A. Definisi
Infark cerebri merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234). Infark cerebri adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus ao rta) (Suzanne, 2002: 2131).
B. Anatomi Fisiologi
1. Otak Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari a. Lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, b. Lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, c. Lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran d. Lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya memisahkann ya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya
adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). a. Medula
oblongata
merupakan
pusat
refleks
yang
penting
untuk
jantung,
vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. b. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. c. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem sistem susunan saraf saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995 ) 2. Sirkulasi darah otak Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, Willisi.(Satyanegara, 1998) Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris. Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan darah k e vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000) Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254)
C. Etiologi
Ada beberapa penyebab (Muttaqin, 2008: 235) 1.
Trombosis serebri Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga men yebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding pembuluh darah b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral c. Arteritis: radang pada arteri.
2.
Emboli Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pe mbuluhan darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
a.
Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium c.
Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
Faktor Resiko Terjadinya (Brunner & Suddarth, 2000: 94-95) : a.
Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler c.
Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis) e.
Pemakaian kontrasepsi oral
f.
Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g.
Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi i.
Usia > 35 tahun
j.
Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas l.
Hyperkolesterolemia
m. Infeksi n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa) o. Lansia p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial) q. Asam urat
Faktor resiko (Muttaqin, 2008: 236) : a.
Hipertensi.
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif. c.
Kolesterol tinggi
d. Obesitas e.
Peningkatan hematokrit
f.
Diabetes Melitus
g.
Merokok
E. Klasifikasi
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis : 1. Stroke Haemorhagi Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan Intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendad ak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19). b) Perdarahan Subarachnoid Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA) Gejala PIS PSA Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat Kesadaran Menurun Menurun sementara Kejang Umum Sering fokal Tanda rangsangan +/+++ Meningeal. Hemiparese ++ +/Gangguan saraf otak + +++ Disadur dari Laporan Praktik Klinik KMB di Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark) Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.
Perbedaan CVA infark dan haemoragie : Gejala (anamnesa) Permulaan (awitan) Waktu (saat “serangan”) Peringatan Nyeri Kepala Kejang Muntah Kesadaran menurun Koma/kesadaran menurun Kaku kuduk Kernig pupil edema Perdarahan Retina Bradikardia Penyakit lain
Infark Sub akut/kurang mendadak Bangun pagi/istirahat + 50% TIA +/Kadang sedikit
Perdarahan Sangat akut/mendadak Sedang aktifitas +++ + + +++
+/hari ke-4 Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada ke-lainan katub, fibrilasi, bising karotis
+++ ++ + + + sejak awal Hampir selalu hypertensi, aterosklerosis, HHD
Pemeriksaan: Darah pada LP X foto Skedel
+
Angiografi
Oklusi, stenosis
CT Scan
Densitas berkurang (lesi hypodensi)
Opthalmoscope
Crossing phenomena Silver wire art
+ Kemungkinan pergeseran glandula pineal Aneurisma. AVM. massa intra hemisfer/ vasospasme. Massa intrakranial densitas bertambah. (lesi hyperdensi) Perdarahan retina atau corpus vitreum
Normal Jernih < 250/mm3 oklusi di tengah
Meningkat Merah >1000/mm3 ada shift shift midline echo
Lumbal pungsi : Tekanan Warna Eritrosit Arteriografi EEG
Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya
Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya: 1. TIA (Trans Iskemik Attack) Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2. Stroke involusi Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. 3. Stroke komplit Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
F. Tanda Dan Gejala
Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu: 1. Lobus Frontal a.
Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan). c.
Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal a.
Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh). 2. Defisit bahasa/komunikasi Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\ Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan). b.
Non Dominan Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain: Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ek stremitas yang mengalami paralise) Disorientasi (waktu, tempat dan orang) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien: 1. Laboratorium : a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252) b.
Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122) 2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140). 3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)
dan infiltrate
paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122) 4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,2005:1122). 5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122). 6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122) 7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Prince, dkk ,2005:1123). 8.
MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
H. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan (Muttaqin, 2008:14): 1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan : a. Mempertahankan saluran nafas yang paten b. Kontrol tekanan darah c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan g erak pasif. 2. Terapi Konservatif a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler. d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan: 1)
Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2)
Osmoterapi antara lain :
-
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
-
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3)
Posisi kepala head up (15-30⁰)
4)
Menghindari mengejan pada BAB
5)
Hindari batuk
6)
Meminimalkan lingkungan yang panas
II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Identitas Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi. b. Keluhan utama Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien. c. Riwayat kesehatan sekarang Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi, d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain). e.
Riwayat penyakit keluarga Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f.
Riwayat psikososial-spiritual Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri. g. Kebutuhan
1)
Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2)
Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3)
Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonu s otot, paralitik (hemiplegia)
4)
Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejan g otot/nyeri ot
h. Pemeriksaan Fisik 1) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggun aan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akiba t penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi. 2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur 3) Sistem neurologi a)
Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b) Refleks Patologis Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark c) Pemeriksaan saraf kranial Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan normal. 4) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine. 5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual. 6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7)
Sistem Gastrointestinal ( Bowel ) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menu run, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik. Skala ukuran kekuatan otot Kekuatan Ciri-ciri otot 0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh 1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat ekstremitas dijatuhkan 2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa 3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa 4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang 5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak dengan kekuatan penuh
2. Diagnosa Keperawatan No
1
Diagnosa Keperawatan Risiko ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral Berhubungan dengan : edema serebral embolisme aterosklerosis
Tujuan Dan Kriteria Hasil NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan serebral adekuat dengan kriteria hasil : Fungsi neurologis normal (5)
Intervensi NIC : Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan intrakranial) Berikan informasi kepada keluarga Monitor tekanan perfusi serebral Catat respon pasien terhadap stimuli Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas
koagulasi intravaskuler
2
Tekanan intra Monitor jumlah drainage cairan kranial dalam batas serebrospinal normal(5) Monitor intake dan output cairan Tidak terdapat nyeri Restrain pasien jika perlu kepala(5) Monitor suhu dan angka WBC Tidak terdapat cartid Kolaborasi pemberian antibiotik bruit(5) . Posisikan pasien pada posisi semifowler Tidak terdapat . Minimalkan stimuli dari lingkungan kegelisahan(5) Tidak terdapat Cerebral Perfussion Promotion lesu(5) Kolaborasi dengan dokter untuk Tidak terdapat menentukan parameter hemodinamik kecemasan(5) yang diperlukan, Tidak ada agitasi(5) pertahankan posisi kepala pasien lebih Tidak terdapat tinggi 15 derajat muntah(5) hindari aktivitas secara tiba-tiba . Tidak pingsan(5) pertahankan serum glukosa pada rentang normal monitor tanda-tanda perdarahan monitor status neurologi
Nyeri akut OC : Berhubungan dengan: Setelah dilakukan agen cedera biologis tindakan keperawatan Pain Control dengan kriteria hasil : Mengenali faktor penyebab (5) Mengenali onset (lamanya sakit) (5) Menggunakan metode pencegahan untuk mengurangi nyeri(5) Menggunakan metode nonanalgetik untuk mengurangi nyeri (5) Mengunakan analgesik sesuai dengan kebutuhan (5) Mencari bantuan tenaga kesehatan(5)
anajemen nyeri (Pain Management) : Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Kaji nyeri secara komprehensif meliputi (lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri) Kaji skala nyeri Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri Kaji factor yang dapat menyebabkan nyeri timbul Anjurkan pada pasien untuk cukup istirahat Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri Monitor tanda tanda vital Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi (relaksasi) untuk mengurangi nyeri Jelaskan factor factor yang dapat mempengaruhi nyeri Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat Analgesic Administration
Melaporkan gejala pada petugas kesehatan (5) Mengenali gejala gejala nyeri(5) Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol(5)
3.
Resiko Aspirasi Faktor resiko :
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat . Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
NOC : NIC: Setelah dilakukan Aspiration precaution tindakan keperawatn Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan aspirasi terkontrol Penurunan dengan kriteria : Monitor status paru tingkat Identifikasi faktor Pelihara jalan nafas kesadaran risiko(5) Lakukan suction jika diperlukan Gangguan Terhindar dari Cek nasogastrik sebelum makan menelan faktor risiko(5) Hindari makan kalau residu masih Gangguan Posisikan dengan banyak reflek meninggikan kepala Potong makanan kecil kecil Penurunan ada saat makan dan Haluskan obat sebelumpemberian motilitas Naikkan kepala 30-45 derajat setelah gastrointestinal minum(5) Pilih makanan sesuai makan dengan kemampuannya(5) Posisikan senyaman mungkin pada saat makan dan minum(5) Jaga keamanan pada saat makan dan minum(5)
4.
NOC : Setelah dilakukan cedera tindakan Faktor resiko : keperawatan risiko Disfungsi sensorik cedera terkontrol (penekanan sensorik dengan kriteria patologi intrakranial ) sebagai berikut : Penurunan . Klien terbebas dari ketidaksadaran cedera(5) . Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera(5) . Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal(5) . Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury(5) . Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada(5) . Mampu mengenali perubahan status kesehatan(5)
5.
Defisit perawatan diri Faktor yang berhubungan : kelemahan kerusakan kognitif atau perceptual kerusakan neuromuskular/ otototot saraf
Resiko Injury/
NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) Memasang side rail tempat tidur Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. Membatasi pengunjung Memberikan penerangan yang cukup Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. . Mengontrol lingkungan dari kebisingan . Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan . Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
NOC : NIC : Setelah dilakukan Self Care assistance : ADLs tindakan Self care : Monitor kemempuan klien untuk Activity of Daily perawatan diri yang mandiri. Living (ADLs) Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat terpenuhi dengan bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, kriteria sebagai berhias, toileting dan makan. berikut: Sediakan bantuan sampai klien mampu Klien terbebas dari secara utuh untuk melakukan self-care. bau badan(5) Dorong klien untuk melakukan aktivitas Menyatakan sehari-hari yang normal sesuai kenyamanan kemampuan yang dimiliki. terhadap kemampuan Dorong untuk melakukan secara untuk melakukan mandiri, tapi beri bantuan ketika klien ADLs(5) tidak mampu melakukannya.
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan(5)
6.
Kerusakan integritas kulit Faktor yang berhubungan : Eksternal : Immobilitas fisik Internal : Perubahan sensasi
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes adekuat dengan kriteria hasil : Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) (5) Tidak ada luka/lesi pada kulit(5) Perfusi jaringan baik(5) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang(5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami(5)
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas seharihari. NIC : Perawatan luka (wound care) Ganti balutan Bersihkan rambut diarea luka Kaji karakteristik luka meliputi : cairan, warna, ukuran Bersihkan menggunakan NaCl / normal saline / pembersih non toksik Berikan perawatan diarea insisi Berikan perawatan pada daerah ulcer Berikan balutan sesuai dengan tipe luka Jaga kesterilan dalam melakukan perawatan luka Ganti balutan jika terdapat banyak eksudat . Bandingkan laporan perkembangan luka setiap hari . Ganti posisi pasien setiap 2 jam sekali . Anjurkan untuk mengkonsumsi cairan yang adekuat . Anjurkanpengaturan makanan yang seimbang . Anjurkan pasien atau keluarga untuk melaporkan jika ada tanda dan gejala infeksi . Catat kondisi luka di buku perkembangan pasien Pressure Management Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar Hindari kerutan padaa tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC). United states of America: Mosby Hudak, C. M. Gallo, B. M. (1996). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistic Edisi holistik volume II . Jakarta: EGC. http://catatantanganaurora.blogspot.co.id/2014/05/laporan-pendahuluan-cva.html Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United states of America: Mosby. Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: salemba medika. Price, Sylvia A. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. http://catatantanganaurora.blogspot.co.id/2014/05/laporan-pendahuluan-cva.html