LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU DI RUANG MAWAR RS TNI AD GUNTUR
DI SUSUN OLEH kelompok 4 Ahmad nurul aen Ajeng nur indrawati Astuti karmila fuzi Dina saraswati Kusdinar Mochamad irpan Striretna mardhotilah Yayat priyatna
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN VII STIKES KARSA HUSADA GARUT 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Tuberkulosis Paru (Tb Paru) masih menjadi masalah kesehatan yang cukup besar di dunia. Prevalensi kasus tuberkulosis paru ini seperti yang telah dicatat oleh WHO mencapai 14 juta, dengan insidensi mencapai 9,4 juta orang. Saat ini yang menjadi masalah besar adalah pasien dengan tuberkulosis paru dapat mendapat koinfeksi dengan HIV dan telah banyak berkembang TB menjadi resisten terhadap pengobatan yang diberikan yang disebut dengan tuberkulosis paru multidrug-resistant. Tuberkulosis paru masih menjadi penyebab utama kematian yang berkaitan dengan infeksi tunggal. Disebutkan 95 % tuberkolusis terjadi di negara sedang berkembang dengan kondisi ekonomi yang lemah, dan 5 % sisanya terjadi t erjadi di d i negara industri. Lebih dari 80 % tuberkolusis di negara sedang berkembang menyerang populasi usia produktif, sementara di negara maju mencapai 20 %. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus tuberkulosis paru setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru tuberkulosis paru dan sekitar 140.000 kematian akibat tuberkulosis paru. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular lainnya dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi tubrkulosis paru di indonesia pada tahun 2013 ialah sebanyak 0,4% dengan Lima provinsi dengan prevalensi tuberkulosis paru tertinggi diantaranya adalah jawa barat (0,7%), papua (0,6%), DKI jakarta (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%), dan papua barat (0,4%) (Kemenkes RI, 2013). 2. Tujuan Penulis mendapatkan gambaran yang jelas dan komprehensif dalam melakukan asuhan keperawatan pada TB Paru.
B. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. 2.
Etiologi Penyebab tuberkulosis paru adalah disebabkan oleh basil TB (mycobacterium tuberculosis humanis).
Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah mycobacterium, salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humani (kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene peternakan makin di tingkatkan Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam basa. Karena itu, kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA) Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil Tahan Asam (BTA) belum tentu identik dengan basil tuberculosis, mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan adalah mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis. Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 2 4 jam. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70 % atau lisol 5%.
3. Patofisiologi Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti oleh magrofat.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel. Lesi primer paru – paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh. 4. Manifestasi klinis TB Paru Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik : a. Gejala respiratorik, meliputi ;
Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia, dan lain – lain. Salah satu upaya untuk mengatasi sesak nafas yaitu dengan cara pemberian oksigenasi. Oksigenasi yaitu penambahan oksigen ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau yang sanga dibutuhkan dalam proses metabolisme sel.
Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura rusak. b. Gejala sistemik, meliputi :
Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek. Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
5. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis TB menurut Depkes (2006): a. Diagnosis TB paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru. b. Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain. Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001): a. Pemeriksaan Radiologis Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru. b. Pemeriksaan Laboratorium a) Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. b) Sputum Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. c) Tes Tuberkulin Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
6. Pathway
7. Pengkajian 1) Pengumpulan data a. Identitas klien Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. 2) Riwayat penyakit sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan. 3) Riwayat penyakit dahulu Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif. 4) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya. 5) Riwayat psikososial Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain. 6) Pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek. b. Pola nutrisi dan metabolic Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun. c. Pola eliminasi Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi d. Pola aktivitas dan latihan Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas e. Pola tidur dan istirahat Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. f. Pola hubungan dan peran Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular. g. Pola sensori dan kognitif Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan. h. Pola persepsi dan konsep diri Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. i. Pola reproduksi dan seksual Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada. j. Pola penanggulangan stress Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien. 7) Pemeriksaan fisik Berdasarkan sistem – sistem tubuh a. Sistem integument : Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun. b. Sistem pernapasan : Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi
: Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring. c. Sistem pengindraan : Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan d. Sistem kordiovaskuler : Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras. e. Sistem gastrointestinal : Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. f. Sistem musculoskeletal : Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang menyenangkan. g. Sistem neurologis : Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456 h. Sistem genetalia : Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia 8. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret darah b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolerkapiler c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
9. Rencana Asuhan Keperawatan
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)
1
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas. Batasan Karakteristik
Dispneu, Penurunan suara nafas
Orthopneu
Cyanosis
Kriteria Hasil :
Kesulitan berbicara Batuk, tidak efektif atau tidak ada Mata melebar
Produksi sputum Gelisah
Perubahan frekuensi dan irama nafas Faktor-faktor yang berhubungan:
Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma. Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
NIC : Airway suction
Aspiration Control
Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
NOC : Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency
INTERVENSI (NIC)
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioningAuskulta si suara nafas sebelum dan sesudah suctioning. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal Monitor status oksigen pasien Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll. Airway Management
2.
Gangguan Pertukaran gas Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli Batasan karakteristik :
Gangguan penglihatan
Penurunan CO2
Takikardi
NOC : Respiratory Status : Gas exchange Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan Monitor respirasi dan status O2
NIC : Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Hiperkapnia
Keletihan
Somnolen
Iritabilitas
Hypoxia
Kebingungan
Dyspnoe
nasal faring
AGD Normal
Sianosis
warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) Hipoksemia
Hiperkarbia
sakit kepala ketika bangun
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal Faktor faktor yang berhubungan
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dar i tanda tanda distress pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
ventilasi
Tanda tanda vital dalam rentang normal
ketidakseimbangan perfusi ventilasi perubahan membran kapileralveolar
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator perlu
bila
Berikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2 Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor nafas, dengkur
suara seperti
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and Fluid Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk Intake keperluan metabolisme tubuh. Kriteria Hasil : Batasan karakteristik : Adanya peningkatan Berat badan 20 % atau lebih di berat badan sesuai bawah ideal dengan tujuan
Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance) Membran mukosa konjungtiva pucat
dan
Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah Luka, inflamasi pada rongga mulut
Tidak ada tanda tanda malnutrisi Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa Perasaan
ketidakmampuan
Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
NIC : Nutrition Management
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Catat lokasi trakea
Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan
untuk mengunyah makanan
Miskonsepsi Kehilangan BB makanan cukup
dengan
Keengganan untuk makan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi Kurang makanan
berminat
terhadap
Pembuluh darah kapiler mulai rapuh Diare dan atau steatorrhea
Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok) Suara usus hiperaktif
Kurangnya informasi, misinformasi Faktor-faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal Monitor adanya penurunan berat badan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
4.
Hipertermia Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal Batasan Karakteristik:
kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
serangan atau konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
saat disentuh tangan terasa hangat Faktor faktor yang berhubungan
penyakit/ trauma
NOC : Thermoregulation Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal Nadi dan RR dalam rentang normal Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah Monitor mual dan muntah Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht Monitor makanan kesukaan Monitor pertumbuhan dan perkembangan Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
NIC : Fever treatment
Monitor suhu sesering mungkin Monitor IWL Monitor warna dan suhu kulit Monitor tekanan darah, nadi dan RR Monitor penurunan tingkat kesadaran Monitor WBC, Hb, dan Hct Monitor intake dan
aktivitas yang berlebih pengaruh medikasi/anastesi
ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat
terpapar dilingkungan panas
dehidrasi
output
peningkatan metabolism
pakaian yang tidak tepat
Berikan anti piretik Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam Selimuti pasien Lakukan tapid sponge Berikan cairan intravena Kompres pasien pada lipat paha dan aksila Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu Monitor TD, nadi, dan RR Monitor warna dan suhu kulit Monitor tandatanda hipertermi dan hipotermi Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukanAjarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer
5.
Nyeri NOC : Definisi : Pain Level, Sensori yang tidak menyenangkan dan Pain control, pengalaman emosional yang muncul Comfort level secara aktual atau potensial kerusakan Kriteria Hasil : jaringan atau menggambarkan adanya Mampu mengontrol kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri nyeri (tahu penyebab Internasional): serangan mendadak atau nyeri, mampu pelan intensitasnya dari ringan sampai menggunakan tehnik berat yang dapat diantisipasi dengan nonfarmakologi untuk akhir yang dapat diprediksi dan dengan mengurangi nyeri, durasi kurang dari 6 bulan. mencari bantuan) Batasan karakteristik : Melaporkan bahwa Laporan secara verbal atau non nyeri berkurang dengan verbal menggunakan Fakta dari observasi manajemen nyeri
Posisi antalgic menghindari nyeri
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhati-hati
Muka topeng
untuk
Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) Terfokus pada diri sendiri Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
NIC : Pain Management
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan nyaman setelah berkurang Tanda vital rentang normal
rasa nyeri dalam
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu makan dan minum Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, fisik, psikologis)
kimia,
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6 . Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis . Depkes RI : Jakarta. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all . 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 . Jakarta: Prima Medika Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.