LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TUBERCULOSIS (TB) PARU DI RUANG ANGGREK 1 RSUD DR. MOEWARDI Laporan ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa I
Disusun oleh : Nurhidayati Hanifah G2B009051
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TUBERCULOSIS (TB) PARU
A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksius, terutama menyerang parenkim paru. TB dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Brunner & Sudart, 2003) Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2001). Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis : 1.
Tuberkulosis paru
2.
Bekas tuberkulosis paru
3.
Tuberkulosis paru tersangka. Tuberkulosis tersangka yang terbagi dalam :
1.
TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif)
2.
TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain meragukan).
B. Etiologi
Agens infeksius utama TB paru ialah Mycobacterium ialah Mycobacterium tuberculosis, tuberculosis, merupakan batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Ukuran panjang bakteri ini sekitar 1 – 1 – 4 4 μm dan tebalnya tebalnya 0,3 – 0,3 – 0,6 0,6 μm. μm. Selain itu, pernah ada M. bovis bovis dan M. avioum avioum pada kejadian yang terkait dengan infeksi tuberkulosis, tetapi jarang. (Smeltzer, 2001)
C. Patofisiologi
Individu berisiko yang menghirup basil tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat di mana bakteri terkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), serta area paru lainnya (lobus atas). Sistem
imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia. Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut. (Smeltzer, 2001) 1. Infeksi primer Pertama kali klien terinfeksi oleh tuberkulosis disebut sebagai “infeksi primer” dan biasanya terjadi pada apeks paru atau dekat pleura lobus bawah. Infeksi primer mungkin hanya berukuran mikroskopis, dan karenanya tidak tampak pada foto ronsen. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak, yang menyebaakan pembentukan rongga terisi yaitu oleh massa basil tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih yang mati, dan cairan paru nekrotik. Pada waktunya
material
ini
mencair
dan
dapat
mengalir
ke
dalam
percabangan
trakheobronkhial dan dibatukan. Rongga yang berisi udara tetap ada dan mungkin terdeteksi ketika dilakukan ronsen dada. Sebagian besar besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan
dengan
membentuk jaringan parut dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang juga dikenal sebagai “tuberkel Ghon’. Lesi ini dapat mengandung sel hidup yang aktif kembali, mesaki telah bertahun-tahun, dan menyebabkan infeksi sekuder. Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil tuberkel dan proteinnya. Respons imun selelerini tampak dalam bentuk sensitisasi sel-sel T dan terdeteksi dalam reaksi positif pada tes kulit tuberkulin. Perkembangan sensitivitas tuberkulin ini terjadi pada semua sel-sel tubuh, 2 – 2 – 6 6 minggu setelah infeksi primer. Dan
akan akan dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh. Imunitas didapat ini biasanya menghambat pertumbuhan basil lebih lanjut dan terjadinya infeksi aktif. Faktor yang tampaknya mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi penyakit aktif termasuk: 1. Usia lanjut 2. Imunosupresi 3. Infeksi hiv 4. Malnutrisi, alkoholik dan penyalahgunaan obat 5. Adanya keadaan penyakit lain, misalnya: DM, gagal ginjal kronik, atau maligna 6. Predisposisi genetik 2. Infeksi sekunder Selain penyakit primer yang progresif, infeksi ulang juga mengarah pada bentuk klinis TB aktif. Tempat terinfeksi primer yang mengandung basil basil TB dapat tetap laten selama bertahun-tahun dan kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan klien menurun. Penting artinya untuk mengkaji kembali secara periodik klian yang telah mengalami infeksi Tb untuk mengetahui adanya penyakit aktif. Pathway terlampir
D. Tanda Dan Gejala
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum , malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan
Demam
: subfebril menyerupai influenza
Batuk
: - batuk kering (non produktif)
batuk produktif (sputum)
hemaptoe
Sesak Nafas
: pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah ½ bagian paru-paru
Nyeri dada
Malaise
: anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam
E. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Lalu 2. Pemeriksaan Fisik Pada klien tb paru, pengkajian head to toe yang toe yang dilakukan lebih difokuskan pada: a. Sistem pernafasan Paru-paru
dikaji
terhadap
konsolidasi
dengan
mengevaluasi
bunyi
napas
(menghilang, bunyi bronchial, atau bronkovesikuler, krekles), fremitus, egofoni, dan hasil pemeriksaan perkusi (pekak). b. Sistem cardiovaskuler c. Sistem pencernaan Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda: a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dll) b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. c. Sekret di saluran napas dan ronki. d. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus. Data yang dikaji tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena : e. Aktivitas/istirahat Kelelahan, nafas pendek karena kerja, kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat, mimpi buruk, takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri , dan sesak. f. Integritas Ego Adanya / factor stress yang lama, masalah keuangan atau rumah, perasaan tidak berdaya / tak ada harapan, menyangkal (khususnya pada tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah terangsang g. Makanan / Cairan Kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak sub kutan
h. Kenyamanan Nyeri dada, berhati-hati pada daerah yang sakit, gelisah i.
Pernafasan Nafas pendek, batuk, peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan pern afasan tak simetris, perkusi pekak dan penurunan fremitus, defiasi trakeal, bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral. Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atau bercak darah
j.
Keamanan Adanya kondisi penekanan imun (contoh AIDS dan kanker), test HIV Positif, demam atau sakit panas akut
k. Interaksi Sosial Perasaan Isolasi atau penolakan, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Sputum BTA Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, tetapi pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosa berdasarkan pemeriksaan ini. 2. Ziehl-Neelsen Merupakan pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah. Positif untuk basil asam-cepat. 3. Tes Kulit (PPD, Mantoux, potongan Vollmer) Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda. 4. Foto Torak Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu : a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah. b. Bayangan berawan ( patchy) patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas tunggal atau ganda d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru e. Adanya kalsifikasi f.
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier 5. Tes PAP Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB. 6. Teknik Polymerase Teknik Polymerase Chain Reaction Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam specimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi. 7. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC) Deteksi growth index index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolism asam lemak oleh M. tuberculosis. 8. Enzyme Linked Immunosorbent Assay Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat meneta p dalam waktu lama sehingga menimbulkan masalah. 9. MYCODOT Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, lalu dicelupkan dalam serum pasien. Jika terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah. 10. Biopsi jarum pada jaringan paru Positif untuk granuloma TB, adanya sel raksasa m enunjukkan nekrosis. 11. Elektrosit Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tidak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas. 12. Pemeriksaan fungsi paru Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi, parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru, dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
G. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul dan Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d - Sekresi trakeobronkial yang sangat banyak - Eksudat dalam alveoli - Kelemahan , upaya batuk buruk - Edema tracheal Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat Intervensi : a.
Kaji fungsi pernafasan , kecepatan , irama , dan kedalaman serta penggunaan otot asesoris
b. Catat kemampuan unttuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif c.
Beri posisi semi/fowler
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea e.
Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari
f.
Kolaborasi pemberian oksigen dan obat – obat – obatan obatan sesuai dengan indikasi
2. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang ) b.d -
Pertahanan primer tak adekuat , penurunan kerja silia
-
Kerusakan jaringan
-
Penurunan ketahanan
-
Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan patogen
Kriteria hasil : - Pasien menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko
individu
- Mengidentifkasi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi - Menunjukkan teknik , perubahan pola hidup untuk peningkatan lingkungan yang aman
Intervensi : a.
Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
b. Identifikasi orang lain yang beresiko c.
Anjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah
d. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara e.
Awasi suhu sesuai indikasi
f.
Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
g. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat h. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum i.
Dorong memilih makanan seimbang
j. Kolaborasi pemberian antibiotik k. Laporkan ke departemen kesehatan lokal
3. Gangguan pertukaran gas b.d - Penurunan permukaan efektif paru , atelektasis - Kerusakan membran alveolar – alveolar – kapiler kapiler - Sekret kental , tebal - Edema bronchial Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan Intervensi : a.
Kaji dispnea,takhipnea, menurunnya bunyi nafas ,peningkatan
upaya pernafasan ,
terbatasnya ekspansi dinding dada , dan kelemahan b. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan atau perubahan pada warna kulit c.
Anjurkan bernafas lewat mulut selama ekshalasi
d. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau Bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan e. Kolaborasi oksigen
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d -
Kelemahan
-
Sering batuk / produksi sputum
-
Anorexia
-
Ketidakcukupan sumber keuangan
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan perilaku / pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat Intervensi : a. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit , BB, Integritas mukosa oral , kemampuan menelan , riwayat mual / muntah atau diare b. Pastikan pola diet biasa pasien c. Awasi masukan dan pengeluaran dan BB secara periodik d. Selidiki anorexia , mual , muntah dan catat kemungkinan hhubungan dengan obat e. Dorong dan berikan periode stirahat sering. f. Berikan perwatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan. g. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. h. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah. i. Kolaborasi ahli diet untuk menentukan komposisi diet. j. Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum dan sesudah makan. k. Awasi pemeriksaan laboratorium l. Kolaborasi antipiretik
5.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan b.d : - Keterbatasan kognitif - Tak akurat/lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan pengobatan serta melakukan perubahan pola hidupdan berpartispasi dalam program pengobatan.
Intervensi : 1.
Kaji kemampuan pasien untuk belajar
2.
Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
3.
Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
4.
Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk rujukan.
5.
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama.
6.
Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
7.
Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alcohol sementara minum INH
8.
Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan kemudian tiap bulan selama minum etambutol
9.
Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut / masalah. Jawab pertanyaan dengan benar.
10. Dorong untuk tidak merokok 11. Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi
PATHWAY Mycobacterium tuberculosis
Airbone/inhalasi droplet
Saluran pernapasan Saluran pernapasan atas
Saluran pernapasan bawah
Reaksi yang besar bertahan di bronkus
Paru-paru
Peradangan bronkus
alveolus
Penumpukan sekret
Efektif
Tdk Efektif
Sekret keluar Tdk keluar saat batuk saat batuk
Alveolus mengalami eksudasi
Anoreksi, malace mual, muntah
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan pertukaran gas
Penyebaran infeksi secara limfa hematogen demam
Peningkatan suhu tubuh keletihan
Batuk terus menerus
Terhirup orang sehat
Resiko penyebaran infeksi
Bersihan jalan napas tidak efektif
Intoleransi aktivitas
TB. Primer
Kuman dibatukkan / bersin (droplet nudei inidinborne)
Terisap organ sehat
Menempel di jalan nafas / paru-paru
Menetap / berkembang biak Sitoplasma makroflag
Membentuk sarang TB Pneumonia kecil (sarang primer / efek primer)
Radang saluran pernafasan (limfangitis regional)
Komplek primer
Sembuh
Sembuh dengan bekas
Komplikasi
TB Sekunder
Kuman dormat (TB Primer)
Infeksi endogen TB DWS (TB. Post Primer)
Sarang pneumenia kecil
Tuberkel
Reorpsi
Meluas
Meluas
Sembuh Perkapuran
Sembuh
Meluas
Sarang pneumonia baru
Jaringan Keju
Kavitas
Memadat/bekas
Tuberkuloma
Bersih Sembuh
Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Keperawatan, Edisi 3. Jakata : EGC Mansjoer dkk . 2000. Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3. Jakarta: FK UI Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology 1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC Reevers, Charlene J, et all 2000. Keperawatan 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Bedah, Jakarta : Salemba Medica Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC