BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan keracunan antara lain dosisnya, cara pemberiannya, kondisi tubuh dan lainnya.
1
1.2 SKENARIO GALAU”
“
Nn. D 21 Tahun, dibawa keluarganya ke UGD RS dengan keluhan tidak sadarkan diri setelah meminum cairan pembasmi serangga sebanyak 1 gelas 1 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien diketahui nekat mencoba bunuh diri lantaran pacaranya berselingkuh dengan teman pasien. Pasien mengalami muntahmuntah sebanyak 5 kali dengan muntah berwarna merah dengan bau menyengat. Pasien juga merasakan nyeri ulu hati sebelum kemudian pingsan. Seluruh tubuh pasien terkena cairan pembasmi serangga tersebut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan GCS E2V4M5, TD; 60/Palp mmHg, Nadi 138x/menit, rr 28x/m, temperature 37,8 0C, tampak pin pont pupil bilateral, saliva dan rhinorhea (+). Dokter juga kemudian memutuskan melakukan gastric lavage untuk menyelamatkan pasien.
1.3 TERMINOLOGI 1. Pin point pupi 2. Rhinorhea 3. Gastric lavage
1.4 RUMUSAN MASALAH 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kerja racun ? 2. Bagaimana mekanisme keluhan pada scenario ? 3. Bagaimana interpretasi di scenario ? 4. Jelaskan tentang keracunan organofosfat ! 5. Jelaskan racun-racun yang sering ditemukan pada kasus kegawat daruratan ! 6. Bagaimana penatalaksanaan kasus pada scenario ?
2
BAB II PEMBAHASAN 1. TERMINOLOGI 1.1 Pin point pupi Pupil yang mengalami miosis yang Ekstrim disebut Pin point pupi. Miosis adalah
suatu
keadaan
dimana
pupil
mengalami
konstriksi.
Miosis
dapatdisebabkan oleh obat tertentu dan bahan kimia, 1.2 Rhinorhea suatu kondisi di mana rongga hidung dipenuhi dengan sejumlah besar cairan lendir. Rhinorrhea ini juga dicirikan
jumlah kelebihan lendir yang
dihasilkan oleh selaput lendir yang melapisi rongga hidung. Membran membuat lendir lebih cepat daripada yang dapat diproses, menyebabkan cadangan dari lendir di rongga hidung. 1.3 Gastric lavage Atau Bilas lambung
adalah membersihkan lambung dengan cara
memasukan dan mengeluarkan air ke/dari lambung dengan menggunakan NGT (Naso Gastric Tube)
2. RUMUSAN MASALAH 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja racun adalah sebagai berikut : 2.1.1
Cara pemberian Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tentu akan memberikan efek maksimal bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh secara ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat yang sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya. Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti, absorbsi melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang sehat.
3
2.1.2 Keadaan tubuh Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih tahan. Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun yang masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti karena pada orang-orang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan dengan baik, demikian pula halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan, maka penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian penderita disebabkan oleh racun. Dan sebaliknya pula kita tidak boleh tergesa-gesa menentukan sebab kematian seseorang karena penyakit tanpa melakukan penelitian yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe gastrointestinal) dimana disini gejala keracunannya mirip dengan gejala gastroenteritis yang lumrah dijumpai. Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa toleransi itu tidak selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering terjadi misalnya pada pencandu narkotik, yang dalam beberapa waktu tidak menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang dapat menerangkan mengapa pada para pencandu tersebut bisa terjadi kematian, walaupun dosis yang digunakan sama besarnya. Hipersensitif (alergi – idiosinkrasi)
Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat yang mengandung yodium menyebabkan kematian, 4
karena sikorban sangat rentan terhadap preparat-preparat tersebut. Dari segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak boleh dilupakan, kita harus menentukan apakah kematian korban memang benar disebabkan oleh karena hipersensitif dan harus ditentukan pula apakah pemberian preparat preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi preparat tersebut dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan dikenakan pada pemberi preparat tersebut. 2.1.3 Racunnya sendiri Dosis
Besar-kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan. Dalam hal ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan intoleransi individual. Pada intoleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik. Keadaan intoleransi tersebut dapat bersifat bawaan / kongenital atau intoleransi yang didapat setelah seseorang menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi melakukan detoksifikasi dan ekskresi. Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan dalam menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut. Bentuk dan kombinasi fisik
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan. Adiksi dan sinergisme
Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin, atau CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh di bawah dosis letal. Dari segi hukum kedokteran kehakiman, kemungkinan-kemungkinan terjadinya hal seperti 5
itu tidak boleh dilupakan, terutama jika menghadapi kasus dimana kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam hal demikian harus dicari kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan racun yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban disebabkan karena reaksi anafilaksi yang fatal atau karena adanya intoleransi. Susunan kimia
Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang sebaliknya. Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut saling menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut obat-obatan golongan narkotik.
2.2 Bagaimana mekanisme keluhan pada scenario ? Dari anamnesis pada keluarga pasien di skenario, diketahui bahwa pasien tidak sadarkan diri setelah meminum cairan pembasmi serangga sebanyak satu gelas sebelum di antar keluarganya masuk rumah sakit. Pada anamnesis selanjutnya didapatkan informasi bahwa pasien mengalami muntah sebanyak 5x dengan muntah berwarna kemerahan dengan bau menyengat, dan pasien juga merasakan nyeri ulu hati. Dari gejala-gejala tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh keracunan dari bahan yang terkandung dalam cairan pembasmi serangga yang telah diminum oleh pasien. Hal tersebut diperkuat dengan muntahan pasien yang berwarna kemerahan yang menandakan bahwa kemungkinan besar memang benar pasien meminum dari cairan tersebut. Pada pestisida, bahan yang paling sering menyebabkan keracunanya itu bahan organoposfat. Pada keracunan organoposfat, mekanisme yang terjadi yaitu peningkatan kadar asetilkholin akibat dari dihambatnya enzim asetilkholinesterase (AChE). Enzim ini berfungsi dalam mendegradasi asetilkholin, sehingga apabila dihambat akan menyebabkan 6
peningkatan kadar asetilkholin. Pada peningkatan kadar asetilkholin, akan menyebabkan perangsangan yang berlebihan pada reseptor muskarinik dan nikotinik. Perangsangan inilah yang menyebabkan dari gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien tersebut seperti muntah, hipotensi, hipersalivasi, rhinorrhea, nyeri ulu hati. Mengikat enzim asetilkolinestrase (ACHE)
Mekanisme : Baygon (gol.karbamat) masuk ke mulut
Diabsorbsi dan masuk kedalam tubuh
Rangsangan asetil kolin berlebihan
ACHE tidak bisa mengubah ach menjadi Asetat dan kolin/ tidak bisa menginaktifkan ACH
Akumulasi ACH
parasimpatis
Saraf Simpatis
Efek nikotinik Efek muskarinik
Mendilatasi otot
Vasokontriksi bronkiolus
Meningkatkan
jantung
RR
tachikardia Tachipneu
2.3 Bagaimana interpretasi di scenario ? Pada kasus di scenario telah dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan ditemukan nilai GCS E2V4M5 dan beberapa tanda yaitu dari tanda vital, diperoleh tekanan darah 60/palpasi, nadi 138x/menit, pernafasan 28x/menit, temperature 37,8oC. Dari penghitungan nilai GCS tersebut didapatkan tingkat kesadaran pasienya itu pasien dalam keadaan delirium, dilihat dari nilai GCS
7
pasienyaitu 11. Sementara dari tanda vital tersebut tampak adanya syok yang ditandai dengan tekanan darah yang < 80 mmHg disertai dengan peningkatan denyut nadi dan pernafasan, sementara untuk temperature masih dalam batas normal. Selanjutnya, pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pin point pupil bilateral, salvias dan rhinorrhea. Gejala-gejala tersebut kemungkinan timbul akibat dari rangsangan dari reseptor muskarinik dan nikotinik akibat dari pasien yang meminum cairan pembasmi serangga. Pada cairan pembasmi serangga terdapat organ oposfat yang merupakan bahan yang utama yang mengakibatkan keracunan, keracunan ini ditimbulkan oleh karena adanya peningkatan dari kadar asetilkholin akibat dari dihambatnya enzim asetilkholi nesterase. Kadar asetilkholin yang meningkat ini yang menyebabkan rangsangan berlebihan pada reseptor muskarinik dan nikotinik.
2.4 Jelaskan tentang keracunan organofosfat ! Penghambat kolinesterase
Penghambat kolinesterase-organofosfat dan karbamat banyak digunakan untuk membunuh serangga dan hama lainnya. Kebanyakan kasus keracunan organofosfat atau karbamat berat terjadi akibat penelanan secara sengaja oleh orang yang ingin bunuh diri, tapi keracunan dapat pula terjadi di tempat kerja (penggunaan atau pengemasan peptisida) atau kadang-kadang akibat kontaminasi makanan. Perangsangan reseptor mukarinik, menyebabkan kram abdomen, diare, salivasi berlebihan, berkeringat, peningkatan frekuensi berkemih, dan peningkatan sekresi bronkus. Perangsangan reseptor nikotinik mennyebabkan aktivasi ganglionik generalisata, yang dapat menimbulkan hipertensi dan takidardia atau bradikardia. Kedutan dan faskulasi otot dapat berlanjut menjadi kelemahan dan paralisis otot nafas. Efek SSP meliputi agitasi, kebingungan, dan kejang. Jembatan keledai DUMBLES (diare, urinasi, miosis, dan kelemahan otot, bronkospasme, eksitasi, lakrimasi, dan seizure/kejang, sweating /berkeringat, serta salivasi). Uji darah dapat digunakan untuk memastikan adanya penurunan aktivitas enzim pada sel darah merah (asetil kolinesterase) dan plasma
8
(butirilkolinesterase) yang memberikan perkiraan tidak langsung terhadap aktovitas kolinesterase sinaptik. Kewaspadaan
ekstra
harus
diterapkan
untuk
memastikan
bahwa
penyelamat dan penyedia layanan kesehatan tidak mengalami keracunan akibat terpajan baju atau kulit yang terkontaminasi. Hal ini penting terutama bagi kebanyakan zat yang poten seperti paration atau agen gas saraf. Terapi antidotum terdiri dari atropin dan pralidoksim. Atropin merupakan penghambat kompetitif yang efektif pada lokasi muskarinik tapi tidak berefek pada lokasi nikotinik. Pralidoksim
yang
diberikan
cukup
dini
mampu
memperbaiki
aktvitas
kolinesterase dan aktif di lokasi muskarinik dan nikotinik. Keracunan organosfosfat
Organofosfat sering digunakan pada insektisida. Peptisida ini merupakan penyebab keracunan yang umum dan penting pada anak-anak maupun dewasa. Di antara senyawa organofosfat adalah malation, paration, TEPP, dan OMPA. Senyawa-senyawa ini dapat teringesti, terinhalasi atau terabsorpsi melalui kulit atau mata. Zat-zat ini menginaktivasi asetil-kolinesterase dan menyebabkan akumulasi dari asetilkolin. Gejala: -
Penglihatan kabur
-
Sakit kepala
-
Berkeringat berlebihan
-
Konvulsi
-
Sianosis
-
Kram abdomen
-
Mual
-
Muntah
-
Gangguan pernafasan: konvulsi, sianosis, syok, atau koma Riwayat pemajanan pestisida organofosfat biasanya 6 jam atau kurang
sebelum timbulnya gejala biasanya dapat dijumpai. Dalam diagnosis keracunan organofosfat, penurunan aktivitas kolinesterase yang bermakna di dalam plasma dan eritrosit memberikan verifikasi laboratoris 9
untuk diagnosis. Darah yang diheparinisasi (10 ml) harus dikirim ke laboratorium. Tetapi, pengobatan tidak boleh menunggu hasil tes laboratorium Pengobatan a. Bilas lambung harus dilakukan, masukan arang aktif, dan berikan katarik garam jika peptisida sudah teringesti b. Kulit dan pakaian harus didekontaminasi dengan segera. Jika tersedia gunakan tingtura sabun hijau c. Apabila terdapat kesulitan nafas, mempertahankan jalan nafas yang adekuat adalah penting dan pernafasan buatan mungkin jadi penting Anti dotum spesifik untuk keracunan organofosfat adalah atropin IV. Dosisnya 0,005 mg/kg secara perlahan tiap 10-30 menit untuk meyakini terjadinya atropinisasi (penurunan sekresi bronkial). Untuk orang dewasa berikan dosis 2-5 mg secara perlahan, dan ulangi tiap 10-30 menit untuk mempertahankan atropinisasi . dosis total yang sangat besar mungkin diperlukan. Pradoksim (prototam cloride) diberikan sesudah atropin. Obat ini mereaktivasi kolinesterase. Untuk dewasa, berikan 1 gram IV (500mg/menit). Diulang tiap 8-12 jam untuk 3 dosis jika kelemahan otot menetap. 2.5 Racun-racun yang sering ditemukan pada kasus kegawat daruratan ! Keracunan karbon monoksida (CO), kreacunan sianida, keracunan ketela pohon, keracunan jengkol, keracunan hidrokarbon, salisilat, botulisme dll. Racunracun tersebut masuk ke dalam tubuh manusia, diantaranya melalui kulit, melalui jalan nafas (inhalasi), melalui saluran pencernaan (mulut), melalui suntikan, melalui mata (kontaminasi mata). Keracunan Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarahmanusia. Sejak di kenal cara membuat api, manusia senantiasaterancam oleh asap yang mengandung CO. Gas CO adalah gas yangtidak berwarna, tidak berbau dan tidak meransang selaput lendir,sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar.
10
Keracunan Sianida
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, karena garamsianida dalam takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkankematian pada seseorang dengan cepat seperti bunuh diri yangdilakukan oleh beberapa tokoh nazi ---Kematian akibat keracunan CN umumnya terjadi pada kasus bunuhdiri dan pembunuhan. Tetapi mungkin pula terjadi akibat kecelakaandi laboratorium, pada penyemprotan (fumigasi) dalam pertanian danpenyemprotan di gudang-gudang kapal. Keracunan hidrokarbon
Kelompok hidrokarbon yang sering menyebabkan keracunan adalah minyak tanah,bensin, minyak cat ( tinner ) dan minyak untuk korek api. Gejala klinik : terutama terjadi sebagai akibat dari irritasi pulmonal dan depressi susunan saraf pusat. -
Irritasi pulmonal: batuk,sesak,retraksi,tachipneu,cyanosis,batuk darah dan udema
paru.Pada pemeriksaan foto thorak bisa didapatkan adanya infiltrat di kedua lapangan paru, effusi pleura atau udema paru.
-
Depressi CNS : Terjadi penurunan kesadaran mulai dari patis sampai
-
koma,kadang-kadang disertai kejang.
Gejala-gejala GI Tract : Mual, muntah, nyeri perut dan diare
Keracunan ketela pohon
Gejala klinis: -
Penderita merasa mual, perut terasa panas, pusing, lemah dan sesak
-
Pernafasan cepat dengan bau khas ( bitter almond )
-
Kejang, lemas, berkeringat,mata menonjol dan midriasis
-
Mulut berbusa bercampur darah
-
Warna kulit merah bata ( pada orang kulit putih ) dan sianosis
Keracunan jengkol
Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam jengkolat di tubuli,ureter dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol. Gejala klinik: -
Sakit pinggang,nyeri perut,muntah,kencing sedikit-sedikit dan terasa sakit
-
Hematuria,oliguria sampai anuria dan kencing bau jengkol
-
Dapat terjadi gagal ginjal akut 11
Botulisme
Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum yang sering terdapat dalam makanan kaleng yang rusak atau tercemar kuman tersebut. Gejal a klinik: -
Mata kabur,refleks cahaya menurun atau negatif,midriasis dan kelumpuhan otot-otot mata
-
Kelumpuhan saraf-saraf otak yang bersifat simetrik
-
Dysphagia, dysarthria
-
Kelumpuhan ( general paralyse )
Salisilat
Merupakan keracunan obat-obatan yang paling sering dijumpai pada anak. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya keracunan salisilat adalah: - Kemasan salisilat yang dibuat dengan bentuk yang menarik dengan rasa yang disukai anak-anak ditambah dengan gencarnya usaha promosi melalui media massa. - Penggunaan obatt-obatan yang mengandung salisilat secara berlebihan oleh orang tua yang tidak mengetahui bahaya salisilat.
2.6 Bagaimana penatalaksanaan kasus pada scenario ? Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida 1. Tindakan ABCDE a. Airway (Jalan Napas) Bebaskan jalan napas dari sumbatan. Apabila perlu pasang pipa endotrakeal. b. Breathing Jaga agar pasien dapat bernapas dengan baik. Apabila perlu berikan bantuan pernapasan. c. Circulation Tekanan darah dan nadi dipertahankan dalam batas normal. Berikan infus cairan dengan normal salin, dekstrosa atau Ringer Laktat. d. Decontamination Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunnkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan
12
mencegah kerusakan. Petugas, sebelum memberikan pertolongan harus menggunakan pelindung berupa sarung tangan, masker dan apron. Tindakan dekontaminasi tergantung pada lokasi tubuh yang terkena racun yaitu : a) Dekontaminasi Pulmonal Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas, dan berikan oksigen lembab 100% dan jika perlu beri ventilator. b) Dekontaminasi Mata Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring ke sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan iritasi larutan aquades atau NaCl 0,09% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah hilang (hindari bekas larutan pencucian mengenai wajah atau mata lainnya) selnajutnya tutup mata dengan kassa steril. c) Dekontaminasi Kulit Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepasan pakaian, arloji, sepatu, dan aksesoris lainnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air dan tutup rapat. Cuci ( scrubbling ) baian kulit yang terkena dengan air menglair dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan l embut. d) Dekontaminasi Gastrointestinal Penelanan merupakan pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dngan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik. Emesis
Dapat dilakukan secara mekanik dengan merangsang daerah orofaring bagian belakang. Dengan obat-obatan dapat diberikan larutan Ipekak 10-20cc dalam satu gelas air hangat, dan dapat diulang setelah 30 menit, atau dapat diberikan Apomorfin 13
0,6 mg/kgBB i.m atau 0,01 mg/kgBB i.v. tindakan emesis tidak dilakukan pada keracunan bahan korosif, misalnya air aki, penderita dengan kesdaran menurun atau kejnag-kejang dan keracunan minyak tanah. Kumbah Lambung
Kumbah lambung bertujuan mencuci sebrsih mungkin bahan racun dari lambung, namun kurang bermanfaat apabila dilakukan 4 jam setelah bahan tertelan, karena bahan telah melewati lambung dan telah diabsorpsi oleh usus. Dengan memakai pipa nasogastrik yang besar dimasukkan air, apabila mungkin air hangat 200-300cc setiap kumbah lambung sampai bersih. Pada akhir kumbah lambng dimasukkan 30 g Norit. Katarsis
Dilakukan apabila bahan racun diperkirakan telah mencapai usus, yang berguna membersihkan usu halus sampai kolon, dengan memakai 30 g Magnesium Sulfat. Tidak dilakukan katarsis pada orang kejang atau pada keracunan bahan korosif. 2. Elimination Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran cerna dapat digunakan pemberian aktif yang diberikan berulang dengan dosis 30-50 gram (0,5-1 gram/kgBB) setiap 4 jam per oral/ enteral. Tindakan ini bermanfaat pada keracunan obat seperti kabarmazepin, chloredecone, quinin, dapson, digoksin, nadolol, fenobarbital, fenilbutazone, fenitoin, salisilat, teofilin, phenoxyacetate herbisida. Tindakan eliminasi yang lain perlu dikonsulkan pada dokter speialis penyakit dalam karena tindakan spesialistik berupa cara eliminasi racun yaitu : a) Diuresis paksa (forced diuresis) Terutama berguna pada keracunan yang dapat dikeluarkan melalui ginjal. Tidak boleh dikerjakan pda keadaan syok, dekompensasi jantung, gagal ginjal, edema paru dan keracunan akibat bahan yang tidak dapat diekskresikan melalui ginjal. b) Alkalinisasi urin 14
c) Asidifikasi urin d) Hemodialisis/ peritoneal dialisis Dilakukan pada keracuna dengan koma yang dalam, hipotensi berat, kelinan asam basa dan elektrolit, penyakit ginjal berat, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit hati dan pada kehamilan. Umumnya dilakukan pada keracunan pada dosis letal dari bahan alkohol, barbiturat, karbamat, asetaminofen, aspirin, fenasetin, amfetamin, logam berat dan striknin. 3. Pemberian Antidotum Antidotum (bahan pnawar) berguna untuk melawan efek racun yang telah masuk pada organ target. Tidak semua racun mempunyai antidote yang spesifik. Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat antudotumnya dan sediaan obat antidote yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya. 4. Tindakan Suportif Guna mempertahankan fungsi vital, perlu perawatan menyeluruh, termasuk perawatan temperatur, koreksi keseimbangan asam basa atau elektrolit, pengobatan infeksi dan lain-lain.
15
BAB III PENUTUP KESIMPULAN
Jadi yang mempengaruhi kerja racun tergantung pada Cara pemberian, Keadaan tubuh Orang itu sendiri, dan bagaimana racun itu sendiri. Pada scenario mengalami keracunan yang disebabkan intoksikasi insektisida. Organofosfat merupakan jenis insektisida yang sering digunakan. Racun-racun yang sering ditemukan pada kasus kegawat daruratan anatara lain Keracunan karbon monoksida (CO), kreacunan sianida, keracunan ketela pohon, keracunan jengkol, keracunan hidrokarbon, salisilat, botulisme. dimana racun tersebut masuk ke dalam tubuh manusia, diantaranya melalui kulit, melalui jalan nafas (inhalasi), melalui saluran pencernaan (mulut), melalui suntikan, melalui mata (kontaminasi mata). Untuk Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Keracunan Insektisida ini perlu kita lakukan Tindakan ABCDE, Tindakan eliminasi, dan pemberian anti dotum.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Eliastam, Michael. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta 2. Joseph Fenton. Insecticides In : Toxicology A case-Oriented Approach. CRC Press. Washington D.C : 2002. 3. Sudoyo, Aru W, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III . Jakarta: Interna Publishing. 4. Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi dasar dan klinik . Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta 5. William Yip Chin – Ling, Pedoman Praktis Kedaruratan Pada Anak ( Terj ), Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia
17