Nama : Mutia Mandallassari SGD
:6
NIM
: 31101200266
Bahan Belajar LI LBM 2 “Management of Dental & Supporting Tissue Diseases”
RETREATMENT ENDODONTICS I.
Retreatment Endodontics Definisi
Perawatan ulang saluran akar adalah mengulangi perawatan saluran akar melalui jalan masuk dari mahkota tujuannya untuk membersihkan saluran akar dari iritan yang sebagian besar terdiri dari mikroorganisme yang masih bertahan dari perawatan sebelumnya. Penanganan gagalnya perawatab saluran akar ada 2, konvensional dan bedah. Perawatan saluran akar konvensional adalah perawatan saluran akar ulang atau rtreatment endodontics.
(source source:: perawatan ulang saluran akar pada gigi insisisvus sentralis kiri maksila dengan abses periapikal dan fistula, Lindasari Harahap & Endang Retnowti) Definisi dari perawatan ulang endodontik non bedah adalah perawatan ulang endodontik yang dilakukan setelah perawatan endodontik mengalami k egagalan. Kegagalan yang dimaksud di antaranya adalah masuknya mikroorganisme lewat kebocoran (leakage) pada restorasi bagian mahkota gigi dan mikroorganisme yang masih ada dalam saluran akar karena kurang bersihnya tindakan debridement saluran akar pada perawatan awal endodontik. endodontik . Tindakan debridement yang kurang tuntas ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor operator dan faktor anatomi saluran akar. Faktor operator m aksudnya adalah kurang cermatnya operator dalam proses preparasi saluran akar, sehingga masih meninggalkan kotoran / mikroorganisme. Tetapi yang lebih sering terjadi adalah karena faktor anatomi saluran akar sendiri yang kurang menguntungkan. Saluran akar yang bengkok, sempit, mengeras akan menyulitkan instrument endodontik untuk dapat melakukan pembersihan saluran akar dengan tuntas.
Komplikasi Perawatan Ulang Endodontik Saluran akar yang salah o Pada beberapa kasus saluran akar sulit untuk ditentukan oleh karena restorasi yang masih terpasang. Perawatan saluran akar sebelumnya yang preparasi, pembersihan, dan obturasi yang tidak bagus juga dapat menyebabkan sulitnya mendeteksi saluran akar. Penggunaan foto radiografis dapat membantu mengatasi masalah ini. Saluran akar yang buntu o Saluran akar yang buntu akan mempersulit dalam perawatan ulang endodontic Terjadinya ledge o Dapat terjadi bila preparasi pada perawatan endodontik sebelumnya tidak
o
o
bagus dan menyebabkan pembersihan saluran akar pada perawatan ulang endodontik membuat ledge yang lebih parah. Terjadinya perforasi Pada saat pembersihan dan pembentukan saluran akar dapat terjadi perforasi. Hal ini dapat disebabkan bila dinding saluran akar yang sudah rapuh atau tipis. Instrumen patah Dalam pelaksanaan perawatan ulang endodontik dapat t erjadi patahnya instrumen, terutama pada saat pengeluaran bahan pengisi saluran akar. (Source Source:: Nonsurgical Endodontic Retreatment. Clifford J. Ruddle, DDS. CDA Journal Vol.32, No. 6, June 2004. pp.474-484.
Kemungkinan prognosa dari perawatan ulang endodontik 1. Kista Pada kasus dimana terdapat kista, kemungkinan kambuh sangat besar walaupun telah dilakukan perawatan ulang konvensional yang sangat baik. Dalam hal ini diperlukan perawatan endodontik bedah. 2. Bahan asing di ekstra-radikuler Reaksi tubuh terhadap benda asing misalnya gutta-percha yang keluar dan masuk pada jaringan periapikal. Hal ini mempersulit untuk terjadinya perawatan ulang yang sempurna karena diperlukan teknik untuk membersihkan benda asing yang sudah terlanjur masuk pada jaringan periapikal. 3. Fraktur akar vertikal Pada kasus dimana terdapat fraktur akar vertikal yang tidak ter diagnosa, maka dapat menyebabkan buruknya prognosa dari perawatan ulang e ndodontik. 4. Perforasi akar Pada kasus perforasi akar maka perawatan ulang endodontik non-bedah kurang baik karena adanya faktor kesulitan dalam menentukan lokasi perforasi.
(Source Source:: Why is Retreatment Less Successful than Conventional Root Canal Treatment? Padhraig Fleming.TSMJ Volume 3: Review Articles. Pp.31-35. Macam
1. Perawatan Endodontic Orthograde Definisi : Perawatan endodontik orthograde adalah pengisian saluran akar yang dilaksanakan secara normal melalui akses dari mahkota karena kegagalan perawatan saluran akar dan membutuhkan perawatan ulang. Kanal dibuat dari mahkota ke puncaknya Tujuan : mempertahankan gigi dengan perawatan saluran akar. (source : (source : Kamus Kedokteran Gig. FJ Harty Dab Ogston, 1995) Indikasi 1. Perawatan endodontic yang gagal 2. Waktu terbatas dari penderita 3. Crown yang pecah sehingga mengharuskan restorasi untuk di bongkar Teknik Perawatan Endodontik Orthograde
1. Pra-bedah anestesi lokal dengan 2-3 carpules epinefrin dengan beberapa daerah infiltrasi 2. Hemostatis agent bila diperlukan 3. Menentukan panjang kerja diperkirakan (EWL) dari radiograf pra operasi, diperkirakan panjang yang akurat biasanya 1 mm dari panjang kerja yang benar (TWL) 4. Pasang rubber dam untuk menjepit gigi belakang salah satu yang sedang diakses dan sepotong benang harus dilampirkan ke rubber dam 5. Membuat akses garis lurus 6. Gel EDTA harus dimasukkan untuk mengisi ruangan. untuk membantu menghilangkan penyumbatan saluran akar 7. Pada putaran 500 rpm, masukkan TF 08/25 dan masukkan sekitar 3 mm ke dalam setiap lubang kanal untuk memudahkan access opening 8. Setelah membentuk lubang, file K # 10 precurved dimasukkan apikal untuk menentukan saluran. 9. Precurvature ini adalah sekitar 30 derajat dan ditempatkan di mm 3-4 apikal file. 10. Berurutan dari Kfile 10, 8, 6. jika tidak masuk, akan dilanjutkan melalui apikal (retrograde) (source : Atousa Rashedi. Treatment of Periapical Pathology with Retrograde (source : Endodontic Technique.. 2009)
2. Perawatan Endodontic Retrograde (Bedah) Definisi: perawatan endodontik retrograde, apexectomi, adalah pengangkatan periapikal patologi karena kegagalan perawatan saluran akar dan membutuhkan perawatan ulang. Filling yang ditempatkan di bagian apikal dari akar gigi untuk menutup bagian dari saluran akar segera setelah apikotomi. Juga disebut postresection filing Perawatan ini menjadi pilihan jika retreatment sebelumnya tidak memungkinkan. Jumlah kasus relatif rendah. Prosedur Pembedahan 1. Pra-bedah anestesi lokal dengan 2-3 carpules epinefrin dengan beberapa daerah infiltrasi. 2. Hemostatis agent bila diperlukan 3. Pembuatan flap 4. Pengangkatan jaringan granulasi. 5. Curretage suturing
(source : Atousa Rashedi. Treatment of Periapical Pathology with Retrograde (source : Endodontic Technique.. 2009)
Flap design Ada tiga metode flap yang berbeda : - Intrasulcular flap - Submarginal flap - Semilunar flap atau vertical incision
Tehnik Retrograde Pengisian dari apikal setelah ujung akar dilakukan reseksi. Penggunaan teknik ini dilakukan untuk merawat gigi-gigi dengan saluran akar yang tersumbat, pasak yang tidak dapat dilepas dari saluran akar, dan saluran akar yang tidak dapat dirawat melalui mahkota dengan cara perawatan endodontik konvensional.
(source source : : http://www.ilmukesehatangigi.com )
Alat dan Bahan yang yang digunakan untuk mengambil Gutta perca Alat yang digunakan untuk - File Headstorm (caranya: ditarik searah jarum jam) (source source:: perawatan ulang saluran akar pada gigi insisisvus sentralis kiri maksila dengan abses periapikal dan fistula, Lindasari Harahap & Endang Retnowti) Berbagai pelarut dapat diterapkan untuk menghilangkan residu dari gutta perca, misalnya : - Khloroform - Halotan - Metil kloroform - Xylene - Karbon disulfida - Benzene Pelarut hanya berfungsi sebagai agen sekunder untuk proses pelunakan gutta percha. Setelah pengambilan cor dan sisa akar saluran akar dapat diisi ulang. Restorasi koronal harus sesuaikan dengan morfologi mahkota pasca-terapi. Rekonstruksi konservatif harus segera dilakukan setelah selesai mengisi saluran akar.
KONTRAINDIKASI RETREATMENT PSA
Riwayat penyakit mengenai adanya kegagalan perawatan ulang dan kegagalan bedah apeks Gejala periodontitis yang menetap Sensitivitas terhadap termal yang kemungkinan disebabkan ada salah satu saluran akar yang tidak dirawat dan adanya sinus tract. Radiogram pathosis pathosis atau adanya lesi periodontium yang yang tidak ditanggulangi dengan perawatan saluran akar, ada lesi periapeks yang tidak mengalami penyembuhan setelah perawatan dan fraktur pada akar.
II.
Penyakit periapeks 1. Abses Apikalis Akut
Definisi Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi, yang disertai pembentukan eksudat.
Etiologi Abses apikalis akut disebabkan masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.(ingel)
Gejala Klinis Abses apikalis akut ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak divestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon
Gambaran Histopatologis Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal.
Gambaran Radiologis Ditandai dengan adanya pelebaran membran periodontal di daerah periapikal sebagai akibat dari suatu peradangan. Dalam waktu yang singkat dapat juga menyebabkan demineralisasi dari tulang alveolar dan sekitarnya sehingga terlihat gambaran radiolusen yang meluas disekitar apeks dengan batas yang difus. Lamina dura di daerah apeks gigi terputus. Terlihat adanya pelebaran membran periodontal. Gambaran radiografi memperlihatkan memperlihatkan kerusakan tulang yang jelas meliputi sepanjang permukaan akar gigi sehingga membran periodontalnya sukar untuk dibedakan lagi. Apabila abses ini sudah berjalan cukup lama maka akan terlihat adanya resobsi dari ujung apeks akar gigi. 2. Abses Apikalis Kronis Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses apikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya
fistula
didaerah sekitar gigi yang terkena.
Fistula
merupakan ciri khas dari abses
apikalis kronis.
Fistula
abnormal
terbentuk akibat drainasi abses.
yang
merupakan
saluran
Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon non-sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon Gambaran radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga kerusakan jaringan periradikuler dan interradikuler. 3. Granuloma Periapikal
Definisi
Periapikal granuloma merupakan lesi yang berbentuk bulat dengan perkembangan yang lambat yang berada dekat dengan apex dari akar gigi, biasanya merupakan komplikasi dari pulpitis. Terdiri dari massa jaringan inflamasi kronik yang berprolifersi diantara kapsul fibrous yang merupakan ekstensi dari ligamen periodontal.
Etiologi
Granuloma periapikal dapat disebabkan oleh berbagai iritan pada pulpa yang berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks maupun yang mengenai jar ingan periapikal. Iritan dapat disebabkan oleh organisme seperti: bakteri dan virus; dan non-organisme seperti: iritan mekanis, thermal, dan kimia. Penelitian yang dilakukan terhadap spesimen per iapikal granuloma, sebagian besar merupakan bakteri anaerob fakultatif dan organisme yang tersering adalah Veillonella species (15%), Streptococcus milleri (11%), Streptococcus sanguis (11%), Actinomyces 3 naeslundii (11%), Propionibacterium acnes (11%), dan Bacteroides species (10%). Sedangkan faktor non-organisme adalah karena iritan mekanis setelah root canal therapy , trauma langsung, trauma 1 oklusi, dan kelalaian prosedur endodontik; dan bahan kimia seperti larutan irigasi.
Patogenesis
Patogenesis yang mendasari granuloma periapikal adalah respon system imun untuk mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul melalui pulpa, yang
telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai macam iritan yang dapat menyebabkan peradangan pada pulpa, yang tersering adalah karena bakteri, proses karies yang berlanjut akan membuat jalan masuk bagi bakteri pada pulpa, pulpa mengadakan pertahanan dengan respon inflamasi. Terdapat tiga karakteristik utama pulpa yang mempengaruhi proses inflamasi. Pertama, pulpa tidak dapat mengkompensasi reaksi inflamasi secara adekuat karena dibatasi oleh dinding pulpa yang keras. Inflamasi akan me nyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatnya volume jaringan karena transudasi cairan. Kedua, meskipun pulpa memiliki banyak vaskularisasi, namun hanya disuplai oleh satu pembuluh darah y ang masuk melalui saluran sempit yang disebut foramen apikal, dan tidak ada suplai cadangan lain. Edema dari jaringan pulpa akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang melalui foramen apikal, sehingga jaringan pulpa tidak adekuat dalam mekanisme pertahanan, terlebih lagi edema jaringan pulpa akan menyebabkan aliran darah terputus, menyebabkan pulpa me njadi nekrosis. Ruangan pulpa dan jaringan pulpa yang nekrotik akan memudahkan kolonisasi bakteri. Ketiga, karena gigi berada pada rahang, maka bakteri akan menyebar melalui foramen apikal menuju jaringan periapikal.
Meskipun respon imun dapat mengeliminasi bakteri yang menyerang jaringan periapikal, eradikasi bakteri pada saluran akar tidak dapat dilakukan, sehingga s aluran akar akan menjadi sumber infeksi bakteri. Infeksi yang persisten dan reaksi imun yang terus menerus pada jaringan periapikal akan menyebabkan perubahan secara histologis. Perubahan ini akan dikarakteristikkan dengan adanya jaringan sel yang kaya granulasi, terinfiltrasi dengan makrofag, neutrofil, plasma sel dan elemen fibrovaskular pada jumlah yang bervariasi. Kerusakan jaringan periapikal akan tejadi bersamaan dengan resorbsi dari tulang alveolar.
Gambaran Klinis
Pasien dengan granuloma periapikal umumnya tidak bergejala, namun jika terdapat eksaserbasi akut maka akan menunjukkan gejala seperti abses periapikal. 8
Gambaran histopatologis
Secara histologi, granuloma periapikal didominasi oleh jaringan granulasi inflamasi dengan banyak kapiler, fibroblast, jaringan serat penunjang, infiltrat inflamasi, dan biasanya dengan sebuah kapsul. Jaringan ini menggantikan kedudukan dari ligamen periodontal, tulang apikal dan kadangkala dentin dan sementum akar gigi, yang diinfiltrasi oleh sel plasma, limfosit, mononuklear fagosit, dan neutrofil. 1
Diagnosis
Kebanyakan dari periapikal granuloma ditemukan secara tidak sengaja selama pemeriksaan rutin. Karena granuloma periapikal merupakan kelanjutan dari nekrosis pulpa maka pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tes thermal yang negatif dan tes EPT yang negatif. Pada gambaran radiografi lesi yang berukuran kecil tidak dapat dipisahkan secara klinis dan radiografi. Periapikal granuloma terlihat sebagai gambaran radiolusen yang menempel pada apex dari akar gigi. Sebuah gambaran radiolusensi berbatas jelas atau difus dengan berbagai ukuran yang dapat diamati dengan hilangnya lamina dura, dengan atau tanpa keterlibatan kondensasi tulang. 9
(From Hollender L, Omnell K. 2008. dental radiology pathology6)
Table 1. diferensial diagnosa
Pemeriksaan
Granuloma periapikal
Kista periapikal
Abses periapikal
Nyeri spontan
-
-
+
Tes perkusi
-
-
+
Tes palpasi
-
-
+
Tes vitalitas
-
-
-
Radiologis
Radiolusensi batas jelas
Radiolusensi batas jelas
Radiolusensi difus
Penatalaksanaan
Karena sulitnya diagnosis secara radiografi dan granuloma periapikal mempunyai respon yang baik terhadap penanganan endodontik non pembedahan11, maka pilihan pertama terapi adalah penanganan endodontik konvensional, namun juga dapat diikuti dengan tindakan apicoectomy.4 Apabila lesi menetap setelah beberapa periode lebih dari dua tahun, direkomendasikan penanganan secara pembedahan.
(source source:: Radics T. 2004. the role of inflammatory and immunological processes in development of chronic apical periodontitis. periodontitis . University of debrecen, medical and health science center, faculty of dentistry. (online),
Gambaran Radiologis
Granuloma Periapikal Berkapsul jaringan fibrosa dan berisi jaringan granulasi sehingga pada pemeriksaan radiografi tampak sebagai bayangan yang radiolusen di bagian apeks gigi atau bagian lateral yang berbentuk bundar atau oval. Tampak lamina dura terputus, batas antara daerah radiolusen dengan jaringan tulang yang sehat cukup jelas tetapi tidak setegas batas pada kista. Membran periodontal dalam batas normal.
4. Kista radikular (kista periapikal)
Definisi Kista adalah suatu rongga patologis yang dibatasi epitel, berkapsul jaringan ikat berisi cairan kental, semiliquid atau darah. Kista sejati adalah rongga yang dibatasi oleh epitel.(Larsen, peter E, 2005) Kista epitel rahang penyebab terbanyak pembengkakan yang bersifat jinak pada rahang, dibedakan atas 2 jenis yakni inflamasi dan jenis perkembangan. Kista radikuler merupakan jenis paling sering diantara jenis kista inflamasi dan terjadi pada apeks gigi khususnya terjadi pada orang dewasa. Kista radikuler terbentuk sebagai hasil stimulasi epitel odontogenik (rest (rest of Malassez ) sekitar apeks akar gigi. gigi .(Kahairi A, Khan SA, Amirozi A, 2009) Berbagai bentuk terapi kista rahang telah diuraikan, seperti enukleasi, kuretase, dekompresi, marsupialisasi dan reseksi. Akan tetapi kista dengan ukuran besar merupakan salah satu penyulit dalam penatalaksanaan kista rahang disebabkan karena ekspos yang terbatas dan akses untuk melakukan enukleasi. Prosedur dental telah digunakan untuk penanganan kista maksilaris, kista radikuler dan kista dentigerous. Prosedur ini membutuhkan insisi ginggival dan ekstraksi gigi yang terlibat. Fistula oroantral dan rinosinusitis kronik merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan penanangan dengan prosedur dental. Pada kondisi seperti ini endoskopi kaku kaku dengan pendekatan (Kahairi A, Khan SA, S A, Amirozi A, 2009 ) transnasal dapat digunakan digunakan untuk enukleasi kista. EPIDEMIOLOGI Kista radikular merupakan jenis kista yang paling sering ditemukan pada rahang, sekitar 52%-68% dari seluruh kista yang ditemkan dirahang. Lokasi tersering terjadi 60%
pada maksila dengan frekuensi tersering di maksila terutama region anterior dan mandibula pada region posterior, namun kista ini dapat terjadi di region mana saja di rahang. Insiden tertinggi terjadi pada usia dekade ke-3 dan ke-4 dan jarang terjadi pada anak. Kista radikular lebih banyak ditemukan pada laki-laki sekitar 58% dibandingkan dengan wanita 42%. (Latoo S, Shah AA, Jan SM, Qadir S, Ahmad I, Purra AR, Malik AH 2009. Mathre NP 2002)
ETIOLOGI Kista radikuler dapat terjadi akibat faktor trauma fisik, kimia, atau bakteri sehingga terjadi kematian pulpa yang diikuti oleh stimulasi sel sisa epitel Malassaez yang yang normalnya (Mhatre N.P, 2002) terdapat pada ligamentum periodontal. PATOGENESIS Kista radikuler berasal dari sisa epitel Mallassez ( rest of Mallassez ) pada apeks granuloma atau periapikal gigi non vital yang terstimulasi untuk berproliferasi oleh proses inflamasi. Kista radikuler secara umum terjadi karena infeksi pulpa yang terjadi pada gigi yang karies. Bakteri yang berasal dari sulkus ginggiva atau kantong periodontal mencapai kanal sisa akar gigi melalui pembuluh darah periodontal. Mikroba juga dinyatakan berasal dari nekrosis pulpa melalui sirkulasi sirkulasi darah ( anachoresis). anachoresis). Lingkungan endodontik merupakan habitat untuk tumbuhnya flora khususnya bateri anaerob. Habitat tersebut memiliki sifat-sifat biologis dan patologis seperti : antigenisitas, antigenisitas, aktivitas mitogenik, kemotaksis, enzim hitiolitik, dan aktivasi sel pejamu. Mikroba dan produknya menginvasi saluran akar dan kemudian ke periapeks. Sebagai respon, tubuh memiliki pertahanan tubuh berupa sel-sel tertentu, antibodi, dan molekul efektor. Mikroba dan perlawanan pertahanan tubuh yang terjadi menyebabkan merusakan dari jaringan periapikal dan terentuk berbagai kategori lesi periodontitis apikal. Kista periapikal merupakan sequel langsung langsung dari periodontitis apikal kronis, tetapi tidak setiap lesi kronis tersebut berkembang berkembang menjadi kista. Ada dua jenis kista periapikal yaitu kista yang mengandung rongga yang secara utuh dilapisi oleh lapisan epitel ( true cyst ) dan kista yang mengandung rongga yang dilapisi lapisan epitel yang terbuka ke saluran akar ( bay cyst/pocket cyst ). ). (Latoo S, Shah AA, Jan SM, Qadir S, Ahmad I, Purra AR, Malik AH 2009.)
Patogenesis kista asli ( true cyst ) terjadi dalam 3 fase yaitu : ( Mhatre,N.P, 2002,
Nair P.N.R, 2003 (suhail latoo 2009)
1. fase pertama ( inisiasi) Secara umum telah diketahui bahwa lapisan epitel kista radikuler berasal dari sel sisa epitel Mallassez ( rest of Malassez ) dalam ligamentum periodontal. Sel sisa Malassez yang tertidur ( dormant ) mengawali proliferasi sebagai akibat langsung dari inflamasi, kemungkinan dibawah kendali antigen bakteri, epidermal growth factors, factors, sel-sel mediator, dan metabolit yang dilepaskan oleh berbagai sel yang berdiam pada lesi periodontal. 2. fase kedua ( pembentukan kista) Ada dua teori tentang pembentukan kista 1. Teori defisiensi nutrisi ( Mhathre,N.P, 2002, Suhail latoo,2009. Wray D, 2003) Teori defisiensi nutrisi didasarkan pada asumsi bahwa epitel massa dari sel –sel pada bagian sentral menjadi terpisah semakin jauh akibat perbandingan nutrisi yang berbeda pada lapisan basal, yang terjadi oleh karena gagalnya pemenuhan nutrisi yang adekuat sehingga terjadi degenerasi berbentuk cairan ( liquofaction) liquofaction) dan nekrosis, hal ini menyebabkan terbentuknya suatu rongga berlapis epitel berisi cairan. Alternatif lain berupa sel-sel dapat membentuk lembaran yang mencakup
bagian dari granuloma dengan akibat yang sama berupa pecahnya isi dari granuloma yang terbuka sehingga terbentuk pusat berupa cairan dari kista. 2. Teori abses (Latoo S 2009, Nair P.N.R,2009) Dasar dari teori abses bahwa proliferasi lapisan epitel rongga abses dibentuk oleh jaringan nekrosis nekrosis dan jaringan yang lisis oleh karena karena sifat alami dari sel-sel epitel akan menutupi permukaan yang terpapar oleh jaringan ikat. 3. Fase ketiga pembesaran kista. (mathre 2002, suhail latoo 2009) Dari penelitian terbukti bahwa osmosis memiliki peranan dalam peningkatan ukuran kista. Adanya jaringan nekrotik, eksudat plasma protein, dan asam hialuronat dalam rongga kista mengakibatkan tekanan osmosis cairan kista lebih tinggi dari cairan jaringan sekitarnya sehingga akan menarik cairan masuk kedalam rongga kista menyebabkan ukuran kista membesar. Mekanisme pembentukan kista periapikal bentuk kantong (“ periapical pocket cyst ”) ”) diawali diawali dengan sebuah perluasan yang menyerupai gelembung kecil dari ruang saluran akar gigi yang terinfeksi ke periapikal. Ruang lumen kecil ini (“ microlumen”) ditutup oleh epitel skuamosa bertingkat kemudian bertumbuh dan membentuk leher ( collar ) yang tersusun dari epitel sekitar ujung akar gigi. Epitel berbentuk leher tersebut mengadakan perlengketan ke permukaan akar gigi yang terinfeksi dan di bagian lain lumen kecil berbentuk kistik disekitar periapikal. Hadirnya mikroorganisme pada saluran akar apikal menarik granulosit netrofil melalui proses kemotaksis kedalam mikrolumen. Lumen yang menyerupai kantong membesar untuk menampung debris untuk membentuk divertikulum dari ruang saluran akar ke daerah apikal. (Nair, P.N.R, 1998) Proses resorbsi tulang melibatkan regulasi mediator. Beberapa faktor resorbsi tulang (bone-resorbing factors) telah di isolasi dari kista radikuler seperti prostaglandin (PGE2, PGI2), leukotrin, and kolagenase. IL-1 merupakan sitokin sitokin yang paling aktif dalam dalam perluasan kista melalui efek terhadap proliferasi fibroblast, produksi prostaglandin oleh kasul fibrosis dan psteolisis. Mediator yang terlibat dalam proses inflamasi inflamasi dan resobsi tulang sangat kompleks. Penelitian pada manusia dan binatang menunjukkan proliferasi aktif dari sitokin yang lain seperti IL-6, IL-3, Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF (GM-CSF ) IL-11,IL-17 dan IL-18, memiliki peranan peranan pada patogenesis dan penyakit (Kiss C ,2004, Gervasio, A.M, 2002) ostelitik. DIAGNOSIS 1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisis Anamnesis pasien tidak memperlihatkan gejala apapun karena pada umumnya bersifat asimptomatik, terutama kista radikuler yang kecil. Kista radikuler tidak nyeri jika tidak mengalami infeksi. Beberapa pasien dengan kista radikuler mengeluh rasa sakit walaupun tidak ada bukti adanya infeksi dan tidak ada bukti klinis adanya peradangan akut yang terlihat secara histologis. Sama halnya beberapa pasien secara klinis adanya infeksi akut dan secara histologis adanya inflamasi tetapi mereka tidak mengeluh rasa sakit. (Latoo S, 2009)
Dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya nyeri saat palpasi dan perkusi daerah gigi yang memiliki kista radikuler yang terinfeksi. Pada mandibula, penekanan pada nervus dentalis inferior hampir tidak pernah memberikan reaksi anestesia atau parestesi pada daerah mental, hal ini penting untuk membedakan kista radikuler dengan tumor. ( Alexadridis, C, 2007)
Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi kista radikuler tampak sebagai lesi osteolitik atau radiolusen (berbentuk lingkaran atau oval) dengan batas radiopak yang tegas dengan ukuran yang
bervariasi yang mengelilingi apeks radiks dentis, kecuali jika kistanya terinfeksi maka gambaran radiopak di tepi akan menghilang. ( Alexadridis,C, 2007, Wray, D, 2003)
Gambaran radiologi kista radikuler : 1. Bentuk melingkar atau bulat radiolusen dengan tepi yang radiopak 2. Gambaran radiolusen pada apeks dentin 3. Gigi dan struktur lain yang berdekatan mengalami perubahan tempat Gambaran radiologi kista radikuler yang terinfeksi 1. Rongga kista tampak dengan batas yang tidak jelas 2. Struktur dibelakangnya menjadi tidak tidak terlihat terlihat dan defek tampak seperti terowongan 3. Ruang ligamentun periontal yang mengelilingi gigi menjadi lebar. Kista radikuler hampir seluruhnya dilapisi oleh epitel skuamosa bertingkat tidak berkeratin dengan ketebalan yang bervariasi. Lapisan epitel ini dapat berproliferasi dan mengalami inflamasi atau dalam keadaan tenang dengan berbagai diferensiasi. Dinding kista yang berupa jaringan ikat kolagen dapat diinfiltrasi oleh sel-sel lekosit polimorfonuklear seperti limposit dan netrofil. Pada lapisan epitel kista radikuler dapat ditemukan dalam jumlah kecil ± 10 % hyaline bodies ( bodies ( Rusthon’s hyaline bodies) bodies ) yang berbentuk bulan sabit yang diperkirakan berasal dari perdarahan dalam dinding kista yang mengalami infeksi. (Latoo,S, 2002, Chung,W, 2006 Mhathre, 2002)
PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan endodontik : Lesi perifer termasuk kista radikuler sendiri dapat menghilang apabila agen penyebabnya telah dihilangkan. Sebagian besar kista radikuler dapat disembuhkan dengan “ root canal treatment ”, ”, khususnya kista radikuler dengan ukuran kurang dari 5 mm dan tidak membutuhkan intervensi bedah. (Mhathre, N.P, 2002, Chung, W, 2006)
Pengobatan kista radikuler, sebagai penyakit saluran agar terdiri dari pemberantasan mikroba atau secara subtansial mengurangi jumlah mikroba dari saluran akar dan mencegah infeksi berulang kembali. Perawatan akar gigi memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi walaupun demikian angka kegagalan masih tetap terjadi hal ini disebabkan karena ada saluran akar gigi yang tidak dapat dibersihkan. (Latoo, S, 2002) Pembedahan Ada dua metode pembedahan kista kista : enukleasi ( pengeluaran kantong kista secara keseluruahan) dan marsupialisasi (membuat permukaan rongga kista tetap terbuka). ( wray, D, 2003, Alexandridis, C, 2007
III.
Tanda-Tanda Kegagalan Perawatan Saluran Akar Penentuan berhasil atau tidaknya suatu perawatan diambil dari pemeriksaan klinis dan radigrafis dan histologis (mikroskopis). Hanya temuan klinis dan radiografis yang dapat dievaluasi dengan mudah oleh dokter gigi, pemeriksaan histologis pada umumnya digunakan sebagai alat penelitian (Walton & Torabinejad,1996; T orabinejad,1996; Mardewi, 2003). Tanda-tanda Kegagalan secara Klinis Kegagalan perawatan saluran akar yang dilihat secara klinis yang lazim dinilai adalah tanda gejala klinis, yaitu : (Walton & Torabinejad, 1996; Mardewi, 2003) : 1. Rasa nyeri baik secara spontan maupun bila kena rangsang. 2. Perkusi dan tekanan terasa peka. 3. Palpasi mukosa sekitar gigi terasa peka. 4. Pembengkakan pada mukosa sekitar gigi dan nyeri bila ditekan. 5. Adanya fistula pada daerah apikal.
Tanda-tanda Kegagalan secara Radiografis Kemungkinan kesalahan dalam interprestasi radiografis adalah faktor penting yang dapat merumitkan keadaan. Konsistensi dalam jenis film dan waktu pengambilan, angulasi tabung sinar dan film, kondisi penilaian radiograf yang sama merupakan hal-hal yang penting untuk diperhatikan. Biasa perorangan juga akan mempengaruhi interpretasi radiografis. Perubahan radiologis cenderung bervariasi menurut orang yang memeriksanya sehingga pendapat yang dihasilkan pun berbeda. Tanda-tanda kegagalan perawatan saluran akar secara radiografis adalah adanya (Walton & Torabinejad, 1996; Mardewi, 2003) : 1. Perluasan daerah radiolusen di dalam ruang pulpa (internal resorption). resorption). 2. Pelebaran jaringan periodontium. 3. Perluasan gambaran radiolusen di daerah periapikal.
Tanda-tanda Kegagalan secara Histologis (Mikroskopis) Karena kurangnya penelitian histologis yang terkendali dengan baik, ada ketidakpastian mengenai derajat korelasi antara temuan histologis dengan gambaran radiologisnya. Pemeriksaan histologis rutin jaringan periapikal pasien jarang dilakukan. Tanda-tanda kegagalan secara histologis adalah (Walton & Torabinejad, 1996; Mardewi, 2003) : 1. Adanya sel-sel radang akut dan kronik di dalam jaringan pulpa dan periapikal. 2. Ada mikro abses. 3. Jaringan pulpa mengalami degeneratif sampai nekrotik.
MEKANISME TERJADINYA KELAINAN PERIAPIKAL
Penyebab penyakit pulpa dan kelainan periapikal sangat berhubungan dengan bakteri. Bakteri Bakteri yang terdapat pada jaringan pulpa akan mengakibatkan mengakibatkan peradangan dan berlanjut kejaringan periapikal. Sumber utama bakteri dalam pulpa adalah karies. Bakteri pada karies akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus. Akibatnya, jaringan pulpa akan terinflamasi secara lokal pada basis tubulus yang terkena karies terutama oleh sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma. Jika pulpa terbuka, jaringan pulpa akan terinfiltrasi secara lokal oleh leukosit polimorfonukleus untuk membentuk suatu daerah nekrosis pada lokasi terbukanya pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini bergantung pada virulensi bakteri, kemampuan untuk mengeluarkan cairan inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan intrapulpa yang besar, ketahanan host, jumlah sirkulasi, dan drainase limfe. 2,3,5
Setelah nekrosis pulpa, reaksi inflamasi dari jaringan pulpa akan berlanjut kejaringan periapikal. Jaringan pulpa yang mengandung bateri serta toksinnya akan keluar melalui foramen apikal, yang mana foramen apikal ini merupakan penghubung pulpa dan jaringan peridonsium. Bakteri serta toksinnya dan mediator inflamasi dalam pulpa yang terinflamsi dapat keluar dengan mudah melalui foramen apikal sehingga menyebabkan kerusakan periapikal, hal ini dikarnakan dibagian foramen apikal terdapat bagian yang lunak untuk tempat keluarnya bakteri dan produknya. Peradangan yang meluas ke jaringan periapikal menyebabkan respon inflamasi lokal sehingga akan mengakibatkan kerusakan tulang dan resorpsi akar