Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A IV.
HASIL PENGAMATAN PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan pengujian daya foaming/buih pada putih telur, pengujian stabilitas emulsi pada kuning telur, dan gelatinisasi gelatinisasi pati pada tepung. 4.1.
Pengujian Daya Buih Putih Telur
Foaming pada putih telur didapat dengan pengocokan. Pengocokkan dilakukan dengan menggunakan pengaduk mixer . Pengujian ini menggunakan perlakuan pengocokan pengocokan dan waktu pengocokan pengocokan yang dilakukan dengan dengan tujuan untuk untuk melihat kapan terbentuknya foaming optimum. Foam Foam adalah jenis koloid dari gelembung gas sebagai fase terdispersinya yang terperangkap dalam medium pendispersinya. Untuk menghasilkan foam yang stabil diperlukan beberapa sifat tertentu dari medium pendispersi tersebut. Daya buih atau foam merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok. Protein putih telur yang memiliki peranan penting dalam pembentukan buih diantaranya ovalbumin, ovomucin, globulin, ovotransferin, lysozime dan ovomucoid. ( Stadelman dan Cotterill, 1995). Telur memiliki sifat-sifat fisiko kimia yang sangat berguna dalam pengolahan pangan. Sifat-sifat Sifat -sifat tersebut t ersebut meliputi daya busa, emulsi, koagulasi dan warna. Dalam proses pengolahan pangan kemampuan membentuk busa (daya busa atau daya buih) sangat penting dalam pembuatan film yang stabil untuk mengikat gas, misalnya dalam pengolahan whipped topping dan dan angel cake. (Koswara, 2009). 2009). Mekanisme pembentukan buih diakibatkan oleh adanya proses pengocokan yang mengakibatkan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya lebih panjang. Dengan terbukanya ikatan dalam molekul protein maka udara akan masuk dan ditahan sehingga membentuk gelembung buih. Volume putih telur dapat mengembang dengan pengocokan karena protein terdenaturasi dan menggumpal di sekitar sel-sel udara yang baru terbentuk (Cherry,1981) (Cherry,1981).. Busa dibentuk oleh beberapa protein dalam putih telur yang mempunyai kemampuan dan fungsi yang berbeda-beda. Ovomucin mampu membentuk lapisan atau film yang tidak larut dalam air dan dapat menstabilkan busa yang terbentuk. Glubulin
mempunyai
kemampuan
untuk
meningkatkan
kekentalan
dan
menurunkan kecenderungan pemisahan cairan dari gelembung udara. Disamping itu, globulin juga dapat menurunkan tegangan permukaan, sehingga membantu
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A tahapan pembentukan busa. Untuk membentuk gelembung udara yang kecil, banyak dan lembut diperlukan tegangan permukaan yang rendah. Ovalbumin adalah protein yang dapat membantu membentuk busa yang kuat. (Winarno, 2002). Berikut hasil pengamatan daya buih pada putih telur. Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengujian Daya Buih Telur Kel V1 (mL) V2 (mL) 1 86 550 2 73 400 3 80 500 4 70 400 5 88 575 6 74 450 7 77 400 8 84 500 9 77 450 10 73 400 11 79 500 12 76 445 Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Daya Buih 539,53% 447,94% 525,00% 471,42% 553,40% 508,10% 419,48% 495,23% 484,41% 447,94% 532,91% 485,53%
Berdasarkan hasil pengamatan, putih telur (albumin) segar yang dikocok dengan volume awal yang tinggi menghasilkan daya buih yang lebih besar namun proses pembuihan agak lama dibandingkan dengan pengamatan terhadap putih telur yang volume awal yang lebih sedikit. Perlakuan pengocokan dilakukan berbeda beda, dengan pengocokan kecepatannya rendah sudah terbentuk busa namun belum terbentuk foam optimum. Pengocokan menggunakan mixer kecepatannya lebih cepat, maka akan menghasilkan foam yang optimum namun busa yang dihasilkan lebih sedikit. Hal tersebut sependapat dengan Stadelman dan Cotterill (1995), menyatakan bahwa volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah, sebaliknya struktur buih yang stabil pada umumnya akan dihasilkan dari putih telur yang memiliki elastisitas yang tinggi. Jika putih telur terlalu banyak dikocok atau direnggangkan seluas mungkin akan menyebabkan hilangnya elastisitas.
4.2.
Pengujian Stabilitas Emulsi Kuning Telur
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yanglain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi salingantagonik. Pada bagian emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A bagian yangterdispersi yang terdiri dari butiir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian keduadisebut media pendispersi yang terdiri dari air dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air (Winarno,1992). Emulsi ada dua macam yaitu emulsi air dalam minyak atau emulsi water in oil (W/O) dan emulsi minyak dalam air atau emulsi oil in water (O/W). 1. Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil) Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 25%dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air. 2. Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water) Emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinu yang berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31% sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci (Hannah, 2004) Jenis emulsi yang digunakan praktikum ini yaitu water in oil karena sampel yang digunakan yaitu minyak kelapa yang fase luarnya berupa minyak. Kuning telur sebagian besar tersusun oleh lipoprotein suatu zat pengemulsi dan stabilitator yang baik dari seluruh telur. Lipoprotein kuning telur bersifat koloni denang air terserap diantara minyak dan air. Karena itu kuning telur besar manfaatnya dalam pembuatan mayonaise dan salad dressing (Maxes, 1984). Kuning telur mengandung agen pengemulsi, lesitin, yang bertindak sebagai menstabilkan emulsi antara minyak dan air. Hal ini mencegah campuran minyak dan air dari pemisahan. Lecithin menarik partikel minyak dan air dan membentuk lapisan tipis di sekitar mereka untuk menjaga mereka dari menyebar. Sedangkan penambahn cuka berfungsi untuk memisahkan antara air dan minyak sehingga dapat dijadikan parameter untuk mengukur stabilitas emulsi pada kuning telur. Minyak Kelapa berfungsi sebagai sampel yang dapat dilihat perbedaannya setelah penambahan tersebut.
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A Beberapa bahan yang dapat berfungsi sebagai emulsifier adalah kuning telur,telur utuh, gelatin, pektin, pasta kanji, albumin atau beberapa tepung yang sangathalus seperti mustard. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air (Gamman, 1992). Proses terbentuknya emulsi atau emulsifikasi dikenal 4 macam teori yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. 1.
Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension) Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang
disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama,sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas. Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zatcair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambahdengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapiakan berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu antara lain sabun. Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulsifier akan menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga antarakedua zat cair tersebut akan mudah bercampur. 2.
Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)Setiap molekulemulsifier dibagi menjadi dua kelompok yakni : Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada air.
Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada min yak 3.
Teori Interparsial Film Emulsifier akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga
terbentuk lapisanfilm yang akan membungkus partikel fase terdispersi. Dengan
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A terbungkusnya partikeltersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. 4. Teori Electric Double Layer (Lapisan Listrik Ganda) jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan bermuatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian seolah-olahtiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang saling berlawanan.Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akanmenggandakan penggabungan
menjadi
satu
molekul
besar.
Karena
susunan
listrik
yangmenyelubungi setiap partikel minyak mempunyai susunan yang sama. Dengan demikianantara sesama partikel akan tolak menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah (Calderon, dkk., 2007). Penambahan minyak kelapa dilakukan dengan sedikit demi sedikit hal tersebut dimaksudkan untuk melihat perubahan yang terjadi secara cepat dan terlihat jelas. Berikut hasil pengamatan pengujian stabilitas emulsi. Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengujian Stabilitas Emulsi Kel Kuning Cuka Warna Telur (mL) (mL) Sebelum Setelah sentrifuse Sentrifuse 1&2 72 60,0 Kuning pucat Minyak kuning, endapan putih, buih kuning pucat 3&4 68 57,0 Kuning pucat Minyak kuning, endapan putih, buih kuning pucat 5&6 72 60,0 Kuning pucat Minyak kuning, endapan putih, buih kuning pucat 7&8 58 48,3 Kuning pucat Minyak kuning, endapan putih, buih kuning pucat
Fase
3 fase
3 fase
3 fase
3 fase
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A 9&10
74
61,7
Kuning pucat
11&12
67
55,8
Kuning pucat
Minyak kuning, endapan putih, buih kuning pucat Minyak kuning, endapan putih, buih kuning pucat
3 fase
3 fase
Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2017) Berdasarkan hasil pengamatan 4.3.
Pengujian Gelatinisasi Pati
Pati dibentuk dari rantai glukosa melalui ikatan glikosida. Senyawa seperti ini hanya menghasilkanglukosa pada hidrolisis, oleh karena itu disebut glukan. Pati alam tidak larut dalamair dingin, membentuk warna biru dengan larutan iodium, jika pati dipanaskandalam air, maka butir-butir tersbut akan menyerap air, membengkak, pecah dan pati akan menyebar. Pada akhirnya pati akan membentuk gel yang bersifat kental.Sifat kekentalan ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur bahan pangan,sedangkan sifat gelnya dapat diubah oleh gula atau asam. Ini merupakan salahsatu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pengolahan pangan
yangmengandungnya,
sehingga
memungkinkan
enzim-enzim
pencernaanmenghidrolisisnya lebih mudah dibandingkan bila pati masih mentah (Sultanry, 1985). Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula yang berbeda beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, dan letak hilum yang unik. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55 oC – 65oC merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali ke kondisi semula. Pengembangan granula pati pada mulanya bersifat
dapat kembali,
tetapi
jika pemanasan mencapai suhu tertentu,
pengembangan granula pati menjadi bersifat tidak dapat kembali dan akan terjadi perubahan struktur granula.
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A Suhu pada saat granula pati membengkak dengan cepat dan mengalami perubahan yang bersifat tidak dapat kembali disebut suhu gelatinisasi pati. (Nining, 2012). Menurut Shamekh (2002), gelatinisasi adalah proses transisi fisik bersifat endotermis yang merusak keteraturan molekuler granula dan melibatkan proses pembengkakan granula, pelelehan Kristal, hilangnya birefringence dan pelarutan pati. Secara sensori, proses gelatinisasi bisa diamati karena akan menyebabkan meningkatnya viskositas pati terdispersi. Hal ini terjadi karena absorbsi air oleh granula pati. Selama proses gelatinisasi, Kristal pati akan mengalami pelelehan yang ditandai dengan, hilangnya sifat birefringent . Menurut Winarno (1992), gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula. Pada pati terdapat fraksi terlarut yang disebut amilosa dan ada pula fraksi yang tidak terlarut disebut dengan amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya, maka pati cenderung menyerap lebih banyak air (Tjokroadikusoemo, 1986). Pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku, sedangkan pati dengan kandungan amilopektin rendah akan membentuk gel yang kaku (Matz, 1984). Mekanisme gelatinisasi pati secara ringkas dan skematis diuraikan oleh Harper (1981) sebagai berikut: 1.Tahap pertama. Granula pati masih dalam keadaaan normal, belum berinteraksi dengan apapun. Ketika granula mulai berinteraksi dengan molekul disertai dengan peningkatan
suhu
suspensi
terjadilah
pemutusan
sebagian
besar
ikatan
intermolekular pada kristal amilosa, akibatnya granula akan mengembang. 2.Tahap kedua. Molekul-molekul amilosa mulai berdifusi keluar granula akibat meningkatnya aplikasi panas dan air yang berlebihan yang menyebabkan granula mengembang lebih lanjut. 3.Tahap ketiga. Proses gelatinisasi berlanjut hingga seluruh mol amilosa berdifusi keluar. Hingga tinggal molekul amilopektin yang berada di dalam granula. Keadaan ini pun tidak bertahan lama karena dinding granula akan segera pecah sehingga akhirnya terbentuk matriks 3 dimensi yang tersusun oleh molekul-molekul amilosa dan amilopektin.
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A Praktikum gelatinisasi pati ini bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi pati dari berbagai macam sampel tepung, seperti tepung tapioka, tepung pati jagung (Maizena), dan tepung beras. Berikut hasil pengamatan gelatinisasi pati pada tepung. Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengujian Gelatinisasi Pati T Jenis Warna Tekstur Kekentalan o ( C) Tepung Tepung Putih Halus Cair 60 Maizena
70
80
Tepung Tapioka
Putih
Halus
Tepung Beras
Putih
Halus
2 fasa: atas cair, bawah kental. Sedikit lengket Cair
Tepung Maizena
Putih keruh
Halus, elastis
Kental +
Tepung Tapioka
Bening
Halus, elastis
Kental +, lengket
Tepung Beras
putih
Halus, elastis
Kental +
Tepung Maizena
Putih keruh
Halus, elastis
Kental ++, hampir memadat
Tepung Tapioka
Putih keruh
Halus, elastis
Kental ++, lengket
Tepung Beras
Putih keruh
Halus, elastis
Kental ++, lengket
Gambar
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A T (oC) 90
Jenis Tepung Tepung Maizena
Warna
Tekstur
Kekentalan
Putih
Sedikit halus, elastis
Kental ++++, menggumpal
Tepung Tapioka
Putih keruh +
Halus, elastis
Kental +++ Lengket
Tepung Beras
putih
Halus, elastis
Kental +++, lengket +
Gambar
Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2017) Berdasarkan hasil pengamatan dengan suhu 60 o C tepung tapioka sudah mengalami
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan didapat kesimpulan sebagai berikut.
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A DAFTAR PUSTAKA
Calderon, F. L., V. Schmitt dan J. Bibette. 2007. Emulsion Science Second Edition.Springer Science and Business Media, New York Cherry, J. P . and K.H. Mc. Wetters. 1981. Whippability and Aeration. In : J. P. Cherry. Protein Fuctionality in Foods. American Chemical Society, Washington, D. C. Gamman, P. M. 1992. Ilmu Pangan Nutrisi Dan Mikrobiologi . UGM- Press,Yogyakarta. Hannah, Melisa. 2004. Emulsifikasi dan Stabilitas Emulgator . Pengantar PraktikumFarmasetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Harper, J.M. 1981. Extrusion of Food Vol II . Florida: CRC Press Inc. Boca Raton.
Koswara. Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Telur. eBookPangan.com. Maxes, P.A. 1984. Ilmu Pangan. Gramedia, Jakarta. Matz, S.A. 1984. Food Texture. New York: The AVI Publ. Co. Stadellman, W.J. dan O.J. Cotteril, 1995. Egg Science and Technology.4 th ed. teh Avi Publishing Co. Inc. New York. Sultanry dan Kaseger. 1985. Kimia Pangan. Makassar: Badan K erjasama Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur. Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT.Gramedia. Jakarta
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur, Penanganan dan Pengolahannya. MBRIO Press, Bogor. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.
Farhan Jamil 240210150034 Kelompok 5A LAMPIRAN
JAWABAN PERTANYAAN LATIHAN