BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan yang dihadapi Indonesia, terkait dengan masalah air minum, hygiene, dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006 menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun, dan tempat terbuka. Data dari studi dan survey sanitasi pedesaan di Indonesia memperlihatkan bahwa sangat sedikit rumah tangga di pedesaan yang benar-benar memiliki akses ke jamban sehat. Hanya 37% penduduk pedesaan mempunyai akses ke sanitasi yang aman menurut laporan Joint laporan Joint Monitoring Program. Program. Dengan melakukan buang air besar di tempat terbuka hal ini akan menimbulkan pencemaran pada permukaan tanah dan air. Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya. Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar. Perilaku buang air besar di tempat terbuka ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor budaya, pengetahuan, lokasi – lokasi – khususnya khususnya bagi yang rumahnya berada di pinggir sungai atau kali, ekonomi - karena untuk membuat septik tank diperlukan biaya, tidak tersedianya toilet umum dan layanan yang baik untuk penyedotannya. Karena beberapa faktor tersebut, maka muncullah suatu masalah yaitu masih adanya masyarakat yang buang air besar di sembarang tempat. Menurut profil kesehatan Kota Surabaya tahun 2015, hanya terdapat 60,87% penduduk yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak, dalam hal ini yaitu jamban sehat. Berdasarkan data RUK tahun 2016 Puskesmas Jagir, Kota Surabaya sendiri, semua kelurahan belum terlepas dari masalah ini. Masih dijumpai perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS), dan masih terdapat warga yang tidak memiliki akses ke jamban sehat. Diperlukan intervensi bagi warga kelurahan-kelurahan tersebut sehingga nantinya diharapkan seluruh kelurahan menjadi kelurahan yang bebas dari perilaku BABS atau ODF, dimulai dari kelurahan Sawunggaling sebagai percontohan. Open Defecation Free (ODF) merupakan salah satu program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yang merupakan sebuah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan sanitasi melalui
1
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan, dimana kegiatannya diarahkan pada perubahan perilaku dari BABS. Kelurahan Sawunggaling dipilih sebagai kelurahan percontohan karena masih terdapat banyak keluarga yang belum memiliki jamban, juga j uga terdapat te rdapat di dalam satu kelurahan yang memudahkan nantinya dalam me-monitor dan meng-evaluasi, serta wilayahnya yang banyak dialiri oleh sungai. Selain itu, Sawunggaling merupakan salah satu kelurahan yang sangat didukung oleh kader-kader dalam pembangunan dan peningkatan kesehatan masyarakatnya, sehingga harapannya Puskesmas dapat lebih mudah berkoordinasi dan merangkul masyarakat demi tercapainya tujuan yaitu kelurahan yang ODF.
1.2 Rumusan Masalah -
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak buang air besar di sembarang tempat
-
Masih terdapat masyarakat yang tidak memiliki akses ke jamban sehat
-
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup sehat
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan umum
Menuju masyarakat ODF (Open (Open Defecation Free) Free) di wilayah cakupan Puskesmas Jagir 1.3.2
Tujuan khusus
-
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat
-
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai perilaku hidup sehat
-
Meningkatkan akses ke jamban sehat di masyarakat
1.4 Manfaat
1.4.1 -
Bagi Masyarakat Meningkatkan pengetahuan akan manfaat Stop Buang Air besar Sembarangan dan merubah perilaku masyarakat
1.4.2
Bagi Puskesmas
-
Sebagai landasan untuk tercapainya ODF di seluruh wilayah cakupan Puskesmas Jagir
-
Mengurangi angka kejadian penyakit terkait dengan sanitasi dasar
1.4.3 -
Bagi Penulis Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa pendidikan ke dalam masyarakat
-
Menambah pengetahuan dan pengalaman di bidang kesehatan masyarakat 2
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan, dimana kegiatannya diarahkan pada perubahan perilaku dari BABS. Kelurahan Sawunggaling dipilih sebagai kelurahan percontohan karena masih terdapat banyak keluarga yang belum memiliki jamban, juga j uga terdapat te rdapat di dalam satu kelurahan yang memudahkan nantinya dalam me-monitor dan meng-evaluasi, serta wilayahnya yang banyak dialiri oleh sungai. Selain itu, Sawunggaling merupakan salah satu kelurahan yang sangat didukung oleh kader-kader dalam pembangunan dan peningkatan kesehatan masyarakatnya, sehingga harapannya Puskesmas dapat lebih mudah berkoordinasi dan merangkul masyarakat demi tercapainya tujuan yaitu kelurahan yang ODF.
1.2 Rumusan Masalah -
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak buang air besar di sembarang tempat
-
Masih terdapat masyarakat yang tidak memiliki akses ke jamban sehat
-
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup sehat
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan umum
Menuju masyarakat ODF (Open (Open Defecation Free) Free) di wilayah cakupan Puskesmas Jagir 1.3.2
Tujuan khusus
-
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat
-
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai perilaku hidup sehat
-
Meningkatkan akses ke jamban sehat di masyarakat
1.4 Manfaat
1.4.1 -
Bagi Masyarakat Meningkatkan pengetahuan akan manfaat Stop Buang Air besar Sembarangan dan merubah perilaku masyarakat
1.4.2
Bagi Puskesmas
-
Sebagai landasan untuk tercapainya ODF di seluruh wilayah cakupan Puskesmas Jagir
-
Mengurangi angka kejadian penyakit terkait dengan sanitasi dasar
1.4.3 -
Bagi Penulis Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa pendidikan ke dalam masyarakat
-
Menambah pengetahuan dan pengalaman di bidang kesehatan masyarakat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Masyarakat
STBM adalah pendekatan dengan proses fasilitas yang sederhana yang dapat merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat. Dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat adalah kebutuhan alami manusia. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM menimbulkan rasa malu kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya yang tidak bersih dan tidak nyaman yang ditimbulkan karena kebiasaan BAB di sembarang tempat. STMB adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan (Kemenkes RI, 2014) Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Sejak Mei 2005, World Bank Water and Sanitation Program – East Asia and the Pasific Pasific (WSP-EAP) melalui proyek Waspola di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan dukungan pendanaan pemerintah Australia melalui AusAID telah melakukan uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS), Sanitation (CLTS), yang lebih dikenal dengan sebutan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di enam kabupaten yaitu Muara Enim (Sumatera Selatan), Muaro Jambi (Jambi), Bogor (Jawa Barat), Lumajang (Jawa Timur), Sumbawa (NTB), dan Sambas (Kalimantan Barat) (Waspola Facility, Facilit y, 2011). Community Led Total Sanitation (CLTS) adalah suatu pendekatan perubahan perilaku higiene dan sanitasi secara kolektif melalui pemberdayaan masyarakat untuk Stop BAB Sembarangan atau Open Defecation Free Free (ODF). Ribuan jamban keluarga di desa-desa yang menerapkan pendekatan CLTS telah dibangun oleh masyarakat tanpa subsidi pihak luar. Program CLTS merupakan cikal bakal gerakan STBM, yang juga merupakan suatu proses untuk menyemangati serta memberdayakan masyarakat untuk menghentikan BAB di tempat terbuka, membangun serta menggunakan jamban, dan mengajak masyarakat untuk menganalisis profil sanitasinya. Dalam pelaksanaannya, terdapat prinsip-prinsip pemicuan seperti tanpa subsidi kepada masyarakat, tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak mempromosikan jamban, masyarakat sebagai pemimpin, serta prinsip totalitas (seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisis permaslaahan, perencanaan, pelaksanaan, serta pemanfaatan dan pemeliharaan) (Sekretariat Nasional STBM, 2014).
3
World Bank and Gate Foundation meluncurkan program Total Sanitation and Sanitation Marketing atau atau SToPS (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) di Jawa Timur sebagai pilot project . Program ini diluncurkan setelah melihat keberhasilan program CLTS. Adapun tujuan dari program Sanitasi Total adalah menciptakan suatu kondisi masyarakat pada suatu wilayah yang mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat, mencuci tangan pakai sabun dan benar saat sebelum makan, setelah BAB, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan, mengelola dan menyimpan air minum dan makanan yang aman, serta dapat mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat) (Sekretariat Nasional STBM, 2014).
2.2 Program SToPS
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan program Nasional dalam rangka percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi Dasar di Indonesia. Selain itu it u program ini juga erat kaitannya dengan target Millenium Developent Goals (MDGs) dan RPJMN. Untuk mendukung program ini, ditingkat pusat telah dibentuk Sekretarat STBM (Kementerian Kesehatan). Sekretariat STBM juga beranggotakan mitra-mitra yang sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan STBM dibeberapa wilayah di Indonesia sehingga keberadaan sekretariat STBM sangat strategis dalam implementasi STBM di Indonesia serta diperkayai dari berbagai pembelajaran dan pengalaman.Dalam upaya meningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pembangunan jamban dan lingkungan yang sehat secara mandiri perlu disusun rencana strategi Sanitasi Total dan Pemasaran Santasi (SToPS) yang terdiri dari 3 komponen program SToPS yang meliputi : 1. Peningkatan demand masyarakat terhadap jamban yang sehat melalui pemicuan masyarakat tentang lingkungan tempat tinggal yang kurang sehat yang berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat, promosi tentang berbagai pilihan jamban serta pentingnya hidup bersih dan sehat. 2. Peningkatan supply dengan supply dengan memperbanyak jenis pilihan jamban yang disediakan di pasar dengan berbagai gradasi harga akan meningkatkan daya beli masayarakat terhadap material sanitasi dan permintaan untuk penyediaan material sanitasi yang lebih banyak. 3. Peningkatan kemampuan stakeholder dalam upaya memfasilitasi pengembangan program sanitasi secara swadaya oleh masyarakat dan mengubah paradigma bahwa pendekatan program sanitasi tidak berorientasi pada peningkatan cakupan fisik melalui subsidi, namun perubahan perilaku secara kolektif dan inisiatif
4
dilakukan oleh masyarakat. Pendanaan yang disediakan oleh lembaga publik termasuk pemerintah dan lembaga donor lainnya difokuskan pada fasilitas masyarakat. Menurut Sekertariat Nasional STBM, 2014, Pembinaan masyarakat sesuai dengan pentahapan yang harus dilalui masyarakat dalam upaya menuju sanitasi total yang dimulai dengan pemicuan agar tidak buang air di sembarang tempat, masyarakat mencapai status ODF dan menuju sanitasi total. Sanitasi total dicapai dengan memenuhi: 1. Semua masyarakat berhenti buang air besar di sembarang tempat 2. Semua masyarakat telah mempunyai dan menggunakan jamban yang sehat dan memeliharanya dengan baik 3. Semua masyarakat telah terbiasa mencuci tangan yang benar dengan sabun setelah BAB, setelah menceboki anak, sebelum makan, sebelum memberi makan bayi, dan sebelum menyiapkan makanan 4. Semua masyarakat telah mengelola dan menyimpan air minum dan makanan dengan aman 5. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat) dengan benar. Sementara itu satu komunitas dikatakan telah ODF, apabila: 1. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja / kotoran bayi hanya ke jamban 2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar 3. Tidak ada bau tidak sedap, akibat pembuangan tinja / kotoran manusia 4. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban sehat 5. Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban 6. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian BAB di sembarang tempat 7. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat 8. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana jamban dan tempat cuci tangan dengan sabun yang dapat digunakan murid-murid pada jam sekolah. Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
5
diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Pilar STBM terdiri atas perilaku: a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS); b. Cuci TanganPakai Sabun (CTPS); c. PengelolaanAir Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT); d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT); dan e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT) (Kemenkes R I, 2014) 2.2.1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu: a. tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan b. dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan lingkungan sekitarnya.
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.1 Contoh Perubahan Perilaku SBS
Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah. Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari : a) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap) Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.
6
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.2 Bangunan Atas Jamban (Dinding dan/atau Atap)
b) Bangunan tengah jamban Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu: 1. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)yang saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup. 2. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.3 Contoh Bangunan Tengah Jamban
c) Bangunan Bawah Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu: 1. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya
akan
keluar
dari
tangki
septik
dan
diresapkan
melalui
7
bidang/sumur resapan.Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut. 2. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segiempat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya (Kemenkes RI, 2014).
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.4 Contoh Bangunan Bawah Jamban
2.2.2
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. a. Langkah-langkah CTPS yang benar : 1. Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir. 2. Gosokkan sabun pada kedua telapak tangansampai berbusa lalu gosok kedua punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan kena busa sabun. 3. Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku. 4. Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan sampai sisa sabun hilang. Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih, atau kertas tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.
8
Gambar 2.5 Cara cuci tangan pakai sabun yang benar ( Sumber : Kemenkes RI, 2014)
b. Waktu penting perlunya CTPS, antara lain: 1. sebelum makan 2. sebelum mengolah dan menghidangkan makanan 3. sebelum menyusui 4. sebelum memberi makan bayi/balita 5. sesudah buang air besar/kecil 6. sesudah memegang hewan/unggas c. Kriteria Utama Sarana CTPS 1. Air bersih yang dapat dialirkan 2. Sabun 3. Penampungan atau saluran air limbah yang aman.
2.3. Perilaku Kesehatan 2.3.1. Pengertian Perilaku
Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu stimulus/ rangsangan dari luar. Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan respon seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2011).
9
2.3.2. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan dengan masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup, maupun lingkungan sekitar yang mempengaruhi. Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga : a. Perilaku hidup sehat (healthy life style) Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi makan menu seimbang, olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku yang positif bagi kesehatan. b. Perilaku sakit (illness behavior) Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon t erhadap suatu penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit serta upaya pengobatannya. c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup upaya untuk menyembuhkan penyakitnya. 2.3.3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun, pengelolahan air minum dan makanan yang memenuhi syarat, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, pengelolaan limbah cair yang memenuhi syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan dan lain-lain. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakam salah satu program prioritas pemerintah melalui puskesmas dan menjadi sasaran luaran dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, seperti yang disebutkan pada Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 (Kemenkes, 2011). Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus lebih komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan fisik seperti
10
sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan biologi adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial budaya seperti pengetahuan, sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS. Kaitan perilaku tentang kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran, yang membuat individu, keluarga dan masyarakat mampu menolong dirinya sendiri dan berperan aktif dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat (Maryunani, 2013). 2.3.4. Perilaku Buang Air Besar
Perilaku BAB adalah praktek seseorang yang berkaitan dengan kegiatan pembuangan tinja meliputi, tempat pembuangan tinja dan pengelolaan tinja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan bagaimana cara buang air besar yang sehat sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2012). 2.3.4.1. Mekanisme Buang Air Besar
Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna oleh organ pencernaan. Selama proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel dan jaringan tubuh kemudian sisa-sisa pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja. Seseorang hendaknya berlatih untuk buang air besar tiap pagi sebelum beraktivitas dan jika tertunda akan menyebabkan konstipasi (sembelit). Frekuensi buang air besar berbeda-beda tiap orang, seseorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata 330 gram sehari. Tinja ini berisi bakteri, lepasan epithelium usus, nitrogen, zat besi, selulosa dan sisa zat makanan lainnya yang tidak larut dalam air. 2.3.4.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktek/Tindakan BAB
a.
Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman dan
juga diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain maupun didapat dari buku atau media massa. Pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan
baik
secara
individu
maupun
kelompok
untuk
meningkatkan
pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan yang optimal.
11
b.
Pendidikan Hasil atau prestasi yang dicapai oleh manusia dan usaha lembaga-lembaga dalam mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan
juga sebagai pengembangan diri dari individu yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab. Banyak masyarakat yang belum mengerti tentang perilaku BAB yang benar sehingga memberi dampak dalam mengakses penerapannya di bidang kesehatan karena dominan masyarakat masih memilki pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan kurang yang berakibat masyarakat berperilaku BAB di sembarang tempat. c.
Sarana Sarana adalah jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat dalam pelaksanaan pekerjaaan dan kepentingan yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja. Jamban keluarga termasuk sebagai sarana untuk masyarakat untuk membuang tinja atau kotoran untuk mencegah penularan penyakit melalui tinja (Mubarak, 2009). d.
Dukungan keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang berperan dalam
menentukan cara asuhan terhadap anggota keluarga (suami,istri dan anak) yang bila salah satu anggota keluarga mengalami masalah kesehatan maka sistem dalam keluarga akan terpengaruh (Friedman,1998).
2.4.Karakteristik Individu 2.4.1. Umur
Menurut Nursalam (2008), semakin cukup umur tingkat kematangan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa. Berdasarkan pendapat Hurlock (1980), mengindikasikan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam memanfaatkan/menggunakan jamban demikian sebaliknya semakin muda umurnya semakin tidak mengerti tentang pentingnya BAB dijamban sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh BAB sembarang tempat.
12
2.4.2. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Dalam Women’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, metalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat dianggap pantas sesuai norma-norma dan adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat Gender adalah semua atribut sosial mengenai laki-laki dan perempuan, misalnya laki-laki digambarkan mempunyai sifat maskulin seperti keras, kuat, rasional, dan gagah. Sementara perempuan digambarkan memiliki sifat feminim seperti halus, lemah, peras, sopan, dan penakut (Mubarak, 2009). 2.4.3. Pendidikan
Pendidikan secara umum merupakan salah satu upaya yang direncanakan untuk menciptakan perilaku seseorang menjadi kondusif dalam menyingkapi suatu masalah. Tingkat pendidikan berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku hidup sehat sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin sadar dan peduli terhadap kebersihan diri dan lingkungannya terutama dalam hal pemanfaatan jamban saat BAB (Atmarita, 2004). 2.4.4.
Pekerjaan
Rata-rata pekerjaan masyarakat yaitu pada sektor non formal (Buruh tani, petani,pedagang/wiraswasta) kebanyakan masyarakat bekerja sebagai buruh tani sehingga penghasilan yang diperoleh tidak menentu dan kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan masyarakat yang bekerja pada sektor formal terbiasa dengan lingkungan pekerjaan yang bersih dan sehat sehingga manset masyarakat yang bekerja di sektor formal lebih baik dan merasa perlu untuk hidup sehat dan beraktifitas sesuai pekerjaannya. Menurut Soemardji (1999) menyatakan perbedaan tingkat partisipasi responden yang tidak bekerja juga terkait dengan aspek psikologis, artinya masyarakat yang tidak bekerja mengkondisikan dirinya seperti merasa tidak perlu berpartisipasi. masyarakat yang pada umumnya berada pada tingkat ekonomi rendah sehingga sulit untuk membangun fasilitas jamban. 2.4.5. Penghasilan
Penghasilan adalah pendapatan; perolehan (uang yang diterima). Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik. Dimana semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan
13
semakin baik (Berg, 1986). Tingkatan pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup, dimana status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh pada fasilitasnya yang diberikan. Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka, khususnya didalam rumahnya akan terjamin misalnya dalam penyediaan air bersih, penyediaan jamban sendiri, atau jika mempunyai ternak akan dibuatkan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya. 2.4.6. Pengetahuan
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan tindakan seseorang, dalam hal ini pengetahuan tentang pemanfaatan jamban keluarga dirumah. Pengetahuan rendah akan sangat mempengaruhi perilaku dalam memilih hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan dan informasi masyarakat dalam pemanfaatan jamban keluarga yang sehat selain itu juga masyarakat masih berperilaku BABS di empang/kolam, sungai, dan numpang( sharing ). Sedangkan masyarakat yang memiliki pengetahuan kategori tinggi berperilaku BAB dijamban tetapi masih ada juga masyarakat yang berpengetahuan tinggi yang masih BABS dimana memiliki WC tetapi dialirkan ke kolam. Salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, A dan Dewi M, 2010). 2.4.7. Sikap
Apabila peningkatan sikap tidak diimbangi dengan tindakan nyata, maka akan memberikan peluang besar untuk merugikan kesehatan pribadi maupun lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku masyarakat yang masih sering buang air besar sembarangan. Menurut Sunaryo (2004) faktor penentu sikap seseorang salah satunya adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu tersebut dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif atau negatif informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar hubungan sosial dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut bersikap dan bertindak sesuai dengan informasi yang diterimanya. Selain itu juga didukung dengan pendapat Green (2000) ketidakcocokan perilaku seseorang dengan sikapnya akan menimbulkan berbagai masalah psikologis bagi individu yang bersangkutan sehingga individu akan berusaha mengubah sikapnya atau perilakunya. Sikap merupakan predisposisi untuk berperilaku yang akan tampak aktual dalam bentuk perilaku atau tindakan.
14
2.5. Kepemilikan Jamban Keluarga
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC (Madjid, 2009). Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.
2.6.Syarat-Syarat Pembangunan Jamban Keluarga
Pembuangan tinja atau kotoran manusia adalah merupakan sumber penularan penyakit serta dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia maka harus dilakukan pengisolasian dan pengolahan terhadap tinja/kotoran tersebut. Upaya pengisolasian dapat dilakukan dengan membuat sarana pembuangan kotoran, tinja yang memenuhi syarat kesehatan. Menurut Proverawati dan Rahmawati (2012), syarat jamban yang sehat adalah : 1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan tinja minimal 10 meter). 2. Tidak berbau. 3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus. 4. Tidak mencemari tanah sekitarnya. 5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan. 6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung. 7. Penerangan dan ventilasi yang cukup. 8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai. 9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.
2.7.Macam-macam Tipe Pembuangan Tinja
Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya, dikenal bermacam-macam tempat pembuangan kotoran/jamban, yaitu : a. Jamban Cemplung Bentuk kakus inilah adalah paling sederhana yang dapat dianjurkan kepada masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang mempergunakan kakus macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh kedalam tempat penampungan. Jamban cemplung yaitu jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi
15
menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau (Proverawati dan Rahmawati, 2012). b. Jamban Plengsengan Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “Melengseng” yang berarti miring. Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ketempat penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi, tempat jongkok dari kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat penampungan, tapi agak jauh. c. Jamban Bor Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan mempergunakan bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang disebut “Bor Auger” dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu lubang yang dibuat harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang digali seperti pada jamban cemplung dan kakus plengsengan, karena diameter jamban bor jauh lebih kecil. d. Angsatrine (Water Seal Latrine) Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. e. Jamban Di atas Balong (Empang) Membuat jamban diatas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Menurut Mubarak (2009), dalam Marliana (2011) bahwa “Sebelum kita berhasil mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan, dapatkah cara tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan tertentu”, antara lain : 1. Air balong tersebut jangan dipergunakan untuk mandi. 2. Letak jamban harus sedimikian rupa, sehingga kotoran manusia selalu jatuh di air. 3. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong tersebut atau yang sejajar dengan jarak 15 meter. 4. Aman dalam pemakaiannya.
16
f. Jamban Septic Tank Jamban septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobik. Kita pergunakan nama septic tank karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anerobik. Mubarak (2009), dalam Marliana 2011) mengemukakan bahwa “Septic Tank bisa terjadi dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengalir an air kotor di dalam bak tersebut”.
2.8.Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit (Chandra, 2007).Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah (Chandra, 2007): 1. Pencemaran tanah, pencemaran air, dan kontaminasi makanan Sebagian besar kuman penyakit yang mencemari air dan makanan berasal dari feses hewan dan manusia. Mereka mencakup bakteri, virus, protozoa, dan cacing dan masuk bersama air atau makanan, atau terbawa oleh mulut oleh jari-jari yang tercemar. Sekali ditelan, sebagian besar di antara mereka berkembang di saluran makanan dan diekskresikan bersama feses. Tanpa sanitasi yang memadai, mereka dapat memasuki ke badan air yang lain, yang selanjutnya dapat menginfeksi orang lain. Banyak organisme organisme kelompok enterik ini dapat bertahan dalam waktu lama di luar badan. Mereka dapat bertahan di limbah manusia dan kadang- kadang di dalam tanah dan ditularkan ke air serta bahan makanan. Organisme yang lebih tahan dapat ditularkan secara mekanis oleh lalat.
17
2. Perkembangbiakan lalat. Peranan lalat dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal-borne-diseases) sangat besar. Lalat rumah, selain senang menempatkan telurnya pada kotoran kuda atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran manusia yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang mengalami penguraian. Lalat itu hinggap dan memakan bahan itu, mengambil kotoran dan organisme hidup pada tubuhnya yang berbulu, termasuk bakteri yang masuk ke saluran pencernaannya, dan sering meletakkannya di makanan manusia. Pada iklim panas, prevalensi penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja biasanya lebih tinggi karena, pada saat ini, lal atnya paling banyak dan paling aktif. Sementara itu beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : 1) Tifus Tifus merupakan penyakit yang menyerang usus halus. Penyebabnya adalah Salmonella typhi, dengan reservoir adalah manusia. Gejala utama adalah panas yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi 1-3 minggu (rata -rata 2 minggu) setelah infeksi. Penularan dapat terjadi dari orang ke orang, atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri. Sesekali, Salmonella itu keluar bersama tinja ataupun urine, memasuki lingkungan dan berkesempatan menyebar (Slamet, 2007). 2) Disentri Disentri amoeba disebut juga Amoebiasis disebabkan oleh E. histolytica, suatu protozoa. Gejala utama penyakit adalah tinja yang tercampur darah dan lendir. Berbeda dari Disentri basillaris, disentri ini tidak menyebabkan dehidrasi. Penyakit ini sering pula ditemukan tanpa gejala yang nyata, sehingga seringkali menjadi kronis. Tetapi, apabila tidak diobati dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti asbes hati, radang otak, dan perforasi usus. Amoebiasis ini seringkali menyebar lewat air dan makanan yang terkontaminasi tinja dengan kista amoeba serta dapat pula dibawa oleh lalat. Karena amoeba membentuk kista yang tahan lama di dalam lingkungan di luar tubuh, maka penularan mudah terjadi dengan menyebarnya kista-kista tersebut (Slamet, 2007). 3) Kolera Penyakit Kolera disebabkan oleh Vibrio cholerae. Kolera adalah penyakit usus halus yang akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan banyak kematian. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps dapat terjadi dengan cepat.
18
Sedangkan gejala kolera yang khas adalah tinja yang menyerupai air cucian beras, tetapi sangat jarang ditemui. Orang dewasa dapat meninggal dalam waktu setengah sampai dua jam, disebabkan dehidrasi. Reservoir bakteri kolera adalah manusia yang menderita penyakit, sedangkan penularan dari orang ke orang, ataupun tidak langsung lewat lalat, air, serta makanan dan minuman (Slamet, 2007). 4) Schistosomiasis Shistosomiasis atau Bilharziasis adalah penyakit yang disebabkan cacing daun yang bersarang di dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung kemih. Reservoirnya selain penderita, juga anjing, kijang, dan lain-lain hewan penderita Schistosomiasis. Telur Schistosoma ini keluar dari tubuh penderita bersama urine ataupun tinja. Untuk dapat hidup terus telur itu harus berada di perairan, menetas menjadi larva miracidium dan untuk dapat berubah menjadi larva yang infektif, maka ia harus masuk ke dalam tubuh siput air. Miracidium di dalam siput berubah menjadi larvacercaria, keluar dari tubuh siput, berenang bebas di perairan. Larva ini dapat memasuki kulit orang sehat, yang kebetulan berada di air tersebut (misalnya di sawah). Larva kemudian ikut dengan peredaran darah, memasuki paru-paru, kemudian ke hati di mana ia menjadi dewasa dan kemudian bermigrasi ke dalam pembuluh darah balik sekitar usus ataupun kandung kemih. Jumlah telur cacing yang banyak akan mendesak dinding pembuluh darah sehingga robek dan terjadi perdarahan. Gejala 4-6 minggu setelah infeksi berupa kencing dan berak darah. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian yang langsung, tetapi menimbulkan kelemahan karena terjadinya perdarahan. Komplikasi-komplikasi dapat terjadi, yakni rusaknya jaringan hati sehingga terjadi cirrhosis atrofis dan kadang-kadang cacing dapat ikut dengan peredaran darah ke dalam otak dan menimbulkan kerusakan. Cacing ini sudah banyak menyebabkan kerugian dan penderitaan, karena pengobatannya kurang efesien, pemberantasan terhadap cacing sulit dilaksanakan, karena spektrum reservoirnya yang luas, dan meninggalkan banyak cacat dan kelemahan (Slamet, 2007). 5) Diare Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan/lendir dalam tinja (Mansjoer, 2002). Penyebab diare dapat dikelompokkan dalam tujuh besar, yaitu virus, bakteri, parasit, keracunan makanan, malabsorpsi, alergi, dan immunodegesiensi (Widoyono, 2008). Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut (Widiyono, 2008):
19
a) Melalui Air Melalui air yang merupakan media penularan utama diare. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik yang tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. b) Melalui Tinja yang Terkontaminasi Tinja yang sudah terkontaminasi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkaan penyakit diare kepada orang yang memakannya. 6) Bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita) Penyakit cacing tambang (hookworm disease) adalah suatu infeksi saluran usus oleh cacing penghisap darah. Penyebabnya adalah Necator americanus dan Ancylostoma duodenale yaitu nematoda yang dikeluarkan lewat tinja dari manusia yang terinfeksi. Cara pemindahannya adalah larva dalam tanah yang lembab/basah dan menembus kulit, biasanya kulit kaki (Suparmin, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara lain (Chandra, 2007): 1. Agens penyebab penyakit 2. Reservoir 3. Cara menghindar dari reservoir ke pejamu potensial 4. Cara penularan ke pejamu baru 5. Pejamu yang rentan (sensitif). Apabila salah satu faktor di atas tidak ada, penyebaran tidak akan terjadi. Pemutusan rantai penularan juga dapat dilakukan dengan sanitasi barrier.
20
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
3.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari kuesioner yang dibagikan pada warga di kelurahan Sawunggaling. Kuesioner dibagikan secara acak kepada sebanyak 76 responden pada saat acara pemicuan ODF. Isi kuesioner tersebut menanyakan perihal kepemilikan jamban di rumah warga dan tempat penampungan jamban tersebut, pengetahuan mengenai jamban sehat, serta perilaku atau kebiasaan buang air besar (BAB) meski warga telah memiliki jamban. Karakteristik jenjang pendidikan responden tersebut yaitu pendidikan terakhir SD sejumlah 3 orang (3,94%), SMP 10 orang (13,15%), SMA atau sederajat 38 orang (50%), Diploma dan Sarjana 11 orang (14,4%), dan tidak diketahui sejumlah 14 orang (18,42%).
Jenjang Pendidikan Responden 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Jenjang Pendidikan SD
SMP
SMA
S1/Diploma
Tidak Diketahui
Gambar 3.1 Grafik Jenjang Pendidikan Responden
Dari pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang dibagikan, didapatkan hasil sebagai berikut. Sejumlah 76 responden (100%) menganggap penting untuk BAB di jamban, walaupun hanya sebagian yang bersedia untuk menuliskan alasannya. Sedangkan pengetahuan tentang syarat jamban sehat, 45 orang (59,2%) mengetahui dan dapat menyebutkannya dengan benar, dan sisanya sebanyak 31 orang (40,8%) tidak mengetahui dan memberi jawaban yang kurang tepat.
21
PENGETAHUAN TENTANG JAMBAN SEHAT Tahu
Tidak Tahu
42% 58%
Gambar 3.2 Pengetahuan Jamban Sehat Responden
Mengenai kepemilikan jamban, 14 orang (18,42%) yang mengaku bahwa di rumahnya tidak memiliki jamban, namun menyebutkan sebagai gantinya BAB dilakukan di WC umum sebanyak 9 orang, di sungai/kali sebanyak 4 orang, dan tidak diketahui sebanyak 1 orang. Responden tersebut menyebutkan bahwa biaya merupakan alasan mengapa ia belum memiliki jamban di rumah sebanyak 11 orang, tidak memiliki lahan sebanyak 1 orang, tidak ada septic tank sebanyak 1 orang, dan sudah terbiasa BAB di sungai/kali sebanyak 1 orang. Pada responden yang tidak memiliki jamban semua responden ingin memiliki jamban sehat sendiri. Sedangkan 62 orang lainnya (81,57%) mengaku telah memiliki jamban sendiri di rumah dan BAB di jamban. Dari responden yang telah memiliki jamban, 55 orang (72,3%) mengaku jamban yang dimiliki tersalurkan ke septic tank, 7 orang (9,21%)mengaku jamban yang dimiliki tersalurkan ke sungai/kali, sedangkan 1 orang lainnya (1,31%) tidak mengetahui tempat penampungan jamban mereka.
KEPEMILIKAN JAMBAN Punya
Tidak Punya
18%
82%
Gambar 3.3 Kepemilikan Jamban
22
PENAMPUNGAN Septic Tank
Kali
10%
Tidak diketahui
1%
89%
Gambar 3.4 Penampungan Jamban
3.2 Data Sekunder
Data sekunder atau data umum dikumpulkan dari data-data internal milik Puskesmas Jagir. Data-data tersebut antara lain berupa gambaran wilayah dan pelayanan Puskesmas Jagir, data geografis wilayah cakupan Puskesmas Jagir, sarana kesehatan di wilayah cakupan Puskesmas Jagir, sumber daya kesehatan di Puskesmas Jagir, jenis pelayanan kesehatan di Puskesmas Jagir, dan data kepemilikan jamban. 3.2.1
Profil Puskesmas Jagir
Data Umum
Puskesmas Jagir merupakan puskesmas rawat inap dengan kapasitas 15 tempat tidur, serta termasuk dalam Kelurahan Jagir, Kecamatan Wonokromo. •
Data Geografis
Wilayah Kelurahan Jagir terletak di Kota Surabaya. Dan terdiri dari:
Kelurahan Jagir
: 11 RW, 71 RT
Kelurahan Darmo
: 10 RW, 92 RT
Kelurahan Sawunggaling : 12 RW, 86 RT
Sebagai batas wilayah Puskesmas Jagir adalah : o
Sebelah Utara
: Kecamatan Tegalsari
o
Sebelah Timur
: Kecamatan Tenggilis Mejoyo
o
Sebelah Barat
: Kecamatan Dukuh Pakis
o
Sebelah Selatan
: Kecamatan Wonocolo
23
Gambar 3.5 Peta Wilayah cakupan Puskesmas Jagir
•
Data Demografik Puskesmas Jagir 2017
1. Jumlah Penduduk (BPS)
: 64.173 jiwa
Jumlah Penduduk Pria
: 31.633 jiwa
Jumlah Penduduk Wanita
: 32.540 jiwa
2. Jumlah Kepala Keluarga (KK)
: 16.423 KK
3. Jumlah Bayi (0-1 th)
:
1.553 jiwa
4. Jumlah Batita
:
3.121 jiwa
5. Jumlah Anak (1-4 th)
:
3.140 jiwa
6. Jumlah Anak (0-5 tahun)
:
4.820 jiwa
7. Jumlah Apras (5-6 th)
:
1.803 jiwa
8. Jumlah Usia SD (7-12 th)
:
5.218 jiwa
9. Jumlah Anak (0-15 Th)
: 10.940 jiwa
10. Jumlah Ibu Hamil
:
865 jiwa
11. Jumlah Ibu Bersalin
:
825 jiwa
12. Jumlah WUS (15-49 Tahun)
: 19.170 jiwa
13. Jumlah WUS (15-39 Tahun)
: 13.869 jiwa
24
14. Jumlah PUS (15-49 Tahun)
: 10.910 jiwa
15. Jumlah Pra Usila (45-59 Th)
:
5.235 jiwa
16. Jumlah Usila (>60 Th)
:
5.796 jiwa
17. Jumlah Usila Risti (>70 Th)
:
2.614 jiwa
18. Jumlah Kematian Tahun 2017 : - Semua Umur
: 41 jiwa
- Bayi( 0-11 bl)
: 3 jiwa
- Balita( 0- 4 tahun)
: 3 jiwa
- Ibu Melahirkan
: 0 jiwa
- Neonatal ( 0- 28 HARI )
: 2 jiwa
- Perinatal( 0-7 hari + lahir mati/ IUFD): 1 jiwa 19. Jumlah Kelahiran :
•
- Lahir Hidup
: 786 jiwa
- Lahir Mati/IUFD
:
8 jiwa
Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada di Wilayah cakupan Puskesmas Jagir
Jumlah Rumah Sakit Pemerintah
:
2
Jumlah Rumah Sakit Swasta
:
4
Jumlah Rumah Bersalin
:
2
Jumlah Puskesmas
: 1 Puskesmas
Jumlah Puskesmas Pembantu
:
1 Pustu
Jumlah Puskesmas Keliling
:
5 pusling
Jumlah Poskeskel
:
3 Poskeskel
Jumlah Poliklinik / Balai Pengobatan Swasta :
13
Jumlah Praktek dokter/ dokter gigi swasta
:
2
Jumlah Praktek Bidan Swasta
:
3
Jumlah Praktek Perawat Swasta
:
0
Jumlah Apotek
:
22
Jumlah laboratorium klinik
:
6
Jumlah Posyandu Balita
:
79 Posyandu
Jumlah Posyandu Lansia
:
16 Posyandu
Jumlah Posyandu Pratama
:
5 Posyandu
Jumlah Posyandu Madya
:
28 Posyandu
Jumlah Posyandu Purnama
:
38 Posyandu
Jumlah Posyandu Mandiri
:
9 Posyandu
25
•
Jumlah Posyandu Remaja
:
1 Posyandu
Sumber Daya Kesehatan yang Ada di Puskesmas Jagir
Jumlah Medis : -
Dokter Umum
: 6 orang
-
Dokter Spesialis Obgyn
: 1 orang
-
Dokter Spesialis Anak
: 1 orang
-
Dokter Gigi
: 4orang
-
Dokter Gigi Spesialis
: 2 orang
Jumlah Paramedis : -
Sarjana Kesehatan Masyarakat
: 1 orang
-
Bidan
: 16orang
o
-
D3 Kebinanan
Perawat
: 11 orang : 17 orang
o
SPK
: 3 orang
o
D3 Keperawatan
: 12 orang
o
S1 keperawatan
: 5 orang
Perawat Gigi
: 2 orang
Jumlah Paramedis lainnya: -
Psikolog
: 1 orang
-
Nutrisionis
: 1 orang
-
Apoteker
: 1 orang
-
Assisten Apoteker
: 1 orang
-
Analisis Laboratorium
: 2 orang
Jumlah Non Medis: -
Tenaga Administrasi
: 3 orang
-
Pendaftaran
: 5 orang
-
Sopir Ambulance
: 2 orang
-
Kebersihan
: 3 orang
-
Penjaga
: 5 orang
-
Pembantu bidan
: 4 orang
-
Petugas IT
: 1 orang
-
Petugas Listrik
: 1 orang
-
Pembantu BPG
: 2 orang
26
-
Tenaga Strategis Lain
: 2 orang
-
Atem
: 1 orang
• Jenis pelayanan di Puskesmas Jagir 1. Unit Rawat Jalan : •
URJ Umum
•
URJ. KIA
•
URJ Gigi dan Mulut
•
URJ. Keluraga Berencana
•
URJ. Pojok Gizi
•
URJ. Konseling
•
URJ. Pelayanan Metadone
•
URJ. IMS
2. Unit Rawat Inap •
Kamar Bersalin
•
RITP (Rawat Inap Tingkat Pertama)
•
Rawat Inap BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
3. Unit Gawat Darurat (UGD 24 Jam) 4. Unit Penunjang Medis : •
Laboratorium Sederhana
•
Apotik
•
Gudang Farmasi
•
Ambulance 24 Jam
5. Unit Penunjang Non Medis : •
Loket
•
Logistik
•
Dapur
6. Program Pokok : •
Promosi Kesehatan
•
Kesejahteraan Ibu dan Anak
•
Keluarga Berencana
•
Upaya Perbaikan Gizi
•
P2M
•
Penyehatan Kesehatan Lingkungan
27
7. Program Pengembangan : •
UKGS
•
UKS
•
Usaha Kesehatan Kerja
•
Usaha Kesehatan Olah Raga
•
Usaha Kesehatan Usila
•
Usaha Kesehatan Jiwa
•
Perkesmas / CHN
•
BPJS
•
Kelas Ibu Hamil dan Kelas Ibu Balita
3.2.2. Data Kepemilikan Jamban di wilayah cakupan Puskesmas Jagir
Berdasarkan data dari RUK Puskesmas Jagir, dari 3 kelurahan, belum ada satupun yang sudah menjadi kelurahan yang ODF. Berikut ini adalah tabel mengenai kepemilikan jamban tersebut. KELUARGA DENGAN AKSES JAMBAN
Data Awal :
Kemajuan s.d : Tribulan 1 (tahun 2017)
Jamban Keluarga N
Kelurah
o
an
n
ah KK
Bersa Perma nen (JSP)
Semi Perman en (JSSP)
ma / MCK Umum Sehat
Jamban Keluarga
BABS
Jamba
Sehat
Juml
Tribulan 2 (tahun 2017)
Jamba
Jamban
n
n
Bersam
Keluar
a/ MCK
Sembar angan
ga
Umum
Tidak
Tidak
Sehat
Sehat
Sehat Perma nen (JSP)
BABS
Jamba
sSehat Sehat
Bersa
Semi
ma /
Perman
MCK
en
Umum
(JSSP)
Sehat
Jamba
Jamban
n
Bersam
Keluar
a/ MCK
Sembar angan
ga
Umum
Tidak
Tidak
Sehat
Sehat
631
1
Jagir
5055
583
373
303
0
0
5 060
583
373
298
0
0
4326
116
178
322
0
0
4 330
116
178
318
0
0
6641
741
672
220
1
0
6 641
741
672
220
1
0
4 494
2
Darmo 2
3
Sawung galing
827 5
Tabel 3.1 Kepemilikan Jamban
3.2.3. Data Kepemilikan Jamban
Berdasarkan survey yang dilaksanakan pada bulan Juni 2017, dari 3 kelurahan dengan jumlah sekitar 686 KK yang telah disurvei, hanya terdapat 39 KK, dari total 265 KK, yang sudah memiliki jamban sehat pada kelurahan Jagir; 30 KK, dari total
28
288 KK, pada kelurahan Darmo dan 47 KK, dari total 133 KK, pada kelurahan Sawunggaling. Data mengenai akses jamban yang sehat dan layak per triwulan kedua dilampirkan pada Tabel 3.5 pada halaman berikut
3.3. Daftar Masalah
Masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya BAB menggunakan jamban sehat serta syarat jamban yang sehat yang berdampak pada perilaku BABS
Masih banyak warga yang belum memiliki jamban sehat sendiri
3.4. Solusi yang Mungkin Dilakukan
Meningkatkan pengetahuan akan pentingnya jamban sehat khusunya bagi warga yang masih berperilaku BABS
Menimbulkan kesadaran pada warga di wilayah cakupan Puskesmas Jagir bahwa kondisi lingkungannya tidak sehat akibat perilaku BABS
Mendorong masyarakat berkomitmen untuk menggunakan jamban sehat membangun jamban sehat sendiri di rumahnya
29
30
BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangaka konsep untuk menetukana hubungan antara variabel independen danvariabel dependen. Kerangaka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Variable Independen
Variable Dependen
Karakteristik individu: 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Penghasilan 4. Pengetahuan 5. Sikap
Tindakan Buang Air Besar
Kepemilikan Jamban Keluarga Gambar 4.1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan independennya
adalah
kerangka
konsep
karakteristik
pengetahuan, sikap, sosial
individu
tersebut
yang
(pendidikan,
menjadi pekerjaan,
variabel penghasilan,
budaya), kepemilikan jamaban keluarga (jenis jamban,
keberadaan jamban, ketersediaan air). Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah tindakan buang air besar sembarangan di wilayah cakupan Puskesmas Jagir, Surabaya.
31
BAB V HASIL
5.1. Intervensi
Berdasarkan masalah yang didapatkan dari proses analisis data, maka dibutuhkan suatu intervensi yang dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat akan pentingnya BAB di jamban dan mengubah perilaku masyarakat untuk tidak BAB sembarangan. Intervensi yang dilaksanakan berupa pemicuan kelurahan ODF, dimana susunan kegiatannya berupa perkenalan, penyampaian maksud dan tujuan, bina suasana, pemetaan perilaku BABS, pemicuan melalui analisa kuantitatif tinja, penyampaian aspek bahaya penyakit, serta rencana tindak dan pendampingan. Pemetaan perilaku BABS dilakukan dengan tujuan warga menyadari kondisi lingkungannya dan mengetahui perilaku BABS warga disekitarnya, dengan harapan pada diri warga timbul rasa jijik, didukung dengan penghitungan jumlah tinja yang terdapat di kali apabila masih terus melakukan BABS. Disampaikan juga penyakit-penyakit yang dapat menyerang warga, sehingga warga dipicu untuk membuat jamban sehat sendiri di rumah dan merubah perilaku BABS. Kemudian di akhir, peserta pemicuan diajak untuk membuat komitmen untuk membangun jamban sehat sendiri dan tidak BABS kembali. Tanggal dan Waktu Pelaksanaaan
Kamis, 14 September 2017 Pukul 10.00-12.00 Jum’at, 15 September 2017 Pukul 09.00-11.00
Jumlah Peserta Hadir Susunan Kegiatan
76 orang warga kelurahan Sawunggaling 1. Perkenalan 2. Penyampaian maksud dan tujuan 3. Bina Suasana 4. Pemetaan Perilaku BABS 5. Analisa Kuantitatif Tinja 6. Materi Pentingnya BAB di Jamban 7. Syarat Jamban Sehat 8. Tanya Jawab 9. Komitmen Warga
Durasi
2 jam
32
5.2. Evaluasi
Penilaian keberhasilan pemicuan ODF ini dilihat dari bertambahnya kepemilikan jamban sehat pada warga dan berkurangnya perilaku BABS, yang mana tidak dapat dilakukan hanya sesaat setelah pemicuan berlangsung, tetapi harus dilakukan follow-up secara berkala. Melalui tanya jawab yang dilakukan pada pemicuan tersebut, diketahui bahwa sebagian warga yang belum memiliki jamban masih BAB di wc umum dan di kali/sungai dikarenakan faktor biaya dimana untuk membuat jamban dengan septic tank membutuhkan biaya yang tidak sedikit bagi mereka, ditambah biaya air dan listrik yang dikeluarkan untuk menyiram jamban, dan selain itu dikarenakan tidak tersedianya lahan untuk membuat jamban. Di akhir sesi pemicuan, telah didapatkan data nama-nama warga yang belum memiliki jamban sehat sendiri di rumah beserta status ekonomi warga tersebut, yang nantinya menentukan apakah warga tersebut mendapat subsidi untuk pembangunan jamban atau tidak. Warga yang mampu diajak untuk berkomitmen untuk membangun sendiri jamban di rumahnya tanpa paksaan, serta membuat target perkiraan waktu selesai pembangunan. Untuk follow-up selanjutnya, Puskesmas Jagir perl u berkoordinasi dengan perangkat kelurahan dan kader-kader yang ada di kelurahan tersebut untuk memastikan dilaksanakannya pembangunan tersebut, serta memberikan pendekatan-pendekatan kepada warga yang masih belum mau berkomitmen membangun sendiri dan hanya mau menunggu bantuan dana dari pemerintah daerah.
5.3. Proses Saat Intervensi
Intervensi yang dilaksanakan berjalan dengan lancar. Acara diikuti oleh total 76 warga yang mengikuti acara pemicuan yang terbagi dalam dua sesi. Acara ini diikuti pula oleh perangkat kelurahan, para kader-kader, serta pemegang program kesehatan lingkungan dari Puskesmas Jagir. Pemicuan dimulai pukul 10.00 pada hari kamis dan pukul 09.00 pada hari jum’at dan warga terlihat sangat antusias untuk mengikuti pemicuan ini, dilihat dari banyaknya warga yang sudah siap di tempat jauh sebelum waktu acara dimulai, keaktifan warga dalam menyampaikan pendapat, dan aktif bertanya saat sesi tanya jawab. Acara diawali dengan pemetaan perilaku BABS yang dilakukan di halaman rumah salah satu warga. Seluruh peserta diminta untuk menuliskan nama dan alamat rumahnya
33
masing-masing pada kertas kecil, kemudian beramai-ramai menggambar peta wilayah kelurahan Sawunggaling, seperti jalan dan kali/sungai. Kemudian kertas kecil bertuliskan nama dan alamat tersebut diletakkan sesuai lokasi rumah mereka masing-masing. Kemudian beberapa warga diminta untuk melakukan simulasi BABS dengan meletakkan pakan hewan menyerupai tinja pada kali di dalam peta tersebut, sehingga seluruh peserta mendapat gambaran kondisi lingkungan mereka. Sembari melakukan simulasi tersebut, peserta juga diminta untuk menyampaikan alasan masih melakukan BABS. Setelah itu, dilakukan contoh perhitungan akumulasi tinja di kali bersama-sama akibat BABS yang dilakukan mulai dari lahir hingga dewasa. Perhitungan dengan asumsi satu orang dewasa tiap kali BAB mengeluarkan tinja sebanyak 0,25 kg, dikalikan dengan jumlah hari setahun dan sejumlah usia peserta. Seluruh pelaksanaan berjalan dengan baik tanpa kendala yang berarti, terutama karena peserta merasa antusias dalam mengikuti pemicuan, juga sangat jujur dan terbuka dalam menyampaikan hal-hal yang mereka rasakan dan alami.
5.4. Rencana Tindak Lanjut
1. Dilakukan survey follow up secara berkala oleh Puskesmas Jagir, untuk mendata dan mengetahui apakah setelah pemicuan tersebut para warga sungguh-sungguh membangun jamban sehat di rumahnya, yang dapat berkoordinasi dengan kaderkader dan perangkat kelurahan dalam pelaksanaannya. 2. Bagi warga yang kurang mampu secara ekonomi, dapat diusulkan sebagian dibantu subsidi dari dana anggaran kelurahan setempat dan sebagian lainnya diusulkan kepada anggaran Kota Surabaya dalam hal pembangunan jamban sehat. 3. Peserta yang sudah menyadari akan pentingnya BAB pada jamban, meneruskan informasi dan pengetahuan yang didapat pada acara pemicuan kepada anggota keluarga yang lain atau tetangga di sekitar rumah. Sehingga diharapkan semakin banyak warga yang merubah perilaku BABS. 4. Dilakukannya survey kepemilikan jamban sehat dan perilaku BABS di kelurahan lainnya yang ada di wilayah cakupan Puskesmas Jagir, sehingga dapat dilakukan pengembangan pemicuan kelurahan ODF.
34
BAB VI HASIL DISKUSI
1. Faktor biaya dan lahan menjadi alasan utama masih terjadinya perilaku BABS di wilayah cakupan Puskesmas Jagir, sehingga perlu disampaikan pengetahuan akan pentingnya BAB di jamban sehat dan bahaya yang terjadi bila perilaku BABS terus berlangsung. 2. Pemicuan ODF dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan akan pentingnya BAB di jamban, serta memberi gambaran pada warga mengenai kondisi lingkungannya yang dapat menimbulkan perasaan jijik, sehingga warga merubah perilakunya. 3. Peserta pemicuan yang telah mengerti diharapkan dapat memberitahu anggota keluarga yang lain atau tetangga di sekitarnya sehingga semakin banyak warga yang sadar dan merubah perilaku BABS.
35
BAB VII PENUTUP
7.1.Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari miniproject ini adalah: 1. Masih banyaknya warga di wilayah cakupan Puskesmas Jagir, dalam hal ini sebagai contoh di kelurahan Sawunggaling, yang belum mengetahui akan pentingnya BAB di jamban, sehingga perilaku BABS masih banyak dilakukan. 2. Setelah pemicuan dilakukan terdapat sejumlah warga yang berkomitmen akan membangun jamban sehat di rumahnya yang akan diselesaikan dalam tahun yang sama dengan dilaksanakannya pemicuan 3. Monitoring dan evaluasi secara berkala perlu dilakukan oleh Puskesmas yang dalam pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan perangkat daerah setempat, dan para kader agar komitmen warga benar-bennar dijalankan.
7.2.Saran
Setelah pemicuan, seluruh peserta yang hadir diharapkan dapat meneruskan infromasi yang didapat ke anggota keluarga yang lain dan tetangga di sekitar rumahnya, sehingga semakin banyak warga yang tahu akan pentingnya BAB di jamban sehat. Bagi warga yang masih belum mampu untuk membangun jamban sehat sendiri dan belum mendapat bantuan dana dari kelurahan maupun dari kabupaten, dapat dimotivasi untuk menyisihkan sedikit pendapatannya untuk membangun jamban sendiri, dan didorong untuk memakai jamban sehat yang telah ada di sekitarn ya, baik milik umum atau milik pribadi warga yang lain. Juga perlu dilakukan pengembangan pemicuan ke kelurahan- kelurahan yang lainnya sehingga sedikit demi sedikit tujuan kelurahan yang ODF bisa tercapai, walaupun membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
36
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2008. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta. Dinas Kesehatan Kota Surabaya. 2015. Review Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Surabaya 2016-2021. Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian Perilku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta. Sholikah, S. 2013. Hubungan Pelaksanaan Program ODF (Open Defecation Free) Dengan Perubahan Perilaku Masyarakat Dalam Buang Air Besar Di Luar Jamban Di Desa Kemiri Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012. Jawa Timur. Soeparman dan Suparmin, 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Penerbit. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Suska, Darman, 2007. Waspola Facility, Apriatman N. et al., 2011. Stop Buang Air Besar Sembarangan, Pembelajaran Dari Para Penggiat Community-Led Total Sanitation (CTLS) Water and Sanitation Program. 2011. Factors Associated with Achieving and Sustaining Open Defecation Free Communities: Learning from East Java.
37
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Foto Kegiatan Pemicuan
38
39
Leaflet
40
KUESIONER KEPEMILIKAN JAMBAN DAN PERILAKU BUANG AIR BESAR IDENTITAS
Nama
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki / Perempuan
Alamat
: RT
/ RW
Pendidikan Terakhir : Pekerjaan
:
PENGETAHUAN MENGENAI PERILAKU BAB DAN JAMBAN SEHAT
1. Menurut anda, apakah penting untuk buang air besar (BAB) di jamban? a. Ya, alasan…………………………. b. Tidak, alasan…………………….. 2. Apakah anda tahu syarat jamban sehat? a. Ya, sebutkan……………………. b. Tidak tahu
PERILAKU BAB
1. Apakah anda sudah memiliki jamban sendiri di rumah? a. Ya
b. Tidak
2. Di mana biasanya anda buang air besar? a. Jamban
c. Sawah
b. Sungai / Kali
d. Lainnya, sebutkan………
3. Bila sudah memiliki & BAB di jamban, bagaimana tempat penampungan tinja jamban tersebut? a. Septic tank
c. Tidak tahu
b. Ke kali
d. Lainnya, sebutkan………
4. Bila belum memiliki dan/atau tidak BAB jamban, apa alasannya? a. Biaya b. Tidak penting memiliki dan BAB di jamban c. Lainnya, sebutkan………………………
41