KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia- Nya Nya yang telah memberikan kemudahan sehingga makalah yang berjudul “ Chronic Pulmonary Disease (COPD) “ ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa pula ucapan terima kasih pada dosen pembimbing yang tiada henti-hentinya membimbing dan selalu memberikan nasehat serta saran sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna olehnya itu penulis meminta saran serta kritikan dari dosen serta pembaca yang bersifat membangun sehingga makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi dan dapat bermanfaat untuk pembaca maupun penulis.
Palopo, September 2017
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia- Nya Nya yang telah memberikan kemudahan sehingga makalah yang berjudul “ Chronic Pulmonary Disease (COPD) “ ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa pula ucapan terima kasih pada dosen pembimbing yang tiada henti-hentinya membimbing dan selalu memberikan nasehat serta saran sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna olehnya itu penulis meminta saran serta kritikan dari dosen serta pembaca yang bersifat membangun sehingga makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi dan dapat bermanfaat untuk pembaca maupun penulis.
Palopo, September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL..............................................................................................................i KATA PENGANTAR………………………… PENGANTAR………………………………………………………… ……………………………………… ………....ii ....ii DAFTAR ISI…………………… ISI………………………………………………… ……………………………….……………………… ….……………………….iii .iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………………….……………….. Belakang……………………………………………………….………………...4 .4 B. Tujuan……………………………… Tujuan………………………………………………………… ………………………………….…………….. ……….……………....5 ..5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Medis COPD............………………………………………………….….… COPD............………………………………………………….….… ..6 1. Definisi COPD ….............……………………………………………………………. .............……………………………………………………………. 6 2. Etiologi COPD ………………………………………………………………. .............6 3. Patofisiologi COPD …………………………………………………….…… .............7 4. Macam-macam COPD.........................................................................................7 5. Manifestasi Klinis………………………………………………….……….. Klinis………………………………………………….……….. ...............9 6. Pemeriksaan Diagnostik………………………… Diagnostik……………………………………………………… …………………………….………. .……….9 9 7. Komplikasi…………………… Komplikasi……………………………………………… ……………………………………………………… …………………………….. ..11 11 8. Penatalaksanaan COPD..............…………………………………………………...… COPD..............…………………………………………………...…12 12 BAB III Konsep Asuhan Keperawatan COPD 1. Pengkajian Keperawatan………………………………………………………...…….. Keperawatan………………………………………………………...……..20 20 2. Diagnosa Keperawatan………………………………………………..……………….. Keperawatan………………………………………………..………………..25 25 3. Intervensi Keperawatan………………………………………………………………… Keperawatan…………………………………………………………………29 29
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….………. PUSTAKA…………………………………………………………….………. 40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM), yang juga disebut chronic obstructive pulmonary disease (COPD), terjadi karena emfisema, bronchitis kronis, asma, atau gabungan semua gangguan ini. Biasanya terdapat lebih dari satu keadaan yang melandasi PPOM dan terjadi secara bersamaan. PPOM merupakan penyakit paru yang paling sering ditemukan dan diperkirakan menjangkiti sekitar 17 juta orang Amerika dan merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. Insidensi penyakit ini semakin meningkat. PPOM tidak selalu menimbulkan keluhan atau gejala dan dapat mengakibatkan ketunadayaan yang ringan saja. Oleh karena itu, PPOM akan semakin memburuk bersamaan dengan perjalanan waktu. PPOM adalah salah satu penyakit yang dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Maka dari itu penulis memilih judul ini untuk dituangkan dalam tulisan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami apa saja yang berkaitan dengan PPOM seperti definisi, etiologi, patofisisologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi serta bagaimana asuhan keperawatan pada penderita PPOM.
B. Tujuan
1. Tujuan umum Penulisan makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami gangguan dari system gastrointestinal khususnya masalah kolitis ulseratif serta proses asuhan keperawatannya. 2. Tujuan khusus a. pembaca dapat mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi serta penatalaksanaan dari colitis ulseratif. b. pembaca dapat mengetahui
dan memahami proses pelayanan
asuhan
keperawatan yang mencakup pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi serta evaluasi pada pasien dengan masalah colitis ulseratif.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Medis COPD 1. Definisi COPD
Penyakit
paru
obstruktif
menahun
(PPOM)
merupan
sejumlah
gangguan
yang
memengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang penting adalah brongkhitis obstruktif, emfisema, dan asma bronchial (Black, 1993). PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma (keperawatan Medikal Bedah.Vol.1.595). PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan
aliran
masuk
dan
keluar
udara
paru-paru
(keperawatan
Medikal
Bedah.Vol.1.595). Semua penyakit pernapasan dikarakteristikkan
oleh obstruksi kronis pada aliran udara
dengan klasifikasi luas PPOM. Dalam kategori luas ini penyebab utama obstruksi bermacam-macam, mis., inflamasi jalan napas, perlengketan mukosa, penyempitan lumen jalan napas, atau kerusakan jalan napas (Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. 152). 2. Etiologi COPD
Penyebab PPOM yang sering ditemukan meliputi: a. kebiasaan merokok. Pada perokok berat kemungkinan untuk mengalami COPD menjadi lebih tinggi. Selain itu dapat terjadi penurunan dari refleks batuk. b. infeksi saluran napas atas yang kambuhan atau kronis c. polusi udara d. alergi. e. bertambahnya usia.
f. factor-faktor familialatau herediter, seperti defesiensi antitrypsin-alfa. g. pekerjaan. Pekerja tambang yang bekerja dilingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena COPD. h. status social ekonomi. Dimana pada status ekonomi yang rendah kemungkinan untuk mengalami COPD lebih tinggi. i. jenis kelamin. Dimana pasien pria lebih banyak daripada wanita. 3. Patofisiologi COPD
Merokok, salah satu penyebab utamaPPOM, akan mengganggu kerja silia serta fungsi selsel makrofag dan menyebabkan inflamasi pada jalan napas, peningkatan produksi lendir (mucus), destruksi septum alveolar serta fibrosis peribronkial. Perubahan inflamatori yang dini dapat dipulihkan jika pasien berhenti merokok sebelum penyakit paru meluas. Sumbatan mucus dan penyempitan jalan napas menyebabkan udara napas terperangkap. seperti pada bronchitis kronis dan emfisema. Hiperinflasi terjadi pada alveoli paru ketika pasien menghembuskan napas keluar (ekspirasi). Pada inspirasi, jalan napas akan melebar sehingga udara dapat mengalir melalui tempat obstruksi. Pada ekspirasi, jalan napas menjadi sempit dan aliran udara napas akan terhalang. Keadaan udara napas yang terperangkap
(yang juga dinamakan ball valving) umumnya terjadi pada asma dan
bronchitis kronis. 4. Macam-macam COPD
Secara klinis COPD dapat dibagi atas 3 jenis, yakni: a. pink puffer atau disebut juga tipe A atau tipe emfisema. Secara klinis ditandai dengan dispnea dimana pada permulaannya terjadi bersamaan dengan adanya gerak badan (exertional dyspnoe). Pada keadaan yang lebih dispne akan menjadi semakin progresifdimana terjadi juga dalam keadaan istirahat, terutama pada pasien yang berusia tua. Pada keadaan ini prognosis biasanya buruk. Bila terjadi infeksi
sputum biasanya menjadi kental dan banyak, serta sulit untuk dikeluarkan. Otot-otot napas tambahan nampak dipergunakan tetapi sianosis jarang terjadi. b. blue bloter atau disebut juga tipe B atau tipe bronchitis. Pada tipe B yang disebabkan oleh bronchitis kronik gambaran penyakitnya berbeda dengan tipe A. keadaan ini terjadi pada pasien perokok. Secara klinis ditandai dengan gejala batuk, produksi sputum yang banyak, dan sesak napas yang terjadi secara periodic, terutama pada saat batuk. Keluhan ini akan menjadi lebih jelas bila terjadi infeksi. Berbeda dengan tipe A pasien tidak kurus, bahkan kemungkinan gemuk. Bila tidak terdapat serangan, maka pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pasien ini dapat ditemukan adanya sianosis dan edema yang disebabkan oleh karena adanya kegagalan pada ventrikuler kanan, oleh itu disebut juga dengan “blue bloter”. Diameter anteroposterior dari rongga toraks tidak mengalami penambahan, begitu pula dengan gerakan diafragma tampak terlihat normal. Berbeda dengan tipe A pada tipe B tidak terdapat kesulitan ekspirasi. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan adanya penambahan gambaran pembuluh darah ventricular kananyang membesar dan juga terdapat pelebaran dari arteri pulmonalis. Pada EKG terlihat gambaran “P pulmonale”. Tanda yang karakteristik pada tipe B ini adalah adanya sesak napas yang terjadi secara episodic yang disertai dengan kegagalan pada jantung kanan yang dapat membahayakan. c. gabungan antara tipe A dan tipe B gabungan dari tipe A dan tipe B ini sebenarnya merupakan bagian dari COPD yang disebabkanoleh asma. Pada keadaan ini dapat ditemukan adanya bronkospasme dan emfisema.
5. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala PPOM dapat mencakup: a. penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat dan keadaan ini terjadi karena penurunan cadangan paru. b. batuk produktif akibat stimulasi refleks batuk oleh mucus. c. dispnea pada aktivitas fisik ringan. d. infeksi saluran napas yang sering terjadi. e. hipoksemia intermitten atau kontinu. f. hasil test faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata. g. deformitas toraks. 6. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi gambaran radiologi pada paru-paru tergantung pada penyebab dari COPD. Pada emfisema maka gambaran yang paling dominan adalah radiolusen paru yang bertambah, sedangkan gambaran pembuluh darah paru mengalami penipisan atau menghilang. Selain itu dapat juga ditemukan pendataran diafragma dan pembesaran rongga retrosternal. Pada bronchitis kronis tampak adanya penambahan bronkovaskular dan pelebaran dari arteri pulmonalis, disamping itu ukuran jantung juga mengalami pembesaran. Dengan pemeriksaan fluoroskopi dapat dinilai kecepatan aliran udara pada waktu ekspirasi. Infeksi pada bronkiolus ditandai dengan adanya bercak-bercak pada bagian tengah paru. Bila terdapat emfisema sentrilobular, maka dapat ditemukan adanya gambaran yang disebut dengan “ leaves on a winter tree” sebagai tanda adanya bronkiektasis dan gambaran ini akan semakin jelas bila dilakukan pemeriksaan bronkografi.
b. Test Faal Paru FEV1 dan FVC mengalami penurunan. Penyempitan dari lumen bronkus dapat dari penurunan FEV1/FVC ini. Pemberian beta -2 agonis hanya dapat meningkatkan perbandingan FEV1 dan FVC ini menjadi kurang dari 20%. Pada emfisema TLC akan mengalami peningkatan, dimana dapat ditentukan dengan pletismografi. Akan tetapi angka dengan plestimografi lebih tinggi dibandingkan dengan teknik napas tunggal. Dengan menggunakan helium dilusi dapat menunjukkan adanya suatu obstruksi dimana pada inspirasi dari helium tidak dapat sempurna. Pada fase permulaan COPD justru terjadi kenaikan PaCO2, tetapi pada fase selanjutnya akan terjadi penurunan. Sebagai akibat dari hipoksemia ini dapat terjadi: 1. hipoksia jaringan tubuh pada umumnya. 2. hipoksia pada miokardia, sehingga dapat menimbulkan dekompensasi dan kongesti (pembendungan). 3. hipoksia pada paru dapat menimbulkan hipertensi pulmonal dan pulmonale. 4. hiperkapnia dapat disebabkan oleh dua tipe, yakni pink puffer atau tipe A dan blue bloter atau tipe B. Pada tipe A ditandai dengan sesak napas (dispne) yang terus menerus, terutama pada saat gerak badan, sedangkan pada tipe B dispne terjadi secara episodic. c. Pemeriksaan Elektrokardiografi dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya kor pulmonale dan hipertensi pulmonale. Berbagai factor yang berhubungan dengan terjadinya hipertropi pada ventrikel kanan dinyatakan sebagai berikut: 1. right axis deviation (pada umumnya). 2. jantung mengalami pemutaran kearah kanan dan terdorong kearah inferior dan anterior. 3. tinggi 0,044 sec R pada V3R atau V1
4. perbandingan R/S pada V1R 1, sedangkan pada V6 1 5. RsR’ atau Rsr’ pada V3 dengan R 5 mm atau S 6. RAD dengan SV1 yang dangkal atau rSR 1 dan penonjolan pada SV5-6 (menunjukkan permulaan RVH). 7. S1, S2 dan S3 syndrome. 8. R dalam aVR 5 mm. 9. terdapat RBBB dengan RAD tanpa blok QRS atau R’V1 15 mm. d. Pemeriksaan Bronkoskopi dapat ditemukan adanya obstruksi dan kolaps pada alveoli dan kadang-kadang dapat meliputi bronkus yang besar. Pada bronchitis kronik tampak warna mukosa yang merah dan hipersekresi. 7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada PPOM meliputi: a. ketunadayaan yang berat. b. kor pulmonale. c. gagal napas yang berat. d. kematian. e. retensi sekresi, dan infeksi, disamping itu dapat pu la terjadi alkalosis respiratorius.
8. Penatalaksanaan
Berdasarkan atas bentuk klinis, terapi COPD dapat dibagi atas 3 bagian: a. COPD yang stabil terapi terdiri atas: 1. berhenti merokok Berhenti merokok merupakan langkah yang utama dalam membuat terapi COPD. Usaha menghentikan rokok adalah suatu tindakan yang berat, walaupun melalui program yang terorganisir angka kekambuhan (relapse) dapat mencapai 80%. Untuk dapat
mengatasinya
maka
perlu
dipelajari
ligkungan,
tingkah
laku,
dan
ketergantungan. Penggunaan gumnikotin, trandermal patches, klonodium hipomosisi, dan akupuntur mungkin tetap tidak akan membawakan hasil dalam menghilangkan adiksi terhadap rokok. Disamping itu mungkin terdapat terdapat pula nicorrete (nicotine gum). Berhenti merokok dapat mempengaruhi prognosis dari COPD karena faal pernapasan menjadi lebih baik. 2. Pemberian vaksin virus influenza Melakukan vaksinasi influenza begitu diagnosis dibuat adalah perlu. Disamping itu perlu juga dipertimbangkan pemberian vaksin polivalen pneumokokus. Untuk mencegah terjadinya influenza yang dapat memperburuk COPD, terutama pada masa epidemic, dapat pula digunakan amantadin dan rimantadin yang dapat memperpendek pengaruh dari kuman influenza terhadap eksaserbasi COPD. Demikian pula dengan penggunaan
vaksin pneumokokus
yang dapat
diberikan bersamaan
dengan
vaksininfluenza. Penggunaan vaksin polivalen pneumokokus dapat diberikan sekali seumur hidup.
3. Bronkodilator COPD kadang kala tidak memberikan respons terhadap bronkodilator. Penyakit yang demikian digolongkan kedalam obstruksi aliran udara yang ireversibel. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yakni: a. bila resisten terhadap suatu bronkodilator, maka tidak berarti resisten terhadap bronkodilator lainnya. b. terdapatnya variasi resistensi dari waktu ke waktu terhadap bronkodilator. Keberhasilan bronkodilator adalah lebih baik pada COPD daripada asma. Bronkodilator yang sering diberikan, yakni: a. Beta-2 agonis 1. epinefrin 2. albuterol 3. bitolterol 4. isoetarin 5. isoproterenol 6. metaproterenol 7. terbutalin. b. Antikolinergik dengan pemberian bronkodilator ini paling sedikit terdapat kenaikan 15% FEV1. Pengunaan bronkodilator pada COPD atas pertimbangan reaksi yang cepat dan lebih mempunyai efek samping yang rendah dibandingkan dengan preparat lainya. Ada duatipe yang biasanya digunakan, yakni antikolinergik dan beta -2 agonis.
Dibawah ini diuraikan pengunaan kedua zat tersebut: 1. antikolinergik Penggunaan adrenergic (simpatomimetik) pada usia tua, selain karena zat ini sensitive terhadap jantung, juga efek bronkodilator pada antikolinergiklebih besar daripada adrenergic. Selain itu didapatkan pula penurunan tingkat sensitifitas terhadap adrenergic pada usia tua. Penggunaan Ip-ratopium bromide, oleh karena sediit yang diserap, menyebabkan tidak mempunyai efek atropine. 2. beta -2 agonis Penggunaan dengan inhalasi dapat meninggikan cardiac output, hal ini mungkin disebabkan oleh karena tahanan perifer yang menurun. Terjadi dilatasi pulmonal yang mengakibatkan tekanan arteri menurun dan terjadi mismatch, sehingga tekanan PO2 sedikit menurun pada pemberian O2. Pemberian beta2 agonis yang lama dapat menyebabkan keadaan COPD yang tidak stabil. Adapun yang digunakan sebagai criteria keberhasilan terapi adalah: a. berkurangnya gejala klinis b. faal paru membaik c. berkurangnya frekuensi dan lamanya eksaserbasi d. bertambahnya kualitas hidup. c. Teofilin digunakan pada COPD secara luas untuk meningkatkan faal paru dan mencegah keletihan. Preparat yang biasa digunakan dibagi atas 3 bagian yakni: 1. short acting yang diberikan 3 4 kali sehari. a. aminofilin b. teofilin.
2. long acting yang diberikan 2 kali sehari a. koledil SA b. teo dur c. teoven. 3. ultra long acting a. teo 24 b. unifil d. kortikosteroid diberikan dalam bentuk oral dengan dosis tunggul prednisone 40 mg/hari paling sedikit selama dua minggu. Dapat pula diberikan dalam bentuk inhalasi kortikosteroid, antara lain: 1. nama farmasi a. beklometason b. flunisolid c. triamsinolon 2. nama dagang a. bekotid, vanseril b. aerobid c. azmakort
Bila tidak menunjukkan hasil selama dua minggu, maka pengobatan kortikosteroid sebaiknya dihentikan. Pada pasien yang menunjukkan perbaikan, maka harus dimonitor efek samping dari kortikosteroid pada penggunaan jangka lama. e. antibiotic infeksi pada umumnya,disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan mycoplasma. Untuk pencegahannya dapat diberikan antibiotic dengan spectrum yang luas. f. pemberian oksigen dalam jangka waktu lama pemberian oksigen jangka panjang dapat meningkatkan survival rate (angka kelangsungan hidup), oksigen, exercise (olahraga), toleransi, dan mengurangi sesak dan keadaan terbangun pada malam hari. g. mengatasi kor pulmonale factor utama eksaserbasipada COPD adalah terjadinya hipoksemia dan kor pulmonale. Beberapa terapi yang dapat dipertimbangkan selain pemasangan oksigen
adalah pemberian diuretic, digitalisasi sampai di flebotomi untuk
menurunkan hematokrit. Akhir-akhir ini banyak digunakan almitrin kemoreseptor peripheral untuk mengurangi vasokontriksi hipoksia dan penambahan PaCO2. Vasodilator hidralazin digunakan apabila pada terapi oksigen yang konvensional ternyata gagal. Begitu pula pada pemakaian nifedipin dan dilatiazin. h. mencegah terjadinya kegagalan pernapasan kegagalan paru-paru yang akut dapat ditimbulkan karena efek sedative atau karena infeksi yang berulang maupun akibat dar terjadinya pneumotoraks. Penggunaan respiratordalam menghadapi kegagalan paru dapat menyebabkan angka kematian yang meningkatkan diantara 25-50%, dimana disebabkan oleh berbagai factor, antara lain terdapatnya berbagai factor yang merupakan precipitating ventilatory, komplikasi selamaa penggunaan, pengalaman tim dan sulitnya pembebasan
(weaning) dari ventilator. Akan tetapi sebab kematian utama adalah akibat infeksi nasokomial oleh bakteri yang resisten terhadapp an tibiotic. b. COPD yang mengalami eksaserbasi gejala yang menandakan terjadinya eksaserbasi adalah: 1. batuk yang keras, panjang dan berulang. 2. dispne 3. sputum yang mengental. 4. bronkospasme dan obstruksi mucus. 5. infeksi. Kesemua tanda ini disebut juga dengan komponen asmatik dari COPD hanya saja tidak menunjukkan reaksi yang baik terhadap bronkodilator. Keadaan pasien menjadi buruk karena adanya batuk dan sesak napas. Beberapa keadaan yang menyebabkan terjadinya eksaserbasi antara lain: Penyebab
Bronchitis akut
Gejala
Batuk sputum
pengobatan
produktif,
sesak, Antibiotic
purulem,
nyeri
substernal Pneumonia
Demam,
batuk
produktif,
nyeri pleura. Infeksi Bronkospasme
Batuk, sesak dan wheezing kortikosteroid (mengi).
Kesalahan
pengobatan, Dispne progresif.
inhalasi dan rokok adekuat
Tinjau
pengobatan
hindari factor penyebab.
terhadap fisioterapi. Malnurasi
dan
Lemah, berat badan menurun.
Perbaiki gizi.
MCI
Sesak berat
Pneumotoraks
Sesak
berat,
Monitor jantung nyeri
dan WSD
singkop. Emboli paru
Sesak berat dan hemoptisis
antikoagulan
Karsinoma paru
Berat badan menurun
Reseksi
Secara skematis pengobatan eksaserbasi dari COPD adalah sebagai berikut: a. bronkodilator dapat diberikan MIDI (inhalasi beta 2 agonis). b. kortikosteroid prednisone 4 x 50 mg untuk 2 hari. c. oksigen 1-2 liter/menit. d. fisioterapi ditunda untuk beberapa hari. e. diuretic untuk 1 minggu guna mengatasi edema. f. hidrasi diberikan cairan sampai urine tidak berwarna. c. COPD yang memerlukan ventilator. Pada prinsipnya pasien COPD tidak memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik selama masa eksaserbasi dari penyakit primernya, oleh karena pemakaian ventilasi mekanik bukan saja memperburuk keadaan, akan tetapi menyebabkan banyak factor yang harus dimonitor dan penggunaan ventilator sendiri dapat mengancam kehidupan. Karena itu ventilator sedapat mungkin tidak digunakan. Ventilator mungkin digunakan dalam keadaan yang tiba-tiba memburuk, misalnya pada keadaan pneumotoraks, dan dapat juga diperlukan dalam kedaan bronkospasme yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat bronkodilator. Indikasi yang terpenting adalah bila diduga dapat terjadi kegagalan pernapasan akut.
Kegagalan pernapasan dapat diketahui dari 6 kriteria. Bila 2 atau lebih dari criteria ini dipenuhi, sementara pengobatan lainnya tidak mempunyai pengaruh, maka dilakukan intubasi dan ventilator mekanik. Secara klinis pasien tampak dispne, takikardia, letih, bingung, akan tetapi penilaian klinis ini tidak obyektif dibandingkan dengan penilaian angka-angka dari analisis gas darah. Ventilator yang digunakan adalah intermitten mandatory ventilasi (IMV) atau dapat juga digunakan assist control mechanical ventilation (AMV). Adapun indikasi pemasangan ventilator mekanik adalah sebagai berikut: Factor penyebab
Angka normal
Nilai dimana diperlukan indicator mekanik
Hipoventilasi alveoli
PCO2 36-44 mmHg
Peningkatan dari normal
Hipoksemia
PA-Pa untuk 100% O2 25-65 > 35 mmHg mmHg
Inadekuat ekspansi paru
TV (5-8 cc/kg)
< 4-5 cc/kg
VC (60-75 cc/kg)
< 10 cc/kg
Frekuensi
respirasi
(12- > 35/menit
20/menit) Kegagalan otot pernapasan
Ventilasi
permenit
(5-10 > 15-20 L/menit
L/menit) dead space/TV (2540%)
> 60%
Frekuensi pernapasan (12- > 35/menit 20/menit)
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Anamnese
Dasar data pengkajian pasien a. Aktivitas/istirahat Gejala: keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan. Tanda : keletihan.
Gelisah, insomnia. Kelemahan umum/kehilangan massa otot. b. sirkulasi Gejala: pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda : peningkatan tekanan darah.
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia. Distensi vena leher. Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada).
Warna kulit/membrane mukosa: normal atau abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer. Pucat dapat menunjukkan anemia. c. integritas ego Gejala: peningkatan factor resiko.
Perubahan pola hidup. Tanda: ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d. makanan/cairan Gejala: mual/muntah
Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema). Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. Penurunan
berat
badan
menetap
(emfisema),
peningkatan
berat
badan
menunjukkan edema (bronchitis). Tanda: turgor kulit buruk.
Edema dependen Berkeringat Penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subcutan (emfisema). Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis). e. hygiene Gejala:penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-
hari. Tanda : kebersihan buruk, bau badan.
f. pernapasan Gejala: napas pendek (timbulnya dengan tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit napas (asma); rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas (asma). “Lapar udara” kronis. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut setiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih, atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis kronis). Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema). Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu.asap (mis., asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji). Factor keluarga dan turunan, mis., defisiensi alfa-antitripsin (emfisema). Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus-menerus. Tanda : pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, napas bibir (emfisema). Lebih memilih posisi tiga titik (“tripot”) untuk bernapas (khususnya dengan eksaserbasi akut bronchitis kronis). Penggunaan otot bantu pernapasan, mis., meninggikan bahu, retraksi fosa supraklavikula, melebarkan hidung. Dada: dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal.
Bunyi napas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas (asma). Perkusi: hiperesonan pada area paru (mis., jebakan udara denagn emfisema); bunyi pekak pada area paru (mis., konsolidasi, cairan, mukosa). Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus. Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu keseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, “biru menggembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat. Tabuh pada jari-jari (emfisema). g. keamanan Gejala: riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/factor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi. Kemerahan/berkeringat (asma). h. seksualitas Gejala: penurunan libido.
i. interaksi social Gejala: hubungan ketergantungan
Kurang system pendukung Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat. Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda :
ketidakmampuan
untuk
membuat/mempertahankan
suara
karena
distress
pernapasan. Keterbatasan mobilitas fisik Kelainan hubungan dengan anggota keluarga lain. j. penyuluhan/pembelajaran Gejala: penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan.
Kesulitan menghentikan merokok Penggunaan alcohol secara teratur Kegagalan untuk membaik Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,9 hari. Rencana pemulangan: bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri,
perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah. Perubahan pengobatan/program terapeutik. b. Pemeriksaan diagnostic
sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bulu (emfisema) peningkatan tanda bronkovaskuler (bronchitis); hasil normal selama periode remisi (asma). Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau retriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator. TLC: peningkatan pada luasnya bronchitis dan kadang-kadang pada asma;penurunan emfisema. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
Volume residu: meningkat pada emfisema, bronchitis kronis, dan asma. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis, mia., paling sering PaO2menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma; pH nrmal atau asidotik, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma). Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi; kolaps bronchial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofel (asma). Kimia darah: alfa 1-antitrpsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnose emfisema primer. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis, emfisema); aksis vertical QRS (emfisema) EKG latihan, tes stress: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan. 2. Diagnosa keperawatan 1. Diagnosa keperawatan:
bersihan jalan napas tidak efektif.
Dapat dihubungkan dengan: bronkospasme.
Peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental.
Penurunan energy/kelemahan. Kemungkinan dibuktikan:
pernyataan kesulitan bernapas Perubahan
kedalam/kecepatan
pernapasan,
penggunaan otot aksesori. Bunyi napas tak normal, mis., mengi, ronki, krekels. Batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum. Hasil yang diharapkan/
mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/jelas.
Kriteria evaluasi-pasien:
menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis., batuk efektif dan mengeluarkan secret.
2. Diagnosa keperawatan:
pertukaran gas, kerusakan.
Dapat dihubungkan dengan: gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh
sekresi, spasme bronkus, jebakan udara). Kerusakan alveoli. Kemungkinan dibuktikan:
dispnea. Bingung, gelisah. Ketidakmampuan membuang secret. Nilai GDA tak normal (hipoksia dan hiperkapnia). Perubahan tanda vital. Penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Hasil yang diharapkan/
menunjukkan
perbaikan
ventilasi
dan
oksigenasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan. Criteria evaluasi- pasien:
berpartisipasi
dalam
program
pengobatan
dalam
tingkat kemampuan/situasi. 3. Diagnosa keperawatan: Dapat dihubungkan dengan:
nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh dispnea. Kelemahan. Efek samping obat. Produksi sputum. Anoreksia, mual/muntah.
Kemungkinan dibuktikan:
penurunan berat badan. Kehilangan massa otot, tonus otot buruk. Kelemahan Mengeluh gangguan sensasi pengecap. Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.
Hasil yang diharapkan/
menunjukkan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.
Criteria evaluasi-pasien:
menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat badan yang tepat.
4. Diagnosa keperawatan:
infeksi, resiko tinggi terhadap
Factor resiko meliputi:
tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya secret). Tidak
adekuatnya
imunitas
(kerusakan
jaringan,
peningkatan pemajangan pada lingkungan). Proses penyakit kronis. Malnutrisi. Kemungkinan dibuktikan:
[tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnose actual].
Hasil yang diharapkan/
menyatakan
pemahaman
penyebab/factor
resiko
individu. Criteria evaluasi-pasien:
mengidentifikasi
intervensi
untuk
mencegah/menurunkan resiko infeksi. Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungaan yang aman. 5. Diagnosa keperawatan:
kurang pengetahuan [kebutuhan belajar] mengenai kondisi, tindakan
Dapat dihubungkan dengan:
kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi. Salah mengerti tentang informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Kemungkinan dibuktikan:
pertanyaan tentang informasi. Pernyataan masalah /kesalahan konsep. Tidak akurat mengikuti instruksi. Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/
menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Criteria evaluasi-pasien:
mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan factor penyebab. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
3. Intervensi keperawatan Diagnosa I Tindakan/intervensi
rasional
Mandiri
Auskultasi bunyi napas. Catat adanya Beberapa derajat spasme bronchitis terjadi bunyi napas, mis., mengi, krekels, ronki.
dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adventisius,
adanya
mis.,
bunyi
penyebaran,
napas krekels
basah, (bronchitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas 9asma berat). Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat Takipnea rasio inspirasi/ekspirasi
derajat
biasanya dan
penerimaan proses
dapat atau
infeksi
melambat
ada
dan
beberapa
ditemukan
selama
akut.
pada
pada
stress/adanya
Pernapasan
frekuensi
dapat
ekspirasi
memanjang disbanding inspirasi. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan Disfungsi pernapasan adalah variable yang “lapar udara”, gelisah, anxietas, distress tergantung pada tahap proses kronis selain pernapasan, penggunaan otot bantu.
proses akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, Peninggian
kepala
tempat
tidur
mis., peninggian kepala tempat tidur, mempermudah fungsi pernapasan dengan duduk pada sandaran tempat tidur.
menggunakan
gravitasi.
Namun,
pasien
dengan distress berat akan mencari posisi yang
paling
mudah
untuk
bernapas.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan
lain-lain
membantu
menurunkan
kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. Pertahankan polusi lingkungan minimum, Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang min., debu, asap, dan bulu bantal yang dapat mentriger episode akut. berhubungan dengan kondisi induvidu. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau Memberikan pasien beberapa cara untuk bibir.
mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
Observasi
karakteristik
batuk,
mis., Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,
menetap, batuk pendek, basah. Bantu khususnya bila pasien lansia, sakit akut, tindakan untuk memperbaiki keefektifan atau kelemahan. Batuk paling efektif pada upaya batuk.
posisi duduk tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 Hidrasi membantu menurunkan kekentalan ml/hari
sesuai
toleransi
jantung. secret,
memepermudah
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan Pengguanaan antara , sebagai pengganti makan.
menurunkan
cairan spasme
pengeluaran. hangat
dapat
bronkus.
Cairan
selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. Kolaborasi
Berikan
obat
sesuai
indikasi.
kromolin (intal), flunisolida (aerobid).
Mis., Menurunkan inflamasi jalan napas local dan edema dengan menghambat efek histamine dan mediator lain.
Diagnosa II Tindakan/intervensi
Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat Berguna dalam evaluasi derajat distress penggunaan
otot
aksesori,
napas
ketidakmampuan bicara/berbincang.
bibir, pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien Pengiriman
oksigen
dapat
diperbaiki
untuk memilih posisi yang mudah untuk dengan posisi duduk tinggi dan latihan bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas untuk menurunkan kolaps jalan napas
bibir
sesuai
kebutuhan/toleransi napas, dispnea, dan kerja napas.
individu. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna Sianosis mungkin perifer (terlihat pada membrane mukosa.
kuku)
atau
sentral
(terlihat
sekitar
bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis
sentral
mengindikasikan
beratnya hipoksemia. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan Kental, tebal, dan banyaknya sekresi bila diindikasikan
adalah sumber utama pertukaran gas pada jalan
napas
kecil.
Penghisapan
dibutuhkan bila batuk tidak efektif. Auskultasi penurunan
bunyi aliran
tambahan.
napas, udara
catat
dan/atau
area Bunyi
napas
bunyi penurunan
mungkin
aliran
konsolidasi.
redup
udara
karena
atau
Adanya
area mengi
mengindikasikan
spasme
bronkus/tertahannya secret. Krekels basah menyebar
menunjukkan
cairan
pada
intertisial/dekompensasi jantung. Palpasi fremitus
penurunan getaran vibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak. Awasi
tingkat
kesadaran/status
mental. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi
Selidiki adanya perubahan.
umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/samnolen menunjukkan disfungsi
serebral
yang
berhubungan
dengan hipoksemia. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan Selama lingkungan aktivitas
tenang pasien
dan atau
distress
pernapasan
kalem.
Batasi berat/akut/refraktori pasien secara total
dorong
untuk tak mampu melakukan aktivitas sehari-
tidur/istirahat dikursi selama fase akut.
hari karena hipoksemia dan dispnea.
Mungkinkan pasien melakukan aktivitas Istirahat diselingi aktivitas perawatan secara
bertahap
dan
tingkatkan
toleransi individu.
sesuai masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung.
Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat
menunjukkan
efek
hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung. Kolaborasi
Awasi/gambarkan oksimetri.
seri
GDA
dan
nadi PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema)
dan
PaO2 secara
umum
menurun, sehingga terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: PaCO2
“normal”
atau
meningkat
menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik. Berikan oksigen tambahan yang sesuai Dapat dengan indikasi hasil GDA dan toleransi memburuknya pasien.
memperbaiki/mencegah hipoksia.
Catatan:
emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan
mungkin dikeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan. Berikan penekanan SSP (mis., antiansietas, Digunakan sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
untuk
mengontrol
yang
meningkatkan
ansietas/gelisah
konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal napas. Bantu
intubasi,
berikan/pertahankan Terjadinya/kegagalan napas yang akan
ventilasi mekanik, dan pindahkan ke UPI datang sesuai instruksi untuk pasien.
memerlukan
upaya
tindakan
penyelamatan hidup.
Diagnosa III Tindakan/intervensi
Rasional
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat
Pasien distress pernapasan akut sering
Mandiri
ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi anoreksia BB dan ukuran tubuh.
karena
dispnea,
produksi
sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan
buruk,
pernapasan
meskipun
kegagalan
membuat
status
hipermetabolikdengan
peningkatan
kebutuhan kalori. Sebagai akibat, pasien sering
masuk
beberapa
rumah
sakitdengan
malnutrisi.
Orang
yang
emfisema
sering
kurus
mengalami
dengan perototan kurang. Auskultasi bunyi usus.
Penurunan/hipoaktif menunjukkan gaster umum)
dan yang
bising
penurunan konstipasi
usus motilitas
(komplikasi
berhubungan
dengan
pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia. Berikan perawatan oral sering, buang secret, Rasa tak enak, baud an penampilan berikan wadah khusus untuk sekali pakai adalah pencegah utama terhadap nafsu dan tisu.
makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
Dorong periode istirahat malam 1 jam Membantu
menurunkan
kelemahan
sebelum dan sesudah makan. Berikan makan selama waktu makan dan memberikan porsi kecil tapi sering.
kesempatan
untuk
meningkatkan
masukan kalori total. Hindari
makanan
penghasil
gas
minuman karbonat.
dan Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan
diafragma,
dan
dapat
meningkatkan dispnea. Hindari makanan yang sangat panas atau Suhu sangat dingin.
ekstrem
dapat
mencetuskan/meningkatkan
spasme
batuk. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori,
menyusun
tujuan
BB,
dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan: penurunan BB dapat berlanjut, meskipun
masukan
adekuat
sesuai
teratasinya edema. Kolaborasi
Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim Metode makan dan kebutuhan kalori untuk memberikan makanan yang mudah didasarkan cerna, secara nutrisi seimbang, mis., nutrisi individu tambahan
oral/selang,
nutrisi
pada
untuk
parenteral maksiamal
situasi/kebutuhan
memberikan
dengan
upaya
(rujuk ke DK: Dukungan Nutrisi Total, pasien/penggunaan energy.
nutrisi minimal
hal.1039). Kaji
pemeriksaan
laboratorium,
mis., Mengevaluasi/mengatasi
albumin serum, transferin, profil asam dan
mengawasi
kekurangan
keefektifan
terapi
amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nutrisi. nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi. Berikan oksigen tambahan selama makan Menurunkan dispnea dan meningkatkan sesuai indikasi.
energy
untuk
makan
meningkatkan
masukan.
Diagnosa IV Tindakan/intervensi
Rasional
Mandiri
Awasi suhu.
Demam
dapat
terjadikarena
infeksi
dan/atau dehidrasi. Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, Aktivitas inimeningkatkan mobilisasi perubahan posisi sering, dan masukan cairan dan adekuat.
pengeluaran
secret
untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.
Observasi warna, karakter, bau sputum.
Secret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.
Tunjukkan
dan
bantu
pasien
tentang Mencegah
penyebaran
pathogen
pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci melalui cairan. tangan yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan
sarung
tangan
bila
memegang/membuang tisu, wadah sputum. Awasi pengunjung; berikan masker sesuai Menurunkan potensial terpajan pada indikasi. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan
penyakit infeksius (mis., ISK). Menurunkan
konsumsi/kebutuhan
istirahat.
keseimbangan memperbaiki terhadap
oksigen
dan
pertahanan
pasien
infeksi,
meningkatkan
penyembuhan. Diskusikan
kebutuhan
masukan
nutrisi Malnutrisi
adekuat.
dapat
kesehatan
umum
mempengaruhi dan
menurunkan
tahanan terhadap infeksi. Kolaborasi
Dapatkan specimen sputum dengan batuk Dilakukan
untuk
mengidentifikasi
atau penghisapan untuk pewarnaan kuman organism penyebab dan kerentanan gram, kultur/sensitivitas.
terhadap berbagai antimicrobial.
Berikan antimicrobial sesuai indikasi.
Dapat
diberikan
khusus
yang
untuk
organisme
teridentifikasi
dengan
kultur dan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
Diagnosa V Tindakan/intervensi
Rasional
Mandiri
Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit Menurunkan individu.
Dorong
pasien/orang
untuk menanyakan pertanyaan.
ansietas
dapat
terdekat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan Napas
bibir
napas, batuk efektif, dan latihan kondisi abdominal/diafragmatik umum.
dan
otot
dan
napas menguatkan
pernapasan,
membantu
meminimalkan kolaps jalan napas kecil, dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea. Lstihsn kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa sehat.
Diskusikan obat pernapasan, efek samping, Pasien dan reaksi yang tak diinginkan.
ini
pernapasan
sering
mendapat
obat
banyak
sekaligus
yang
mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat. Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek
samping
dilanjutkan)
mengganggu dan
merugikan
efek
(obat
samping
(obat
mungkin
dihentikan/diganti). Tunjukkan
penggunaan
(matered-dose
dosis
inhaler Pemberian
inhaler/MDI)
yang
seperti meningkatkan
tepat
obat
penggunaan
dan
bagaimana memegang, interval semprotan keefektifan. 2-5 menit, bersihkan inhaler. System
alat
untuk
mencatat
obat Menurunkan resiko penggunaan tak
intermitten/penggunaan inhaler.
tepat/kelebihan dosis dari obat kalau perlu, khususnya selama eksaserbasi akut, bila kognitif terganggu.
Anjurkan
menghindari
agen
sedative Meskipun pasien mungkin gugup dan
antiansietas kecuali diresepkan diberikan merasa oleh dokter mengobati kondisi pernapasan.
perlu
sedative,
ini
dapat
menekan pernapasan dan melindungi mekanisme batuk.
Tekankan
pentingnya
perawatan Menurunkan pertumbuhan bakteri pada
oral/kebersihan gigi.
mulut,
dimana
dapat
menimbulkan
infeksi saluran napas atas. Diskusikan pentingnya menghindari orang Menurunkan pemajangan dan insiden yang
sedang
Tekankan
infeksi
pernapasan
perlunya
aktif. mendapatkan infeksi saluran napas atas.
vaksinasi
influenza/pnemokokal rutin. Diskusikan
factor
individu
yang Factor
lingkungan
ini
meningkatkan kondisi, mis., udara terlalu menimbulkan/meningkatkan kering, angin, lingkungan dengan suhu bronchial
menimbulkan
dapat iritasi
peningkatan
ekstrem,
serbuk
asap
tembakau,
sprei produksi secret dan hambatan jalan
aerosol, polusi udara. Dorong pasien/orang napas. terdekat untuk mencari cara mengontrol factor ini dan sekitar rumah. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan Penghentian
merokok
dapat
menghentikan rokok pada pasien dan/atau memperlambat/menghambat
kemajuan
orang terdekat.
PPOM. Namun, meskipun pasien ingin menghentikan
merokok,
diperlukan
kelompok pendukung dan pengawasan medic. Catatan: penelitian menunjukkan bahwa rokok “side-stream’s”
atau
“second-hand” dapat terganggu seperti halnya merokok nyata. Berikan
informasi
aktivitas
dan
periode
tentang
aktivitas
istirahat
pembatasan Mempunyai
pilihan
untuk
pengetahuan
ini
dapat
dengan memampukan pasien untuk membuat
mencegah pilihan/keputusan
informasi
untuk
kelemahan; cara menghemat energy selama menurunkan dispnea, memaksimalkan aktivitas (mis., menarik dan mendorong, tingkat aktivitas, melakukan aktivitas duduk dan berdiri sementara melakukan yang
diinginkan,
dan
mencegah
tugas); menggunakan napas bibir, posisi komplikasi. berbaring, dan kemungkinan perlu oksigen tambahan selama aktivitas seksual. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan Pengawasan medic, foto dada periodic, dan kultur membuat sputum.
proses
penyakit
untuk
terapi
untuk
program
memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.
Kaji kebutuhan/dosis oksigen untuk pasien Menurunkan yang pulang dengan oksigen tambahan.
penggunaan
resiko (terlalu
kesalahan kecil/terlalu
banyak) dan komplikasi lanjut. Anjurkan
pasien/orang
terdekat
daalam Pasien ini dan orang terdekatnya dapat
penggunaan oksigen aman dan merujuk ke mengalami ansietas, depresi, dan reaksi
perusahaan penghasil sesuai indikasi.
lain sesuai dengan penerimaan dengan penyakit dampak
kronis pada
Kelompok
yang
pola
mempunyai
hidup
pendukung
mereka. dan/atau
kunjungan rumah mungkin diperlukan atau
diinginkan
bantuan,
untuk
dukungan
memberikan emosi,
dan
perawatan. Rujuk untuk evaluasi perawatan dirumah Memberikan bila
diindikasikan.
Berikan
kelanjutan
rencana Dapat membantu menurunkan frekuensi
perawatan detil dan pengkajian dasarfisik perawatan di rumah sakit. untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang dari perawatan akut.
perawatan.