KONSEP TETANUS DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Disusun Oleh
:
Nama
: Kurniahasmita
NIM
: 171440111
Mata Kuliah
: Keperawatan Medikal Bedah II
Jurusan/Tingkat : Keperawatan/II Dosen Pengampu : Ns. Heri Isyanto, S.Kep
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG TAHUN 2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas ridho rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Tenatus “ Tenatus”. ”. Guna untuk memenuhi tugas Mata tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Kami mengucapkan terima kasih banyak yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Ucapan terimakasih ini juga disampaikan kepada yang terhormat, 1. Bapak Ns. Heri Isyanto, S.Kep sebagai dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. 2. Orang tua dan sahabat serta rekan-rekan yang telah membantu dalam penyusunan makalah sehingga dapat terselesaikan makalah yang kami kerjakan. Kami menyadari bahwa dalam penyusnan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang. Akhir kata kami berharap dalam penyusunan makalah ini dapat berguna bagi
semua
pihak
khususnya
bagi
mahasiswa/i
Poltekkes
Kemenkes
Pangkalpinang.
Pangkalpinang, 14 Maret 2019
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................... ......................................................................... ............................................ ............................. ....... i DAFTAR ISI.......................................................... ................................................................................. .............................................. ................................... ............ii BAB I PENDAHULUAN ........................ .............................................. ............................................ ............................................ ............................ ...... 1
A. Latar Belakang ......................................... ............................................................... ............................................ ................................... ............. 1 B. Rumusan Masalah .......................................... ................................................................. ............................................. ........................... ..... 2 C. Tujuan .......................................... ................................................................. ............................................. ............................................. ......................... 2 BAB II PEMBAHASAN ................................ ...................................................... ............................................ ........................................... ..................... 3
A. Definisi .......................................... ................................................................ ............................................ ........................................... ..................... 3 B. Etiologi .......................................... ................................................................ ............................................ ........................................... ..................... 3 C. Anatomi dan Fisiologi .................................. ........................................................ ............................................. ............................ ..... 4 D. Manifestasi Klinis ............................................ ................................................................... ............................................. ........................ 6 E. Komplikasi ............................................ .................................................................. ............................................ ................................... ............. 8 F. Pemeriksaan Penunjang....................................... Penunjang............................................................. ........................................... ..................... 9 G. Penatakaksanaan..................... Penatakaksanaan........................................... ............................................. ............................................. ........................... ..... 9 H. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................ ................................................................... .......................... ... 11 I. Kasus ......................................... ............................................................... ............................................. ............................................. ...................... 16 BAB III PENUTUP ..................................... ........................................................... ............................................ ............................................ ...................... 25
A. Simpulan..................................... Simpulan........................................................... ............................................ ............................................ ...................... 25 B. Saran .......................................... ................................................................. ............................................. ............................................ ...................... 26 DAFTAR PUSTAKA ........................................................ .............................................................................. ............................................ ...................... 27
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetanus
adalah
gangguan
neurologis
yang
ditandai
dengan
meningkatnya tonus otot dan spasme, spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan neurologis lokal. Menurut Saraswita 2014 Di negara berkembang, mortalitas tetanus melebihi 50% dengan perkiraan jumlah kematian 800.000-1.000.000 orang per tahun. Tetanus di sebabkan oleh toksin yang di hasilkan oleh Clostridium tetani yang terdapat pada tempat luka ( Schwartz, 2000 : 85). Tetanus yang tidak tertangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi yang terjadi akibat penyakitnya, seperti laringospasme, atau sebagai konsekuensi dari terapi sederhana, seperti sedasi yang mengarah pada koma, aspirasi atau apnea, atau konsekuensi dari perawatan intensif, seperti pneumonia berkaitan dengan ventilator. Kemampuan respirasi yang berukang berakibat terjadinya apnea dan mengancam jiwa. Menurut Saraswita 2014 Tetanus adalah penyakit yang dapat dicegah. Menurut kementrian kesehatan Republik Indonesia dalam rangkaian PID, Kemenkes bersama stakeholder bersama stakeholder lain menggelar seminar dengan tema Imunisasi untuk Masa Depan Lebih Sehat, diJakarta mei 2014. Imunisasi pencegahan dengan toksoid tetanus merupakan pencegahan tetanus terbaik. Imunisasi dasar di berikan pada usia 7 tahun dan di ulangi sampai tiga kali. Penatalaksanaan untuk pasien tetanus bermula dengan pembersihan secara seksama dan debriden luka untuk membuang jaringan nekrotik dan benda asing. Penisilin merupakan antibiotic terpilih. Tetrasiklin dapat di gunakan untuk mereka yang alergi terhadap penisilin. Pemberian relaksan otot dan pentotal sistemik di gunakan untuk spasme yang berat. Kontrol pernapasan dan pembersihan paru penting di lakukan dalam kasus yang berat. Menurut Kinho 2013 tindakan
1
pemulihan kesehatan di lakukan rehabilitasi fisik, mental, vokasional, dan aesthetic. Pemulihan membutuhkan tumbuhnya ujung saraf yang baru yang menjelaskan mengapa tetanus berdurasi lama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit tetanus? 2. Apa saja etiologi penyakit tetanus? 3. Bagaimana anatomi dan fisiologi penyyakit tetanus? 4. Bagaimana manifestasi klinis penyakit tetanus? 5. Apa saja komplikasi penyakit tetanus? 6. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit tetanus? 7. Bagaimana penatalaksanaan penyakit tetanus? 8. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit tetanus? 9. Kasus penyakit tetanus? C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit tetanus. 2. Untuk mengidentifikasi apa saja etiologi penyakit tetanus. 3. Untuk mengetahui bagaimana anatomi dan fisiologi penyakit tetanus. 4. Untuk mengidentifikasi bagaimana manifestasi klinis penyakit tetanus. 5. Untuk mengetahui apa saja komplikasi penyakit tetanus. 6. Utuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang penyakit tetanus. 7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit tetanus. 8. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan penyakit tetanus. 9. Untuk mengetahui kasus penyakit tetanus.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh C. Tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik dan berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya. Tetanus
adalah
gangguan
neurologis
yang
ditandai
dengan
meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridum tetani. Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonom. (Nurarif dan Kusuma, 2015)
B. Etiologi
C Tetani adalah Tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan kotoran binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun. C. Tetani merupakan bakteri yang motil karena memilki flagella, dimana menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan memproduksi neurotoksik . yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen desinfektan bik agen fisik maupun agen kimia. Spora C. Tetani dapat Tetani dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan autoclave pada suhu 121o C selama 15-20 menit). Jika bakteri ini menginfeksi luka seseorang
3
atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika menepatitempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan penyakit tetanus (dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg).
C. Anatomi dan Fisiologi
Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron dan jaringan penunjang yang disebut neuroglia . Tersusun membentuk sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem persarafan berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup melalui berbagai mekanisme sehingga tubuh tetap mencapai keseimbangan. Stimulasi yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh dapat mengadaptasi sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi perubahan berlangsung melalui kegiatan saraf sara f yang dikenal sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit.
Fungsi saraf : 1. Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori . Saraf sensori disebut juga Afferent Sensory Pathway.
4
2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. 3. Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat medula spinalis maupun di otak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau respon. 4. Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. Saraf motorik disebut juga Efferent Motorik Pathway. Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke arah kaudal di dalam kanalis vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I - II. Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Dari medula spinalis bagian cervical keluar 8 pasang , dari bagian thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinal. Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks. Fungsi medula spinalis : 1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis. 2. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tu ngkai. 3. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum. 4. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.
5
D. Manifestasi Manifestasi Klinis
Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan : 1. Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus) karena spasme otot-otot mastikatoris. 2. Diikuti gejala risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi ,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki) 3. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg
dan
lama,
gangguan
saraf
otonom
seperti
hiperpireksia,
hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yang berat
6
4. Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat 5. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki) 6. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior. 7. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan gejala dini. 8. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadangkadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat. 9. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat. 10. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir. 11. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak. Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu: 1. Tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap menetap dalam beberapa minggu dan menghilang tanpa sekuele. 2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
7
3. Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum. Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi : 1. Ringan ; hanya trismus dan kejang local 2. Sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut da n sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya biasan ya pada stadium akhir.
E. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas sehingga pada tetanus yang berat, terkadang memerlukan bantuan ventilator. Sekitar kurang lebih 78% kematian tetanus disebabkan oleh komplikasinya. Kejang yang berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang panjang, serta rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut.
8
Infeksi nasokomial umum sering terjadi karena rawat inap yang berkepanjangan. Infeksi sekunder termasuk sepsis dari kateter, pneumonia yang didapat di rumah sakit, dan ulkus dekubitus. Emboli paru sangat bermasalah pada pengguna narkoba dan pasien usia lanjut. Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom karena pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi hipertensi dan takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan bradikardi.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST.
Bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde pointters). 2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat dalam serum meningkat. 3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
G. Penatalaksanaan
1. Umum Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pernafasan sampai pulih a. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H2O2, Dalam hal ini, penatalaksanaan terhadap luka tersebut dilakukan 2-2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS. b. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada tismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. c. Isolasi untuk menghindari ransang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita.
9
d. Oksigen, pernapasan buatan dan trachcostomi bila perlu e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. 2. Obat-obatan a. Antibiotika Diberikan parenteral Penicilline 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari, IM. Sedangkan, tetanus pada anak dapat diberikan Penicilline dosis 50.000 Unit/ kgBB/ 12 jam, terapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila tersedia Penicilline intravena, dapat digunakan dosis 200.000 unit/ kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. b. Antitoksin Antitoksin dapat d igunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemebrian saja secara IM, tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung anti comlementary aggregates of globulin, yang globulin, yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaCl fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar. c. Tetanus Toksoid Pemberian tetanus toksoid (TT) yang pertama, dilakuakan bersamaan dengan emberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemeberian dilakukan secara IM. Pemberian TT harus dilanjutkan samapai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. d. Antikonvulsan Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikasinya.
10
Dengan penggunaan obat-obatan sedasi/ muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. (Nurarif dan Kusuma, 2015)
H. Konsep Asuhan Keperawatan Keperawatan
1. Pengkajian a. Identitas b. Keluhan Utama Adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat. c. Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : 1) Apakah disertai demam ? Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam. 2) Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan. 3) Pola serangan a) Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ? b) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ? c) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ? d) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile? Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum. 4) Frekuensi serangan
11
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul. d. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ? e. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai kejang : Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain. f. Riwayat penyakit dahulu 1) Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ? 2) Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin. g. Riwayat penyakit keluarga Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik. h. Riwayat Tumbuh Kembang 1) Riwayat Pertumbuhan 2) Riwayat Perkembangan 3) Riwayat Imunisasi 4) Riwayat Nutrisi
12
a) Untuk mengetahui mengetahui asupan kebutuhan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ? b) Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ? i. Pemeriksaan Persistem 1) Sistem Pernafasan : Dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan. 2) Sistem kardio vaskuler : Disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C. 3) Sistem Neurolgis : (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak. 4) Sistem perkemihan : Retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak ada/oliguria) 5) Sistem pencernaan : Konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus. 6) Sistem integumen dan muskuloskletal : Nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum. 2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan terkumpulnya terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring) b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengn jalan napas terganggu akibat spasme otot-otot pernapasan. c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. d. Pennurunan kapasitas adaptif intrakranial e. Gangguaun ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot pernafasan karena adanya obstruksi trakea brachial. f. Ketidakefektifan
termoregulasi
berhubungan
dengan
efek
toksin
(bakterimia)
13
g. Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
tindakan
invasif
(indikasi
trakeostomi) h. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi (hipoksia berat). i. Resiko cidera berhubungan dengan kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya edema laring). j. Nyeri akut berhubungan dengan injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang. k. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, imobilitas. 3. Intervenai Keperawatan a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan. Tujuan : Jalan nafas efektif Kriteria : 1) Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada 2) Pernafasan 16-18 kali/menit 3) Tidak ada pernafasan cuping hidung 4) Tidak ada tambahan otot pernafasan 5) Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg) Intervensi: 1) Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi 2) Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas. 3) Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction 4) Oksigenasi 5) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam 6) Observasi timbulnya gagal nafas. 7) Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi(mukolitik)
14
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan. Tujuan : Pola nafas teratur dan normal Kriteria : 1) Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen 2) Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit 3) Tidak sianosis. Intervensi: 1) Monitor irama pernafasan dan respirati rate 2) Atur posisi luruskan jalan nafas. 3) Observasi tanda dan gejala sianosis 4) Oksigenasi 5) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam 6) Observasi timbulnya gagal nafas. 7) Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah. c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) putih lebih dari 10.000 /mm3 Tujuan Suhu tubuh normal Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.00010.000/mm3 Intervensi: 1) Atur suhu lingkungan yang nyaman 2) Pantau suhu tubuh tiap 2 jam 3) Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequat 4) Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka. 5) Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang. 6) Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik. 7) Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit. d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
15
Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria: 1) BB optimal 2) Intake adekuat 3) Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg % Intervensi dan rasional 1) Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh 2) Kolaboratif : a) Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar. b) Pemberian carian per IV line c) Pemasangan NGT bila perlu
I. Kasus
1. Pengkajian a. Identitas Nama
: Ny.U
Umur
: 55th
Jenis kelamin
: perempuan
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Pendidikan
: SD
Alamat
: Kamulyan Rt 02 Rw 04
Tgl pengkajian
: 17 Maret 2019
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Keluarga kliem mengatakan klien sesak dan badan kaku. b. Riwayat penyakit sekarang Keluarga klien mengatakansesa badan kaku sudah 2 hari,kejang (+),1 minggu yang lalu tertusuk bambu pada sela-sela jari kelingking kaki kiri.
16
Mulut susah membuka terasa kaku,perut keras seperti papan. Bekas Luka sudah kering. Pasien datang ke Puskesmas Puskesmas Gandrung mangu 1 tanggal 17 Maret 2019 pkl 08.00wib. 08.00wib. c. Riwayat penyakit sebelumnya Keluarga pasien mengatakan belum pernah mengalami sakit yang harus dirawat di rumah sakit. Hanya batuk pilek biasa dan di periksakan di mantri desa dan sembuh. d. Riwayat kesehatan keluarga Keluarga pasien mengatakan pasien dan keluarga belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Persepsi keluarga terhadap kondisi penyakit yang dialami pasien diperlukan perawatan yang baik supaya cepat sembuh.Keluarga menyetujui terhadap tindakan apa saja yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengobatan pasien demi kesembuhan pasien setelah pasien dan keluarga mendapatkan penjelasan dari petugas.keluarga mengatakan tidak akan mempermasalahkan masalah biaya yang penting pasien segera ditangani.Selama dalam perawatan keluarga menyadari dan menerima proses pengobatan termasuk menunggui dalam ruangan yang gelap. 3. Observasi dan pemeriksaan fisik a. Sistem pernafasan Dada simetris,retraksi (+), RR 16 x/mnt, pernafasan vesikuler, suara tambahan (+), ronchi (+), whezing (-), inspirasi ekspirasi simetris, pernafasan cuping hidung (+), secret/lender (+), terpasang canule O2 3 l/mnt dan terpasang sonde. b. sistem cardiovaskuler Tekanan darah 130/100 mmHg,nadi 88 x/mnt ,suhu 37 0C,anemis (-)suara jantung gallop dan murmur (-),terpasang infuse RL drip diazepam 2 amp 20tpm. c. Sistem persarafan GCS 15 , kejang (+),reflek mata (+) Persepsi sensori:pendengaran (+),pengecapan (-) lidah kaku,sulit buka mulut,reflek penglihatan
17
(+)opistotonus kaku kuduk (+)perabaan peka rangsangan (rangsangan eksternal) d. System perkemihan Terpasang DC dengan produksi produksi
jam 08.00 08.00 s/d 09.00 sebanyak 100 100
cc,warna kuning pekat,bau khas.Infeksi saluran kencing (-),oedem (),scrotum (+),pubis (+) e. Sistem pencernaan Trismus (+),mulut kotor,kumis dan jenggot (-),abdomen keras seperti papan.nyeri telan,kejang bila menelan air atau makanan.mulut tampak kaku menutup kuat f. Sistem musculoskeletal Tonus otot kaku, pada sela jari kaki kiri terdapat bekas luka,oedema ekstremitas atas (-),turgor kulit baik (elastis),kulit sawo matang,sianosis (-) g. Psikososial Pasien saat ini terpisah dengan keluarga karena proses pengobatan di ruang isolasi,waktu sehat pasien biasa berkumpul dengan anak istri ,aktifitas sehari-hari dengan bekerja di sawah,harapan keluarga agar penyakitnya segera sembuh dan cepat pulang ke rumah.Hubungan pasien dan keluarga baik begitu juga dengan tetangga sekitar. h. Spiritual Pasien beraga islam,keluarga yakin bahwa semua yang telah terjadi sudah ada yang mengatur kita hanya berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi semua kesulitan.keluarga yakin dengan berdoa kepada Tuhan YME bisa membantu proses kesembuhan pasien. pasi en. 4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium tanggal a. Al
: 11,7 /m3
b. Erytrosit
:5,14/m3
c. Hb
:16,1 gr%
d. Ht
:47,4 vol%
18
e. Mcv
:92,2 %
f. Mch
:31,3%
g. Mcac
: 34,4%
h. Trombosit
:316 %
i. Gol darah
:B
j. GDS
: 103 mg/dl
5. Analisa Data
No. Data Senjang
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
DS: klien Spasme jalan napas mengatakan sesak napas DO: kaku kuduk (opistotonus) , otot pernafasan kaku, tampak adanya secret, suara napas ronchi, pernafasan cuping hidung 2. DS: keluarga klien Kaku otot mulut mengatakan klien sulit untuk berbicara. DO: tampak kesulitan mengucapkan katakata, suara mendesah Masalah Keperawatan :
ketidakefektifan bersihan jalan napas
Hambatan komunikasi verbal
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas 2. Hambatan komunikasi verbal Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme jalan napas 2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kaku otot mulut
19
6. Intervensi No. Diagnosa Keperawatan Keperawatan 1.
NOC
NIC
Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan napas berhubungan 2x24 jam diharapkan jalan napas klien dengan
spasme
jalan kembali berfungsi normal dengan kriteria
napas
1. Bebaskan jalan nafas dengan menatur possisi kepala ekstensi 2. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi
hasil:
mendengarkan suara nafas (adakah ronchi)
1. Tidak ada secret
tiap 2-4 jam sekali.
2. Tidak
menggunakan
otot
bantu
pernapasan
3. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan melakukan suction.
3. Tidak terdapat suara tambahan
4. Terapi O2 5. Obsevasi timbulnya gagal nafas.
2.
Hambatan verbal
komunikasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan berhubungan diharapkan
dengan kaku otot maseter.
kebutuhan
ADL
terpenuhi
dengan kriteria hasil : 1. Menjunkan perasan puas dan tenang. 2. Kebutuhan ADL terpenuhi.
1. Kaji
tingkat
kemampuan
klien
dalam
berkomunikasi 2. Sediakan
media
tulis
untuk
penganti
komunikasi 3. Libatkan keluarga atau orang terdekat 4. Gunakan bahasa isyarat 5. Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah
19
7. Implementasi Keperawatan No.
Hari/Tanggal
1.
Senin, maret 2019
Diagnosa
18 Ketidaefektifan bersihan
jalan
napas berhubungan dengan jalan
spasme
Jam 08.30
Implementasi 1. Membersihakan
Respon jalan
1. Pasien tampak kurniahasmita
nafas dengan mengatur
nyaman, nafas
posisi kepala ekstensi
tidak berat.
2. Melakukan
2. Terdengar
pemeriksaan
fisik
dengan cara auskultasi mendengarkan
ronchi,wheezi ng (-)
suara
3. Pasien tampak
nafas (adakah ronchi)
nyaman tidak
tiap 2-4 jam sekali.
berontak saat
3. Membersihkan
mulut
dan saluran nafas dari secret dengan
TTD
dan
lendir
melakukan
suction. 4. Memberikan terapi O 2
pemasanga O2 4. Pasien kooperatif saat mulut dibersihakan dengan tissue
20
5. Obsevasi
timbulnya
gagal nafas. 2.
Senin, maret 2019
18 Hambatan
09.00
1. mengkaji
tingkat
komunikasi verbal
kemampuan
berhubungan
dalam berkomunikasi
dengan kaku otot
klien
2. menyediakan
maseter
tulis
untuk
media penganti
komunikasi 3. melibatkan
keluarga
4. menggunakan
bahasa
bahasa
sederhana
dan
mudah
maret 2019
19 Ketidakefektifan bersihan napas
jalan
08.00
berkomunikasi verbal 2. Keluarga
pasien
dalam
3. Klien mengerti saat
5. menggunakan
Selasa,
dapat
aktivitas
isyarat
1.
tidak
membantu
atau orang terdekat
yang
1. Klien tampak Kurniahasmita
1. Membersihakan
perawat menggunakan bahsa isyarat
jalan
1. Pasien tampak kurniahasmita
nafas dengan mengatur
nyaman, nafas
possisi kepala ekstensi
tidak berat.
21
berhubungan dengan
2. Melakukan
spasme
2. Terdengar
pemeriksaan
jalan napas
fisik
dengan cara auskultasi mendengarkan
suara
ronchi,wheezi ng (-) 3. Pasien tampak
nafas (adakah ronchi)
nyaman
tiap 2-4 jam sekali.
memakai O2
3. Memberikan terapi O 2.
4. Pasien kooperatif saat mulut dibersihakan dengan tissue
2.
Selasa, Maret 2019
19 Hambatan
09.00
1. mengkaji
tingkat
komunikasi verbal
kemampuan
b/d
dalam berkomunikasi
kaku
maseter.
otot
2. menyediakan tulis
untuk
klien
media penganti
komunikasi 3. melibatkan
1. Klien tampak kurniahasmita tidak
dapat
berkomunikasi verbal 2. Klien mengerti saat
keluarga
atau orang terdekat
perawat menggunakan
22
4. menggunakan
bahasa
bahsa isyarat
isyarat
8. Catatan Perkembangan No. 1.
Hari/Tanggal Senin, Maret 2019
Diangnosa
18 Ketidakefektifan jalan
napas
Jam bersihan
10.00
berhubungan
dengan spasme jalan napas
Catatan perkembangan S : keluarga klien mengatakan nafas klien tidak berat. O : tidak ada bunyi ronchi A : secret berkurang P : teruskan perawatan bersihkan jalan nafas I : bersihkan dengan tisu E : secret masih ada sedikit R: 1. Membersihakan jalan nafas dengan mengatur possisi kepala ekstensi 2. Melakukan pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali. 3. Memberikan terapi O2.
2.
Senin,
18 Hambatan
komunikasi 10.30
S : klien tidak dapat berkomunikasi verbal
23
Maret 2019
verbal berhubungan dengan
O : klien tidak mampu berkomunikasi verbal
kaku otot maseter.
A : tidak dapat berkomunikasi verbal P : teruskan perawatan dengan menggunakan bahasa isyarat I : menggunakan bahasa isyarat E : masih belum bisa berkomunikasi secara verbal R: 1. Kaji
tingkat
kemampuan
klien
dalam
berkomunikasi 2. Sediakan
media
tulis
untuk
penganti
komunikasi 3. Libatkan keluarga atau orang terdekat 4. Gunakan bahasa isyarat 1.
Selasa, Maret 2019
19 Ketidakefektifan jalan
napas
bersihan
berhubungan
dengan spasme jalan napas
10.00
S : keluarga klien mengatakan nafas klien tidak berat. O : tidak ada bunyi ronchi A : tidak ada secret P : perawatan dihentikan I:E : secret masih ada sedikit
24
R : di hentikan maslah teratasi 2.
Selasa, Maret 2019
19 Hambatan
komunikasi 10.30
S : klien tidak dapat berkomunikasi verbal
verbal berhubungan dengan
O : klien tidak mampu berkomunikasi verbal
kaku otot maseter.
A : tidak dapat berkomunikasi verbal P : teruskan perawatan dengan menggunakan bahasa isyarat I : menggunakan bahasa isyarat E : masih belum bisa berkomunikasi secara verbal R : di hentikan klien pulang
25
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh C. Tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik dan berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya. Diagnosa keperawatan tetanus: 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring) 2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengn jalan napas terganggu akibat spasme otot-otot pernapasan. 3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. 4. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial 5. Gangguaun ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot pernafasan karena adanya obstruksi trakea brachial. 6. Ketidakefektifan
termoregulasi
berhubungan
dengan
efek
toksin
(bakterimia) 7. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (indikasi trakeostomi) 8. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi (hipoksia berat). 9. Resiko cidera berhubungan dengan kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya edema laring). 10. Nyeri akut berhubungan dengan injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang. 11. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, imobilitas.
25
B. Saran
Dengan adanya konsep teori tetanus dan konsep asuhan keperawatan tetanus
diharapkan
mahasiswa
keperawatan
maupun
perawat
dapat
mengaplikasikan kepada klien asuhan keperawatan yang sesuai dengan penyakit klien. Dan, dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saya mengharapkan dan saya menerima dengan tangan terbuka masukan ataupun saran yang dapat mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini dari pembaca.
26
DAFTAR PUSTAKA
Herdman dan Kamitsuru. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta:EGC Nurarif dan Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA
NIC
NOC
2015
jilid
3
edisi
revisi.
Yogyakarta:MediaAction Nurkasim
dan
Ismail.
2018.
http://www.academia.edu/10146822/LAPORAN_PENDAHULUAN_TET ANUS. Diakses pada tanggal 14 Maret Mar et 2019 pukul 19.00 WIB
27