LAPORAN KASUS ENSEFALITIS TUBERKULOSA
Dokter Pembimbing :
Dr. Al- Rasyid Sp.S
Disusun oleh :
Nama : Siti Siti Nurjawahir Rosli NIM : 11.2012.249
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 11 NOVEMBER – 14 DISEMBER 2013 RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA, DEPOK 1
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU PENYAKIT SARAF RS BHAKTI YUDHA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. Agus
Umur
: 19 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status perkawinan
: Belum menikah
Pendidikan
: Sekolah Menengah Atas
Pekerjaan
:-
Alamat
: Telaga Golf Cluster Perancis Blok F3, Bogor
Dirawat diruang
: Cattelya B
Tanggal masuk
: 18 – 18 – 11 11 - 2013
II. SUBJEKTIF
Auto dan allo anamnesis, tanggal : I.
18-11-2013
pukul :07.30 WIB
Keluhan utama :
Kejang sebelah kanan badan sejak 3 jam SMRS
Keluhan tambahan :
Badan sebelah kanan terasa lemas, demam (+), pusing (-),mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-)
2
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU PENYAKIT SARAF RS BHAKTI YUDHA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. Agus
Umur
: 19 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status perkawinan
: Belum menikah
Pendidikan
: Sekolah Menengah Atas
Pekerjaan
:-
Alamat
: Telaga Golf Cluster Perancis Blok F3, Bogor
Dirawat diruang
: Cattelya B
Tanggal masuk
: 18 – 18 – 11 11 - 2013
II. SUBJEKTIF
Auto dan allo anamnesis, tanggal : I.
18-11-2013
pukul :07.30 WIB
Keluhan utama :
Kejang sebelah kanan badan sejak 3 jam SMRS
Keluhan tambahan :
Badan sebelah kanan terasa lemas, demam (+), pusing (-),mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-)
2
Riwayat penyakit sekarang
Os datang ke IGD RSBY dibawa oleh keluarganya dengan keluhan kejang tiba-tiba 3 jam SMRS. Kejang menyentak tetapi tidak terlalu kuat di badan sebelah kanan sahaja terutama tangan dan kaki. Kejang berlaku sekali dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Os sadar saat kejang dan merasa lemas dan lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk ke rs, kejang tidak kambuh. Dugaan pusing dan nyeri kepala disangkal. Mual dan muntah juga disangkal. Riwayat pernah kejang sebelumnya disangkal tetapi os mengaku sejak sebulan yang lalu os sering merasakan ada gerakan tidak terkontrol pada otot tangan dan kaki sebelah kanannya. Gerakan tersebut tidak terlalu kencang seperti sekarang yang dikeluhkan. Gerakan tidak terkontrol ini tidak menganggu aktifitas harian os malah kadang-kadang hilang sendiri. Keluhan ini lebih sering timbul dan dirasakan saat istirahat. Karena keluhan gerakan yang tidak terkontrol ini, os sulit untuk memegang barang dengan tangan kanan. Untuk makan sendiri juga sulit. Os datang dalam keadaan demam tetapi tidak terlalu tinggi. Menurut os dan keluarganya, dia sering demam sejak 2 bulan yang lalu setelah lebaran. Demam bersifat hilang timbul dan tidak terlalu tinggi hingga mengganggu aktifitas hariannya. Os hanya mengambil obat warung dan setelah itu demam akan sembuh. Os pernah berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dengan keluhan demam berulang dan kadang terasa sesak dan dinyatakan terkena penyakit flek paru setelah dilakukan rontgen dada. Pemeriksaan kultur dahak disangkal. Riwayat batuk lama disangkal, tetapi kakak os dikatakan terkena penyakit flek paru kira-kira sebulan sebelum os juga dikatakan ketularan. Os sempat mengikuti pengobatan OAT selama sebulan saja. Os tidak kontrol lagi ke dokter karena merasakan sudah sembuh. Os datang berobat setelah merasakan adanya kaitan antara penyakit flek paru dengan keluhan kejang sebelah badannya ini.
Riwayat penyakit keluarga
-
Riwayat Hipertensi
: (-)
-
Riwayat Diabetes Mellitus
: (-)
-
Riwayat Penyakit Jatung
: (-)
-
Riwayat Stroke
: (-)
-
Tuberkulosis
: (+) kakak pasien
3
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Hipertensi
: (-)
Riwayat Diabetes Mellitus
: (-)
Riwayat Penyakit Jatung
: (-)
Riwayat Stroke
: (-)
Riwayat Alergi
: (-)
Riwayat Cervical Syndrome : (-) Riwayat Trauma Berulang
: (-)
Riwayat Hipotensi
: (-)
Riwayat kejang
: (-)
Riwayat sosial, ekonomi, pribadi:
Os tidak merokok, tidak memakai narkoba, juga tidak melakukan seks bebas.
Tidak ada gangguan kepribadian
III. OBJEKTIF
1. Status presens a. Kesadaran
: Compos Mentis
b. GCS
: E 4V 5M 6
c. TD
: 110/70 mmHg
d. Nadi
: 80x / menit
e. Pernafasan
: 20x / menit
f.
: 38,5 C
Suhu
o
g. Kepala
: normocephali,tidak tampak kelainan.
h. Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, simetris, pupil isokor Ø 3mm +/+
RCL +/+
RCTL +/+
i. Tenggorokan
: Tidak hiperemis, T1-T1
j. Leher
: Simetris, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
k. Dada
: Simetris, deformitas (-)
l. Paru
: Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
m. Jantung
: BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
4
n. Perut
: Datar, supel, nyeri tekan (-), normotimpani, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba membesar.
o. Kelamin
: Tidak dilakukan pemeriksaan
p. Ekstremitas
: Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)
q.Berat badan
: 55 kg
r. Tinggi badan
: 170 cm
1. Status psikikus a. Cara berpikir
:
Baik,wajar sesuai umur
b. Perasaan hati
:
Wajar
c. Tingkah laku
:
Baik
d. Ingatan
:
Baik
e. Kecerdasan
:
Baik
2. Status neurologikus a. Kepala i. Bentuk
: Normocephali
ii. Nyeri tekan
: -
iii. Simetris
: +
iv. Pulsasi
: +
b. Leher i. Sikap ii. Pergerakan
: Simetris : Bebas
c. Tanda rangsang meningeal i.
Kaku kuduk : (-)
ii.
Laseque
: >70 / >70
iii.
Kernig
: >135/ >135
iv.
Brudzinski I : (-)
v.
Brudzinski II : (-)
5
d. Neurologis a) Pemeriksaan Saraf Kranialis i)
Nervus Olfaktorius (N. I)
Penciuman
ii)
: Tidak dilakukan
Nervus Optikus (N. II) Kanan
Kiri
Tajam penglihatan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Pengenalan warna
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Lapang pandang
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Fundus okuli
iii)
Nervus Okulomotorius (N. III) Kanan
Kiri
Terbuka
Terbuka
Superior
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Inferior
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Medial
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Endoftalmus
Tidak ada
Tidak ada
Eksoftalmus
Tidak ada
Tidak ada
Ø 3 mm
Ø 3 mm
Bentuk
Bulat
Bulat
Posisi
Sentral
Sentral
Refleks cahaya langsung
+
+
Refleks
+
+
Strabismus
-
-
Nistagmus
-
-
Kelopak mata Gerakan mata:
Pupil:
Diameter
cahaya
tidak
langsung
6
iv)
Nervus Trochlearis (N. IV)
Gerak mata ke lateral : Kanan
Bawah
v)
vi)
Kiri
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Strabismus
-
-
Diplopia
-
-
Nervus Trigeminus (N. V)
Membuka mulut
Tidak ada kelainan
Sensibilitas atas
Tidak dilakukan
Sensibilitas bawah
Tidak dilakukan
Refleks kornea
Tidak dilakukan
Refleks masseter
Tidak dilakukan
Trismus
Tidak dilakukan
Nervus Abducens (N. VI) Kanan
Kiri
Gerak mata ke lateral
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Strabismus divergen
-
-
Diplopia
-
-
vii) Nervus Facialis (N. VII) Kanan
Kiri
Mengerutkan dahi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Kerutan kulit dahi
Kerutan (+)
Kerutan (+)
Menutup mata
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Lipatan nasolabial
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Sudut mulut
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Meringis
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Memperlihatkan gigi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Bersiul
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Rasa lidah 2/3 depan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
7
viii) Nervus Vestibulochoclearis (N. VIII) Kanan
Mendengar suara berbisik
ix)
x)
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Test Rinne
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Test Weber
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Test Shwabach
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Nervus Glossofarigeus (N. IX)
Arkus faring
Tidak dilakukan
Daya mengecap 1/3 belakang
Tidak dilakukan
Refleks muntah
Tidak dilakukan
Sengau
Tidak dilakukan
Tersedak
Tidak dilakukan
Nervus Vagus (N. X)
Arkus faring
Tidak dilakukan
Menelan
xi)
Kiri
Tidak ada kelainan
Nervus Accesorius (N. XI)
Menoleh kanan, kiri, bawah
Tidak dapat dilakukan
Angkat bahu
Tidak dapat dilakukan
Atrofi otot bahu
Tidak ada kelainan
xii) Nervus Hypoglossus (N. XII)
Sikap lidah dalam mulut
Tidak ada kelainan
Julur lidah
Tidak ada kelainan
Tremor
Tidak ada kelainan
8
e. Badan dan anggota gerak 1. Badan a. Motorik i. Respirasi
: Spontan, simetris dlm keadaan statis dan dinamis
ii. Duduk
: Dapat duduk normal
iii. Bentuk columna verterbralis
: Normal
iv. Pergerakan columna vertebralis
: Tidak dilakukan
b. Sensibilitas
kanan
kiri
Taktil
Tidak dilakukan
Nyeri
Tidak dilakukan
Thermi
Tidak dilakukan
Diskriminasi
Tidak dilakukan
c. Refleks Refleks kulit perut atas
:
Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah
:
Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah
:
Tidak dilakukan
Refleks kremaster
:
Tidak dilakukan
2. Anggota gerak atas a. Motorik
kanan
kiri
Pergerakan
Bebas
Bebas
Kekuatan
3333
5555
Tonus
Normotonus
Normotonus
Atrofi
-
-
kanan
kiri
b. Sensibilitas Taktil
Tidak dilakukan
Nyeri
Tidak dilakukan
Thermi
Tidak dilakukan
Diskriminasi
Tidak dilakukan 9
c. Refleks
kanan
kiri
Biceps
+
+
Triceps
+
+
Radius
Tidak dilakukan
Ulna
Tidak dilakukan
Tromner-hoffman
-
-
3. Anggota gerak bawah a. Motorik
kanan
kiri
Pergerakan
Bebas
Bebas
Kekuatan
3333
5555
Tonus
Normotonus
Atrofi
b. Sensibilitas
Normotonus
-
-
kanan
kiri
Taktil
Tidak dilakukan
Nyeri
Tidak dilakukan
Thermi
Tidak dilakukan
Diskriminasi
+
c. Refleks
+
kanan
kiri
Patella
+
+
Achilles
+
+
Babinski
-
-
Chaddock
-
-
Rossolimo
-
-
Mendel-Bechterev
-
-
Schaefer
-
-
Oppenheim
-
-
Klonus paha
-
-
Tes lasegue
> 70°
> 70 °
Tes kernig
> 135 °
>135°
10
d. Koordinasi, gait, dan keseimbangan
Cara berjalan
: Tidak ada kelainan
TesRomberg
: Tidak ada kelainan
Disdiadokokinesia
: Tidak ada kelainan
Ataksia
: Tidak ada kelainan
Rebound phenomenon : Tidak dilakukan
Dismetria
: Tidak dilakukan
e. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor
: -
Miokloni
: +
Khorea
: -
f. Alat vegetatif
Miksi
: Baik
Defekasi
: Baik
11
PEMERIKSAAN LAB Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 19/11/2013) Jenis
Hasil
Unit
Nilai Normal
Hemoglobin
10,8*
g/dl
12-18
Leukosit
10,8*
ribu/mm
5-10
Trombosit
475*
ribu/mm
150-450
Hematokrit
32*
%
38-47
MCV
50,8*
fl
82-92
MCH
17*
pg
27-42
MCHC
33,5*
g/dl
34-45
LED
30*
mm/jam
<20
Diff count i.
Basofil
0
%
0-1
ii.
Eosinofil
1
%
1-3
iii.
Neutrophil stab
1*
%
3-5
iv.
Neutrophil segmen
82*
%
54-62
v.
Lymphosyte
8*
%
25-33
vi.
Monosyte
8*
%
3-7
98
Mg/dl
< 180
SGOT/ASAT
23
µ/L
< 35
SGPT/ALAT
22
µ/L
< 40
Ureum
13
mg/dl
10-50
Creatinine
0,6
mg/dl
0,5-1,5
Natrium
137
MEQ/L
135-146
Kalium
3,82
MEQ/L
3,5-5
Chlorida
110*
MEQ/L
98-107
KIMIA DARAH DIABETES MELITUS GULA DARAH (S) Glucose Sewaktu
ELEKTROLIT
12
Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 21/11/2013) Jenis
Hasil
Unit
Nilai Normal
IMUNOLOGI SEROLOGI Anti-HIV
Non-reaktif
Negatif
Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 24/11/2013) Jenis
Hasil
Unit
Nilai Normal
SGOT/ASAT
13
U/L
<35
SGPT/ ALAT
15
U/L
<40
Bilirubin Total
0,4
mg/dl
0-1,5
Bilirubin Direct
0,2
mg/dl
0-0,25
Bilirubin Indirect
0,2
mg/dl
0-0,75
Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 21/11/2013) JENIS PEMERIKSAAN
HASIL
RUJUKAN
SATUAN
DIAGNOSTIK MOLEKULER CD 4
LYMPHOCYTE T HELPER KURANG
CD 4 Absolut
278
410-1590
Sel/µl
CD 4%
19
31-60
%
Negatif
Negatif
M. TBC PCR
KETERANGAN
13
Negatif
PEMERIKSAAN RONTGEN THORAX (25/10/2013)
Kesan: cor: tak tampak kelainan Pulmoes: perbaikan. (dibanding rontgen terdahulu)
14
PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA DENGAN KONTRAS
Kesan: Sesuai gambaran abses di lobus parietal sinistra DD:/ Tuberkulosis Tidak tampak ICH, SDH, EDH di cerebrum/cerebellum saat ini.
15
IV. RINGKASAN
Subjektif : Seorang laki-laki usia 19 tahun datang dengan keluhan kejang tiba-tiba sejak 3 jam SMRS. Kejang dirasakan di sebelah badan bagian kanan terutama kaki dan tangan,menyentak tapi tidak terlalu kencang. Kejang berlaku sekali dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Os sadar saat kejang dan merasa lemas dan lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk ke rs, kejang tidak kambuh.Os mengaku sejak sebulan yang lalu os sering merasakan ada gerakan tidak terkontrol pada otot tangan dan kaki sebelah kanannya. Keluhan ini lebih sering timbul dan dirasakan saat istirahat. Karena keluhan gerakan yang tidak terkontrol ini, os sulit untuk memegang barang dengan tangan kanan. Untuk makan sendiri juga sulit. Os datang dalam keadaan demam tetapi tidak terlalu tinggi. Menurut os dan keluarganya, dia sering demam sejak 2 bulan yang lalu setelah lebaran. Demam bersifat hilang timbul dan tidak terlalu tinggi hingga mengganggu aktifitas hariannya. Os pernah memeriksa ke dokter dan diberitakan menderita TB dan sempat mengikuti pengobatan OAT selama sebulan saja. Os tidak kontrol lagi ke dokter karena merasakan sudah sembuh. Os datang berobat setelah merasakan adanya kaitan antara penyakit flek paru dengan keluhan kejang sebelah badannya ini.
Objektif : Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : keadaan umum tampak sakit sedang TD 110/70 o
mmHg, Nadi 80x / menit, Pernafasan 20x / menit, Suhu 38,5 C, BU(+) normal. Pada status neurologis didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 15 dengan E4V5M6. Pemeriksaan pupil reflex cahaya langsung dan tidak langsung positif. Pada pemeriksaan motorik, didapatkan kekuatan ekstremitas atas sebelah kanan menurun 3333 dan kiri 5555 dan ekstremitas bawah sebelah kanan menurun 3333 dan sebelah kiri adalah 5555. Pada pemerikssan lab didapatkan Hemoglobin 10,8 g/dl, Leukosit 10,8 ribu/mm3, Trombosit 475 ribu/mm3, Hematokrit 32%,LED 30 mm/jam. Pemeriksaan fungsi ginjal,fungsi hati, gula darah dan elektrolit dalam batas normal.
16
Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan kesan cor: tak tampak cardiomegaly, Pulmoes: sesuai gambaran tuberculosis tetapi dengan perbaikan setelah dibandingkan dengan rontgen terdahulu yang dibawa pasien saat diperiksa pada bulan agustus. Pada pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kontras didapatkan Kesan: abses di parietal sinistra. Tidak tampak ICH, SCH, EDH, di cerebrum/cerebellum saat ini.
V.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinik
: kejang parsial sederhana dextra
Diagnosis topik
: serebral
Diagnosis etiologik
: Infeksi TB
Diagnosis patologis
: Inflamasi
VI. RENCANA AWAL
Non medika mentosa:
Tirah baring
Memperbaiki status gizi
Observasi kejang
Medika mentosa: pro-lumbal punksi
VII. PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad fungsionam : bonam Ad sanationam : bonam
17
FOLLOW UP Tanggal 19-11-2013 , Jam 06.00 WIB
S : Kejang (-) O: KU Tampak sakit ringan Kesadaran CM GCS 15 (E4M6V5) TD : 110/70mmHg N : 88 kali/menit 0
S : 36,5 C RR: 20 kali/menit N.cranialis : paresis (-)
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-) Bruzdinski I (-), II (-)
Motorik
:
4455
5555
4455
5555
RF
++
+ +
++
+ +
A : Ensefalitis TB DD/ Toxoplasmosis serebral Abses serebral TB paru P : - Pro LP - Cek CD4 - Cek PCR TB - Pro darah rutin - IVFD RL/12 jam - Ranitidine 2 x 1 - Sanmol 3 x 1 - Neulin 3 x 250
18
RP
-
-
-
-
FOLLOW-UP Tanggal 20-11-2013 , Jam 06.00 WIB
S : Kejang tidak kambuh. Gerakan tidak terkontrol (-) O: KU Tampak sakit ringan Kesadaran CM GCS 15 (E4M6V5) TD : 110/70mmHg N
: 80 kali/menit 0
S : 36,9 C RR: 20 kali/menit N.cranialis : paresis (-)
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-) Bruzdinski I (-) II (-)
Motorik : 4455
5555
4455
5555
A:
RF
++
++
+ +
+ +
RP
-
-
-
-
Ensefalitis TB DD/ Toxoplasmosis serebral Abses serebral TB paru
P:
-
IVFD RL/12 jam
-
Manitol 4 x 125 cc / 24 jam
-
Rimstar 1 x 3 ( INH 75mg + R 150mg + Z 400mg + E 275mg )
-
Streptomisin 1 x 750mg
-
Ceftriaxone 2 x 1gr
-
Ranitidine 2 x 1gr
- Neulin 3 x 250 -
Sanmol 3 x 1 19
FOLLOW-UP Tanggal 21-11-2013 , Jam 06.00 WIB
S : Os merasa lebih baik. Kejang tidak kambuh. O: KU Tampak sehat Kesadaran CM GCS 15 (E4M6V5) TD : 110/70mmHg N : 80 kali/menit 0
S : 36,4 C RR: 20 kali/menit Defisit neurologis (-) N.cranialis : paresis (-) Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk negative
Motorik :
5555 5555
A:
5555
RF
5555
++ ++
++ ++
RP
-
-
Ensefalitis TB DD/ Toxoplasmosis serebral Abses serebral TB paru
P: - IVFD RL/12 jam - Manitol 4 x 125 cc / 24 jam
-
Rimstar 1 x 3 ( INH 75mg + R 150mg + Z 400mg + E 275mg )
-
Streptomisin 1 x 750mg
-
Ceftriaxone 2 x 1gr
-
Ranitidine 2 x 1gr
- Neulin 3 x 250 -
Sanmol 3 x 1
20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Ensefalitis Tuberkulosis Definisi
Ensefalitis bacterial adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap 1-7
tengkorak dan menyebabkan kematian.
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis. Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis biasa juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis. Ensefalitis, suatu peradangan parenkim otak, muncul sebagai disfungsi neuropsikologi difus dan atau fokal. Meskipun terutama melibatkan otak, meninges sering terlibat (meningoencephalitis). Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir, dengan tanda-tanda dan gejala peradangan meningeal, seperti fotofobia, sakit kepala, atau leher kaku. Hal ini juga berbeda dari cerebritis . Cerebritis menjelaskan pembentukan abses tahap sebelumnya dan menunjukkan adanya infeksi bakteri yang sangat merusak jaringan otak, sedangkan ensefalitis akut yang paling sering adalah infeksi virus dengan kerusakan parenkim yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat.
21
Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis: 1. Bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut. 2. Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. 3. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah: a. Infeksi virus yang bersifat endemic
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersiat sporadik :
Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas. Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut
dengan
bakteri
penyebab
ensefalitis
adalah Staphylococcus
aureus, Streptococus,
E.Colli, Mycobacterium tuberculosis, dan T. Pallidum. Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella. Patofisiologi
Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan, membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB, 22
infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari sirkulasi. Pada 2 – 4 minggu pertama tak ada respons imun untuk menghambat replikasi mikobakteri, maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh menembus paru, hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan makrofag yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin membesar dan encer karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi 4-9
TB milier dan dapat menyerang meningen dan parenkim otak.
Kuman mencapai susunan saraf pusat melalui aliran dan membentuk tuberkel di selaput otak dan jaringan otak di bawahnya. Kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke ruang subarachnoid.
4
Tampak tuberkel kecil berukuran beberapa millimeter sampai 1 sentimeter, berwarna putih dan tersebar pada dasar otak, permukaan otak serta kadang-kadang pada selaput otak. Eksudat yang kental dan berwarna putih terdapat sebagian besar pada ruang subarachnoid di dasar otak dan sebagian kecil di permukaan otak serta medulla spinalis. Mungkin terjadi penyumbatan foramen Magendi dan foramen Luschka serta pelebaran ventrikel. Terdapat pembendungan pembuluh-pembuluh darah yang superficial. Pembuluh darah mengalami radang dan dapat tersumbat sehingga terjadi infark otak. Tuberkel mengalami nekrosis pada bagian 4
tengahnya dan mengandung sel-sel epiteloid, limfosit, sel plasma, sel raksasa serta kumannya.
23
Gejala Kli nis
Gejala klinik encephalitis mirip flu terutama dengan penyebab virus, mulai dengan sakit kepala, diikuti oleh perubahan keseadaran yang cepat dengan confusion, kejang dan koma. Gejala-gejala yang muncul juga termasuk gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit kepala berat, vertigo, nausea, konvulsi dan mental confusion. Kemungkinan gejala lain yang bisa timbul termasuk photophobia, perubahan sensorik dan kekakuan leher. Gejala epilepsi 6,8
merupakan tanda gangguan neurologic dan kognitif bisa juga terbentuk.
Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang hebat yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala, muntah, penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan Diagnosis
Secara umum diagnosis ensefalitis meliputi: a. Cairan cerebrospinal:
3
Viral encephalomyelitis menunjukkan pleositosis (10-2000 sel/mm ), didominasi oleh sel Mononuclear.
Level CSF protein secara umum meningkat pada encephalomyelitis dan proporsi IgG meningkat.
Peningkatan atibodi spesifik CSF relatif terhadap serum menunjukkan adanya infeksi susunan saraf pusat dengan infeksi tertentu.
Analisis dengan Polymerase chain reaction cairan serebrospinal dapat digunakan me ndiagnosa beberapa infeksi virus, termasuk herpes simplex, Epstein-Barr, varicella zoster, cytomegalovirus, HIV, rabies dan tuberculosis.
Punksi lumbal merupakan satu cara untuk mendiagnosis dengan pasti tetapi tidak semua pasien dengan ensefalitis bisa di LP. Misalnya pada pasien ini, karena dari CT scannya dicurigai adanya abses serebral,ditakuti jika dilakukan LP akan
24
terjadi herniasi. Kontraindikasi untuk dilakukan lumbal punksi antara lain adalah: o
Trombositopenia (< 40,000)
o
Protrombin time ( <50%)
o
Adanya massa di posterior otak
o
Peninggian tekanan intracranial karena SOL
o
Infeksi local di tempat suntikan (dekubitus)
b. Hitung jenis darah dan hapusan: leukositosis. Dapat menunjukkan limfosit yang tidak khas pada infeksi Epstein-Barr viral, morulae pada Ehrlichia, trypanosomes pada trypanosomiasis borreliae pada relapsing
fever , atau gamete pada Plasmodium
falciparum malaria. c.Tes darah yang lain termasuk, kultur darah, fungsi ginjal dan elektrolit, fungsi hati, glukosa, ESR dan CRP. d.Kultur lain, misalnya, hapusan tenggorok dan kultur feces bila ada indikasi. e. CT scan:
Dapat membantu menyingkirkan adanya space-occupying lesion, stroke, fraktur basiler tengkorak, dan mendeteksi CSF kebocoran cairan serebrospinal pada sisi fraktur.
CT scan juga digunakan mengidentifikasi peningkatan tekanan intracranial.
f. MRI scan:
Memberikan
deteksi
sensitive
terjadinya
demyelinisasi
dan
memberikan
kemungkinan perubahan edematous yang terjadi pada stadium dini encephalitis. g. Electroencephalogram (EEG):
Seringkali
memberikan
hasil
abnormal
(terjadi
perlambatan
difuse
dengan periodic discharges) pada infeksi herpes simpleks akut dan kronik dan kadang-kadang dapat membantu menentukan lokasi stadium dini. 25
7,8
Lebih banyak memberikan hasil dibandingkan CT scan pada minggu pertama.
Di agnosis Bandi ng
o
Meningitis TB
o
Tumor Intraserebral
o
Toxoplasmosis
o
Abses serebral
Penatalaksanaan
Menurut consensus tatalaksana untuk infeksi TB di susunan saraf pusat adalah sama walaupun mengenai lokasi yang berbeza seperti meningens, jaringan otak atau bagian lain. Sediaan OAT
Rifampicin
: 10 mg/kgBB/hari po
Isoniazid
: 5 mg /kgBB/hari po
Pyrazinamid
: 25 mg/kgBB/hari po
Ethambutol
: 20 mg/kgBB/hari po
Streptomycin : 20 mg/kgBB/hari po OAT Kombo
Rimstar
:Rifampicin 150 mg, INH 75 mg, Pyrazinamid 400 mg dan Ethambutol 275
Combipack
: Rifampicin 150 mg, INH 300 mg, Etambutol 750 mg
Lama pemberian: 2R-H-Z-E / S+7-10 R-H-Z
Stadium Meningitis TB
5
Grade I
: GCS 15, tanpa defisit fokal
Grade II
: GCS 11 – 14 / GCS 15 + defisit fokal
Grade III
: GCS ≤ 10
26
Skoring Meningitis TB
(5)
VARIABLE
SCORE
≥ 36
+2
< 36
0
Age (years)
3
Blood white cell count (10 /mL) ≥ 15.000
+4
< 15.000
0
Duration of illness (days) ≥6
-5
<6
0
CSF total white cell count (10 /mL) ≥ 900
+3
< 900
0
CSF percentage neutrophils ≥ 75
+4
< 75
0
Total score ≤ 4 suggest tuberculous meningitis. Total score > 4 is against tuberculous meningitis.
Deksametason pada Meningitis TB (Hanya direkomendasikan untuk pasien HIV Negatif)
(5)
Meningitis TB Grade I
-
Minggu I
: 0,3 mg / kg BB/ hari i.v
-
Minggu II
: 0,2 mg / kg BB/ hari i.v
-
Minggu III-IV
: mulai 4 mg / hari po dan diturunkan 1mg/hari tiap minggu
Meningitis TB Grade II / III
-
Minggu I
: 0,4 mg / kg BB/ hari i.v
-
Minggu II
: 0.3 mg / kg BB/ hari i.v 27
-
Minggu III
: 0,2 mg / kg BB/ hari i.v
-
Minggu IV
: 0,1 mg / kg BB/ hari i.v
-
Minggu V-VIII
: mulai 4 mg/hari po dan diturunkan 1 mg/hari tiap Minggu
Perbandingan LCS pada masing-masing infeksi LCS
Normal
Bakteri
Virus
TBC
Toxoplasma
Jamur
Warna
Jernih
Keruh/Purulen
Jernih
Normal-
Jernih
Normal-
Keruh
Keruh
Ʃ Sel
<4
100-100.000
-
10-500
-
25-500
Sel
Limfosit
PMN
M
L/M
M
M
70-180
↑
N
N / ↑
N/↑↑
↑↑↑
<50
↑↑
N/sedikit ↑
↑
Normal
↑↑
50-75
↓
N/↓
↓
N
↓↓
Dominan Tekanan (mmH2O) Protein (mg/dl) Glukosa (mg/dl)
Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental 1,3-7
dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.
28
Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis. Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar darah otak).
4
Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak,
hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik.
5,7
EPILEPSI
Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang
(lebih
dari
satu
episode). International
League
Against
Epilepsy (ILAE)
dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, ko gnitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepsi sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak. Dengan demikian, terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu:
Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya
Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya
Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan 3
konsekuensi sosial yang ditimbulkan.
Epilepsi tipe bangkitan umum sekunder adalah tipe bangkitan yang berkembang dari bangkitan yang pada awalnya bersifat parsial,baik sederhana atau kompleks dan dalam waktu 4
singkat menjadi bersifat umum.
29
Etiologi
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya. 2. Epilepsi sekunder yaitu yang penyebabnya diketahui. Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak 5
yang abnormal.
Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan kejang sekunder antara lain : cedera kepala, gangguan metabolisme dan nutrisi, ensefalitis,anoksi,gangguan 6
sirkulasi dan neoplasma.
Penyebab epilepsi antara lain : 1. kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obatobat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera. 2. kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan. 3. cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak 4. tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak. 5. penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak 6. radang atau infeksi pada otak dan selaput otak 7. penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang. 8. kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak. 9. kurang tidur dan terlalu lelah. Kurang tidur dapat mengganggu aktivitas dari sel-sel otak 5
sehingga dapat mencetuskan serangan.
Patofisiologi
Otak ialah rangkaian berjuta-juta neron yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena ini elektrik ini adalah wajar. Manifestasi biologiknya berupa gerakan otot atau suatu modalitas sensorik, tergantung 30
dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatan listriknya. Bila neuron di daerah somatosensorik yang melepaskan muatannya, timbullah perasaan propriotif atau proprioseptif. Demikian pula akan timbul perasaan pancaindera apabila neuron daerah korteks yang melepaskan muatan listriknya. Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat konsentrasi tinggi ion K dan konsentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Potensial aksi itu disalurkan melalui akson yang bersinaps dengan dendrit neuron lain. Ujung terminal neuronneuron berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Dalam sinaps terdapat zat yang 7
dinamakan neurotransmiter.
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.
8
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. 31
Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terusmenerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting 8
untuk fungsi otak.
Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya. Beberapa penyelidikan mengungkapkan bahwa “neurotransmitter”acetylcholine merupakan zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik. Jika jumlah zat tersebut telah cukup tertimbun pada permukaan otak, maka pelepasan muatan oleh neuron-neuron kortikal dipermudah. Pada jejas otak terdapat lebih banyak acetylcholine daripada otak yang sehat. Pada tumor serebri atau adanya sikatris setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio
serebri
atau
trauma,
dapat
terjadi
penimbunan
setempat
dari
acetylcholine, sehingga pada tempat tersebut akan terjadi pelepasan muatan listrik neuronneuron. Penimbunan acetylcholine setempat harus mencapai suatu konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga dapat memicu lepasnya muatan listrik. Oleh 1
karena itulah fenomena lepas muatan listrik epileptik terjadi secara berkal a.
Kejang fokal dapat berubah menjadi jenis kejang lain melalui beberapa tingkatan, hal ini 8
menunjukan adanya penyebaran lepasan listrik ke berbagai bagian otak.
Jika kejang bersifat generalisata, lepas muatan listrik yang berlebihan akan menyebar ke bagian otak secara luas. Penyebaran yang mencapai 2/3 bagian otak akan mengakibatkan penurunan kesadaran. Pada serangan parsial yang berlanjut menjadi serangan umum sekunder seringkali serangan umum tidak bersifat umum dari mulanya, tetapi berkembang dari serangan yang pada awalnya bersifat parsial. Serangan parsial ini mungkin sederhana atau kompleks dan dalam waktu singkat menjadi bersifat umum. Pada kasus demikian ini, serangan parsial mungkin 4
dialami sebagai suatu aura (peringatan).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,epilepsi tipe bangkitan umum sekunder merupakan tipe yang serangannya berkembang dari serangan yang awalnya bersifat parsial baik sederhana maupun kompleks yang kemudian menjadi serangan yang bersifat umum. Bangkitan parsial dapat dimulai sebagai bangkitan parsial sederhana, kemudian dapat disusul dengan bangkitan umum sekunder, atau bangkitan parsial sederhana berubah menjadi bangkitan parsial 2,4
kompleks dulu disusul oleh bangkitan umum.Bangkitan u mum biasanya bersifat tonik-klonik. 32
Kejang parsial simplek o
Dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut.
o
Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan.
o
Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami deja vu (merasa 9
pernah mengalami keadaan sekarang dimasa yang lalu).
Kejang parsial ( psikomotor ) kompleks
dimulai dengan hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 12 menit.
Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan.
Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan 1
total.
Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
o
Biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.
o
Terjadi kehilangan kesadaran disusul dengan gejala motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa menit disusul gerakan klonik yang sinkron dari otot-otot tersebut. Segera sesudah kejang berhenti pasien tertidur.
10
Pemeriksaan Penunjang
EEG (elektroensefalogram) merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di
dalam otak.ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak. 33
Setelah terdiagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan lainnya untuk menentukan penyebab 9, 14
yang biasa diobati.
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk:
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah - menilai fungsi hati dan ginjal - menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).
EKG (elektrokardiogram)
EKG dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang mengalami pingsan.
CT scan dan MRI
CT scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.
Kadang dilakukan pungsi lumbal untuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi 1
otak.
Tatalaksana
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini pertama pengobatan adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital, primidone, tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai pengobatan lini kedua. Terapi dimulai dengan obat anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat di ambang atas tingkat terapeutis namun penderita masih kejang dan AED tak ada efek samping, maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2 atau lebih AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat kedua sebagai add on.
11,14
Fenitoin (PHT) Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang terangsang dan mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran Na peka voltase fenitoin dapat 11
merintangi masuknya Ca ke dalam neuron pada pelepasan neurotransmitter.
34
Karbamazepin (CBZ) Karbamazepin dapat menghambat saluran Na . Karbamazepin dapat memperpanjang inaktivasi 11
saluran Na .juga menghambat masuknya Ca ke dalam membran sinaptik.
Fenobarbital (PB) Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai hipnotik, sedatif dan anastetik. Fenobarbital bekerja memperkuat hambatan GABAergik dengan cara mengikat ke sisi kompleks -
saluran reseptor Cl pada GABAA. Pada tingkat selular, fenobarbital memperpanjang potensial penghambat postsinaptik, bukan penambahan amplitudonya. Fenobarbital menambah waktu -
-
buka jalur Cl dan menambah lamanya letupan saluran Cl yang dipacu oleh GABA. Seperti fwnitoin dan karbamazepin, fenobarbital dapat memblokade aksi potensial yang diatur oleh Na . Fenobarbital mengurangi pelepasan transmitter dari terminal saraf dengan cara memblokade 11
saluran Ca peka voltase.
Asam valproat (VPA) VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat GABA-transaminase dan suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim pertama dan kedua pada jalur degradasi, dan aldehide reduktase. VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan menghambat letupan frekuensi tinggi dari neuron. 11
VPA memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron thalamus.
Gabapentin (GBP) Cara kerja: mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat saluran Na peka voltase, dapat 11
menambah pelepasan GABA.
Lamotrigin (LTG) 11
Cara kerja: Menghambat saluran Na peka voltase.
Topiramate (TPM) 11
Cara kerja: Menghambat saluran Na , menambah kerja hambat dari GABA. 35
Tiagabine (TGB) 11
Cara kerja: menghambat kerja GABA dengan cara memblokir uptake-nya.
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan kasus, pasien diduga menderita ensefalitis TB berdasarkan beberapa faktor dan gejala yang ditemukan pada pasien. Pasien datang dengan keluhan kejang sebelah kanan badan. Kejang dirasakan di sebelah badan bagian kanan terutama kaki dan tangan,menyentak tapi tidak terlalu kencang. Kejang berlaku sekali dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Pasien sadar saat kejang dan merasa lemas dan lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk ke rumah sakit, kejang tidak kambuh. Riwayat pernah kejang sebelumnya atau kejang demam saat kecil disangkal. Terdapat berbagai faktor yang boleh menjadi penyebab kejang yaitu :
Circulation : gangguan vaskularisasi dan sirkulasi misalnya pada stroke dan perdarahan otak akibat trauma kepala dan lain-lain.
Ensephalomeningitis : gejala meningitis dan ensefalitis muncul bersamaan disebabkan infeksi
Metabolic : kejang disebabkan gangguan metabolic misalnya gagal ginjal hingga mengganggu hemodinamik tubuh
Electrolyte : gangguan keseimbangan elektrolit dalam tubuh seperti kalium,natrium dan klorida mempengaruhi aktifitas sel-sel dalam tubuh sehingga bisa menyebabkan kejang.
Neoplasma : adanya tumor atau massa dalam tubuh adalah sesuatu yang tidak normal sehingga apabila tumor ini membesar dan mengganggu aktifitas dan proses sel-sel lain.
Trauma : trauma kepala akibat benturan yang kuat hingga mengganggu aktifitas sel-sel otak
Epilepsy : bangkitan berulang yang disebabkan adanya gangguan fungsi otak sehingga terjadi lepas muatan listrik yang berlebihan dan abnormal. Sering terjadi bangkitan berulang yang serupa minimal 2x setahun.
Drugs intoxication : pengambilan obat-obatan tertentu atau narkoba dalam dosis tinggi untuk jangka waktu yang lama sehingga merusak sel-sel di otak. 36
Pada pasien ini yang penyebab yang lebih mendekati adalah ensefalomeningitis disebabkan infeksi dengan adanya riwayat flek paru dengan pengobatan yang tidak tuntas memungkinkan kuman Mycobacterium tuberculosa menyebar hingga mencapai ke parenkim otak. Pengobatan tuberculosis paru yang tidak tuntas dan pasien tidak makan obat menurut jadwal menyebabkan kuman masih berada dalam tubuh malah menyebar ke organ tubuh yang lain. Kaku kuduk pada pasien ini negative dan diharapkan kuman TB ini tidak masuk ke meningen. Riwayat sering demam hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu menguatkan diagnosis bahwa pasien sedang dalam proses infeksi yang kronis. Leukosit darah meningkat sedikit tidak terlalu tinggi menandakan adanya proses infeksi dalam darah. Tindakan lumbal pungsi untuk menilai LCS pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena risiko terjadinya herniasi berdasarkan CT scan kepala polos yang menunjukkan adanya gambaran abses di parietal otak. Pemeriksaan fisik pada pasien tidak dapat dapat menegakkan diagnosis dengan tepat karena hampir kesemua pemeriksaan menunjukkan hasil yang normal. Hasil abnormal yang didapatkan adalah adanya gerakan mioklonik yang bersifat periodic. Kekuatan motorik badan sebelah kanan menurun setelah kejang mioklonik ini. Pasien juga merasa kelelahan setelah kejang. Ini disebabkan kontraksi otot yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama menyebabkan oto kelelahan. Pemeriksaan PCR TB darah pasien ini negative tetapi tetap tidak menolak kemungkinan penyebab ensefalitis adalah dari TB selagi tidak ditegakkan dengan lumbal pungsi. Pemeriksaan CD4 dilakukan untuk menolak diagnosis adanya infeksi dari HIV. Hasil laboratorium menunjukkan CD4 pasien masih dalam batas normal dan anti-HIV bersifat non-reaktif. Pengobatan yang diberikan bersifat adjuvant. Dengan pemberian OAT diharapkan infeksi di parenkim otak dapat disembuhkan. Setelah 2 minggu pengobatan,pasien seharusnya dilakukan CT scan kepala sekali lagi untuk menilai perjalanan penyakitnya dan apakah dengan pemberian OAT mempunyai reaksi yang baik sehingga gejala ensefalitisnya membaik. Pasien diharapkan untuk terus mengkonsumsi OAT dengan patuh pada jadwal pengobatan supaya penyebaran kuman di parenkim otak dapat disekat dan dihilangkan sepenuhnya.
37
KESIMPULAN
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya. Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah ensefalitis. Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis. Komplikasi dari ensefalitis sendiri bisa menyebabkan kejang atau bangkitan kejang yang bersifat sekunder akibat adanya suatu penyakit akut pada otak. Jadi untuk sembuh dari kejang tersebut haruslah ditangani penyebab utama yang menganggu fungsi normal otak. Ensefalitis biasanya ditandai dengan perubahan status mental, kejang dan gangguan neurologis fokal seperti paralisis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2000. h.11 2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in : http://www.emedicine.com 3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004. 4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available in :http://www.medscapeemedicine.com/meningitis. 5. Schossberg, D. Infections of the Nervous S ystem. Springer Verlag. Philladelphia, Pennsylvania. 2006. 6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001. 7. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Ensefalitis dalam Suto yo, Standar Pelayanan Medis, Ed. 2, h : 198-200, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
38