengan pertambahan usia, berisiko lebih besar mengalami preeklampsia pada hipertensi kronik. Dengan demikian, wanita di kedua ujung usia reproduksi dianggap lebih rentan16. Penanganan preeklampsia berat dan eclampsia 160/110 mmHg dan preeklampsia disertai kejang. Penatalaksanaan pre-eklampsia berat sama dengan eklampsia. Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnnya digunakan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan16. Seperti Memberikan obat antikonvulsan, perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker oksigen, oksigen), melindungi pasien dari kemungkinan trauma,aspirasi mulut dan tenggorokan, membaringkan pasien pada sisi kiri, posisi trelentang untuk mengurangi risiko aspirasi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian tentang gambaran angka kejadian PEB berdasarkan karakteristik ibu di RSUD Ciereng Kabupaten Subang periode Tahun 2014-2016 dapat disimpulkan bahwa : 1. Didapatkan paling banyak angka kejadian PEB pada ibu usia >35 tahun yaitu 131 orang (58,2%); 2. Didapatkan paling banyak status paritas ibu yaitu grandepara sebanyak 125 orang (55,6%); 3. Didapatkan paling banyak pada ibu yang tidak memiliki riwayat sebelumnya yaitu sebanyak 133 orang (69,6%).
Saran 1. Bagi RSUD Diharapkan para petugas kesehatan dapat memberikan pengawasan pada ibu hamil dengan cara memberikan informasi secara aktif pada ibu tentang usia aman untuk kehamilannya, sehingga dapat menurunkan angka kejadian preeklamsia di RSUD Ciereng Kabupaten Subang. 2. Bagi Ibu Hamil Diharapkan pada ibu hamil dapat memperhatikan pola makan yang baik, seperti menghindari makanan yang berlemak tinggi, mengkonsumsi garam berlebih, sehingga angka kejadian preeklmasia pada ibu dapat dicegah. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menemukan faktor lain yang berhubungan dengan PEB, agar penelitian ini dapat dilanjutkan dan menemukan fenomena yang lain dengan tempat dan waktu yang berebeda. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. 2016. Data Kejadian Kematian Ibu Hamil dan Ibu Nifas Seluruh Dunia Tahun 2015-2016. 2. Manuaba. 2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC 3. Dinas Kesehatan Subang. Angka kemtian dan kesehatan kabupaten Subang 2016 4. Profil Kesehatan Kabupaten Subang. Laporan Tahunan. 2016 5. Sastrawinata. 2014. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Jakarta : EGC. 6. Cunningham. 2013. Obstetri Williams. Jakarta : EGC. 7. Wahyuni, Sutrimah, Mifbakhuddin, 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. Diakses dari http://download.portalgaruda.org. Diunduh pada tanggal 20 PEBruari 2017. 8. Russeng, Wahyuny, Syamsiar. 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Di RSKD Ibu Dan Anak Siti Fatimah Makassar Tahun 2011-2012. Diakses dari http://pasca.unhas.ac.id. Diunduh pada tanggal 20 PEBruari 2017. 9. Data Rekam Medik. Data laporan tahunan RSUD Subang. 2016
STIKes Dharma Husada Bandung
8
10. Sarwono. 2014. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo. 11. Indiarti. 2014. Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan,dan Perawatan Bayi. Edisi Revisi. Yogyakarta: Diglossia Media. 12. Bandiyah. 2014. Preeklamsia dan Faktor Risikonya. Jakarta : EGC 13. Wibisono. 2013. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility. Surabaya: Media Grapka 14. Indiarti. 2012. Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan,dan Perawatan Bayi. Edisi pertama. Yogyakarta: Diglossia Media. 15. Billington. 2013. Kegawatan dalam Kehamilan dan Persalinan, Jakarta: EGC. 16. Wiknjosastro. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 17. Notoatmodjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta 18. Royston. 2015. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Jakarta: Biana Rupa Aksara. 19. BKKBN. 2015. Kemenkes, dan ICF International. 2015. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: BPS, BKKBN, Kemenkes, dan ICF International. 20. Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. i
(WHO, 2016) (Manuaba, 2010) iii (Dinas Kesehatan Subang 2016) iv (Profil Kesehatan Kabupaten Subang 2016) v (Sastrawinata, 20 vi (Cunningham, 2013) vii Wahyuni, dkk ( viii Russeng, dkk (2012) ii
STIKes Dharma Husada Bandung
9