I PRAKTIKUM 1 ANALISIS DESKRIPSI POPULASI 1.1 Pendahuluan
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Secara umum belum dilakukan intervensi atau spesies yang terkandung di dalamnya. Populasi dasar merupakan populasi yang secara umum belum dilakukan intervensi atas spesies yang terkandung di dalamnya. Dalam pemuliaan, populasi dasar perlu dianalisis secara deskriptif menggunakan analisis statistik. Analisis deskriptif terhadap populasi meliputi ukuran tendensi pusat atau ukuran pemusatan, merupakan gambaran populasi yang ada dalam populasi diduga menyebar secara normal. Ukuran terdensi pusat digunakan untuk mencari nilai minimum dan maksimum serta menghitung mean, median dan modus. Selain itu keragaman dalam populasi dasar digunakan dengan cara mencari nilai ragam, simpangan baku atau standar deviasi, dan koefisien keragaman atau koefisien variasi (kv). Dalam pemuliaan ternak analisis deskripsi ini adalah bagian yang penting sebagai dasar dalam mengolah data ke dalam analisis yang lebih lanjut. Oleh karena itu dilakukan praktikum tentang “Analisis Deskripsi Dasar” sebagai penun jang penun jang dalam mengerjakan pengolahan data yang lebih lanjut. Diharapkan setelah praktikum ini dilakukan, bisa mempermudah dalam memahami materi selanjutnya.
1.2 Tinjauan Pustaka
Menurut (Legates dan Warwick ,1990) bahwa populasi ternak pada suatu wilayah merupakan gambaran langsung keberadaan suatu ternak. Namun secara umum pandangan tentang populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor imigrasi, yaitu masuknya sekelompok spesies kedalam wilayah tertentu, tingkat kelahiran, pengeluaran spesies dari wilayah dan tingkat kematian. Populasi dibagi menjadi dua, yakni populasi alamiah dan buatan. Populasi alamiah merupakan sekelompok individu dalam satu spesies yang menempati wilayah tertentu karena alasan alamiah, yakni kepentingan spesies bagi kehidupan secara social, kondisi geografis mendukung kecukupan nutrisi dan mineral alam serta aktivitas reproduksi dan daya dukung wilayah bagi perkembangan spesies. Populasi buatan merupakan populasi yang sengaja dibuat manusia dengan perlakuan dan lingkungan untuk kepentian tertentu pula, misalnya bisnis atau konservasi. Rata-rata merupakan ukuran pusat yang penting dalam pemuliaan ternak, karena sampel yang kita ambil dalam suatu populasi yang berdistribusi normal mungkin akan menyimpang. Rata-rata suatu sifat yang kita amati adalah rata-rata aritmetik dari seluruh nilai didalam populasi atau sampel. Rata-rata populasi biasanya ditulis dengan notasi μ sedangkan rata-rata sampel ditulis dengan notasi
̅̅ (Legates (Legates dan Warwick ,1990) . Rumus dari rata-rata sampel adalah: ̅̅ = 1/ ( x + x +x +....+ x ) 1
Dimana:
2
3
n
x
= Pengukuran dari individu yang diamati
n
= Jumlah sampel
Ragam merupakan ukuran yang terpenting dalam pemuliaan ternak karena merupakan suatu ukuran untuk menentukan nilai genotip dan penotip dari suatu populasi/individu. Ragam menggambarkan suatu dispersi/variasi dari suatu populasi. Apabila kita akan memilih beberapa ekor ternak yang akan digunakan sebagai tetua untuk generasi selanjutnya, misalnya berdasarkan bobot badan, seleksi tersebut akan efektif bila dalam populasi tersebut mempunyai keragaman yang tinggi. Tetapi kalau dalam populasi tidak mempunyai keragaman, misalnya semua ternak yang akan kita pilih mempunyai bobot yang sama (secara genetik), maka kita tidak perlu melakukan seleksi (Pirchner ,1981). Ragam merupakan simpangan kuadrat dari rata-rata populasi atau sampel, dan biasanya ditulis dengan notasi σ2 untuk populasi dan s2 untuk sampel. Ragam
suatu sampel ditulis dengan persamaan: Untuk populasi dibagi dengan n. Standar deviasi adalah merupakan akar dari ragam, dan diberi simbol σ
untuk populasi dan s untuk sampel (Hammond,1992). Rumusnya adalah:
Koefisien Variasi Kadang-kadang kita perlu untuk membandingkan keragaman antara 2 sifat atau lebih; apakah sifat yang satu lebih beragam dari sifat yang lainnya atau kurang beragam. Alat yang digunakan adalah koefisien variasi (C) (Pirchner ,1981). Koefisien variasi ditulis dengan persamaan:
Jika kita tertarik untuk mengetahui derajat hubungan antara dua variabel atau sifat, missal hubungan antara lingkar dada dengan bobot badan atau bobot badan dengan produksi susu, kita bisa menggunakan korelasi. Koefisien korelasi (r ) berkisar antara -1.0 sampai +1.0. r =+1.0 menunjukan bahwa penambahan 1 unit suatu variabel, akan menambah 1 unit variable lain yang berkorelasi, sedangkan apabila r =-1.0 sebaliknya, penambahan 1 unit variabel yang satu akan
menurunkan 1 unit variable lain (Hammond,1992). Koefisien korelasi dihitung dengan rumus: Jika koefisien variasi mengukur derajat hubungan antara dua variabel, koefisien regresi atau sering ditulis dengan notasi b, mengukur jumlah perubahan
suatu variabel atau sifat dengan variabel lain yang berhubungan. Misalnya Tinggi Lingkar Pundak No
Dada (cm)
(y-
(x-
(cm) (y) (x)
perubahan penambahan bobot badan untuk setiap penambahan lingkar dada (Hammond,1992). Koefisien regresi dihitung dengan rumus: Regresi merupakan suatu metoda yang penting, karena bisa menduga suatu variabel yang belum diketahui nilainya berdasarkan variabel lain yang telah diketahui nilainya. Regresi juga merupakan salah satu metoda untuk menduga nilai heritabilitas (Legates dan Warwick ,1990). Persamaan regresi di tulis dengan rumus: 1.3 Tujuan Praktikum
Mengetahui dan memahami bagaimana mendeskripsikan kondisisuatu sifat dalam suatu populasi ternak yang diamati.
1.4 Metode Praktikum
1) Penjelasan materi dan prosedur praktikum oleh dosen pengampu 2) Mengerjakan soal berkaitan dengan deskripsi suatu populasi
1.5 Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1.5.1 Hasil Pengamatan
1
175,5
275,6
74,36
27,04
204,49
2
167,7
253,5
20,28
6,76
60,84
3
171,6
263.9
3,38
1,69
6,76
4
170,3
260,0
0
0
1,69
5
169,0
266,5
-6,76
1,69
27,04
6
167,7
252,2
23,66
6,76
82,81
7
162,5
253,5
60,84
60,84
60,84
8
169,0
252,2
11,83
1,69
82,81
9
175,5
269,1
40,56
27,04
60,84
10
174,2
266,5
20,28
15,21
27,04
Jumlah
1.703
2.613
248,43
148,72
615,16
Rata-rata 170,3 261,3 n 10 10 Tabel 1. Lingkar Dada dan Tinggi Pundak
Perhitungan : 1.
= ∑ = = 170,3 ӯ =
∑ = = 261,3
̅ (y- = 248,43 x̅ = 148,72 y = 615,16
2. ∑(x3. 4.
Tabel 2. Parameter Lingkar Dada dan Tinggi Pundak Parameter 1. N 2. Minimum 3. Maximum
x
y
10
10
175.5
252.2
162.5
275.6
4. Ragam Sampel 5. Rata-rata 6. StDev 7. Peragam 8. Korelasi 9. Koefisien Regresi
16.52444
68.35111
170.3
261.3
4.065
8.267
27.60333 0.821397 1.670455
Perhitungan: 1. Ragam sampel (X)
=, = , = 16,5244 = ∑− n− − Ragam sampel (Y)
= , = 68,3511 = ∑−n−ӯ = , − 2. Standar deviasi (X)
√ = 16,5244 = 4,065
Sx=
Standar deviasi (Y)
= 68,3511 = 8,267
Sy=
3. Peragam Cov (x,y)
−= , = 27,603 = ∑−n−
4. Korelasi
= , = , = 0,822 r = cov, ,, , 5. Koefisien Regresi
b = cov,= ,, = 1,6705 1.5.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini ada sebuah populasi ternak sebanyak 10 ekor, kemudian diukur lingkar dada dan tinggi pundaknya seperti dalam hasil pengamatan diatas. Setelah itu lalu menentukan nilai minimum, maksimum, rata-
rata, ragam, peragam, standar deviasi, koefisien variasi, koefisien korelasi, dan koefisien regresi dari sejumlah data tersebut. Pada populasi ini dimisalkan untuk tinggi pundak adalah (x) dan lingkar dada adalah (y).
Hasilnya untuk x nilai maksimumnya adalah 162,5 cm,
sementara untuk y nilai maksimumnya adalah 275,6 cm bisa disimpulkan dari data ini bahwa sampel yang digunakan mempunyai bobot badan yang besar. Sementara untuk nilai minimum x adalah 175,5 cm sementara y adalah 252,2 cm, hal ini dapat berarti bahwa bobot dari sampel adalah rendah. Sesuai dengan pernyataan Kadarsih (2003), menyatakan bahwa ukuran linier tubuh yang dapat dipakai untuk memprediksi produktivitas sapi antara lain panjang badan, tinggi badan, longkar dada. Menurut Minish dan Fox (1979) juga menyatakan bahwa ukuran linier tubuh dapat mengidentifikasi pola atau ti ngkat kedewasaan fisiologis ternak sehingga dapat dijadikan parameter
penduga bobot badan ternak.
Penentuan frame size menurut Field dan Taylor (2002) dapat ditentukan berdasarkan nilai parameter tubuh ternak tersebut dan dapat dijadikan sebagai parameter untuk melakukan seleksi ternak. Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus yang ada untuk nilai rata-rata x atau tinggi pundak adalah 170,3 cm sedangkan untuk y atau lingkar dada adalah 261,3 cm.
Hal ini berarti bahwa dalam data sampel tersebut sebagian besar
mempunyai tinggi pundak sebesar 170 cm sedangkan lingkar dada 261 cm. Menurut Hammod (1992) sifat kuantitatif seperti lingkar dada dan tinggi pundak pada umumnya menyebar secara normal, dipengaruhi oleh banyak gena dan peka terhadap lingkungan. Gena-gena yang terlibat mungkin tidak mempunyai efek yang sama. Ada gena-gena yang berpengaruh kecil dan ada juga yang
berpengaruh besar. Gena-gena yang berpengaruh besar pada suatu sifat disebut Major gene. Ragam merupakan variasi dalam suatu populasi sehingga penting dalam ilmu pemuliaan karena jika semua ternak tidak beragam atau sama semua maka tidak diperlukan adanya seleksi.
Pada praktikum kali ini setelah dihitung
ragamnya untuk sampel x adalah sebesar 16.52444 sedangkan untuk sampel y adalah sebesar 68.35111. Berarti menandakan bahwa keragaman sampel y lebih beragam dibandingkan dengan sampel x sehingga akan lebih efektif jika kita melakukan seleksi melalui parameter lingkar dada. Sesuai dengan pernyataan Hammond (1992), bahwa Apabila kita akan memilih beberapa ekor ternak yang akan digunakan sebagai tetua untuk generasi selanjutnya, misalnya berdasarkan bobot badan, seleksi tersebut akan efektif bila dalam populasi tersebut mempunyai keragaman yang tinggi. Tetapi kalau dalam populasi tidak mempunyai keragaman, misalnya semua ternak yang akan kita pilih mempunyai bobot yang sama (secara genetik), maka kita tidak perlu melakukan seleksi. Peragam atau analisis ankova mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mengontrol galat dan memurnikan rata-rata pengaruh perlakuan.
Dapat
menaksir data hilang atau data rusak serta meningkatkan keandalan interpretasi dari hasil hasil percobaan. Hasil peragam pada praktikum kali ini adalah untuk x dan y adalah sebesar 27.60333. Berarti bahwa data hilang atau rusak dari sampel populasi diatas kemungkinan besar adalah sekitar 27,60%. Standar deviasi setelah dihitung untuk x atau tinggi pundak adalah sebesar 4.065 sementara untuk y atau lingkar dada adalah sebesar 8.267. Standar deviasi ini menurut Hammod (1992) merupakan pengakaran dari ragam yang berfungsi untuk mengetahui simpangan rata-rata dari suatu data.
Koefisien korelasi pada data populasi diatas didapat sebesar 0.821397. Artinya derajat hubungan antara tinggi pundak dengan lingkar dada adalah sebesar 0.821397. Menurut Hammond (1992), jika ingin mengetahui derajat hubungan antara dua variable suatu sifat kita bisa menggunakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi berkisar antara -1.0 sampai +1.0. Artinya jika r =+1.0 menunjukan bahwa penambahan 1 unit suatu variabel, akan menambah 1 unit variable lain yang berkorelasi, sedangkan apabila r =-1.0 sebaliknya, penambahan 1 unit variabel yang satu akan menurunkan 1 unit variable lain. Koefisien regresi setelah dihitung pada praktikum kali ini didapat sebesar 1.670455. Artinya jumlah perubahan suatu variable dengan variable lainnya yang berhubungan adalah sebesar 1,670455. Regresi ini juga dapat digunakan untuk menduga nilai heretabilitas yang nantinya dapat digunakan sebagai parameter dalam seleksi (Legates dan Warwick ,1990).
1.6 Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan penggunaan ragam dan standar deviasi dalam praktikum yang dilakukan guna mengetahui rata-rata dari nilai simpangan dan ukuran penyebaran. Keragaman yang didapatkan rata-rata seragam dengan hasil kurang dari 10%.
II PRAKTIKUM 2 PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS BEBERAPA SIFAT PRODUKSI PENTING 2.1 Pendahuluan
Ripitabilitas atau daya ulang merupakan suatu konsep dasar untuk mengetahui daya ulang terhadap sifat – sifat yang muncul beberapa kali selama hidup dari ternak, misalnya produksi susu, produksi telur, tebal kerabang telur, produksi wol, jumlah anak sekelahiran, jarak beranak, bobot lahir, bobot sapih, dan sebagainya. Rumusan nilai ripitabilitas adalah meliputi semua pengaruh genetic, ditambah pengaruh lingkungan yang bersifat permanen (Warwick, dkk.,1983 , dikutip dalam modul praktikum ilmu pemuliaan ternak). Menurut Warwick, dkk., 1990 mengatakan bahwa ripitabilitas adalah konsep yang erat hubungannya dengan heritabilitas dan berguna untuk sifat – sifat yang muncul beberapa kali dalam hidupnya, seperti produksi susu dan lainnya. Ripitabilitas meliputi semua pengaruh genetic ditambah pengaruh lingkungan yang bersifat permanen. Pengaruh lingkungan yang permanen adalah semua pengaruh yang bukan bersifat genetic, tetapi mempengaruhi produktivitasseekor ternak selama hidupnya. Pengaruh – pengaruh seperti penyakit atau kurang gizi pada awal pertumbuhan, pengaruh dalam kandungan, terutama keadaan gizi yang baik
selama
pemeliharaan
adalah
semua
kemungkinan
penyebab
dari
produktivitas selama hidup yang lebih rendah atau lebih tinggi daripada yang diharapkan.
2.2 Tinjauan Pustaka
Menurut Mc Dowell (1972) menyatakan bahwa ripitabilitas adalah suatu fraksi dari ragam fenotipik yang disebabkan oleh adanya perbedaan yang tetap dari individu – individu. Besarnya nilai ripitabilitas berkisar antara 0 dan 1 dan selalu lebih besar atau sama dengan nilai heritabilitas karena nilai ripitabilitas dipengaruhi oleh lingkungan permanen (r ≥ h²) (Hardjosubroto, 1994). Pengetahuan tentang ripitabilitas suatu sifat dapat digunkan dalam beberapa hal : a.
Mengetahui batas minimal nilai heritabilitas dari sifat yang sama diamati
b.
Menaksir besarnya suatu sifat yang pemunculannya berulang selama hidupnya
c.
Aplikasi dalam menduga produktivitas pada masa yang akan datang yang mempunyai satu atau lebih catatan produksi dengan prediksi MPPA
d.
Menduga ketelitian nilai heritabilitas dengan menggunakan beberapa catatan produksi menggunakan prediksi
e.
Menduga respon seleksi dari catatan berulang menggunakan prediksi
f.
Menduga efisiensi relative dari satu catatan dengan menggunakan beberapa catatan menggunakan prediksi. Dalam istilah praktis yang sering digunakan dalam pemuliaan ternak
ripitabilitas adalah kecenderungan dari hewan – hewan yang mempunyai nilai tinggi dalam ukuran – ukuran pada tahap awal dari hidupnya, akan mempunyai
nilai lebih tinggi dari rata – rata dalam pengukuran berikutnya dari sifat yang sama dan sebaliknya (Warwick, dll., 1990). Angka pengulangan (repeatability) didefinisikan sebagai korelasi fenotip antara performance sekarang dengan performance – performance dimasa mendatang pada satu individu. Angka pengulangan merupakan bagian dari ragam fenotip yang disebabkan oleh perbedaan antar individu yang bersifat permanen. Oleh sebab itu, angka pengulangan meliputi semua pengaruh genetic ditambah pengaruh lingkungan yang permanen (Hardjosubroto, 1994). 2.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ilmu pemuliaan ternak mengenai pendugaan nilai ripitabilitas beberapa sifat produksi penting, yaitu untuk mengetahui nilai dan tingkat ripitabilitas pada dua catatan produksi dan tiga catatan produksi.
2.4 Metode Praktikum
1) Penjelasan Materi dan prosedur praktikum oleh deosen pengampu 2) Mengerjakan soal berkaitan dengan menghitung nilai ripitabilitas suatu sifat
2.5 Hasil Pengamatan dan Pembahasan 2.5.1 Hasil Pengamatan a. Nilai Ripitabilitas Dua Catatan Produksi
LAKTASI 1
LAKTASI
2
NO
SAPI
(x)
(y)
xy
x2
y2
1
HUNNASI
2872.6
3056
8778665.6
8251830.76
9339136
2
FIERA
2750.4
3147.7
8657434.08
7564700.16
9908015.29
3
LULUKA
2628.2
2994.9
7871196.18
6907435.24
8969426.01
4
TANAKA
2842.1
3056
8685457.6
8077532.41
9339136
5
JAKARO
2811.5
2933.8
8248378.7
7904532.25
8607182.44
6
GITANI
2689.3
2994.9
8054184.57
7232334.49
8969426.01
7
AFINA
2505.9
2933.8
7351809.42
6279534.81
8607182.44
8
BIANCA
2750.4
3117.1
8573271.84
7564700.16
9716312.41
21850.4
24234.2
66220397.99
59782600.28 73455816.6
Jumlah
,− , ., Σ− = Cov xy = = 4218,22 − − ² , ² ²= Σ²− = ,− = 14657,54 ² ,− ,² Σ²− = 6251,49 ²= − = − R=
R=
= , = 0,44 √ , .,
b. Nilai Ripitabilitas Tiga Catatan Produksi Kerbau Pengukuran
Total 1
2
3
4
5
6
7
8
1
19.23
18.75
18.75
17.79
17.31
17.31
16.35
15.39
140.88
2
19.23
20.68
21.16
18.27
18.75
17.31
18.27
17.31
150.98
3
20.2
20.2
18.75
18.75
19.23
17.31
17.79
17.79
150.02
Jumlah
58.66
59.63
58.66
54.81
55.29
51.93
52.41
50.49
441.88
Σx²
1147.63 1187.26 1150.87 1001.84 1020.99 898.91 n=8
k=3
1. FK =
917.60 852.97 8178.07
N = 8x3 = 24
,² = 8135,75
2. JK Total = Σx² - FK = 8178,07 – 8135,75 = 42,32 3. JKW =
,² + ,² + … + ,² – FK
= 8163,87 – 8135,75 = 28,12 4. JKE = JK total – JKW = 42,32 – 28,12 = 14,2 SK
db
JK
KT
Komponen
Antar Individu (W)
7
28,12
4,02
σE² + k σw²
Dalam Individu (E)
16
14,2
0,89
Total
23
42,32
4,91
σE²
σE² = 0,89 σE² + 3σw² = 4,02
σw² = 1,04
² = , = 0,538 = 0,54 ²+ ² , + , −²[+ −] = −,²[+−,] = 0,02 SE(r) = −− −− r=
2.5.2 Pembahasan
Ripitabilitas merupakan kemampuan seekor ternak (tetua) untuk mengulang sifat – sifat produksinya selama hidupnya. Pada praktikum kali ini, praktikan menghitung nilai ripitabilitas dua catatan produksi dan tiga catatan produksi. Untuk dua catatan produksi, praktikan menghitung daya ulang seekor sapi perah pada laktasi pertama dan kedua. Hasilnya didapatkan nilai 0,44. Hal ini berarti, kemampuan ternak sapi perah untuk mengulang produksi susunya sebesa r 44%. Pada perhitungan kedua, praktikan menghitung nilai ripitabilitas tiga catatan produksi pada produksi susu kerbau. Pengamatan dilakukan pada 8 ekor ternak kerbau, dengan pengulangan pengukuran masing – masing tiga kali (k=3).
Dari data yang diperoleh, didapatkan nilai ripitabilitas sebesar 0,54, yang berarti kemampuan ternak kerbau untuk mengulang produksi susunya sebesar 54%. Telah kita ketahui bahwa nilai ripitabilitas dipengaruhi oleh lingkungan permanen, sehingga nilainya selalu lebih besar atau sama dengan nilai heritabilitas. Namun, pada praktikum ini, praktikan tidak menghitung nilai heritabilitas dari data yang dianalisis. Sehingga praktikan belum mengetahui apakah nilai ripitabilitas yang telah dihitung lebih besar atau sama dengan nilai heritabilitas.
2.6 Kesimpulan
Dari data yang telah dilakukan perhitungan, pada data pertama, yaitu pendugaan nilai ripitabilitas pada dua catatan produksi didapatkan nilai ripitabilitas sebesar 0,44 (44%). Artinya, kemampuan ternak sapi perah dalam menurunkan sifat produksi susunya sebesar 44% (tinggi). Adapun pada data kedua, yaitu pendugaan nilai ripitabilitas pada tiga catatan produksi didapatkan nilai ripitabilitas sebesar 0,54 (54%). Dengan demikian, kemampuan ternak kerbau dalam mengulang produksi susunya sebesar 54% (tinggi).
III PRAKTIKUM 3 PENDUGAAN NILAI HERITABILITAS DENGAN POLA REGRESI 3.1 Pendahuluan
Heritabilitas
adalah
angka
keturunan
yaitu
seberapa
besar
tetua
dapatmenurunkan gennya kepada keturunannya yang mempunyai kesamaan sifat. Menurut warwick heritabilitas adalah istilah yang digunakan untukmenunjukan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan ragam) darisuatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik Terdapat dua pengertianheritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakansecara umum adalah heritabilitas dalam arti sempit. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendapatkan ternak yang bermutu. Salah satunya yaitu dengan menurunkan ataupun mewariskan sifat yang baik dari suatu induk ternak adalah hal yang berkelanjutan. Dalam populasi ternak yang besar, tidak menutup kemungkinan akan mengalami kesulitan. Maka dari itu, untuk memudahkan dapat dilakukan perkawinan secara acak atau dapat disebut juga random, akan tetapi sebelum dilakukan kawin acak (random) suatu ternak yang akan dikawinkan atau induknya harus memiliki kualitas yang baik dan memiliki produktifitas yang tinggi. Karena hal inilah yang akan diturunkan induk terhadap keturunannya, apabila tetua dari ternak tersebut memiliki kualitas yang baik maka itu akan diturunkan terhadap anak atau keturunanya. Dan untuk dapat mengetahui kemampuan suatu induk atau tetua yang memiliki kualitas dan produktifitas yang baik, maka harus ada suatu ilmu yang mempelajarinya. Yaitu salah satunya adalah heritabilitas (suatu tolak ukur yang 19 digunakan dalam
suatu seleksi untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunanya). Prinsip dasar dalam menduga nilai heritabilitas ada beberapa cara utama ( Johnson and Rendel, 1966 ) : 1. Etimilasi nilai heritabilitas dapat dianalisis dari ragam suatu populasi yangisogen
(ragam yang sama ), dibandingkan dengan ragam populasi umum
2. Melalui seleksi dalam populasi bila dilakukan suatu seleksi makafrekuaensi gennya akan berubah dan perubahan frekuansi gen inilah yangdiduga sebagai kemampuan genetic yang diperoleh dari tetuan ya. Melalui perhitungan korelasi dan regresi dari induk atau orang tua dengananaknya. Cara ini merupakan paling akurat, karena dianalisis berdasarkan kekerabatannya secara genetik.
3.3 Tinjauan Pustaka
Heritabilitas merupakan suatu tolok ukur yang digunakan dalam suatu seleksi, yaitu untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunnya. Menurut Warwick, dkk (1983) heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang dia diakibatkan oleh pengaruh genetik. Secara statistik merupakan reaksi observased fenotipik variance, yang disebabkan perbedaan hereditas diantara gen dan kombinasi gen genotipe individu-individu sebagai suatu unit. Ada dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah heritabilitas dalam arti sempit. Dalam arti luas dan dalam arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara unu adalah
dalam arti sempit. Heritabilitas dalam arti luas adalah total atau penjumlahan antara ragam genetic, dominantt dan epistasis dibagi dengan total atau penjumlahan antara ragam genetic, dominan, epistasis, dan lingkungan. Sedangkan heritabilitas dalam arti sempit yaitu : Ragam genetic per total atau penjumlahan antara ragam genetic, dominant, epistasis, dan lingkungan.
3.2 Tujuan Praktikum
Mengukur berapa besar variasi gen aditif suatu sifat yang diturunkan dari tetua terhadap anaknya dengan pola regresi.
3.4 Metode Praktikum
1) Setiap kelompok mendapatkan satu set data. Menentukan nilai heritabilitas dengan menggunakan analisis heritablitas dan pola regresi. 2) Membuat kesimpulan dari hasil analisis 3) Menulis laporan sementara dalam kertas folio
3.5 Hasil Pengamatan dan Pembahasan 3.5.1 Hasil Pengamatan
Tabel 6. Peforma Pengukuran performa anak dan bapak.
No.
Bapak (X)
Anak (Y)
(X-X)2
(X-X)(Y-Y)
1
8,65
13,10
16,23
6,44
2
10,56
14,16
4,49
1,14
3
11,42
14,05
1,58
0,81
4
11,45
15,12
1,51
-0,52
5
11,78
15,55
0,81
-0,77
6
12,07
14,98
0,37
-0,11
7
12,30
14,98
0,14
0,00
8
12,67
14,76
0,00
-0,01
9
12,70
14,31
0,00
0,03
10
12,89
14,83
0,04
0,00
11
13,71
14,70
1,06
0,86
12
13,72
15,52
1,09
-0,95
13
13,84
13,88
1,35
-0,92
14
14,10
14,05
2,02
2,12
15
14,33
15,98
2,73
0,49
16
14,36
14,99
2,83
0,49
17
14,98
14,90
5,30
0,47
Σ
215,53
249,86
41,55
8,91
Rata-Rata
12,67
14,65
14,65
2,44
Pendugaan Nilai Heritabilitas dengan Pola Regresi
. 2 ℎ = = 0,43
3.5.2 Pembahasan
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh nilai heritabilitasnya sebesar 0,43. Ini sesuai dengan literatur bahwa besar kecilnya nilai heritabilitas (h2), berkisar antara 0 sampai 1,0. Heritabilitas menunjukkan bagian atau persentase dari keragaman fenotipik yang disebabkan oleh keragaman genetik additif. Semakin tinggi nilai h2 dapat diartikan bahwa keragaman sifat lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan genotipe ternak dalam populasi, dan hanya sedikit pengaruh keragaman lingkungan. Dari persamaan tersebut di atas juga dapat dilihat bahwa nilai h2 dapat meningkat (atau mengecil) karena VA (ragam genetic additive) yang membesar atau VP (ragam fenotipik) yang mengecil. Oleh karena itu, dalam pendugaan heritabilitas dianjurkan agar keragaman lingkungan yang dikenakan terhadap populasi ternak diperkecil dengan memberikan lingkungan yang relatif homogen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan sifat performa pada ternak disebabkan oleh karena adanya perbedaan genotipe di antara ternak yang diamati. Secara teoritis nilai heritabilitas berkisar dari 0 – 1, namun jarang ditemukan nilai ekstrim nol atau 1 pada sifat kuantitatif ternak. Sifat produksi yang memiliki nilai heritabilitas nol adalah sifat dimana semua keragaman fenotipik pada ternak disebabkan semata-mata oleh pengaruh faktor lingkungan, dan diasumsikan pengaruh genetik tidak ada sama sekali. Nilai heritabilitas 1 menunjukkan sifat kuantitatif dimana semua keragaman sifat disebabkan oleh faktor genetik. Nilai heritabilitas dibedakan atas tiga kategori yaitu kecil, sedang dan besar. Nilai heritabilitas dikatakan kecil (rendah) jika nilainya 0 – 0,2; sedang: 0,2
– 0,4 dan besar (tinggi) jika bernilai lebih dari 0,4. Preston dan Willis (1974) mengklasifikasikan nilai heritabilitas, dikatakan rendah jika kurang dari 0,25, sedang jika nilainya 0,25 – 0,50 dan besar jika bernilai lebih dari 0,50. Menurut Hardjosubroto (1994), nilai heritabilitas dikatakan rendah apabila bernilai kurang dari 0,10; sedang jika nilainya antara 0,10 – 0,30 dan tinggi jika lebih dari 0,30. Nilai heritabilitas memiliki sifat sebagai berikut: 1. Bukan suatu konstanta 2. Untuk setiap sifat (pada umumnya sifat kuantitatif) nilai heritabilitas suatu sifat dapat berbeda karena perbedaan lokasi pengamatan, perbedaan kelompok ternak, waktu pengamatan dan cara menghitung heritabilitas. Heritabilitas merupakan parameter paling penting dalam pemuliaan ternak. Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat yang diseleksi, maka semakin tinggi peningkatan sifat yang diperoleh setelah seleksi. Tingginya nilai heritabiltas suatu sifat menunjukkan bahwa korelasi antara ragam fenotipik dan ragam genetik yang tinggi. Pada kondisi tersebut seleksi individu sangat efektif dilakukan, sebaliknya jika nilai heritabilitas rendah, maka sebaiknya seleksi dilakukan berdasarkan seleksi kelompok. Menurut beberapa literature nilai heritabilitas dari hasil perhitungan pada praktikum ini dapat digolongkan kedalam kategori tinggi yaitu, sebesar 0,43.
3.6 Kesimpulan
Pendugaan Nilai Heritabilitas dengan Pola Regresi. Telah diketahui nilai heritabilitas induk terhadap berat lahir pedet berdasarkan pola regresi adalah 0.43 atau 43% dan termasuk tinggi.
IV PENDUGAAN NILAI HERITABILITAS DENGAN POLA HALF SIB DENGAN ANALISIS RAGAM PRAKTIKUM 4 4.1 Pendahuluan
Pengertian genetic quantitative model , dimana ada beberapa konsepsi dimulai dari adanya hubungan kekerabatan baik regresi korelasi, maupun inbreeding, konsep nilai, ragam dan peragam, adanya sifat aditif dan dominan dimana dari tetua hanya diturunkan sifat aditif pada anak-anaknya, konsepsi persilangan yang didasari dari hubungan saudara sekandung (Full Sib) dan saudara tiri (Half Sib) yang kesemuanya mengandung besaran ragam aditif dan dominan. Kemajuan genetik yang dapat diharapkan dari seleksi intra populasi sangat bergantung pada koefisien nilai genetik aditif pada heritabilitas (h2) nilai fenotip atau pewarisan sifat (karakter). Karena itulah pengetahuan tentang heritabilitas sangatlah penting.
4.2 Tinjauan Pustaka
Menurut Warwick (1995) heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan bagian dari keragaman total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Heritabilitas dapat diperhitungkan dalam dua konteks secara luas pengaruh keturunan termasuk semua pengaruh gen, yaitu aditi f, dominan, dan epistasis. Memasukkan darah baru ke dalam suatu populasi ternak akan meningkatkan ragam genetic dalam populasi tersebut sehingga menaikkan nilai heritabilitas yang diperoleh (Harjosubroto, 1994).
Menurut Falconer (1981) bahwa heritabilitas besar dari 0.3 tergolong kategori tinggi. Heritabilitas disebut dalam kategori tinggi adalah besar dari 0.5. Heritabilitas berat badan 1 tahun pada Sapi Bali berkisar 0.35-0.8. besar kecilnya heritabilitas dalam suatu populasi yang dianalisis akan tergantung pada jumlah pejantan yang diamati, cara pengambilan sample dan metode perhitungan yang digunakan. Heretabilitas bisa diartikan sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan penampilan antara anak-anak dengan tetuanya. Nilai heretabilitas berselang antara 0 – 1, nilai heritabilitas mendekati 1 menunjukan bahwa suatu sifat memberikan respon yang lebih baik terhadap perlakuan seleksi (Kurnianto, 2009). Nilai heretabilitas dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu nilai heretabilitas suatu sifat dikatakan rendah jika berada antara 0-0,02. Sedang antara 0,2-0,4 tinggi untuk nilai lebih dari 0,4. Sifat yang memiliki heretabilitas tinggi adalah yang berhubungan dengan fertilitas, misalnya daya tetas telur (Noor, 1996). Nilai heritabilitas negatif atau lebih dari satu secara biologis tidak mungkin. Hal tersebut dimungkinkan disebabkan oleh keseragaman yang disebabkan oleh lingkungan yang berbeda untuk keluarga kelompok yang berbeda, metode yang digunakan tidak tepat sehingga tiadak dapat menunjukkan antara ragam genetik dan ragam lingkungan dengan efektif, kesalahan dalam pengambilan contoh (Warwick et al., 1995). Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan genetik
total
dalam
kaitannya
keragaman
genotip,
sedangkan
menurut
Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Dalam menentukan sifat-sifat
yang ada kaitannya dengan sifat yang dituju, maka diperlukan informasi hubungan antara sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat yang akan diperbaiki. Analisis ragam dipakai dalam pemuliaan ternak untuk menduga ragam genetik dan fenotipik. Sejak tahun 1985 analisis ini tidak dipakai lagi dengan mulai dikembangkanya analisis Restricted Maximum Likelihood (REML). Sampai sekarang REML bisa dikatakan sebagai analisis standar dunia untuk menduga ragam peragam dalam pemuliaan ternak (Pirchner,1981). Dalam half-sib individu-individu yang diamati berasal dari salah satu tetuanya, baik yang jantan maupun yang betina, yang dikawinkan secara random/acak dalam suatu populasi. Pola half-sib dengan jantan sebagai tetua bersama lebih populer dibandingkan dengan betina sebagai tetua bersama karena jantan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan betina. Derajat kemiripan bisa diduga dengan Intraclass Korelasi. Intraclass Korelasi mengukur derajat kemiripan anak di dalam suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok yang lain berdasarkan tetua bersama (Hammond, 1992).
4.3 Tujuan Praktikum
Mengetahui dan memahami bagaimana menduga nilai heritabilitas suatu sifat dalam suatu populasi ternak yang diamati, dengan Analisis Ragam.
4.4 Metode Praktikum
1) Penjelasan materi dan prosedur praktikum oleh dosen pengampu 2) Mengerjakan soal berkaitan dengan pendugaan nilai heritabilitas Pola Half-Sib denga Analisis Ragam
4.5 Hasil Pengamatan dan Pembahasan 4.5.1 Hasil Pengamatan Tabel . Performa Anak dari 3 Ekor Pejantan
Pejantan
No
Total
Pejantan 1
Pejantan 2
Pejantan 3
1
2,87
2,98
3,11
2
3,26
3,41
2,92
3
2,92
2,95
3,01
4
3,16
3,06
2,73
5
2,92
3,01
2,82
6
2,73
3,02
2,87
∑
17,86
18,43
17,46
53,75
53,3558
56,7551
50,9008
161,0117
∑
Perhitungan: ∑Y = y1 + y2 + … + y6 Total ∑Y = ∑Y1 + ∑Y2 + ∑Y3 = 17,86 + 18,43 + 17,46 = 53,75 ∑Y2 = (y1)2 + (y2)2 + … + (y6)2 Total ∑Y2
= ∑Y21 + ∑Y22 + ∑Y23 = 53,3558 + 56,7551 + 50,9008 = 161,0117
Total ∑Y = , = 160,535
1. FK
=
2. JK Total
= Total ∑Y2 – FK = 161,0117-160,535= 0,508228
3. JK Pejantan
=
, + , + , - FK
= 160,5827 - 160,535
4. JK Galat
= 0,079211 = JK Total - JK Pejantan = 0,508228 - 0,079211 = 0.429017
Tabel 6. Tabel Sidik Ragam Sumber
db
JK
KT
Antar Pejantan(S)
2
0,079211
0,039606
Galat(W)
15
0,429017
0,028601
Total
17
0,508228
Keragaman
Komponen
+ k = =
Perhitungan : dbS
= (n-1) = (3-1) = 2
Total = (N-1) = (18-1) = 17 dbW
= (Total – dbS) = (17-2) = 15
KTS
=
KTW 5. 6. 7.
= 0,079211 = 0,039606 = 0,429017 = 0,028601 = = 0,028601 0,039606 0,028601 − = = = 0,001834 , = 0,060261 t= = + , + 0,028601
8. h2 = 4t = 0,060261 x 4 = 0.231046 = 0.23
4.5.2 Pembahasan
Nilai heritabilitas diperoleh dari perbandingan antara ragam yang disebabkan oleh faktor genetik dengan ragam fenotipik. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai heritabilitas sebesar 0.231046 = 0.23. Nilai heretabilitas 0.231046 dapat digolongkan ke kategori sedang. Hal tersebut didukung Noor (1996) yang menyatakan bahwa nilai pemulian antara 0.2 – 0.4 dikategorikan sedang.
Hal ini berarti kemampuan untuk menurunkan sifat produksi seekor dari tetua ke anaknya sebesar 23% dipengaruhi oleh potensi genetik dan 77% dipengaruhi oleh lingkungan. Memasukkan darah baru ke dalam suatu populasi ternak akan meningkatkan ragam genetic dalam populasi tersebut sehingga menaikkan nilai heritabilitas yang diperoleh (Harjosubroto, 1994). Menurut Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Dari data yang digunakan, didapatkan pola half-sib dengan jantan sebagai tetuanya yaitu sebanyak tiga ekor dengan masing-masing anaknya berjumlah enam. Hal tersebut karena menurut pernyataan Hammond (1992) bahwa pola halfsib dengan jantan sebagai tetua bersama lebih populer dibandingkan dengan betina sebagai tetua bersama karena jantan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan betina.
4.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dapat diketahui bahwa nilai heritabilitas pola half-sib dengan analisis ragam pada pengukuran performa anak dari tetua yang sama sebesar 0,23. Artinya, kemiripan antar kerabat atau sib dari tetua yang sama (saudara tiri sebapak) cukup baik.
V PRAKTIKUM 5 MENYUSUN INDEKS SELEKSI
5.1 Pendahuluan
Kebutuhan manusia akan ternak dan hasil-hasil olahannya menyebabkan peningkatan permintaan ternak secara signifikan dari tahun ke tahunnya. Hal ini harus diantisipasi dengan penerapan ilmu dan teknologi pemuliaan ternak yang sangat berhubungan dengan peningkatan populasi ternak dan peningkatan kuantitas dari berat badan ternak dan produksi susu ternak serta nilai pemuliaannya yang menunjukan kedudukan ternak tersebut dalam populasinya. Nilai hertabilitas dan ripitabilitas yang memang menjadi faktor yang ber hubungan dengan nilai pemuliaan dan produksi ternak tersebut. Masalah-masalah tersebut perlu diselesaikan salah satu caranya dengan menerapkan ilmu pemuliaan ternak yang dapat meningkatkan nilai, kuantitas dan populasi ternak tersebut. Hal ini mendorong kami untuk melakukan praktikum ilmu pemuliaan ternak dan menyusun laporan praktikum.
5.3 Tinjauan Pustaka 5.3.1 Indek seleksi
Metode index selection (IS) atau seleksi indek adalah seleksi yang diberlakukan pada ternak dengan menerapkan indeks terhadap sifat-sifat yang menjadi kriteria seleksi. Pendugaan nilai pemuliaan seekor ternak dilakukan dengan menggunakan semua sifat yang dipertimbangkan. Caranya adalah
menghitung indeks melalui perkalian pengukuran tiap sifat dengan masing-masing faktor pembobotnya kemudiam dijumlahkan. Pemberian
indeks
terhadap
masing-masing
sifat
bertujuan
untuk
menentukan peringkat unggulan anak babi Landrace (jantan dan betina) yang terbaik dari populasi berdasarkan banyak sifat.Seleksi indeks adalah seleksi yang diberlakukan pada ternak dengan menerapkan indeks terhadap sifat-sifat yang menjadi kriteria seleksi dengan cara menghitung indeks melalui perkalian pengukuran tiap sifat dengan masing-masing faktor pembobotnya, kemudian dijumlahkan (Kurnianto, 2009). Dengan membuat peringkat keunggulan nilai pemuliaan pada sekelompok ternak, seleksi dapat dilakukan dengan memilih ternak pada peringkat utama, yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.Oleh karenanya, pejantan yang mempunyai nilai pemuliaan tinggi (diatas rata rata kelompok) dan mempunyai anak dengan jumlah yang banyak, dapat dipilih sebagai pejantan unggul untuk menurunkan kelompok anak generasi berikutnya (Martojo, 1992). Suatu indeks dapat ditampilkan sebagai berikut : I = biXi+ b2X2+.......+bnXn
Keterangan :
I
= indeks seekor ternak
b = faktor pembobot X
= pengukuran untuk sifat, diekspresikan sebagai selisih dari rataan
kelompok
N = jumlah sifat yang diukur.
Seleksi indeks banyak digunakan pada peternakan yang lingkungannya relatif seragam. Untuk keakuratan seleksi ini , parameter genetik seperti nilai heritabilitas, korelasi genetik, dan korelasi fenotif antara sifat harus diketahui. Nilai indeks dapat dibentuk dengan menggunakan rumus : I=(Pi – P) / P Ket : I=Nilai Indeks.
Pi = Performa ternak.
P = Nilai rata-rata.
5.3.2 Nilai Pemulian
Nilai pemuliaan ( Breeding value) didefenisikan sebagai nilai seekor ternak sebagai tetua (the value of an individual as a parent ) yang diperoleh dari perkawinan acak.Nilai
pemuliaan memberikan gambaran tentang
dugaan
kemampuan mewariskan sifat.Pada program seleksi untuk memilih individuindividu ternak yang mempunyai keunggulan genetik tinggi, maka nilai pemuliaan menjadi suatu keharusan untuk diketahui.Keunggulan ternak bukan dilihat dari nilai mutlak hasil pengukuran, tetapi berdasarkan atas hasil pembandingan antara penampilannya dengan penampilan kelompok lainnya. Nilai pemuliaan ternak diduga dari hasil kali antara pembobot dengan selisih rata-rata penampilan dirinya terhadap penampilan pembandingnya. Besarnya pembobot tergantung pada sumber informasi yang digunakan untuk menduga nilai pemuliaan (Kurnianto, 2010). Apabila seekor ternak (biasanya seekor pejantan) telah diketahui besar nilai pemuliaannya, maka apabila pejantan tersebut dikawinkan dengan indukinduk secara acak pada populasi normal maka rerata performans keturunannya kelak akan menunjukkan keunggulan sebesar setengah dari nilai pemuliaan
pejantan tersebut terhadap performans populasinya (Hardjosubroto, 1994). Dalam pemuliaan ternak, pemilihan ternak terbaik itu berdasarkan keunggulan genetik, karena faktor ini akan diturunkan kepada anak – anaknya. Nilai pemuliaan (NP) merupakan suatu ungkapan dari gena – gena yang dimiliki tetua dan akan diturunkan kepada anak – anaknya. Biasanya gena anak itu didapatkan dari ½ NP induk dan ½ NP bapak.
NP dapat diduga berdasarkan informasi (catatan performa) dari :
Performa ternak itu sendiri
Performa saudara – saudaranya
Performa tetuanya
Gabungan ketiganya.
Banyak para ahli pemuliaan ingin membandingakan ternak – ternak yang berada dalam satu populasi dengan rekan – rekannya.
NP = h2 (Pi – )
Dimana : Pi = catatan individu bersangkutan
= rata – rata populasi 5.2 Tujuan praktikum
Mengetahui cara menghitung nilai pemuliaan dan indeks pemulian dari suatu individu dengan data yang tersedia.
5.4 Metode praktikum
1. Setiap kelompok mendapatkan satu set data. Menentukan nilai pemuliaan dan indeks NP dari setiap data dan mengurutkan rangking berdasarkan indeks terbesar sampai terkecil. 2. Membuat kesimpulan dari hasil analisis 3. Menulis laporan sementara dalam kertas laporan sementara.
5.5 Hasil Pengamatan dan Pembahasan 5.5.1 Hasil Pengamatan
Id ternak
Berat
Berat
NP Berat Np berat
Indeks np
Lahir
Sapih
Lahir
Sapih
total
Sapi Bali
Sapi Bali
Sapi Bali
sapi bali
A
12,5
25,5
-1,29
-0,05
-1,34
10
B
15,2
24,7
-0,48
-0,45
-0,93
9
C
16,4
25,6
-0,12
0
-0,12
5
D
16,5
25,4
-0,09
-0,1
-0,19
6
E
17,0
26,8
0,06
0,6
0,66
1
F
17,4
24,0
0,18
0,8
-0,62
8
G
17,7
24,3
0,27
0,65
-0,38
7
H
18,3
27,6
0,45
1
0,55
4
I
18,3
25,9
0,45
0,15
0,6
3
J
18,6
25,8
0,54
0,1
0,54
2
Rata rata
16,8
25,56
Heritabilitas berat lahir = 0,3
Ranking
Heritabilitas berat sapih = 0,5
5.5.2 Pembahasan
Pada
praktikum
kali
ini
untuk
mengetahui
nilai
indeks
nilai
pemuliaan,sebelumnya harus menghitung terlebih dahulu nilai pemuliaan. Dari data di atas diketahui sepuluh ekor sapi bali dengan berat badan lahir dan sapih.selanjutnya di cari rata rata dari berat lahir dan berat sapih sapi bali. Masukan ke rumus nilai pemuliaan dengan nilai heribtabilitas sudah diketahui sebelumnya dari hasil perhitungan maka akan diketahui nilai pemuliaan dari masing masing ternak dan masing masing berat badan, untuk mengetahui nilai dari indeks nilai pemulian tinggal menjumlahkan nilai pemuliaan berat badan lahir dan berat badan sapih sapi bali. Setelah diketahui indeks nilai pemulian maka ternak dapat di peringkat dari urutan teratas hingga terrendah. Metode pemeringkatan kita dapat mengetahui indeks nilai pemuliaan tertinggi. Indeks Nilai pemuliaan ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk perbaikan mutu genetic ternak yang akan diturunkan oleh generasi berikutnya sehingga dapat menghasilkan bibit unggul. Ternak dengan indeks nilai pemuliaan tertinggi adalah ternak dengan id E dan ternak dengan indeks nilai pemuliaaan terendah adalah ternak dengan id A. Nilai pemuliaan yang paling tinggi yang akan dipilih untuk dilakukan tahapan selanjutnya yaitu seleksi dan perkawinan. Dengan demikian ternak dengan id E merupakan ternak yang dapat dipilih untuk kemudian dilakukan proses seleksi terhadap populasi dari ternak tersebut dan seteah proses seleksi maka dilanjutkan dengan perkawinan dengan pejantan produktif yang juga merupakan hasil seleksi diantara populasi pejantan.
5.6 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Indeks nilai pemulian tertinggi yaitu ternak id E dan terendah id A. 2. Nilai pemuliaan ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk perbaikan mutu genetic ternak yang akan diturunkan oleh generasi berikutnya sehingga dapat menghasilkan bibit unggul.
VI PRAKTIKUM 6 SIMULASI RESPON SELEKSI 6.1 Pendahuluan
Seleksi adalah suatu proses memilihternak yang disukai yang akan dijadikan sebagai tetua untuk generasi berikutnya.Tujuan umum dari seleksi adalah untuk meningkatkan produktifitas ternak melalui perbaikan mutu genetik bibit. Dengan seleksi, ternak yang mempunyai sifat yang diinginkan akan didipelihara, sedangkan ternak-ternak yang mempunyai sifat yang tidak diinginkan akan disingkirkan. Penggunaan yang tepat dari seleksi individu memberikan banyak keuntungan. Selain itu perhitungan faktor-faktor dasar dapat mempengaruhi efektivitas seleksi paling sederhana pada seleksi individu dan menjadi mekin rumit pada tipe seleksi yang lain.
6.2 Tinjauan Pustaka
Seleksi individu, yaitu individu diseleksi atas dasar performannya sendiri. Memperbaiki mutu genetik dengan metode silang luar yaitu dengan persilangan antar ternak yang memiliki hubungan kekerabatan lebih jauh dari rataan hubungan kekerabatan kelompok asal ternak, atau paling tidak dua ekor ternak tidak memiliki tetua bersama paling tidak selama lima generasi (Noor, 1996). Pengertian Seleksi adalah memilih serta nencari keuntungan tanaman atau ternak yang memiliki karakter baik, yang berguna untuk mencngkatkan hasil serta mutunya.
Karakter-karakter
baik
ditentukan
genotipe,
tetapi
ekspresinya
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Oleh karena itu. dalam mencari serta memilih sifat genetk yang baik, sekaligus disertai dengan menentukan lingkungan yang
cocok dan paling ekonomis terhadap yang diseleksi. Seleksi dapat juga disebut dengan usaha pemuliaan (Yatim. 1983). Respon seleksi adalah perubahan nilai rata-rata fenotipe dari generasi berikutnya, sebagai akibat dari adanya seleksi terhadap populasi. Respon seleksi (R) juga merupakan kenaikan mutu genetik ternak, sehingga sering pula dinyatakan dengan simbol ΔG, yang melambangkan perubahan (Δ) dari nilai genetik (G) (Hardjosubroto, 1994). Respon seleksi menjelaskan suatu perubahan antargenerasi yang linear, diikuti dengan penurunan respon sampai batas seleksi tercapai. Penurunan respon selanjutnya muncul karena adanya random drift dalam populasi terbatas ketika pengaruh dominan muncul. Respon seleksi dan batas seleksi sangat tergantung pada intensitas seleksi, struktur genetik dalam populasi, dan lingkungan tempat seleksi dilakukan (Reddy, 1996). Rumus respon seleksi R=Sh2 Catatan: R = dugaan kemajuan seleksi pergenerasi S = seleksi diferensial h2 = heritabilitas kemajuan seleksi per tahun
Dimana : l = interval generasi
ℎ =
Intensitas seleksi Intensitas seleksi adalah persentase individu yang akan dijadikan tetua untuk generasi berikutnya, atau persentasi individu yang akan diberi peluang
untuk memberikan keturunan. Semakiin tinggi intensitas seleksi, semakin ketat seleksi, dengan demikian semakin tinggi harapan (ekspektasi) kemajuan genetik.
₁ = ₀ Atau :
=₁ ₀ = ( ) ₁ =
Jadi : S=
Catatan : S = seleksi diferensial I = intensitas seleksi σ p = simpangan baku fenotip
6.3 Tujuan Praktikum
Mengetahui dan memahami bagaimana menghitung/menduga Respon Seleksi suatu sifat dalam suatu populasi ternak yang diamati.
6.4 Metode Praktikum
1) Penjelasan materi dan prosedur praktikum oleh dosen pengampu 2) Mengerjakan soal berkaitan dengan Simulasi Respon Seleksi
6.5 Hasil Pengamatan dan Pembahasan 6.5.1 Hasil Pengamatan Simulasi 1 ; Generasi 1
1
Populasi (ekor)
2
Produksi Telur/bulan (Butir)
20
Betina
Jantan
800
80
3
Lama Koleksi Telur (bulan)
3
4
Jumlah Telur
5
Setting Egg
90%
6
Fertilitas
73%
7
Daya Tetas
80%
8
Jumlah DOC (Ekor)
46.800
24.430 Betina Jantan
9
Sex Ratio Jantan:Betina 1:1
10
Survival 60 Hari
12.215 12.215
80%
9.772
9.772
70%
6.840
6.840
550
570
20
20
Survival Sampai 11
bertelur
12
Bobot 60 Hari (gram) Standard Deviasi
13
(gram)
14
Heritabilitas
15
Intensitas Seleksi
16
Nilai i
17
Dugaan Respon (gram)
18
Dugaan Bobot Badan Generasi 2 (gram)
0,30 0,30
Simulasi 1 ; Generasi 2
11,70%
1,17%
1,68
2,61
10
16
560
586
1
Populasi (ekor)
2
Produksi Telur/bulan (Butir)
20
3
Lama Koleksi Telur (bulan)
3
4
Jumlah Telur
5
Setting Egg
90%
6
Fertilitas
73%
7
Daya Tetas
80%
8
Jumlah DOC (Ekor)
Betina
Jantan
800
80
48.000
25.920 Betina Jantan
9
Sex Ratio Jantan:Betina 1:1
10
Survival 60 Hari
12.960 12.960
80%
10368
10368
70%
7.258
7.258
560
586
20
20
Survival Sampai 11
bertelur
12
Bobot 60 Hari (gram) Standard Deviasi
13
(gram)
14
Heritabilitas
15
Intensitas Seleksi
16
Nilai i
17
Dugaan Respon (gram)
18
Dugaan Bobot Badan Generasi 2 (gram)
0,30 0,30 13,78%
1,38%
1,60
2,55
10
15
570
601
Simulasi 1 ; Generasi 3
1
Populasi (ekor)
2
Produksi Telur/bulan (Butir)
18
3
Lama Koleksi Telur (bulan)
3
4
Jumlah Telur
5
Setting Egg
90%
6
Fertilitas
75%
7
Daya Tetas
80%
8
Jumlah DOC (Ekor)
Betina
Jantan
1000
100
54.000
29.160 Betina Jantan
9
Sex Ratio Jantan:Betina 1:1
10
Survival 60 Hari
14.580 14.580
90%
13.122 13.122
Survival Sampai 11
bertelur
12
Bobot 60 Hari (gram)
70%
9.842
9.842
570
601
30
30
0,30
0,30
10,16%
1,02%
1,75
2,66
16
24
Standard Deviasi 13
(gram)
14
Heritabilitas
15
Intensitas Seleksi
16
Nilai i
17
Dugaan Respon (gram)
18
Dugaan Bobot Badan Generasi 2 (gram)
585
6251
Dugaan Bobot Ayam Tanpa Perubahan Parameter Produksi
Jenis kelamin
Generasi 1
2
3
Jantan
(1) 586
(2) 601
(3) 625
Betina
(4) 560
(5) 570
(6) 586
Perhitungan : 1. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 2.63 x 20 = 16 ; bobot + 60 hari = 16 + 570 = 586 2. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 2.55 x 20 = 15 ; bobot + 60 hari = 15 + 586 = 601 3. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 2.66 x 30 = 24 ; bobot + 60 hari = 24 + 601 = 625 4. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 1.71 x 20 = 10 ; bobot + 60 hari = 10 + 550 = 560 5. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 1.60 x 20 = 10 ; bobot + 60 hari = 10 + 560 = 570 6. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 1.75 x 30 = 16 ; bobot + 60 hari = 16 + 570 = 586
Simulasi 2 ; Generasi 1
No
Generasi ke 1 Isi cell warna kuning
1
Populasi (ekor)
Betina
Jantan
800
80
Produksi Telur/bulan 2
(Butir)
15
Lama Koleksi Telur 3
(bulan)
3
4
Jumlah Telur
5
Setting Egg
95%
6
Fertilitas
80%
7
Daya Tetas
80%
8
Jumlah DOC (Ekor)
36.000
18.144 Betina Jantan
9
Sex Ratio Jantan:Betina 1:1
9.072
9.072
10
Survival 60 Hari
80%
7.258
7.285
11
Survival Sampai bertelur
70%
5.080
5.080
12
Bobot 60 Hari (gram)
550
570
13
Standard Deviasi (gram)
20
20
14
Heritabilitas
0.30
0.30
15
Intensitas Seleksi
15,75%
1,57%
16
Nilai i
1,53
2,51
17
Dugaan Respon (gram)
9
15
18
Dugaan Bobot Badan Generasi 2 (gram)
559
585
Simulasi 2 ; Generasi 2
No
Generasi ke 2
1
Populasi (ekor)
2
Produksi Telur/bulan (Butir)
15
3
Lama Koleksi Telur (bulan)
3
4
Jumlah Telur
5
Setting Egg
90%
6
Fertilitas
73%
7
Daya Tetas
80%
8
Jumlah DOC (Ekor)
Betina
Jantan
800
80
36.000
18.792 Betina Jantan
9
Sex Ratio Jantan:Betina 1:1
10
Survival 60 Hari
11
Survival Sampai bertelur
12
Bobot 60 Hari (gram)
13
Standard Deviasi (gram)
14
Heritabilitas
15
Intensitas Seleksi
16
Nilai i
17
Dugaan Respon (gram)
18
Dugaan Bobot Badan Generasi 3 (gram)
9.396
9.396
80%
7.517
7.517
70%
5.262
5.262
559
585
20
20
0.30 0.30 19,01%
1,90%
1.43
2,44
9
5
568
600
Simulasi 2 ; Generasi 3
No
1
Generasi ke 3
Populasi (ekor)
Betina
Jantan
1.000
100
Produksi Telur/bulan 2
(Butir)
18
3
Lama Koleksi Telur (bulan)
4
Jumlah Telur
5
Setting Egg
90%
6
Fertilitas
73%
7
Daya Tetas
80%
8
Jumlah DOC (Ekor)
3 54.000
28.382 Betina Jantan
9
Sex Ratio Jantan:Betina 1:1
14.191 14.191
10
Survival 60 Hari
90%
11
Survival Sampai bertelur
75%
12
Bobot 60 Hari (gram)
13
Standard Deviasi (gram)
14
Heritabilitas
15
Intensitas Seleksi
16
Nilai i
17
Dugaan Respon (gram)
18
Dugaan Bobot Badan Generasi 4 (gram)
12.772 12.772 9.579
9.579
568
600
30
30
0.30
0,30
10,43%
1,04%
1.73
2,65
16
24
583
624
Dugaan Bobot Ayam Inbreeding
Mulai Generasi 2 Produksi Telur Menurun dan Fertilitas 2,5% per Generasi Jenis kelamin
Generasi 1
2
3
Jantan
(1) 584
(2) 609
(3) 609
Betina
(4) 559
(5)
(6) 583
566
Perhitungan 1. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 2,51x 20 = 15 ; bobot + 60 hari = 15 + 570 = 584 2. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 2.44 x 20 = 14 ; bobot + 60 hari = 14 + 595 = 609 3. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 1,04 x 30 = 9 ; bobot + 60 hari = 9 + 600 = 609 4. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 1.53 x 20 = 9 ; bobot + 60 hari = 9 + 550 = 559 5. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 1.43 x 20 = 8 ; bobot + 60 hari = 8 + 558 = 566 6. R= h2 x Stdev x i = 0.3 x 1.73 x 30 = 15 ; bobot + 60 hari = 15 + 568 = 583
6.5.2 Pembahasan
Bedasarkan hasil pengolahan data yang ada didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi dugaan respon seleksi adalah jumlah populasi ternak yang akan diseleksi, semakin banyak populasi yang akan diseleksi maka sif at yang akan diseleksi (berat badan) akan semakin bervariasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Reddy (1966) yang menyatakan bahwa respon seleksi dan batas seleksi sangat tergantung pada intensitas seleksi, struktur genetik dalam populasi, dan lingkungan tempat seleksi dilakukan. Hal kedua yang mempengaruhi dugaan respon seleksi adalah nilai heritabilitas sifat yang akan diseleksi, jika nilai heritabilitas sifat yang diseleksi makin tinggi maka ternak pada generasi selanjutnya akan memiliki dugaan respon seleksi yang lebih tinggi pula karena nilai heritabilitas yang tinggi menunjukan seberapa besar sifat tersebut akan diturunkan kepada anaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Dalam menentukan sifat-sifat yang ada kaitannya dengan sifat yang dituju, maka diperlukan informasi hubungan antara sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat yang akan diperbaiki. Penentuan standar deviasi juga akan berpengaruh terhadap dugaan respon seleksi berat bada ayam karena semakin besar standar deviasi maka semakin besar rentang berat badan ayam yang akan diseleksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hammod (1992) menurutnya standar deviasi merupakan pengakaran dari ragam yang berfungsi untuk mengetahui simpangan rata-rata dari suatu data. Berdasarkan data yang diolah, terdapat faktor bobot awal ayam. Bobot ayam yang diambil pada bobot ayam umur 60 hari. Bobot pada generasi sebelumnya akan berpengaruh terhadap bobot generasi selanjutnya. Bobot ayam yang besar akan memberi respon bobot ayam yang besar pula terhadap generasi selanjutnya.
6.6 Kesimpulan
Dari hasil analisis dugaan seleksi pada ayam broiler terjadi peningkatan mutu genetik berupa peningkatan bobot badan dari generasi ke 1 sampai generasi selanjutnya