LAPORAN PENDAHULUAN COXITIS TB
A. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa dengan gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi. Coxitis TB adalah peradangan tuberculosis pada sendi panggul yang menggarah ke destruksi permukaan artikular dan disertai dengan fleksi – adduksi kontraktur yang menimbulkan nyeri. Coxitis TB biasanya berkembang pada anak usia 5 – 10 10 ketika mereka berada dalam kondisi yang lemah (karena infeksi, kondisi hidup yang kurang baik) setelah masuknya agen penyebab tuberkulosis dari fokus utama (biasanya dari paru – paru – paru). paru). Tuberculosis coxitis adalah penyakit TB namun menyerang tulang coxae, sehingga tulang coxae mengalami peradangan. Akibatnya penderita mengalami penurunan pergerakan. Coxitis Tb menyajikan masalah klinis yang signifikan. Jika penyakit ini berkembang di pinggul dapat menyebabkan kerusakan progresif pada sendi jika tidak diobati pada tahap awal, dan bahkan berlanjut ke dislokasi patologis. Nyeri, sulit digerakan dan perkembangan deformitas yang progresif menyebabkan hilangnya fungsi dari pinggul yang terkena. Pinggul subluksasi atau dislokasi setelah infeksi sulit untuk kembali stabil, mudah digerakan. Pasien dengan coxitis TB biasanya telah mengalami infeksi paru terlebih dahulu dari sanalah basil tuberkel mencapai daerah panggul dengan penyebaran secara hematogen. Coxitis TB merupakan 15% dari semua kasus TB osteoartikular dan yang paling sering melibatkan tulang setelah TB pada tulang belakang. Jika TB osteoartikular di diagnosa dan diobati pada tahap awal sekitar 90 – 90 – 95% 95% pasien mencapai kesembuhan hampir mendekati fungsi normal.
B. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosa. Kuman ini dapat menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasi, M. intracellular. Pada manusia paru – paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang. Spondilitis tuberkulosa (TB tulang belakang) merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi. Sering mengenai vertebra 40 – 50%, pangul 30%, sendi lutut dan sendi – sendi lainnya. Dapat disertai dengan adanya tuberkulosis paru – paru.
Faktor predisposisi tuberkulosis adalah: 1. Sanitasi yang jelek 2. Gaya hidup yang berkaitan dengan nutrisi (serba instan/makanan siap saji yang banyak mengandung hormon pertumbuhan juga pencemaran) 3.
Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris
4. Umur: terutama ditemukan setelah umur satu tahun, paling sering pada umur 2 – 10 tahun 5. Penyakit sebelumnya yang dapat memprovokasi kuman, seperti morbili dan varisela dapat memprovokasi kuman 6. Masa pubertas dan kehamilan dapat mengaktifkan tuberkulosis
C. Manifestasi Klinis
1. Tanda awal berupa bengkak 2. Nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi 3. Kulit di atas daerah yang terkena teraba panas 4. Badan lemah, lesu 5. Nafsu makan berkurang 6. Berat badan menurun 7. Pucat, di sebabkan karena salah satu fungsi dari tulang adalah sebagai produksi sel darah merah di mana apabila adanya invasi kuman
mycobacterium tuberculosis menyebabkan akan menghambat produksi sel darah merah sehingga gejala yang muncul adalah pucat. 8. Suhu tubuh meningkat/ febris 9. Gangguan pergerakan tulang panggul sepertpai pincang, pembengkakan di pinggul
D. Patofisiologi
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barrier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang baik di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer). Beberapa
penderita
tuberkulosis
osteoartikular
merupakan
hasil
penyebaran secara hematogen dari suatu infeksi primer fokus jauh. Fokus primer mungkin terjadi di paru – paru
atau di lymphonode mediastinum,
mesentry, daerah cervical dan ginjal. Infeksi menjangkau system tulang melalui saluran vaskuler, yang biasanya arteri sebagai hasil bacillemia atau kadang – kadang di dalam tulang belakang (axial skeleton). Tuberkulosis tulang dan sendi dikatakan akan berembang 2 – 3 tahun setelah fokus primer. Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tmpat infeksi timbul pembentukan pus yang kemudian dapat mengalami klasifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Pada
tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau discus intervertebrata.
E. Pathway Keperawatan
F. Penatalaksanaan
Kuman tuberkulosa pada umumnya dapat dibunuh atau dihambatdengan pemberian obat – obatan anti tuberkulosa, misalnya kombinasi INH, etambutol pirazinami dan rifampizin. 1. Terapi konservatif Pengobatan konservatif yang ketat dapat memberikan hasil yang cukup baik a) Istirahat di tempat tidur Istirahat ditempat tidur dapat berlangsung 3 – 4 minggu, sampai dicapai keadaan yang tenang secara klinis, radiologi dan laboratoris. Nyeri akan berkurang, spasme otot – otot coxitis menghilang, nafsu makan pulih dan berat badan meningkat, suhu tubuh normal. Secara laboratoris, laju endap darah menurun, tes manthoux diameter ≤ 10 mm. Pada pemeriksaan radiologis tidak dijumpai penambahan destruksi tulang. b) Kemoterapi anti tuberkulosa Tujuan pemberian obat anti tuberkulosa (OAT) secara umum adalah:
Menyembuhkan penderita dalam waktu singkat dengan gangguan yang minimal
Mencegah kematian akibat penyakit atau efek selanjutnya
Mencegah kekambuhan
Mencegah timbulnya kuman yang resisten
Melindungi masyarakat dari penularan
Pemberian OAT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Terapi sedini mungkin
Obat – obat dalam bentuk kombinasi
Diberikan secara teratur
Dosis harus cukup
Diberikan sesuai jangka waktu pemberiannya
c) Immobiliasi Selama pengobatan pendrita menjalani kontrol berkala dan dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratoris. Bila dalam pengamatan
tidak
tampak
kemajuan,
maka
perlu
difikirkan
kemungkinan resistensi obat adanya jaringan kaseonekrotik dan sekuester, nutrisi yang krang baik, makan obat tidak berdisiplin. d) Terapi operatif Tujuan terapi operatif adalah menghilangkan seumber infeksi, mengkoreksi deformitas, meghilangkan komplikasi neurologik dan kerusakan lebi lanjut. Salah satu tindakan bdah yang penting adalah debridement yang bertujuan menghilangkan sumber infeksi dengan cara membuang semua debri dan jaringan nekrotik, benda asing dan mikroorganisme.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium a) Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan leukositosis b) Uj mantoux positif c) Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium d) Biopasi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional e) Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel 2. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologis pada penyakit tuberculosis dapat dilakukan foto toraks PA, lateral, fluroskopi masih mempuyai nilai diagnostic yang tinggi. Ini dilakuakn pada pasien yan dicurigai adanya infeksi TB paru. Untuk menegakan diagnosis pada penyakit TB tulang dapat dilakukan foto polos tulang dan CT – Scan tulang. Proses dapat dimulai di asetabulum, sinovium, epifisis femur, metafisis femur atau trokanter mayor. Kadang – kadang infeksi menyebar ke panggul dari fokusdi dalam trochanter mayor atau ischium. Lesi pada panggul mempunyai karakteristik dengan destruksi yang banyak tetapi suatu
perubahan yang tidak wajar sekarang jarang terlihat. Semua tingkat kehilangan tulang dari kaput dan colum femur dapat ditemukan. Penemuan yang sering adalah gambaran tonjolan bernama birds beak. Ekspansi dan destruksi didalam asetabulum kadang - kadang membawa ke protrusion intrpelvik dari sendi panggul. Destruksi tulang biasanya banyak, baik pada asetabulum maupun pada kaput femur. Kadang - kadang kaput femur tidak dapat dilihat lagi. Bila destruksi pada asetabulum banyak dapat menimbulkan protusio asetabuli. Diagnosis deferensial yang penting adalah penyakit perthes, yaitu nekrosis avaskular dari kaput femur
H. Komplikasi
Kerusakan tulang atau sendi dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan jika terapi yang tidak adekuat diberikan. Deformitas berkaitan dengan kerusakan sendi, bentukan abses yang meluas ketempat yang berdekatan dengan jaringan lunak dan bentukan sinus sering ditemukan.
I. Pengkajian Fokus 1. Anamnesa a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no registrasi, tanggal MRS, diagnosa medis. b. Identitas penanggung jawab Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien. c. Riwayat kesehatan a) Keluhan utama (Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini) b) Riwayat kesehatan sekarang (Menjelaskan uraian kronologis saat klien sekarang sampai klien dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan klien saat ini yang diuraikan dalam konsep PQRST)
P : paliatif/provokatif (Apakah
yang
menyebabkan
gejala,
apa
yang
dapat
memperberat atau menguranginya)
Q : qualitatif/quantitatif (Bagaimana
gejala
dirasakan,
nampak
atau
terdengar,
sejauhmana merasakannya sekarang)
R : region (Dimana gejala terasa, apakah menyebar).
S : skala (Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan dengan skala 1 - 10
T : time (Berapa lama nyeri berlangsung, kapan).
c) Riwayat kesehatan dahulu Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat ini. Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh. d) Riwayat kesehatan keluarga Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit turunan atau riwayat penyakit menular. e) Riwayat psikososial Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari – harinya baik dalam keluarga ataupun dalam msyarakat. d. Pola – pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pola nutrisi dan metabolisme
Pola eliminasi
Pola tidur dan istirahat
Pola aktivitas
Pola hubungan dan peran
Pola persepsi dan konsep diri
Pola sensori dan kognitif
Pola reproduksi seksual
Pola penanggulangan stress
Pola tata nilai dan keyakinan
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera termis (combustio) 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terpasang skin traksi
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN No
1
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Nyeri akut berhubungan
Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji TTV
dengan agen cidera termis
keperawatan selama 3 x 24 jam
2. Kaji secara kompherensif
(combustion)
diharapkan gangguan rasa nyaman
tentang nyeri meliputi: skala
nyeri teratasi.
nyeri, lokasi, karakteristik dan
mengetahui seberapa hebat
Kriteria hasil:
oset, durasi, frekuensi, kualitas,
nyeri yang dirasakan klien
1. TTV dalam batas normal
intensitasm dan faktor
sehingga mempermudah
2. Nyeri berkurang atau hilang
presipitasi
intervensi selanjutnya
3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan 4. Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi 5. Kolaborasi obat analgetik sesuai indikasi
1. Sebagai data awal untuk melihat keadaan umum klien 2. Sebagai data dasar
3. Reaksi non verbal menandakan nyeri yang dirasakan klien hebat 4. Untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien dengan non farmakologis 5. Mempercepat penyembuhan terhadap nyeri
2
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan berhubungan dengan faktor
keperawatan selama 3 x 24 jam
mekanik
diharapkan mempercepat proses penyembuhan luka. Kriteria hasil: 1. Edema disekitar luka berkurang 2. Tidak ada pus/secret 3. Luka bersih
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan 2. Monitor kulit akan adanya inflamasi 3. Rawat luka dengan baik dan benar dengan teknik aseptik 4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic
1. Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya 2. Melihat adanya infeksi pada kulit 3. Merawat luka dengan teknik aseptik dapat menjaga kontaminasi luka 4. Menjaga agar kulit tetap bersih dan mencegah terjadinya kerusakan kulit 5. Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan jaringan
3
Gangguan mobilitas fisik
Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji immobilitas
berhubungan dengan
keperawatan selama 3 x 24 jam
2. Pasrtisipasi pasien pada
diharapkan gangguan mobilitas fisik
aktivitas terapeutik
1. Pasien dibatasi oleh pandangan diri tentang keterbatasan fisik
terpasang skin traksi
teratasi.
3. Bantu pasien untuk ROM
Kriteria hasil:
4. Bantu atau dorong untuk
1. Dapat melakukan kegiatan fisik seoptimal mugkin 2. Gangguan immobilitas berkurang
perawatan diri 5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
2. Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi 3. Meningkatkan aliran darah ke otot tulang dan meningkatkan tonus otot 4. Meningkatkan sirkulasi dan kebersihan diri 5. Untuk membuat program immobilisasi
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA; NIC – NOC . Mediaction Publishing. Jakarta Rasjad, Chairuddin. 2003. Ifeksi dan Inflamasi Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Bintang lamumpatue. Makasar Samsuhidajat, Wim De Jong. 2003. Sistem Muskuloskeletal Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta