FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Hari / Tanggal / Presentasi Kasus : SMF ILMU PENYAKIT BEDAH RUMAH SAKIT : BAYUKARTA, KARAWANG
Nama
: Teguh Tirto Katon
NIM
: 11-2017-181
Tanda tangan
Pembimbing : dr. Ade Sigit Mayangkoro, Sp.B
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. ST
Umur
: 44 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Karawang
Pekerjaan
: Karyawan
Agama
: Islam
No RM
: 20170700XXXX
1
II.
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di RS Bayukarta pada tanggal 5 Juli 2018 pukul 14.15 WIB.
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan buang air kecil tidak lancar sejak 7 hari SMRS. 2. Keluhan Tambahan
Disertai nyeri pada pinggang kanan dan perut bawah yang hilang timbul. 3. Riwayat Penyakit
Pasien datang dengan keluhan buang air kecil tidak lancar sejak 7 hari SMRS. Keluhan disertai nyeri perut bagian bawah yang hilang timbul, yang terutama dirasakan saat akan memulai dan setelah selesai berkemih. Dalam sehari pasien hanya 1-2 kali berkemih, dan hanya mengeluarkan sedikit urin setiap kali berkemih. Terkadang air kencing berwarna merah. Pasien tidak mengeluh demam, mual dan muntah. Pasien mengatakan jarang minum air dan sering menahan kencingnya. Dalam sehari seringkali pasien hanya minum 2-3 gelas air. 4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat dengan penyakit serupa (-), Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-) 5. Riwayat Masa Lampau
a) Penyakit Dahulu
: Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-)
b) Trauma Dahulu
: Tidak ada
c) Operasi
: Tidak pernah
d) Sistem Saraf
: Tidak ada kelainan
e) Sistem Kardiovaskular
: Tidak ada kelainan
f) Sistem Gastrointestinalis
: Tidak ada kelainan
g) Sistem Urinarius
: Tidak ada kelainan
h) Sistem Genitalis
: Tidak ada kelainan
i) Sistem Muskuloskeletal
: Tidak ada kelainan
2
III.
STATUS PRAESENS 1. Status Umum
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis (E4M6V5)
Tanda-tanda vital Suhu
: 36,6oC
Nadi
: 76 kali per menit
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Respirasi
: 18 kali per menit
Kulit
: Skin phototype III
Kepala Muka
: Dalam batas normal
Mata
: Dalam batas normal
Hidung
: Dalam batas normal
Mulut / gigi
: Dalam batas normal
Leher Kelenjar limfe
: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Dada Jantung
: Bunyi jantung I dan II murni, regular
Paru
: Suara nafas vesikuler (+/+)
Perut Hati
: Tidak teraba membesar
Limpa
: Dalam batas normal
Ginjal
: Dalam batas normal
Kandung empedu
: Dalam batas normal
Kandung kencing
: Nyeri pada area suprapubik
Kemaluan
: Dalam batas normal
Rektum / anus
: Dalam batas normal
Punggung
: Dalam batas normal
Ekstremitas
: Dalam batas normal
Refleks
: Tidak dilakukan pemeriksaan 3
Sensibilitas
: Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Status Lokalis
Regio Lumbalis Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Nyeri tekan (-), ballottement ginjal (-), tak teraba massa
Perkusi
: Nyeri ketok (-)
Regio Suprapubik Inspeksi
: Tak tampak massa, bulging (-)
Palpasi
: Vesika urinaria teraba penuh, tak teraba massa, nyeri tekan (+)
Regio Genitalia Eksterna
IV.
Inspeksi
: Tak tampak kelainan
Palpasi
: Nyeri tekan (-)
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
USG : Kedua ginjal : Ukuran dan ratio korteks dan medula dalam batas normal, sistem pielokalises kanan melebar, sistem pielokalises kiri tidak melebar, batu (-), nodul (-). Buli-buli : Mukosa rata, tampak batu buli ukuran 17x11mm, massa (-) Kesan : Vesikolitiasis
4
Foto BNO : Sebagian usus halus terisi udara. Kolon terlihat sampai distal. Kontur kedua ginjal sukar dinilai. Tampak bayangan radioopak dengan diameter 0,5cm di pelvis minor kanan. Kesan : Suspek batu buli (WD/ Vesikolitiasis)
s 5
V.
LABORATORIUM
Hematologi Haemoglobin
: 15,4 g/dL
Hematokrit
: 49,3%
Eritrosit
: 5,35x106/uL
Hitung Jenis Leukosit
:
Basofil
: 0%
Eosinofil
: 2%
Batang
: 5%
Limfosit
: 30%
Monosit
: 8%
Segmen
: 54%
Trombosit
: 342x103/uL
Laju Endap Darah (1 jam)
: 10mm/jam
Golongan Darah
:A
Rhesus
:+
Masa Perdarahan
: 2 menit
Masa Pembekuan
: 8 menit
Kimia Klinik
VI.
Glukosa Darah Sewaktu
: 85mg/dL
Ureum
: 34mg/dL
Kreatinin
: 1,1mg/dL
Asam Urat
: 6,7mg/dL
RESUME
Pasien usia 44 tahun dengan keluhan buang air kecil tidak lancar sejak 7 hari SMRS disertai nyeri pada perut bagian bawah yang hilang timbul, yang terutama dirasakan saat akan memulai dan setelah selesai berkemih. Dalam sehari pasien hanya 1-2 kali berkemih, dan hanya mengeluarkan sedikit urin setiap kali berkemih. Terkadang air kencing berwarna merah. Pasien mengatakan jarang minum air dan sering menahan kencingnya. 6
Pasien tampak sakit sedang dengan vesika urinaria teraba penuh dan nyeri tekan pada area suprapubik. Pada pemeriksaan foto BNO dan USG didapatkan hasil batu buli ukuran 11mm.
VII.
DIAGNOSIS KERJA
Vesikolitiasis
VIII.
DIAGNOSIS BANDING
Ureterolitiasis Dekstra bagian Distal
IX.
X.
XI.
PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan urine
Pemeriksaan imaging : Urografi, IVP, CTscan, MRI, Sitoskopi
PENGOBATAN
Cefobactam 2x1gr iv
Remopain 2x2amp iv
Pumpisel 2x40mg iv
Plasminex 3x1gr iv
Vitamin K 3x1gr iv
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanasionam
: dubia ad bonam
7
TINJAUAN PUSTAKA VESIKOLITIASIS
Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone, bladder stone. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah massa yang berbentuk kristal yang terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada saluran penampung terakhir.1 Pada orang dewasa batu saluran kencing banyak mengenai sistem bagian atas (ginjal, pyelum) sedang pada anak-anak sering pada sistem bagian bawah (buli-buli). Di negara berkembang batu buli-buli terbanyak ditemukan pada anak laki-laki pre pubertas. Komponen --yang terbanyak penyusun batu buli-buli adalah garam calsium. Pada awalnya merupakan bentuk yang sebesar biji padi tetapi kemudian dapat berkembang menjadi ukuran yang lebih besar. Kadangkala juga merupakan batu yang multipel.1 1. Anatomi Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika terdiri dari sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara anatomis buli-buli terdiri dari tiga permukaan2, yaitu (1) permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan inferoinferior (3) permukaan posterior
8
Gambar 1. Sistem urinarius1
Gambar 2. Anatomi Buli-buli1 -Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra d-alam mekanisme berkemih. Dalam menampung urin, buli-buli mempunyai kapasitas yang ma-ksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan- kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari koff adalah:
Kapasitas buli- buli = (umur (tahun)+ 2 ) x 30
9
Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada saat penuh berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di perkusi. Buli-buli yang terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen dan menyebabkan aktivasi miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi. 2. Etiologi Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).3,4 a. Faktor Intrinsik
Herediter (keturunan)
Studi
menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan. Untuk
jenis batu umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih tinggi mungkin karena kombinasi dari predisposisi genetik dan eksposur lingkungan yang sama (misalnya, diet). Meskipun beberapa faktor genetik telah jelas berhubungan dengan bentuk yang jarang dari nefrolitiasis, (misalnya, cystinuria), informasi masih terbatas pada gen yang berkontribusi terhadap risiko bentuk umum dari penyakit batu.
Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk
pria,
insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun. Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an pada usia 50, sisa yang relatif konstan selama beberapa dekade berikutnya.
Jenis Kelamin
Jumlah
pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan b. Faktor Ekstrinsik
Geografi Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
Iklim dan temperatur
10
Asupan air
Kurangnya
asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
Diet
Diet
banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
Pekerjaan
Sering
dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang
aktifitas atau sedentary life 3. Patogenesis Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempattempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah : 1. Teori Nukleasi Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). Partikel partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.4 2. Teori Matriks Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.4 3. Penghambatan Kristalisasi Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain: magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
11
Gambar 3. Batu Buli-buli1 4. Faktor Risiko Penyebab Batu Lebih dari 85% batu pada laki-laki dan 70% pada perempuan mengandung kalsium terutama kasium oksalat. Predisposisi kejadian batu khususnya batu kalsium oksalat dapat terjadi karena :
Riwayat batu kandung kemih dan saluran kemih
Usia dan jenis kelamin
Kelainan morfologi
Pernah mengalami infeksi saluran kemih
Adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih
Profesi sebagai pekerja keras
Penggunaan obat antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama.
Hiperkalsiuria a. Hiperkalsiuria absortif ditandai oleh kenaikan absorbsi kalsium dari lumen usus b. Hiperkalsiuria Puasa ditandai adanya kelebihan kalsium, diduga berasal dari tulang. c. Hiperkalsiuria Ginjal yang diakibatkan kelainan reabsobsi kalsium di tubulus ginjal
12
Hiperikosuria
Merupakan suatu peningkatan asam urat yang dapat memacu
pembentuka batu kalsium, minimal sebagian oleh Kristal asam urat dengan membentuk nidus untuk prespitasi kalsium oksalat atau prespitasi kalsium pospat. Pada kebanyakan pasien dengan diet purin yag tinggi.
Penurunan jumlah air kemih
Keadaan
ini apat disebabkan masuknya cairan sedikit.
Selanjutnya akan menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan pengurangan aliran kemih.
Hiperoksaluria
Merupakan
kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari atau
0,5 mmol/hari). Peningkatan ini dapat menyebabkan perubahan cukup besar dan memacu prepitasi kalsium oksalat dengan derajat yang lebih besar dibandingkan kenaikan ekskresi kalsium.3-5 5. Pemeriksaan Klinis
Pasien yang mempunyai batu buli sering asimtomatik, tetapi pada anamnesis biasanya dilaporkan bahwa penderita mengeluh nyeri suprapubik, disuria, gross hematuri terminal, perasaan ingin kencing, sering kencing di malam hari, perasaan tidak enak saat kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Gejala lain yang umumnya terjadi dalam menyertai nyeri yaitu nyeri menjalar dari ujung penis, scrotum, perineum, punggung dan panggul, perasaan tidak nyaman tersebut biasa bersifat tumpul atau tajam. Rasa sakit diperberat saat pasien sedang beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat batu memasuki leher vesika.1 Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada inspeksi, ketika dipalpasi didapatkan blader distended pada retensi akut. Adapun tanda yang dapat dilihat adalah hematuri mikroskopik atau bahkan gross hematuri, pyuria, bakteri yang positif pada pemeriksaan kultur urin.5 6. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan urin Pemeriksaan
urin
sering
dilakukan
karena
tidak
mahal
dan
hasilnya
dapat
menggambarkan jenis batu dalam waktu yang singkat. Pada pemeriksaan dipstick, batu buli berhubungan dengan hasil pemeriksaan yang positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase 13
dan darah. Batu buli sering menyebabkan disuri dan nyeri hebat, oleh sebab itu banyak pasien sering mengurangi konsumsi air minum sehingga urin akan pekat. Pada orang dewasa, batu buli akan menyebabkan urin asam. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sel darah merah dan pyuria (leukosit), dan adanya kristal yang menyusun batu buli. Pemeriksaan urin juga berguna untuk memberikan antibiotik yang rasional jika dicurigai adanya infeksi.1 b.
Pemeriksaan Imaging
Urografi Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat memvisualisasikan saluran kemih
yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hanya dapat menunjukkan batu yang radioopaque. Batu asam urat dan ammonium urat merupakan batu yang radiolucent. Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang berupa calsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah hal yang sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik, infeksi dan disebabkan hematuri sebelumnya.5
Gambar 4. BOF5
Cystogram/ intravenous pyelografi Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto KUB tidak dapat menunjukkan adanya
batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP. Adanya batu akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.5 14
Gambar 5. IVP5
Ultrasonografi (USG) Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat batu yang
radiopaque atau radiolucent.5
Gambar 6. USG5
CT scan Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri perut, massa di
pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu buli- buli yang tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang keruh.5 15
MRI Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya tidak ada
pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai batu.5
Sistoskopi Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat endoskopi melalui
uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam blader.5
Gambar 7. Sistoskopi5 7. Pengobatan
a. Konservatif Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan disertai diuretik. Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur.1 Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu diberikan antibiotik. Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan pengasaman urin dan pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic acid. Ini untuk menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar ammonium urin.1
16
Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Potasium Sitrat (polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari pemberian digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan menggunakan sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan batu sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik diberikan setelah makan.3-5 b. Litotripsi Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung. Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL = Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar bersama kemih.1 c. Terapi pembedahan Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau sistolitotomi.2 1. Transurethral Cystolitholapaxy
tehnik
ini dilakukan setelah adanya batu ditunjukkan
dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat nya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat sistoskopi. Energi yang digunakan dapat
17
berupa energi mekanik ( pneumatic jack hummer ), ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser.5 2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy tehnik ini selain digunakan untuk dewasa juga digunakan untuk anak-anak, tehnik percutaneus menggunakan endoskopi untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancur lalu dievakuasi. Sering tehnik ini digunakan bersama tehnik yang pertama denagn tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh debris pada batu.5 3. Suprapubic Cystostomy
tehnik
ini digunakan untuk memindah batu dengan ukuran
besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak, memindah batu yang melekat pada mukosa buli dan kemampuannya untuk memindah batu yang besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit, lebih lama menggunakan kateter.5
Gambar 8. Suprapubic Cystostomy2
18
8. Pencegahan
Diuresis yang adekuat Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum banyak sehingga urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml. pada pasien dengan batu asam urat dapat digunakan alkalinisasi urin sehingga pH dipertahankan dalam kisaran 6,5-7, mencegah terjadinya hiperkalsemia yang akan menimbulkan hiperkalsiuria pasien dianjurkan untuk mengecek pH urin dengan kertas nitrasin setiap pagi.1
Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.1
Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.5
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de Jong. Bab 3 : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005.h.872-85. 2. Schwartz, Principles of Surgery, Mc Graw Hill , 1999.p.798-811. 3. Sabiston, David C, dr. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC. 1995.h.212-8. 4. Staf pengajar ilmu bedah UI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : Bina Rupa Aksara.2010.h.178-80.
5. Margaret S, Yair L. Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology, and Pathogenesis in Campbell-Walsh Urology 10th ed. Philadelphia: Elsevier. 2012.p.1257-96.
20