BAB I PENDAHULUAN Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok gangguan cerebro vasculer, termasuk infark cerebral, perdarahan intracerebral dan perdarahan subarahnoid. Menurut Caplan, stroke adalah segala bentuk kelainan otak atau susunan saraf pusat yang disebabkan kelainan aliran darah, istilah stroke digunakan bila gejala yang timbul akut.1 Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan
stroke
hemoragik. Dimana stroke iskemik memliki angka kejadian 85% terhadap seluruh stroke dan terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli. Stroke hemoragik memiliki angka kejadian sebanyak dari
seluruh stroke, terbagi merata antara jenis
intraserebral
dan
stroke
15%
perdarahan
stroke perdarahan subaraknoid. Stroke adalah salah satu
penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkanlaporan tahunan 2006 di RS dr. Saiful Anwar, Malang, angka kematian iniberkisar antara 16,31% (462/2832) dan menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasiendirawatinapkan. Angka-angka tersebut tidak membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik.2
1
BAB II STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO – SLAWI
Nama Mahasiswa
: Shabrina Wista Adityaningrum
NIM
: 030.10.251
Dokter Pembimbing
: dr. Fachri Uzer, Sp.S
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Tn. J
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 62 tahun
Suku bangsa
: Jawa
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: -
Pendidikan
: S1
Alamat
: Banjaranyar 01/ 02 Tanggal masuk RS
: 24/07/15
A. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (pada istri pasien) pada tanggal 29 Juli 2015 pada pukul 13.00 WIB di Bangsal Bougenvile RSUD Dr. Soeselo – Slawi. Keluhan Utama Kepala terasa pusing berputar Keluhan Tambahan Mual dan muntah, kelemahan tangan & kaki kanan Riwayat Penyakit Sekarang Seorang laki-laki 62 tahun datang di antar keluarganya ke IGD RSUD Dr. Soeselo – Slawi pada tanggal 24 juli pukul 12.00 WIB dengan keluhan utama kepala pusing berputar sudah sejak seminggu yang lalu. Keluhan seperti ini baru 2
pertama kali dirasakan oleh pasien. Pusing dirasa setiap hari dan makin memberat disertai mual & muntah. Pasien juga mengeluh rasa kaku yang menjalar sampai ke leher. Selain pusing, pasien merasa tangan dan kaki sebelah kanan lemas. Lemas sudah dirasa sejak satu tahun yang lalu. Sejak satu tahun yang lalu pasien sudah tidak kuat berjalan. Pasien menyangkal adanya gangguan penglihatan, mata berair, gangguan penciuman ataupun telinga berdenging. Pasien menyangkal adanya riwayat demam ataupun kejang. Riwayat trauma disangkal. Tidak ada keluhan pada BAK dan BAB. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat stroke empat tahun yang lalu. Selain stroke pasien memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan asam urat yang tinggi. Pasien rutin berobat ke rumah sakit dan sudah beberapa kali dirawat. Riwayat asma, kejang dan alergi disangkal pasien. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung, stroke dan alergi. Riwayat Kebiasaan Pasien seorang pensiunan yang lebih sering beraktivitas didalam rumah. Pasien memiliki kebiasaan merokok pada waktu muda dan jarang berolahraga.
B. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 Juli 2015 pada pukul 13.15 WIB di Bangsal Bougenvile RSUD Dr. Soeselo – Slawi. Keadaan Umum Kesadaran
: Compos mentis
Kesan sakit
: Tampak sakit berat
Kesan gizi
: Cukup
3
Status Psikis Sikap
: Kooperatif
Perhatian
: Wajar
Ekspresi wajah: Wajar Kontak psikis : Ada Tanda vital Tekanan darah : 130/70 mmHg Nadi
: 80 x/menit, regular, volume cukup
Suhu
: 37°C
Pernafasan
: 18 x/menit, reguler
Status gizi TB BB BMI
: 165 cm : 70 kg : 70 kg/m2 25,73 kg/m2 27,22
Status generalis Kepala
: Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.
o Wajah : simetris o Mata : alis warna hitam, udem palpebra -/-, bulu mata berwarna hitam, konjunctiva palpebra anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+ o Hidung : normosepti, deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-) o Telinga : normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik(-), serumen(-) o Mulut : bibir asimetris, sianosis (-), mukosa bibir kering, mukosa lidah merah muda, tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak hiperemis, oral higine baik Leher : o Inspeksi : jejas (-), edema (-), hematom (-), tanda trauma (-)
4
o Palpasi : deviasi trakea (-), kelenjar tiroid tidak membesar, KGB tidak teraba membesar Thorax : Paru: o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi Jantung: o Inspeksi o Palpasi
: Gerakan dada simetris kanan dan kiri : Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru : Sonor di kedua lapang paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/: Pulsasi iktus cordis tidak terlihat jelas : Iktus cordis teraba di ICS V di
linea
midclavicularis sinistra, thrill (-) o Perkusi : Batas atas jantung redup setinggi ICS 3 linea parasternal sinistra, batas kanan jantung redup setinggi ICS 3-5 linea midclavicularis dextra, batas kiri jantung redup setinggi ICS V di linea midclavicularis kiri. o Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen: o Inspeksi
: Bentuk datar, tidak tampak efloresensi bermakna,
smilling umbilicus (-), venektasi (-), caput medusa (-) o Palpasi : supel di seluruh kuadran abdomen, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), nyeri tekan lepas (-), ballottement(-), massa(-) o Perkusi
: timpani pada seluruh regio abdomen, shifting
dullness (-) o Auskultasi
: Bising usus (+), 3x/menit
Genitalia: Tidak dilakukan Ekstremitas: Ekstremitas superior Akral Edema Sendi Jejas Ekstremitas inferior Akral Edema Sendi
Dextra Hangat (-) Tidak ada kelainan (-) Dextra Hangat (-) Tidak ada kelainan
5
Sinistra Hangat (-) Tidak ada kelainan (-) Sinistra Hangat (-) Tidak ada kelainan
Jejas
(-)
(-)
C. STATUS NEUROLOGI o Glasgow Coma Scale (GCS) Eye :4 Verbal :5 Movement :6 Total : 15 o Tanda Rangsang Meningeal Kaku kuduk : (-) Brudzinski I : (-) Brudzinski II : (-) Kernig : < 135o/ >135o Laseq : < 70o / >70o o Bahasa/ Bicara Disfasia motorik : (-) Disfasia sensorik : (-) Disartria : (-) o Pemeriksaan Nervus Cranialis 1. Nervus Olfaktorius - Subjektif : Tidak dilakukan pemeriksaan - Objektif : Tidak dilakukan pemeriksaan 2. Nervus Optikus Pemeriksaan Ketajaman penglihatan Menilai warna Lapang pandang Funduskopi
Dextra baik baik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Nervus Okulomotorius
6
Sinistra baik baik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pemeriksaan Kedudukan bulus oculi Pergerakan bulbus oculi Superior Inferior Medial Superomedial Diplopia Strabismus Ptosis Enofthalmus Pupil Bentuk Ukuran Isokor/anisokor Refleks pupil
Dextra Di tengah
Sinistra Di tengah
Baik Baik Baik Baik -
Baik Baik Baik Baik -
Bulat 3 mm isokor +
Bulat 3 mm isokor +
4. Nervus Troklearis Pemeriksaan Pergerakan bulbus (inferomedial) Diplopia
Dextra oculi +
Sinistra +
-
-
5. Nervus Trigeminus -
-
Motorik o Membuka mulut
: baik
o Mengunyah
: baik
o Menggigit
: baik
Sensorik o Refleks kornea
: baik
o Sensibilitas wajah Pemeriksaan Ramus opthalmicus Ramus maxillaries Ramus mandibularis
Dextra Baik Baik Baik
Sinistra baik Baik Baik
6. Nervus Abdusen Pemeriksaan Pergerakan bulbus okuli Lateral Superolateral Inferolateral Diplopia
Dextra
Sinistra
Baik Baik Baik7 -
Baik Baik Baik -
7. Nervus Fasialis Pemeriksaan Fungsi Motorik Mengerutkan dahi Mengangkat alis Memejamkan mata Menyeringai Mengembungkan pipi Fungsi Pengecapan 2/3 depan lidah
Dextra
Sinistra
Dapat dilakukan, simetris Dapat dilakukan Dapat dilakukan Simetris Dapat dilakukan
Dapat dilakukan Dapat dilakukan
Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Nervus Vestibulokoklearis -
Nervus Koklearis
Pemeriksaan Detik arloji Mendengar suara berbisik Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach -
Dextra Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Vestibularis o Nigstagmus : -/-
8
Sinistra Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
o Past pointing : -/9. Nervus Glossofaringeus dan Vagus -
Motorik o
-
Refleks muntah : tidak dilakukan pemeriksaan
Sensorik o Indra pengecapan lidah 1/3 posterior : tidak dilakukan pemeriksaan
10. Nervus vagus -
Palatum molle
: simetris
-
Uvula
: di tengah
-
Arcus faringeus
: simetris
-
Disfagia
: (-)
-
Disfonia
: (-)
11. Nervus Aksesorius -
Mengangkat bahu
: dapat dilakukan, asimetris
-
Menoleh
: dapat dilakukan, simetris
12. Nervus Hipoglosus -
Pergerakan lidah
: baik
-
Tremor lidah
: (-)
-
Fasikulasi
: (-)
-
Artikulasi
: baik
-
Atrofi lidah
: (-)
-
Posisi lidah saat istirahat : deviasi ke kiri
-
Posisi lidah saat dijulurkan : deviasi ke kiri
o Pemeriksaan badan dan ekstremitas (anggota gerak)
9
-
Badan o Motorik -
Posisi columna vertebralis saat istirahat : tegak, di tengah
-
Gerak columna vertebralis : baik
o Sensorik Pemeriksaan
Dextra Normal Normal Tidak dilakukan
Taktil Nyeri Suhu
Sinistra Normal Normal Tidak dilakukan
o Refleks Superfisialis
-
-
Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan
-
Kremaster : tidak dilakukan pemeriksaan
-
Bulbocavernosus : tidak dilakukan pemeriksaan
-
Gluteal
: tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas Superior o Motorik
Pemeriksaan Kesimetrisan Pergerakan Tonus Trofi Kekuatan
Dextra Simetris Aktif, terbatas Normotonus Eutrofi 3
Sinistra Simetris Aktif, tidak terbatas Normotonus Eutrofi 5
o Sensorik Pemeriksaan Taktil Nyeri Suhu
Dextra Normal Normal Tidak dilakukan
Sinistra Normal Normal Tidak dilakukan
o Refleks fisiologis Pemeriksaan Biceps Triceps
Dextra + +
Sinistra + +
10
o Refleks patologis Pemeriksaan Hoffman-Tromner
-
Dextra
Sinistra
-
-
Ekstremitas Inferior o Motorik
Pemeriksaan Kesimetrisan Pergerakan Tonus Trofi Kekuatan
Dextra Simetris Aktif, terbatas Normotonus Eutrofi 4
Sinistra Simetris Aktif, tidak terbatas Normotonus Eutrofi 5
o Sensorik Pemeriksaan Taktil Nyeri Suhu
Dextra Normal Normal Tidak dilakukan
Sinistra Normal Normal Tidak dilakukan
o Refleks fisiologis Pemeriksaan Patella Achilles
Dextra + +
Sinistra + +
o Refleks patologis Pemeriksaan Babinsky Chaddock Gonda Gordon Oppenheim Schaeffer
o
Dextra -
Sinistra -
Pemeriksaan koordinasi, Cara Berjalan dan Keseimbangan -
Cara berjalan
: tidak dilakukan pemeriksaan
-
Test Rhomberg
: tidak dilakukan pemeriksaan
-
Tes Disdiadokinesa
: tidak dilakukan pemeriksaan
11
o
-
Tes Tandem gait
: tidak dilakukan pemeriksaan
-
Tes Finger to nose
: tidak dilakukan pemeriksaan
-
Tes Finger to finger
: tidak dilakukan pemeriksaan
-
Tes heel to knee
: tidak dilakukan pemeriksaan
-
Tes Rebound Phenomenon
: tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Gerakan Involunter
Pemeriksaan Tremor Athetosis Chorea Ballismus
Dextra -
Sinistra -
o Pemeriksaan Fungsi Otonom - Miksi : baik - Defekasi : baik o Pemeriksaan Fungsi Luhur - Atensi : baik - Bahasa : baik - Memori : baik - Kognitif : baik - Afek dan emosi : baik D. PEMERIKSAAN PENUNJANG o Labotarorium
12
Nama test
Hemoglobin Trombosit Eritrosit Hematokrit MCV MCH MCHC Leukosit Diff. count Basofil Eusinolif Netrofil Limfosit Monosit Gula Darah Puasa Gula Darah 2 jam PP Uric Acid Cholesterol Total Trigliserida Fungsi ginjal Ureum Kreatinin Fungsi hati AST (SGOT) ALT (SGPT)
Tanggal Pemeriksaan Satuan 24/7/2015 Hasil Hematologi 11,9 g/dL 196 ribu/uL 4,2 juta/uL 34 % 80 fL 28 Pg 35 g/dL 6.000 /mm3 0, 20 3,8 68,9 21,5 5,50
Nilai normal
12 – 14 150 – 400 4–6 37 – 42 80 – 100 26 – 34 32 – 36 5.000 - 10.000
% % % % % Kimia darah 81 mg/dL 130 mg/dL
0-1 2-4 50 – 70 25 – 40 2–8
8,1 185 94
mg/dL mg/dL mg/dL
2-7 150-200 35-150
37,5 1,90
mg/dL mg/dL
17,1 – 42,8 0,4 – 1,2
u.l u/l
13 – 33 6 – 30
10 5
o Radiologi CT Scan kepala Kesan : lesi hipodens pada hemisfer cerebri sinistra
13
75 – 140 <141
E. RESUME Seorang laki-laki 62 tahun datang di antar keluarganya ke IGD RSUD Dr. Soeselo – Slawi pada tanggal 24 juli pukul 12.00 WIB dengan keluhan utama kepala pusing berputar sudah sejak seminggu yang lalu. Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Pusing dirasa setiap hari dan makin memberat disertai mual & muntah. Pasien juga mengeluh rasa kaku yang menjalar sampai ke leher. Selain pusing, pasien merasa tangan dan kaki sebelah kanan lemas. Lemas sudah dirasa sejak satu tahun yang lalu. Sejak satu tahun yang lalu pasien sudah tidak kuat berjalan. Pasien memiliki riwayat stroke 4 tahun yang lalu. Selain stroke, pasien juga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung. Dari pemeriksaan status neurologis didapatkan GCS E4V4M6 dan pada pemeriksaan motoric, didapatkan tanda lateralisasi berupa kelemahan pada ekstremitas dekstra, dengan kekuatan otot ekstremitas superior dan inferior dextra 14
yaitu 3 dan 4. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kesan eritrosit, hematokrit, limfosit yang rendah serta ureum darah tinggi dan uric acid yang tinggi. Kadar SGOT dan SGPT mengalami penurunan. Pemeriksaan CT-Scan menunjukkan bukti adanya infark pada lobus occipital kiri dan cerebellum kiri dan aging atrofi cerebri. F. DIAGNOSIS KERJA Diagnosis klinis : Hemiparesis dekstra, vertigo Diagnosis etiologis : ischemic e.causa thrombosis, hipertensi Diagnosis topis : Infark pada lobus occipital dan cerebellum kiri Diagnosis patologis : Stroke iskemik / stroke non hemoragik G.
TERAPI o Medikamentosa Bed rest Oksigenasi nasal kanul 3 liter/menit IVFD RL + NS 1A 20 tpm Inj. Citicholin 3x500mg Inj. Ranitidine 2x1 Inj. Mecobalamin 2x1 Clopidogrel 1x1 tab Aspilet 1x1 tab Nimotop 3x1 tab Frego 2x1 Konsul penyakit dalam o Nonmedikamentosa o Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentan penyakit yang sedang diderita oleh pasien. o Hindari faktor resiko o Fisioterapi
H.
PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanasionam
: dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad malam
I. FOLLOW UP Tgl. S 30/07/15 Kelemahan
O TD 140/80 mmHg
15
A SNH hari
P Infus RL+ NS 1 A 20tpm
ekstremitas kanan
HR 80x/m
(+), pusing (+)
RR 20x/m
Inj. Ranitidine 2x1 amp
GCS E4V5M6 RCL +/+ 3
Inj. Mecobalamin 2x1 5
Clopidogrel 1x1tab
4
5
Aspilet 1x1tab
RCTL
ke 7
Inj.Citicholin 2x500mg
+/+
Nimotop 3x1tab
Kaku kuduk (-)
Frego 2 x 1
Meningeal (-) + + + + Refleks fisiologis
Refleks patologis (-) Motorik
16
BAB III PEMBAHASAN KASUS Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non hemoragik/ stroke iskemik. A. ANAMNESIS 1. Gejala klinis Pada pasien terdapat keluhan pusing yang berputar, disertai kepala terasa kaku sampai leher. Pusing merupakan salah satu gejala dari stroke. Selain itu, didapatkan pasien mengalami kelemahan pada tangan dan kaki sebelah kanan. Hal ini menunjukkan adanya defisit neurologis berupa kelemahan pada ekstremitas superior dan inferior dextra (hemiparesis dekstra). Defisit neurologis yang terjadi pada stroke disebabkan oleh adanya gangguan pembuluh darah otak yang terganggu, kerusakan pada area otak sisi sinistra akan memberikan deficit motoric pada sisi kontralateral (dextra). 17
2. Faktor resiko - Usia Pasien laki-laki berusia 62 tahun, dimana pada usia di atas 55 tahun, resiko stroke meningkat akibat proses penyempitan dan pengerasan pembuluh darah yang dapat mengurangi aliran darah ke -
otak. Hipertensi Pasien memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi dapat menyebabkan pembentukan plak aterosklerosis semakin cepat dan progresif, disfungsi endotel semakin meningkat, diameter pembuluh darah
-
semakin menyempit sehingga supply oksigen ke otak terhambat. Diabetes Mellitus Diabetes diketahui dapat meningkatkan kemungkinan aterosklerosis karena gangguan metabolisme lipid pada arteri
koroner, arteri femoral, dan arteri serebral. B. PEMERIKSAAN FISIK - Keadaan umum pasien tampak sakit berat dengan kesadaran compos mentis, hal ini dibuktikan dengan GCS E4V5M6, dimana mata pasien dapat membuka spontan, verbal baik pasien dapat menjawab dengan kalimat dan tidak didapatkan adanya orientasi, dan motorik baik karena pasien dapat mengikuti perintah saat -
dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan neurologis: Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif
dapat membantu menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel. Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot ekstermitas inferior dan superior dextra lebih lemah, kemungkinan terdapat lesi pada hemisfer otak sinistra. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
Siriraj skor Skor Stroke Siriraj Rumus : (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x
18
tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12 Keterangan : Derajat 0 = kompos mentis; 1 = somnolen; kesadaran 2 = sopor/koma Muntah Nyeri kepala Ateroma
0 = tidak ada; 1 = ada 0 = tidak ada; 1 = ada 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina; penyakit pembuluh darah)
Hasil : Skor > 1 Perdarahan supratentorial Skor < 1 Infark serebri Skor pasien: (2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 70) - (3 x 1) – 12 = -4 infark cerebri C. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis ke arah strok iskemik tidak banyak, diantaranya adalah penurunan hematokrit. Penurunan hematokrit menandakan kondisi viskositas darah, dimana viskositas darah mempengaruhi aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak yang tidak lancar menyebabkan hipoksia otak yang dapat berakhir terjadinya iskemik. Pemeriksaan CT-scan menjadikan diagnosa stroke iskemik menjadi lebih tegak dengan ditemukannya lesi hipodens pada hemisfer cerebri sinistra. Hal ini cocok dengan klinis yang ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksia otak. Infuse RL + 1A 20 tpm berfungsi untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium yang cukup untuk mengganti ekskresi harian. Pemberian kombinasi Aspilet dan Clopidogrel ditujukan untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat pembuluh darah. Citicholin diberikan dengan tujuan menghambat kerusakan membrane
dan
mengurangi
radikal
bebas
dengan
cara
menambah
posphatidicoline. Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang mengalami iskemi. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang
19
mengalami iskemik. Pemberian Ranitidine sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah terjadinya stress ulcer. Mecobalamin diberikan untuk menambah suplemen pada sel saraf sehingga membantu proses pemulihan. Mecobalamin merupakan vitamin B12 aktif yang penting untuk metabolism intrasel, sehingga mencegah kerusakan selubung sel saraf myelin. Nimotop merupakan calcium channel antagonist yang digunakan sebagai neuroprotektor, biasanya diberikan pada deficit neurologi yang disebabkan iskemi (vasospasme). Frego berisi flunarizin, yang diberikan untuk mengurangi gejala vertigo pada pasien. Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan pasien pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis ad fungsionam dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien dalam menjalani fisioterapi. Kecenderungan bonam dipengaruhi oleh luas lesi yang tidak terlalu besar sehingga pengembalian fungsi diharapkan dapat kembali mendekati semula. Prognosis sanationam dubia ad malam dikarenakan pada pasien sudah memiliki riwayat stroke sebelumnya dan adanya faktor resiko beberapa penyakit sistemik seperti hipertensi, jantung dan diabetes mellitus.
20
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Infark Cerebri adalah Pembentukan daerah nekrosis di otak yang disebabkan oleh iskemia yang berkepanjangan.3 ETIOLOGI Infark cerebri dapat disebabkan oleh4 : 1. Trombosis otak Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi karena proses oklusi pada satu pembuluh darah lokal atau lebih. Trombosis otak umumnya terjadi pada pembuluh darah yang mengalami artherosklerosis yang mula-mula akan menyempitkan lumen pembuluh darah (stenosis) yang kemudian dapat berkembang menjadi sumbatan (oklusi) yang menyebabkan terjadinya infark 2. Emboli otak Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskuler dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah. Penyebab emboli otak pada umumnya berhubungan dengan kelainan kardiovaskuler antara lain : a. Fibrilasi atrial b. Penyakit katub jantung
21
c. Infark miokard d. Penyakit jantung rematik e. Lepasnya plak aterosklerosis pembuluh darah besar intra / ekstra cranial 3. Pengurangan perfusi sistemik umum Pengurangan perfusi sistemik bisa mengakibatkan iskemik. Pengurangan perfusi ini dapat disebabkan karena : a. Kegagalan pompa jantung b. Proses perdarahan yang masif c. Hipovolemik PATOFISIOLOGI Pada dasarnya terjadinya infark cerebri meliputi dua proses yang saling terkait, yaitu: 1. Perubahan vaskuler, hematologik atau kardiologik yang menyebabkan terjadinya kekurangan aliran darah ke bagian otak yang terserang. Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak
Keadaan pembuluh darah, menyempit akibat stenosis atau ateroma
maupun tersumbat oleh trombus/embolus Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat (polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,
anemia yang berat menyebabkan oksigenasi ke otak menurun Kelainan jantung, menyebabkan menurunnya curah jantung, dan lepasnya
embolus dari jantung yang dapat menimbulkan iskemia otak Tekanan perfusi yang sangat menurun akibat sumbatan di proksimal pembuluh arteri cerebri, seperti sumbatan pada arteri karotis, atau vertebrobasiler
Infark cerebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, 22
maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.5 2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemia hingga terjadi nekrosis sel neuron, glia dan sel otak yang lain. Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami
iskemia
akan
melepaskan
glutamat
dan
aspartat
yang
menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.6 KLASIFIKASI
23
The Oxford Community Stroke Project classification (OCSP) juga dikenal sebagai Banford atau Oxford klasifikasi mengelompokkan infark cerebri ke dalam 4 kelompok yaitu7: 1. Infark Sirkulasi Anterior Total (TACI) mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi anterior total, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya CT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis 2. Infark Sirkulasi Anterior Parsial (PACI) mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi anterior parsial, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya CT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis 3. Infark Lacunar (LACI) Infark lacunar adalah jenis infark yang dihasilkan dari oklusi salah satu arteri penetrasi yang menyediakan darah ke struktur-struktur otak bagian dalam. Lacunes (bahasa latin untung ruang kosong) disebabkan oleh oklusi satu arteri penetrasi mendalam yang muncul langsung dari konstituen Lingkaran Willis, arteri cerebellar, dan arteri basilar. Lesi yang sesuai terjadi pada inti yang mendalam dari otak (37% putamen, 14% thalamus, dan 10% caudatus) serta pons (16%) atau posterior limb dari kapsul internal yang (10%), jarang terjadi pada substansia putih, anterior limb kapsul internal dan cerebellum. 4. Infark Sirkulasi Posterior (POCI). mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi posterior, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya CT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis MANIFESTASI KLINIS 1. TACI (Infark Sirkulasi Anterior Total)
Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kolateral sisi lesi)
Hemianopia (kolateral sisi lesi)
Gangguan fungsi luhur, misalnya hemineglect, agnosia, apraxia.
24
afasia, gangguan visuospasial,
2. PACI (Infark Sirkulasi Anterior Parsial)
Defisit motorik / sensorik + hemianopia Defisit motorik / sensorik + gejala fungsi luhur Gejala fungsi luhur + hemianopia Defisit motorik / sensorik murni Gangguan fungsi luhur saja
3. LACI ( Infark Cerebri Lacunar)
Pure motor stroke/hemiparesis Lokasi: posterior limb kapsula interna, basis pontis, corona radiata Gejala: Hemiparesis/hemiplegia yang mempengaruhi wajah, lengan, tungkai Ataxic hemiparesis Lokasi: posterior limb kapsula interna, basis pontis, corona radiata, red nucleus, lentiform nucleus Gejala: merupakan kombinasi gejala cerebelar dan gejala motoris
Dysarthria/clumsy hand Lokasi: basis pontis, anterior limb kapsula interna, corona radiata, basal ganglia, thalamus, cerebral peduncle Gejala: gejala utama adalah disartria dan kelemahan tangan, yang terlihat jelas saat pasien menulis
Pure sensory stroke Lokasi: contralateral thalamus, capsula interna, corona radiata, midbrain Gejala: mati rasa, kesemutan dan sensasi tidak nyaman pada salah satu sisi tubuh Mixed sensorimotor stroke Lokasi: thalamus and adjacent posterior internal capsule, lateral pons Gejala: kombinasi hemiparesis/hemiplegia dengan gangguan sensoris ipsilateral
4. POCI (Infark Sirkulasi Posterior)
Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral, dan gangguan motorik,
sensorik kontralateral Gangguan motorik / sensorik bilateral Gangguan gerakan konjungat mata ( horisontal et vertical) Disfungsi serebral Isolated hemianopia atau buta kortikal 25
DIAGNOSIS CT scan kepala non kontras baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari infark dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).8 Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan graywhite matter.9 PERUBAHAN GAMBARAN CT SCAN KEPALA PADA STROKE ISKEMIK Infark Hiperakut Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50% pasien; tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik. Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut adalah sebagai berikut:
Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal effacement) Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri. Infark serebral akut menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik. Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa seluler dengan cepat menyebabkan kegagalan
26
pompa natrium-kalium, yang menyebabkan berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke intraseluler dan edema sitotoksik yang lebih lanjut. Edema serebri dapat dideteksi dalam 1-2 jam setelah onset gejala. Pada CT scan terdeteksi sebagai pembengkakan girus & pendangkalan sulcus serebri.
Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri Substansia grisea merupakan area yang lebih mudah mengalami iskemia dibandingkan substansia
alba,
karena
metabolismenya
lebih
aktif.
Karena
itu,
menghilangnya diferensiasi substansia alba dan substansia grisea merupakan gambaran CT scan yang paling awal didapatkan. Gambaran ini disebabkan oleh influks edema pada substansia grisea. Gambaran ini bisa didapatkan dalam 6 jam setelah gejala muncul pada 82% pasien dengan iskemia area arteri serebri media.
Tanda insular ribbon
27
Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri serebri media karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai kolateral arteri serebri anterior maupun posterior
Hipodensitas nukleus lentiformis Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat dalam 2 jam setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah mengalami kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi proksimal arteri serebri media karena cabang lentikulostriata arteri serebri media yang memvaskularisasi nukleus lentiformis merupakan end vessel.
28
Tanda hiperdensitas arteri serebri media Gambaran ekstraparenkimal dapat ditemukan paling cepat 90 menit setelah gejala timbul, yaitu gambaran hiperdensitas pada pembuluh darah besar, yang biasanya terlihat pada cabang proksimal (segmen M1) arteri serebri media, walaupun sebenarnya bisa didapatkan pada semua arteri. Peningkatan densitas ini diduga akibat melambatnya aliran pembuluh darah lokal karena adanya trombus intravaskular atau menggambarkan secara langsung trombus yang menyumbat itu sendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas arteri serebri media (Gambar 4).
29
Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri media (cabang M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fisura Sylvii (Gambar 5).
Infark Akut Pada periode akut (6-24 jam), Hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea
serebri,
pendangkalan
sulkus, hipodensitas
ganglia
basalis,
dan
hipodensitas insula serebri makin jelas. Distribusi pembuluh darah yang tersumbat makin jelas pada fase ini Infark Subakut dan Kronis 30
Selama subakut (1-7 hari), edema meluas & didapatkan efek massa yang menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal ini terjadi pada infark yang melibatkan pembuluh darah besar. Infark kronis ditandai dengan hipodensitas dan berkurangnya efek massa. Densitas infark = cairan serebrospinal (Gambar 6).
PENATALAKSANAAN Target managemen pada infark akut adalah untuk menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.10 1. Penatalaksanaan Umum a. Airway and breathing Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi
31
yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD. b. Circulation Pasien dengan infark akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan jantung. Pasien ini berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke. c. Pengontrolan gula darah Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula
darah
ini
harus
dilanjutkan
hingga
pasien
pulang
untuk
mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin. d. Posisi kepala pasien Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat. e. Pengontrolan tekanan darah Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
32
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik. Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani.11 Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang
dititrasi
hingga
mencapai
efek
yang
diinginkan
dengan
menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15
mg/jam.
Pilihan
terakhir
dapat
diberikan
nitroprusside
0,5
mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen. Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.
33
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan.12 1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit. 2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam. 3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim. f. Pengontrolan demam Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.13 g. Pengontrolan edema serebri Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.14 h. Pengontrolan kejang Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.
34
2. Penatalaksanaan Khusus a. Terapi Trombolitik Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rtPA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.15 Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.15 Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
35
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan. b. Antikoagulan Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.15 1) Warfarin Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal. 2) Heparin Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin:
36
memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi
protamine
sulphute
dengan
intravenous
lambat
untuk
menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit). c. Hemoreologi Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset. d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit) 1) Aspirin Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. 37
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye. Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxyeicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin. Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak
pembentukan
agregasi
platelet.
Sayang
ada
yang
mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita. 2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel) Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi plateletplatelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin. Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik.
38
Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik. e. Terapi Neuroprotektif Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia. f. Pembedahan Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan. 1) Karotis Endarterektomi Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna
yang
sedang hingga
berat
maka
kombinasi
Carotid
endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah
39
vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen. 2) Angioplasti dan Sten Intraluminal Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa
angioplasti
lebih
aman
dilaksanakan
dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.15
BAB V KESIMPULAN 40
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke. Diagnosis stroke didapatkan berdasarkan anamnesis dan dari gejala stroke yang muncul, pemeriksaan fisik yang didapatkan adanya deficit neurologis dan pemeriksaan penunjang. Ct scan kepala merupakan gold standar yang dilakukan untuk membedakan stroke terjadi karena iskemik atau perdarahan. Penanganan dini terhadap pasien stroke sangat mempengaruhi prognosis. Penanganan yang cepat dan tepat dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Pencegahan terhadap berbagai faktor resiko stroke harus tetap dilakukan untuk mencegah terjadinya stroke berulang.
DAFTAR PUSTAKA
41
1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115. 2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13 3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006. 4. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview 5. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93. 6. Giraldo, Elias. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available from: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086c.html 7. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67 8. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology editor Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999. Hal: 10-3 9. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis 10. Li, Fuhai, dkk. Neuroimaging for Acute Ischemic Stroke. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://www.emedmag.com/html/pre/fea/features/039010009.asp 11. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71. 12. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment 13. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58. 14. Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition. University of Edinburgh, Edinburgh, UK. 15. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
42
43