LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU (BI-3201)
PENGAMATAN MORFOLOGI, KESEIMBANGAN TUBUH, PERILAKU EKSPLORASI, SENSITIVITAS, LOKOMOSI, TERHADAP ATRAKTAN, DAN PERILAKU DECISION TERHADAP GROOMING PADA KECOA ( Periplaneta americana)
Tanggal Praktikum : 03 Maret 2017 Tanggal Pengumpulan : 10 Maret 2017
Disusun oleh: Hany Husnul Chotimah 10614025 Kelompok 9
Asisten:
PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecoa ( Periplaneta Periplaneta americana) americana) merupakan salah satu jenis hewan nokturnal yang populasinya cukup banyak di Indonesia. Kecoa biasa ditemui pada habitat habit at yang intensitas cahayanya rendah r endah (gelap), hangat, dan lembab. Ketika matahari mulai terbenam, aktivitas yang dilakukannya akan lebih tinggi, dimana umumnya malam hari digunakan untuk mencari makan dan bereproduksi. Selain itu, kecoa juga termasuk ke dalam jenis hewan sosial yang hidup secara berkelompok. Kecoa dapat mengeluarkan feromon yang meninggalkan bau tertentu pada feses dan tubuhnya. Feromon ini berfungsi sebagai media komunikasi antar individu kecoa yang satu dengan lainnya (Orkin, 2017). Disisi lain, kecoa juga dianggap sebagai hama dan penyebab berbagai penyakit pada manusia. Sekitar 30 spesies dari 4600 spesies kecoa berada disekitar lingkungan manusia, dan 4 spesies diantaranya merupakan hama yang sangat mengganggu. Sistem pencernaan kecoa merupakan habitat bagi beberapa patogen, seperti bakteri Coliform Coliform dan Salmonella. Salmonella. Diduga, patogen-patogen yang hidup pada saluran pencernaan ini dapat ditransport secara pasif ke permukaan tubuh kecoa, dan apabila mengenai manusia dapat menyebabkan reaksi alergi. Namun, kecoa juga sering dijadikan hewan model dalam pembelajaran biologi, seperti feromon seksual, orientasi spasial, agresi, ritme aktivitas, jam biologis, dan ekologi perilaku (Costa, 2006). Pengetahuan tentang perilaku dan karakteristik kecoa menjadi hal yang sangat penting untuk dipelajari dalam upaya mencegah pengaruh buruknya bagi manusia serta s erta pemanfaatan spesiesnya s pesiesnya dalam bidang biologi. Oleh karena itu, pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap perilaku dan pergerakan kecoa spesies Periplaneta spesies Periplaneta americana.
1.2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah sebagai berikut. 1.
Menentukan perbedaan morfologis individu jantan dan individu betina.
2.
Menentukan respon kecoa terhadap pengamatan keseimbangan tubuh.
3.
Menentukan frekuensi paling banyak dari grooming, freezing, dan walking pada pengamatan perilaku eksplorasi.
4.
Menentukan respon kecoa terhadap uji sensitivitas.
5.
Menentukan nilai kecepatan maksimum pada uji lokomosi.
6.
Menentukan preferensi potongan apel, air, dan shelter pada percobaan decision terhadap atraktan.
7.
Menentukan jumlah frekuensi grooming pada perlakuan habitat bersih dan kotor.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspek Biologis Kecoa
Kecoa merupakan salah satu jenis hewan sosial dari ordo Blattodea yang hidup secara berkelompok. Sekitar 30 spesies dari 4600 spesies kecoa berada sekitar habitat manusia. Kecoa memiliki tubuh yang memanjang dan cenderung datar. Selain itu memiliki tipe mulut chewing serta antena bersegmen. Sayap depan ( forewings) memiliki permukaan yang lebih kasar karena memiliki bulu-bulu, sedangkan sayap belakang ( hindwings) bertekstur lebih halus dan tersusun dari hialin. Secara umum, taksonomi kecoa adalah sebagai berikut (Bell et al ., 2007). Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Blattodea Famili : Blattidea Genus : Periplaneta Spesies : Periplaneta americana Kecoa jenis ini memiliki ukuran panjang sekitar 4-5 cm dan tinggi sekitar 8 mm. Tubuhnya berwarna cokelat kemerahan dan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, thoraks, dan abdomen. Di bagian kepalanya terdapat mata majemuk yang memiliki 2000 lensa yang sangat membantu penglihatannya di tempat gelap. Pronotum merupakan suatu struktur yang melapisi permukaan tubuh kecoa bagian dorsal. Thoraks kecoa dibagi menjadi 3 bagian yaitu prothoraks, mesothoraks, dan metathoraks. Pada bagian abdomen kecoa, terdapat 10 segmen yang masing-masingnya dilapisi oleh eksoskeleton berbahan kitin yang disebut sklerit (Bell et al., 2007). Kecoa biasanya hidup di habitat yang lembab dan memiliki suhu yang hangat sekitar 29˚C. Selain itu, habitat kecoa umumnya memiliki intensitas cahaya yang rendah, cenderung gelap, dan tidak terdedah cahaya matahari
secara langsung. Siklus hidup kecoa terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Individu betina menyimpan telurnya di dalam ooteka. Setelah dua hari, ooteka akan diletakkan ditempat yang aman. Ooteka berukuran skitar 0,9 cm, berwarna cokelat, dan memiliki bentuk menyerupai dompet. Anakan kecoa akan keluar dari ooteka setelah 6-8 minggu, dan membutuhkan 6-12 bulan untuk menjadi individu dewasa. Selama masa tersebut, kecoa juga akan mengalami pergantian kulit (molting ) sebanyak 13 kali (Bell et al., 2007). 2.2. Perilaku dan Preferensi Makan Kecoa
Periplaneta americana tergolong ke dalam hewan omnivora dan scavenger. Jenis makanan yang disukai kecoa bermacam-macam, mulai dari keju, teh, roti, lem, hewan yang elah mati, makanan fermentasi, bahkan bangkai kecoa lainnya. Kecoa yang hidup di wilayah hutan hujan tropis memiliki 3 perilaku makan yang sangat khas. Pertama, nimfa kecoa akan sangat aktif dimalam hari dan mulai mencari makanan di wilayah lantai hutan, seperti sampah dedaunan yang jatuh. Kedua, kecoa dewasa akan berada di lubang pohon, sampah dedaunan, dan memulai migrasi vertikal hingga menuju kanopi pohon. Namun, tidak semua spesies kecoa akan menuju kanopi pohon, karena hal ini terkait dengan jenis kecoa tersebut dan preferensi makanannya. Ketiga, beberapa spesies menjadikan daun kering sebagai shelter pada ketinggian sekitr 1,5-2 m. Pada malam hari, kecoa menuju kanopi dan memakan alga atau mikrovegetasi lainnya (Bell et al., 2007). 2.3. Mekanisme Saraf Sensori, Alat Gerak, dan Pola Lokomosi Kecoa
Periplaneta americana merupakan salah satu jenis kecoa yang lokomosinya
tergolong
cepat,
relatif
terhadap
massa
tubuhnya.
Lokomosinya memiliki gerakan yang halus, efisien, dan cepat. Selain itu, kaki kecoa membentuk tripod gait , sehingga tiga kakinya akan selalu menyentuh tanah. Ketika berjalan dengan pelan, tripod gait ini membentuk gelombang metakronal, bergerak dari belakang ke depan dengan pola kaki kiri 3-2-1, kemudian kaki kanan 3-2-1. Pada kecepatan yang tinggi, kecoa
memusatkan berat tubuhnya ke bagian posterior dan menyerupai hewan bipedal serta mulai berlari dengan kaki belakangnya (Bell et al., 2007). Sistem saraf kecoa terdiri dari tiga bagian utama, yaitu sistem saraf pusat, sistem saraf perifer, dan sistem saraf otonom. Badan sel dan dendrit dari interneuron kecoa terletak pada ganglion abdomen. Struktur ini memiliki bagian yang tidak dilapisi myelin sekitar 1,5-2 cm, dan akson yang memiliki diameter hingga 50 µm. Sistem saraf kecoa ( Periplaneta americana) dapat dilihat bada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2. 1 Sistem saraf Periplaneta americana
(Stankiewicz et al ., 2012)
Periplaneta americana menggunakan antenanya sebagai alat bantu untuk berlari dan mengenali permukaan tanah. Flagellum dari antenanya ini memiliki 270,000 sensilia sepanjang permukaannya dan sensitif terhadap stimulus kimia serta mekanik. Selain itu, flagellum ini memiliki rambutrambut kemomekanosensori sehingga hantaran rangsangan atau stimulus yang datang menjadi lebih efisien (Schaller, 1978).
BAB III METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3. 1 Alat dan Bahan
Alat Akuarium (45x25x25 cm3) Stopwatch Cawan petri Shelter Styrofoam
Bahan Periplaneta americana Potongan buah apel segar Air minum Tinta cina Kertas HVS Sedotan panjang Botol plastik Kapur
3.2. Cara Kerja 3.2.1. Pengamatan Morfologi Kecoa
Seekor kecoa betina diambil dan diletakkan di dalam cawan petri tertutup. Bagian tubuh dorsal dan ventral kecoa tersebut diamati. Hal yang sama kemudian dilakukan pada kecoa jantan. Morfologi kecoa jantan dan betina lalu digambar dan dicatat perbedaannya. 3.2.2. Pengamatan Keseimbangan Tubuh Kecoa
Seekor kecoa diletakkan di atas meja sebagai permukaan halus, kemudian dibalikkan sehingga bagian ventralnya terdedah. Latensi dicatat ketika kecoa membalikkan tubuhnya ke posisi semula. Pengamatan dilakukan maksimal 3 menit terhadap 3 ekor kecoa berbeda. Kemudian percobaan dengan langkah di atas dilakukan kembali, namun permukaannya diganti dengan styrofoam. Hasil pengamatan ditulis dengan angka 1 untuk kecoa yang dapat membalikkan tubuhnya dan angka 0 untuk kecoa yang tidak dapat melakukan hal tersebut.
3.2.3. Pengamatan Perilaku Eksplorasi Kecoa
Seekor kecoa dimasukkan ke dalam akuarium dengan posisi mulut akuarium berada dalam keadaan terbalik. Sebagai alasnya, digunakan styrofoam yang berguna untuk memperlambat gerakan kecoa. Kecoa diaklimatisasi selama dua menit. Kemudian, perilaku eksplorasi kecoa diamati selama 5 menit dalam lingkungan yang baru. Selain itu, perilaku grooming, freezing, dan walking kecoa diamati dan dicatat frekuensinya. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dengan individu kecoa yang berbeda. 3.2.4. Pengamatan Sensitivitas Kecoa
Seekor kecoa diambil dan diletakkan pada arena dari kertas HVS yang telah ditekuk bagian pinggirnya. Kecoa dibiarkan berjalan dengan kondisi yang ditiup pada bagian anteriornya menggunakan sedotan panjang. Apabila kecoa menghindar dan berjalan mundur maka diberi nilai 1, sedangkan bila kecoa berjalan maju maka diberi nilai 0. Hal yang serupa dilakukan pada bagian posterior kecoa. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali dengan individu kecoa yang sama. 3.2.5. Pengamatan Lokomosi Kecoa
Seekor kecoa diambil dan disimpan diatas kertas HVS yang telah disiapkan. Pola pergerakan langkah kaki kecoa menuju kedepan pada kecepatan normal diamati dan dicatat. Durasi saat pertama kali berjalan hingga berhenti atau berbelok dicatat. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali dengan kecoa yang sama. Kecoa yang sama diambil dan disimpan di atas kertas HVS. Bagian posterior kecoa diberi stimulus berupa tiupan menggunakan sedotan panjang. Pola pergerakan langkah kecoa ke depan diamati dan dicatat sebagai kecepatan maksimum. Durasi saat pertama kali berjalan hingga berhenti atau berbelok arah dicatat. Pengamatan dilakukan dengan tiga kali pengulangan.
Kecoa yang sama lalu dihilangkan kedua kaki tengahnya dan disimpan di atas kertas HVS. Pola pergerakan langkah kecoa ke depan diamati dan dicatat durasi saat pertama kali berjalan hingga berhenti atau berbelok arah. Pengamatan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali. Seekor kecoa berbeda diambil dan dicelupkan kakinya ke tinta cina, lalu kecoa ini disimpan di atas HVS yang telah ditutupi oleh akuarium. Jejak kaki kecoa diikuti hingga terbentuk gambaran pola lokomosi secara utuh. Pola lokomosi kecoa diamati saat menuju ke depan. 3.2.6. Pengamatan Decision Kecoa terhadap Atraktan
Seekor kecoa dimasukkan ke dalam akuarium dengan posisi mulut akuarium berada dalam keadaan terbalik dan ditunggu hingga beberapa saat. Secara perlahan, diletakkan shelter , cawan petri berisi potongan apel, dan cawan petri berisi air diujung akuarium. Arah pergerakan kecoa diamati dan dicatat latensi serta durasi kecoa saat berada di salah satu tempat. Perilaku kecoa diamati selama 20 menit. 3.2.7. Pengamatan Perilaku Grooming Kecoa
Seekor kecoa dimasukkan ke dalam botol plastik dengan posisi mulut botol berada dalam keadaan terbalik, kemudian diamati selama 15 menit, frekuensi dan waktu total yang dihabiskan untuk grooming dicatat. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan dengan individu yang berbeda. Kemudian percobaan yang sama dilakukan, namun ditambahkan bubuk kapur pada botol plastik digunakan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Morfologi Kecoa
Hasil pengamatan morfologi kecoa jantan dan betina serta bagian bagian tubuh yang teramati dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut. Tabel 4. 1 Hasil pengamatan morfologi kecoa
Kecoa Jantan (Dorsal)
Kecoa Jantan (Ventral)
Kecoa Betina (Dorsal)
Kecoa Betina (Ventral)
Secara umum, tubuh kecoa terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kepala, thoraks, dan abdomen. Di bagian kepala terdapat sepasang antena yang berfungsi sebagai organ sensori dan membantu lokomosinya. Organ sensori kecoa lainnya adalah mata majemuk yang terdiri dari 2000 lensa dan sangat sensitif terhadap stimulus cahaya. Sepanjang tubuhnya, kecoa memiliki tiga pasang kaki yang ramping dan cukup kuat, sehingga dapat mendukung kecepatannya ketika bergerak. Lokomosi kecoa dibantu oleh sayapnya, dimana sayap ini juga berfungsi sebagai organ pertahanan (Bell et al., 2007). Pada bagian posterior, terdapat organ bernama sersi yang berfungsi sebagai organ sensori area posterior (Barbara, 2014). Kecoa jantan dan
betina memiliki beberapa perbedaan morfologi, diantaranya tubuh individu jantan berukuran lebih besar dan memiliki stilus, sedangkan pada individu betina ukurannya lebih kecil dan memiliki ovipositor (Bell et al., 2007). 4.2. Keseimbangan Tubuh Kecoa
Terdapat dua jenis perlakuan pada percobaan ini, pertama dilakukan pada permukaan halus dan kedua dilakukan pada permukaan kasar. Rata-rata latensi kecoa tersebut untuk membalikkan tubuhnya dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut. 150 ) s ( i 100 s n e t a 50 l n a a t 0 a R
-50
70.396 7.06763 1579
Permukaan halus Permukaan kasar Perlakuan
Gambar 4. 1 Latensi rata-rata pada masing-masing perlakuan
Kecoa memiliki kemampuan membalikkan tubuhnya, baik pada permukaan halus maupun permukaan kasar. Namun, respon membalikkan tubuh ini memiliki latensi yang berbeda pada dua jenis permukaan tersebut, dimana kecoa akan lebih mudah membalikkan tubuhnya apabila diletakkan pada permukaan yang kasar. Hal ini dapat terjadi karena ketika tubuh kecoa terbalik, maka akan dikenali sebagai respon ketidakseimbangan bagi kecoa, sehingga upaya yang dilakukan kecoa untuk membalikkan tubuhnya merupakan suatu respon terhadap sinyal ketidakseimbangan tubuh. Latensi pada permukaan kasar dapat terjadi lebih cepat karena permukaan yang kasar menyebabkan gesekan yang terjadi antara tubuh kecoa dan permukaan tersebut semakin besar (Bell et al., 2007). Selain itu, pada kaki kecoa juga terdapat rambut-rambut yang menyebabkan kecoa dapat memanjat atau menempel pada suatu permukaan. Pada permukaan yang kasar, rambut-rambut pada kaki kecoa akan menempel dengan permukaan tersebut sehingga memudahkan untuk membalikkan tubuh (Mitchell & Scott, 2015). Pernyataan tersebut juga
didukung oleh analisis dengan metode Independence t-test (lihat lampiran A). Dari analisis tersebut diketahui bahwa nilai p-value dari respon terhadap permukaan halus dan permukaan kasar adalah < 0,05 ( p-value = 0,00), sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam upaya membalikkan tubuh kecoa di permukaan kasar dan permukaan halus. 4.3. Perilaku Eksplorasi Kecoa
Pada pengamatan perilaku eksplorasi kecoa diketahui bahwa sebagian besar kecoa bergerank ke bidang vertikal akuarium dan menempel pada dinding akuarium. Selain itu, kecoa juga melakukan eksplorasi didinding akuarium dan berpindah dari satu tepi ke tepi lainnya, serta sedikit sekali yang menuju bagian dasar akuarium (bergerak pada bidang horizontal). Hal tersebut diduga dapat terjadi karena adanya pengaruh habitat alami dari kecoa. Kecoa biasanya hidup di tempat yang lembab dan cenderung gelap (Bell et al., 2007). Pada percobaan ini, bagian horizontal akuarium dialasi dengan styrofoam berwarna hijau cerah dan permukaannya kasar serta kering, sedangkan dinding akuarium terbuat dari kaca yang cenderung lembab dan kondisinya lebih gelap karena tidak terlalu dekat dengan alas styrofoam. Terdapat tiga macam perilaku yang mungkin ditunjukkan oleh kecoa dalam percobaan eksplorasi ini, yaitu grooming, freezing , dan walking.
Perbandingan
ketiga
frekuensi
perilaku
tersebut
selama
pengamatan 20 menit dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut. 8 i 6 s n e u 4 k e r F 2
0 Grooming
Freezing Perilaku
Walking
Gambar 4.2 Frekuensi masing-masing perilaku selama 20 menit pengamatan
Berdasarkan gambar 4.2 tersebut diketahui bahwa dalam rentang waktu 20 menit, perilaku yang paling banyak ditunjukkan oleh individu kecoa adalah grooming. Korelasi antara perilaku grooming dan walking
pada kecoa kemudian dianalisis menggunakan metode Pearson correlation (lihat lampiran B). Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa nilai r-nya adalah 0,193 sedangkan nilai signifikasinya adalah 0,22. Nilai r sebesar 0,193 menunjukkan adanya korelasi sangat lemah diantara kedua perilaku ersebut dimana hal ini didukung dengan nilai signifikansi yang > 0,05 yang berarti bahwa korelasi antara grooming dan walking tidak signifikan. Menurut Robinson (1996), perilaku grooming dan walking merupakan suatu perilaku yang harusnya memiliki korelasi, karena ketika grooming dilakukan maka perilaku tersebut akan melibatkan kaki depan dari kecoa sehingga perilaku walking kecoa akan terhambat. 4.4. Sensitivitas Kecoa
Sensitivitas kecoa diuji dengan memberikan stimulus tiupan udara kepada bagian anterior dan posterior tubuh kecoa. Dari pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa kecoa menunjukkan respon berbeda ketika stimulus
diberikan
pada
bagian
anterior
dan
posterior
tubuhnya.
Perbandingan respon kecoa pada bagian anterior dan posterior dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut. 42 n 35 o p 28 s e r 21
34
35
Anterior
Posterior
h 14 a l m 7 u J 0
Posisi stimulus diberikan
Gambar 4.3 Perbandingan respon pada stimulus di bagian tubuh berbeda
Berdasarkan hasil analisis dengan metode Mann-Whitney U test (lihat lampiran C), diketahui bahwa nilai p-value dari perbandingan respon yang diberikan pada bagian tubuh anterior dan posterior adalah 0,777 (> 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara respon atas stimulus yang diberikan pada anterior maupun posterior tubuh kecoa. Perbedaan yang tidak signifikan ini disebabkan karena reseptor yang hampir tersebar merata diseluruh permukaan tubuh kecoa (Schaller, 1978).
4.5. Lokomosi Kecoa
Pada percobaan lokomosi kecoa, terdapat tiga jenis perlakuan kecoa, pertama merupakan kecoa yang memiliki kecepatan normal, kecoa yang diberi stimulus tiupan, dan kecoa yang dipotong kedua kaki tengahnya. Ketiga perlakuan kecoa ini menunjukkan kecepatan berjalan yang berbeda beda. Rata-rata kecepatan lokomosi dari ketiga jenis perlakuan kecoa tersebut dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut. 12 ) s / 9 m c 6 ( n a t 3 a p e 0 c e k -3 n a a t -6 a R
-9
1.366522 049
2.095143 808
2.362656 032
Kecepatan Normal
Kecepatan Maksimum
Kedua Kaki Tengah Dihilangkan
Perlakuan
Gambar 4.4 Rata-rata kecepatan ketiga perlakuan kecoa
Kecoa tanpa kaki tengah memiliki kecepatan lokomosi yang paling tinggi dibandingkan perlakuan normal dan penambahan stimulus. Hal ini dapat terjadi sebagai suatu respon pertahanan diri kecoa, dimana kaki yang dipatahkan memberikan sinyal adanya bahaya bagi kecoa, sehingga kecoa akan meningkatkan kecepatan lokomosinya untuk menyelamatkan diri (Bell et al., 2007). Berdasarkan pengamatan terhadap pola lokomosi kecoa, dapat dikatakan bahwa pola lokomosi yang terbentuk cenderung tidak bersifat unidirectional . Pola lokomosi yang teramati dapat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Pola lokomosi kecoa
Ketiga kecoa dengan perlakuan berbeda tersebut menunjukkan pola lokomosi yang berkelok-kelok. Pada percobaan ini juga teramati beberapa
perilaku kecoa seperti grooming dan freezing . Ketika kecoa diberi tinta cina dan diletakkan pada kertas HVS, kecoa akan terlebih dahulu menunjukkan perilaku freezing yang diduga dilakukan sebagai bentuk adaptasi kecoa terhadap tinta cina yang melekat di kakinya. Kemudian, perilaku yang ditunjukkan adalah grooming . Grooming yang teramati merupakan upaya kecoa untuk membersihkan kakinya yang terkena tinta cina, setalh itu barulah kecoa mulai melakukan lokomosi dan membentuk pola sepeti pada gambar 4.5. 4.6.
Decision terhadap Atraktan
Pada percoban ini, kecoa diletakkan pada akuarium dan diberikan tiga jenis atraktan, yaitu potongan buah apel, air, dan shelter . Frekuensi respon terhadap masing-masing atraktan selama 20 menit pengamatan dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut. 3 2 i s n e u k e r F
1
0.857142 857
1.357142 857 0.285714 286
0 Makanan
Air
Shelter
-1 Atraktan
Gambar 4.6 Frekuensi respon terhadap masing-masing atraktan
Dari gambar 4.6 terlihat bahwa sebagian besar kecoa memilih shelter sebagai preferensi atraktan. Hal tersebut dapat terjadi karena kecoa merasa terancam, sehingga kecoa akan mencari tempat perlindungan. Shelter yang disediakan berwarna gelap, sehingga memiliki karakteristik yang hampir sama dengan habitat asli dari kecoa itu sendiri (Bell et al., 2007). Pada analisis dengan metode MANOVA (lihat lampiran D), diketahui bahwa nilai signifikansi yang didapat adalah < 0,05, sehingga dapat dikatakan terhadap perbedaan preferensi yang cukup signifikan. Selain itu, berdasarkan uji Post Hoc Tukey Test , didapatkan urutan preferensi atraktan sebagai berikut, yaitu shelter , makanan (potongan apel), dan yang terakhir air.
4.7. Perilaku Grooming Pengamatan perilaku grooming , dibagi menjadi 2 perlakuan yaitu lingkungan bersih dan lingkungan kotor. Kecoa pada lingkungan yang bersih memiliki frekuensi grooming yang lebih tinggi dan cenderung aktif berpindah tempat di dalam botol plastik pengamatan. Namun, grooming yang dilakukan kecoa pada lingkungan bersih ini memiliki durasi yang lebih singkat. Sebaliknya, pada lingkungan yang kotor, kecoa memiliki frekuensi grooming yang lebih sedikit, namun durasinya dapat dikatakan sangat lama jika dibandingkan dengan grooming pada kecoa di lingkungan bersih. Perilaku kecoa pada lingkungan yang kotor tidak seaktif kecoa pada lingkungan yang bersih. Kecoa pada lingkungan yang kotor cenderung menghabiskan waktunya untuk membersihkan diri. Perbandingan frekuensi grooming pada kedua perlakuan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.7. 260 234 g 208 n i m182 o 156 o r g 130 i s 104 n e 78 u k 52 e r F 26 0
259
240
Bersih
Kotor Lingkungan
Gambar 4.7 Frekuensi grooming pada lingkungan bersih dan kotor
Berdasarkan analisis independence t test terhadap frekuensi dan durasi grooming (lihat lampiran E), diketahui bahwa p-value untuk data frekuensi dan durasi memiliki nilai yang > 0,05, yang berarti tidak ada perbedaan signifikan antara perilaku grooming kecoa pada lingkungan bersih maupun kotor. Grooming merupakan salah satu perilaku yang khas dari kelompok insekta. Pada kecoa, grooming memiliki beberapa peran penting dalam mempertahankan kesintasannya. Grooming bermanfaat untuk membersihkan bagian tubuh kecoa. Perilaku ini juga merupakan salah satu mekanisme pertahanan yang dilakukan kecoa untuk menghindari penyakit dari lingkungan yang kotor (Zhukovskaya et al., 2013). Pada Periplaneta americana, perilaku grooming ini dipicu karena adanya stimulus berupa bau-bauan tertentu dan hal-hal yang dianggap asing oleh kecoa tersebut (Zhukovskaya, 2014).
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Perbedaan morfologi individu jantan dan betina diantaranya, sayap individu jantan lebih panjang, individu jantan memiliki stilus sedangkan individu betina memiliki ovipositor, serta sersi individu jantan terdiri dari 18-19 segmen, sedangkan individu betina hanya 13-14 segmen.
2.
Pada pengamatan keseimbangan tubuh, kecoa dapat membalikkan badan baik pada permukaan halus maupun kasar, namun latensi pada permukaan kasar lebih pendek.
3.
Perilaku kecoa yang memiliki frekuensi paling tinggi pada percobaan eksplorasi adalah perilaku grooming.
4.
Pada uji sensitivitas, respon positif kecoa baik pada bagian anterior maupun posterior tidak memiliki perbedaan yang signifikan, dimana kecoa akan menjauhi sumber tiupan udara.
5.
Kecepatan paling besar diperoleh pada kecoa yang kaki bagian tengahnya telah dipatahkan, yaitu 0,02363 m/s.
6.
Preferensi atraktan yang dipilih oleh sebagian besar kecoa adalah shelter.
7.
Frekuensi grooming pada habitat bersih adalah 259, sedangkan pada habitat kotor adalah 240.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, K. A. 2014. “American Cockroach Periplaneta americana”. [Online] http://entnemdept.ufl.edu/creatures/urban/roaches/American_cockroach.htm diakses pada 06 Maret 2017 pukul 06:06 WIB. Bell, W, J., Roth, L. M., & Nalepa, C. A. 2007. Cockroaches: Ecology, Behavior, and Natural History. USA: The Hopkins University Press. Hal. 1-176. Costa, James, T. 2006. The Other Insect Societies. Harvard: Harvard University Press. Hal. 148. Mitchell, B. K. & J. S. Scott. 2015. An Introduction to Insect Structure. University of Alberta: Department of Biological Sciences. Orkin. 2017. “Crockroach Activity”. [Online] http://www.orkin.com/cockroaches/cockroach-activity/ diakses pada 04Maret 2017 pukul 23:00 WIB. Robinson, W. H. 1996. Antennal Grooming and Movement Behaviour in the German Cockroach, Blatella germanica (L.). Blacksburg: Urban Pest Control Research Center, Virginia Polytechnic Institute. Hal. 361-369. Schaller, D. 1978. “Antennal Sensory System of Periplaneta americana”. Cell Tissue Res, 191 : 121-139. Stankiewicz, M., M. Dabrowski, & M. E. de Lima. 2012. “Nervous System of Periplaneta americana Cockroach as a Model in Toxinological Studies: A Short Historical and Actual View”. Journal of Toxicology, doi:10.1155/2012/143740 : 1-11. Zhukovskaya, M. 2014. “Grooming Behavior in American Cockroach is Affected by Novelty and Odor”. The Scientific World Journal, 1-6. Zhukovskaya, M., A. Yanagawa, & B. T. Forschler. 2013. “Grooming Behavior as a Mechanism of Insect Disease Defense”. Insect, 4 : 609-630.
LAMPIRAN A Keseimbangan Tubuh Kecoa
Hasil analisis independence t-test Group Statistics
Permukaan Respon
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1,00
42
,2619
,44500
,06867
2,00
42
,9048
,29710
,04584
Independent Samples Test
Levene's Test for
t-test for Equality of Means
Equality of Variances F
Sig.
t
Df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
95% Confidence
tailed)
Difference
Difference
Interval of the Difference Lower
Upper
Equal variances
18,770
,000
-7,786
82
,000
-,64286
,08256
-,80710
-,47861
-7,786
71,493
,000
-,64286
,08256
-,80746
-,47825
assumed Respon
Equal variances not assumed
LAMPIRAN B Perilaku Eksplorasi Kecoa
Hasil analisis Pearson correlation Correlations
Grooming Pearson Correlation Grooming
Walking
1
Sig. (2-tailed)
,220
N
Walking
,193
42
42
Pearson Correlation
,193
1
Sig. (2-tailed)
,220
N
42
LAMPIRAN C Lokomosi Kecoa
Hasil analisis Mann-Whitney U test Test Statistics a
Resp Mann-Whitney U Wilcoxon W
861,000 1764,000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Tiupan
-,283 ,777
42
LAMPIRAN D
Decision terhadap Atraktan
Hasil analisis MANOVA Multivariate Testsa
Effect
Value
F
Hypothesis
Error df
Sig.
df
Noncent.
Observed
Parameter
Power d
Pillai's Trace
,380
11,632b
2,000
38,000
,000
23,265
,990
Wilks' Lambda
,620
11,632b
2,000
38,000
,000
23,265
,990
Hotelling's Trace
,612
11,632b
2,000
38,000
,000
23,265
,990
Roy's Largest Root
,612
11,632b
2,000
38,000
,000
23,265
,990
Pillai's Trace
,321
3,729
4,000
78,000
,008
14,915
,867
Wilks' Lambda
,685
3,948b
4,000
76,000
,006
15,793
,887
Hotelling's Trace
,449
4,156
4,000
74,000
,004
16,623
,904
Roy's Largest Root
,427
8,325c
2,000
39,000
,001
16,650
,949
Intercept
Atraktan
a. Design: Intercept + Atraktan b. Exact statistic c. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level. d. Computed using alpha = ,05
Tests of Between-Subjects Effects Source
Dependent Variable Durasi
Type III Sum of
Mean Square
F
Sig.
Squares
Noncent.
Observed
Parameter
Power c
1487122,873a
2
743561,436
7,878
,001
15,755
,938
8,048b
2
4,024
2,540
,092
5,080
,478
1162463,792
1
1162463,792
12,316
,001
12,316
,928
29,167
1
29,167
18,410
,000
18,410
,987
1487122,873
2
743561,436
7,878
,001
15,755
,938
8,048
2
4,024
2,540
,092
5,080
,478
3681122,160
39
94387,748
61,786
39
1,584
6330708,824
42
99,000
42
5168245,032
41
69,833
41
Corrected Model Frekuensi Durasi
df
Intercept Frekuensi Durasi Atraktan Frekuensi Durasi Error Frekuensi Durasi Total Frekuensi Durasi Corrected Total Frekuensi a. R Squared = ,288 (Adjusted R Squared = ,251) b. R Squared = ,115 (Adjusted R Squared = ,070) c. Computed using alpha = ,05
Hasil analisis Post Hoc Tukey Test Multiple Comparisons
Dependent Variable
(I) Atraktan
(J) Atraktan
Mean
Std. Error
Sig.
Difference (I-J)
Air
Interval Lower
Upper
Bound
Bound
65,93
116,120
1,000
-224,57
356,42
-362,10*
116,120
,010
-652,59
-71,60
-65,93
116,120
1,000
-356,42
224,57
-428,03*
116,120
,002
-718,52
-137,53
Makanan
362,10*
116,120
,010
71,60
652,59
Air
428,03*
116,120
,002
137,53
718,52
Air
65,93
45,297
,343
-53,65
185,51
-362,10
142,212
,054
-729,29
5,09
-65,93
45,297
,343
-185,51
53,65
-428,03*
134,817
,019
-784,00
-72,06
Makanan
362,10
142,212
,054
-5,09
729,29
Air
428,03*
134,817
,019
72,06
784,00
Air
,57
,476
,711
-,62
1,76
Shelter
-,50
,476
,899
-1,69
,69
Makanan
-,57
,476
,711
-1,76
,62
-1,07
,476
,090
-2,26
,12
,50
,476
,899
-,69
1,69
Air
1,07
,476
,090
-,12
2,26
Air
,57
,495
,496
-,70
1,85
Shelter
-,50
,559
,650
-1,90
,90
Makanan
-,57
,495
,496
-1,85
,70
-1,07*
,348
,016
-1,95
-,19
,50
,559
,650
-,90
1,90
1,07*
,348
,016
,19
1,95
Makanan Shelter Makanan Bonferroni
95% Confidence
Air Shelter Shelter
Atraktan Makanan Shelter Makanan
Games Air Howell
Shelter Shelter
Makanan
Bonferroni
Air Shelter Makanan Shelter
Atraktan Makanan Games Air Howell
Shelter Makanan Shelter Air
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,584. *. The mean difference is significant at the ,05 level.
LAMPIRAN E Perilaku Grooming
Hasil analisis independence t test durasi Independent Samples Test Levene's Test
t-test for Equality of Means
for Equality of Variances F
Sig.
t
df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
95% Confidence Interval of
tailed)
Difference
Difference
the Difference Lower
Upper
Equal variances
1,384
,243
-,414
82
,680
-19,63143
47,43239
-113,98956
74,72670
-,414
48,915
,681
-19,63143
47,43239
-114,95459
75,69173
assumed Durasi
Equal variances not assumed
Hasil analisis independence t test frekuensi Independent Samples Test Levene's Test
t-test for Equality of Means
for Equality of Variances F
Sig.
t
df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
95% Confidence
tailed)
Differen
Difference
Interval of the
ce
Difference Lower
Upper
Equal variances
,130
,719
,367
82
,715
,45238
1,23311
-2,00067
2,90543
,367
77,415
,715
,45238
1,23311
-2,00284
2,90761
assumed Frekuensi
Equal variances not assumed