BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui dua mekanisme dasar yakni transudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya dengan hipertensi porta adalah salah satu contoh penurunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Asites jenis ini sering dijumpai di Indonesia. Asietes merupakan tanda prognosis yang rawan pada beberapa penyakit. Jika cairan makin bertambah akan menekah daerah diafragma sehingga akan timbul gangguan pernapasan. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin kompleks. Seperti infeksi pada cairan asites akan lebih memperberat perjalanan penyakit. Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit hipertensi portal dan asites. Sedangkan peran peran perawat dalam merawat pasien dengan penyakit hipertensi portal dan asites adalah mencangkup perbaikan masukan nutrien klien, membantu klien mendapatkan citra diri yan positif dan pemahaman dengan penyakit penyakit dan pengobatnnya. Dari penjelasan diatas maka kelompok kami akan membahas lebih spesifik mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit hipertensi portal dan asites. 1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian hipertensi portal dan asites? 1.2.2 Apa etiologi etiologi hipertensi portal dan asites? 1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis hipertensi portal dan asites ? 1.2.4 Bagaimana epidemologi hipertensi portal dan asites? 1.2.5 Bagaimana patofisiologi hipertensi portal dan asites? 1.2.6 Apa komplikasi yang terjadi pada hipertensi portal dan asites ? 1.2.7 Bagaimana pemeriksaan penunjang pada hipertensi portal dan asites? 1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada hipertensi portal dan asites ? 1.2.9 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada hipertensi portal dan asites? 1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami pengertian hipertensi portal dan asites 1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami etiologi hipertensi portal dan asites 1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis hipertensi portal dan asites
1
1.3.4 Untuk mengetahui dan memahami epidemologi hipertensi portal dan asites 1.3.5 Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi hipertensi portal dan asites 1.3.6 Untuk mengetahui dan memahami komplikasi yang terjadi pada hipertensi portal dan asites 1.3.7 Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada hipertensi portal dan asites 1.3.8 Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada hipertensi portal dan asites 1.3.9 Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada hipertensi portal dan asites
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hipertensi Portal dan Asites 2.1.1 Pengertian Hipertensi portal
Menurut (Hartanto., (Hartanto., Huriawati, 2005) hipertensi h ipertensi portal adalah meningkatnya gradien tekanan porto sistemik pada sistem vena porta. Hipertensi portal dapat disebabkan akibat kelainan pre hepatik misal trombosis pada vena lienalis atau venoa porta, kelainan post hepatik misal budd-chiari syndrome, syndrome, atau penyebab intrahepatik non sirotik misal skistosomiasis, sindrom obstuksi sinusoidal. (Suslia Aklia, et al. 2014) mengemukakan hipertensi portal terjadi ketika tekanan darah meningkat menetap pada sistem vena porta hal tersebut sebagai akibat peningkatan resistansi dan obstruksi aliran darah melalui sistem vena porta ke dalam hati. 2.1.2 Pengertian Asites
(Nurarif & Kusuma, 2015) mengemukakan asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritonium. Pada dasarnya penimbunan cairan di peritonium dapat terjadi melaui 2 mekanisme dasar yaitu transudasi (contoh sirosis dan hipertensi) dan eksudasi. Sedangkan menurut (Suslia Aklia, et al. 2014) asites adalah akumulasi cairan didalam ruang peritorium akibat interaksi beberapa perubahan patofisiologi. Hipertensi porta, penurunan tekanan plasma osmotik koloid, dan retensi natrium semua berkontribusi terhadap kondisi ini. Proses penyakit yang mengarah kejadian ini termasuk sirosis hati, gagal jantung kanan, peprotonitis, tuberkulosis, kanker, dan komplikasi pankreatitis. 2.2 Etiologi Hipertensi Portal dan dan Asites 2.2.1 Etiologi Hipertensi Portal
(Suslia Aklia, et al. 2014) 2014) menegaskan bahwa penyebab penyebab paling umum hipertensi porta adalah sirosis, banyak kasus hipertensi porta di AS berhubungan dengan sirosis. Vena porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus,tumor adalah penyebab paling sering berikutnya. Adapun faktor yang mungkin menyebabkan menyebabkan hipertensi portal antara lain : 1.
Peningkatan resistansi terhadap aliran
2.
Obstruksi prasinusoid
3.
Oklusi vena splenik atau porta (thrombosis, tumor)
4.
Schistosomiasis
5.
Fibrosis hepatitis congenital
3
6.
Sarkoidosis
7.
Sinusoida
8.
Sirosis (semua kasus)
9.
Hepatitis alkoholik
10. Postsinusoidal 11. Penyakit oklusif vena 12. Penyakit budd-chiari 13. Perikarditis konstriktif 14. Peningkatan aliran darah porta 15. Fistula arterioporta 2.2.2 Etiologi Asites
(Nurarif & Kusuma, 2015) mengemukakan terdpat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan asites antara lain : 1.
Menurut teori underfilling : hipertensi porta, hipoalbunemia yang mengakibatkan volume cairan plasma menurun.
2.
Menurut teori overfilling
: peningkatan aktivitas hormon anti deuretik (ADH)
dan penurunan aktivitas hormon natriutik mengakibatkan ekspansi cairan plasma dan reabsorpsi air di ginjal. 2.3 Manifestasi Klinis Hipertensi Portal dan Asites 2.3.1 Manifestasi Klinis Hipertensi Portal
Menurut (Suslia Aklia, et al. 2014) terdapat beberapa manifestasi klinis pada hipertensi portal antara lain : 1. Pada klien dengan hipertensi porta, ketika pengkajian didapatkan jaringan pembuluh darah epigastrik sedikit berliku-liku yang bercabang akhir pada daerah umbilicus serta kearah depan sternum dan tulang rusuk (kaput medusae), pelebaran, limpa teraba, hemoroid internal, bruit yang mungkin terdengar di abdomen atas, dan asites, yang tipikal tampak ketika ada penyakit hati bersamaan. 2. Pengukuran langsung tekanan darah vena porta hanya mungkin selama laparotomi. Diagnosis hipertensi porta sering mendasarkan pada pengukuran tidak langsung tekanan porta-diperoleh pada scanning hati, splenoportografi, angiografi abdomen, atau biopsy hati- dan data laboratorium lain. Prosedur radiografi dan endoskopi digunakan untuk membedakan perdarahan varises dari tipe perdarahan GI lain.
4
2.3.2 Manifestasi Klinis Asites
Menurut (Erlan, 1997) terdapat beberapa tanda gejala yang ditemukan pada asites antara lain : 1. Positif bila terdapat lebih dari satu liter cairan. Ultrasonografi dapat mendeteksi cairan sejumlah 300 ml dan juga dapat memberikan informasi lainya. Fungsi diagnostik seringkali dilakukan bila penyebab asites tidak jelas. 2. Tampilan mikroskopis dari cairan fungsi (misal, kekeruhan menyatakan infeksi, adanya darah menyatakan kanker). Kandungan protein dari cairan asites pada sirosis tak berkomplikasi kurang dari 30 g/L. 3.
Asites eksudatif (kandungan protein lebih dari 30 g/L) ditemukan pada infeksi peritonium, kanker, asites kilus, dan asites akibat miksedema dan penyakit pankreas.
4. Peritonitis bakterialis spontan sering terjadi pada pasien sirosis (sekitar 10% kasus) dan perlu dicurigai bila hitung leukosit diatas 500/ul dan separuh populasi sel dalah sel polimorfonukrear. Sel mononukrear menonjol pada kanker, tuberkulosis dan penyakit pankreas. Peritoneoskopi atau laparotomi mungkin diperlukan bila diagnosis masi tetap kabur. 2.4 Epidemologi Hipertensi Portal dan Asites
Insidensi hipertensi portal pada pasien tanpa sirosis hepatis belum jelas. Diperkirakan terdapat 5-10% pasien hipertensi portal di negara maju dan mencapai sepertiga pasien sirosis di negara-negara berkembang. Insidensi di negara berkembang lebih tinggi oleh karena adanya peningkatan frekuensi komplikasi infeksi. Pada pasien sirosis, kejadian hipertensi portal sangat umum dan berhubungan dengan derajat keparahan penyakit hati. Penelitian otopsi melaporkan prevalensi hipertensi portal 6-64%, sementara itu penelitian melalui pemeriksaan ultrasonografi melaporkan prevalensi sebanyak 5-24%. Penelitian otopsi sebanyak 24.000 cadaver di negara Swedia tahun 1970-1982 menunjukkan prevalensi hipertensi portal sebanyak 1%. 8 Faktor predisposisi utama kejadian hipertensi portal antara lain sirosis hepar (28%), keganasan hepatobiliar primer dan sekunder (24% dan 44%), penyakit infeksi dan inflamasi abdominal mayor (10%), penyakit mieloproliferatif (3%), dan sebanyak 14% tidak memiliki faktor predisposisi.8,9 Predileksi seks kejadian hipertensi portal diketahui lebih banyak pada laki-laki (60%) dibanding pada wanita.
5
2.5 Patofisiologi Hipertensi Portal dan Asites 2.5.1 Patofisiologi Hipertensi Portal
Aliran darah normal untuk dan dari hati bergantung pada fungsi vena porta yang baik (70% aliran masuk), arteri hepatic (30% aliran masuk), dan vena hepatic (aliran keluar). Proses yang merusak hati atau pembuluh darah utamanya atau perubahan aliran darah melalui struktur ini betanggung jawab bagi perkembangan hipertensi porta. Hipertensi porta akibat dari peningkatan aliran darah pada vena porta maupun peningkatan resistansi terhadap aliran di dalam sistem vena porta. (Suslia Aklia, et al. 2014) mengemukakan hipertensi porta juga muncul dari obstruksi presinusoidal, baik di luar hati (seperti pada thrombosis vena porta) maupun di dalamnya (seperti schistosomiasis). Di samping itu, lesi mengarah pada hipertensi porta mungkin postsnusoidal, baik di dalam hati (seperti pada penyakit oklusif vena)maupun distalnya(seperti pada sindrom budd-chiari atau gagal jantung kanan). Jarang, hipertensi porta terjadi pada hati normal di mana peningkatan aliran masuk yang nyata di luar kapasitas vena porta untuk absorbsi. Fistula arteri – vena porta dan splenomegali massif akibat dari infeksi atau kanker adalah contoh dari hipertensi porta ini. Tingkat disfungsi bervariasi dengan proses kausatif, durasi proses dan karateristik individual klien. Tekanan darah vena porta normal adalah 5-10 mmHg. Hipertensi porta ada ketika tekanan meningkat 5 mmHglebih tinggi dibandingkan tekanan vena cava inferior. Pembuluh darah kolateral berkembang di dalam upaya untuk menyamankan tekanan antara dua sistem vena. Limpa dan organ lain yang kosong ke dalam sistem vena porta juga mengalami efek kongesti. Liat peta konsep pada memahami sirosis dan pengobatanya. 2.5.2 Patofisiologi Asites
(Suslia Aklia, et al. 2014) mengemukakan sebuah proses yang mengeblok aliran darah melalui sinusoid hati ke vena cava menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik didalam sistem vena porta. Paling umum, masalah ini berkembang dalam sirosis hati atau gagal jantung kanan. Sebagamana tekanan porta meningkat, plasma bocor langsung dari kapsul hati dan vena porta kongesti ke dalam ruang peritonium. Kongesti saluran limfa terjadi, mengarah pada kebocoran lebih plasma ke dalam ruang peritonium. Kehilangan protein plasma ke dalam cairan asites dari sistem bena porta mengurangi tekanan onkotik didalam kompartemen pembuluh darah. Penurunan tekanan osmotik membatasi kemampuan sistem pembuluh dalah menahan atau mengumpulkan air.
6
Selain itu, kerusakan hepatoselular mengurangi kemampuan hati menyintesis normal sejumlah albumin mengarah pada hipoalbuminea, yang dieksaserbasi oleh kebocoran protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah sirkulasi menurun dari kehilangan tekanan osmotik koloid. Sekresi aldosteron meningkat lalu merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air. Sebagai akibat kerusakan hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron. Sehingga retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume cairan asites meningkat.
7
Virus, alcohol
Kerusakan pada liver
Penurunan kemampuan
Tekanan aliran ke vena
pembentukan albumin
meningkat
Penurunan serum albumin
Tekanan hidrostatik kapileri meningkat
Penurunan tekanan osmotic koloid
asites
Penekanan diafrakma
Penurunan cairan
nyeri
Bendungan Bendungan inflamasi inflamasi di di vena vena porta porta
Menekan hepar
Menyimpan Ha dan H2O
Sirkulasi volume darah
meningkat
keseluruh tubuh menurun
Peningkatan hormone
Penurunan sirkulasi darah
aldosteron dan renin
ke ginjal
⁺
Kelebihan volume cairan
Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal
Sirkulasi darah keginjal
Peningkatan ruang paru
Resiko ketidakefektifan
Ketidakefektifan pola
perfusi ginjal
nafas
8
2.6 Komplikasi yang Terjadi pada Hipertensi Portal dan Asites 2.6.1 Komplikasi Hipertensi Portal
Terdapat beberapa komplikasi yang terjadi pada hipertensi portal antara lain : 1. Satu dari komplikasi paling serius yang melumpuhkan dari hipertensi porta adalah dilatasi vena rectal superior, vena dinding perut, dan vena esofagogastrik. Dengan kondisi seperti sirosis, tekanan darah vena porta meningkat, menyebabkan vena esophagus bengkak dan menggelembung. Vena yang bengkak, gembung disebut varises. Beberapa faktor dapat berkonstribusi untuk pecahnya varises. Peningkatan tekanan darah vena porta, peningkatan tekanan dada(batuk dan menekan feses), iritasi oleh makanan dan alcohol, serta erosi oleh lambung. Vena lambung dan esofagus adalah subjek paling banyak terjadinya pecah varises, ketika pecah terjadi,maka dikatakan telah terjadi kegawatdaruratan medis. 2. Mekanisme lain yang mengarah perdarahan melibatkan limpa. Vena limpa bergabung dengan vena menesterik superior membentuk vena porta. Ketika tekanan meningkat di dalam sistem vena porta, kerusakan limpa terjadi. Kerusakan vena tidak proporsional terhadap peningkatan tekanan darah vena porta. Oleh karena limpa membesar, ini merusak sel darah, khususnya trombosit, yang meningkatkan resiko perdarahan dan anemia. 3. Ensefalopati hepatikum adalah komplikasi hipertensi porta yang berbahaya sekali. Masalah ini biasanya muncul mengikuti periode perdarahan masuk ke dalam saluran GI. Darah yang masuk ini menempati isi dalam intestinal. Oleh karena darah adalah protein proses ini meningkatkan produksi ammonia di dalam intestinal dan aliran darah. Selanjutnya,ammonia yang berlebih mengganggu fungsi otak. 2.6.2 Komplikasi Asites
Beberapa komplikasi-komplikasi dari ascites dapat dihubungkan pada ukurannya. Akumulasi dari cairan mungkin menyebabkan kesulitan-kesulitan bernapas oleh penekanan diaphragma dan pembentukan dari pleural effusion. Infeksi-infeksi adalah komplikasi-komplikasi lain yang serius dari ascites. Pada pasien-pasien dengan ascites yang berhubungan dengan portal hypertension, bakteri bakteri dari usus mungkin secara spontan menyerang cairan peritoneal (ascites) dan menyebabkan infeksi. Ini disebut spontaneous bacterial peritonitis atau SBP. Antibodi adalah jarang pada ascites dan, oleh karenanya, respon imun pada cairan ascites adalah sangat terbatas. Diagnosis dari SBP dibuat dengan melakukan paracentesis dan menganalisa cairan untuk jumlah sel-sel darah putih atau bukti dari pertumbuhan bakteri.
9
Hepatorenal syndrome adalah komplikasi yang jarang, namun serius dan berpotensi mematikan (angka kelangsungan hidup rata-rata mencakup dari 2 minggu sampai kirakira 3 bulan) dari yang berhubungan dengan sirosis hati yang menjurus pada gagal ginjal yang progresif. Mekanisme yang tepat dari sindrom ini tidak diketahui dengan baik, namun ini mungkin berakibat dari perubahan dalam cairan, aliran darah ke ginjal yang terganggu, penggunaan yang berlebihan dari diuretics, dan pemasukan-pemasukan dari zat-zat kontras atau obat-obatan yang mungkin berbahaya untuk ginjal. (Suslia Aklia, et al. 2014) 2.7 Pemeriksaan Penunjang pada Hipertensi Portal dan Asites 2.7.1 Pemeriksaan Penunjang pada Hipertensi Portal
a. Analisa cairan asites Untuk memeriksa warna, kadar protein, hitung sel bakteri, dan keganasan. Asites biasanya berwarna kekuningan pada sirosis, kemerahan pada keganasan, dan keruh pada infeksi. Hitungleukosit adalah >250 PMN/mL pada peritonitis bakterialis. Pemeriksaan sitologi bisa menegakkandiagnosis keganasan. Pada pankreatitis juga bisa terjadi asites, jadi amilase harus diukur. b. USG abdomen Digunakan untuk mengukur ukuran hati (kecil pada sirosis), tanda-tanda hipertensi portal(splenomegali), dan lebamya vena portal dan vena hepatika (untuk menyingkirkan dugaantrombosis vena hepatika dan sindrom Budd-Chiari). Juga bermanfaat untuk menemukan kelainanfokal (mengarahkan dugaan ke keganasan diseminata) dan untuk diagnosis tumor intraabdomen(misalnya tumor ovarium). c. Tes darah Tes biokimia dan tes fungsi hati d. untuk mencari penandasirosis hepatis (kadar albuminrendah, hiperbilirubinemia, kenaikan enzim hati, trombositopenia, dan lain-lain). Pemeriksaanpenanda tumor jika ada dugaan keganasan (terutama -fetoprotein untuk hepatoma, CA 125untuk kanker ovarium)VI. 2.7.2 Pemeriksaan Penunjang pada Asites
1. Pemeriksaan Laboratorium Serum ascites albumin gradient (SAAG) Jika >1,1 mg/dL sangat mungkin sirosis hepatis Jika <1,1 mg/dL cari penyebab lain Neutrofil > 250/mm3 cairan ascites menunjukkan adanya infeksi atau keganasan.
10
2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Portal dan Asites 2.8.1 Penatalaksanaan pada Hipertensi Portal
(Suslia Aklia, et al. 2014) Penatalaksanaan hipertensi portal dengan beberapa metode berikut ini antara lain : a. Managemen Medis
1. Skeloroterapi Melakukan skeloroterapi, operator memasukan endoskopi kedalam esofagus dan menyuntikn agens sklerotik (misalnya morrhuate sodium ) yang mngalir kefarises. Agen sklerotik awalnya menyebabkan inflamasi dinding vena dan selanjutnya dinding vibrosis. Operator mungkin memberikan suntikan ulang pada peiode beberapa minggu sampai varises tidak lagi menonjol. 2. Pintas
transjugular
portosis
temik
intrahepatik
(transjugular
intrahepatik
portoistemik shaunt {TIPS} ) Selama bertahun-tahun prosedur pembedahan dekompresi digunakan untuk menurunkan tekanan porta pada klien dengan perdarahan varises esofagus. Angka harapan hidup pada klien hepatitis tidak ada, namun, membaik dengan pembedahan pintas vena porta – sistemik (vortosistemik}. Dekompresi sekarang dapat dilakukan tanpa pembedahan yaitu melalui pemasangan pintas portos sistemik perkutanius, disebut pintas trans jugular portos sistemik hitrahepatik (TIPS). Dalam prosedur ini sebuah ekspandable metal stent dimasuan dengan bantuan fluoroskopi kedalam vena hepatik selama anggiogram dan terus berjalan melalui hati untuk membuat saluran orta sava langsung. Secara fisiologis TIPS serupa dengan pembedahan pirausisi ke sisi. Pemasangan berhasil dilakukan dari 90% dan perdarahan dapat dikendali pada 90% sampai 95% klien. Metode ini menawarkan alternative pembedahan untuk perdarahan yang sukar disembuhkan yang disebabkan oleh hipertensi porta. Namun begitu, prosedur ini memiliki beberapa kesulitan. Stent sering mengalami stenosis atau ersumbat selama berbulan bulan, sehingga mendesak kebutuhan bagi TIPS lain atau pendekatan lain. Juga, memungkinkan ensevalopati bekembang. TIPS seharusnya diperuntukan bagi klien yang diperikrakan akan mengalami resiko pembedahan yang buruk atau yang mengalami kegagalan dalam penatalaksanaan endoskopik atau medis. 3. Vasopresin Ketika varises pecah, varopresin iV diberikan secara rutin untuk menghentikan perdarahan varises. Pemberian vasopressin dapat menurunkan tekanan porta
11
sementara. Obat ini megurangi aliran darah vena porta dengan mengontriksikan arteri
averen. Infuse langsung vasofresin kedalam areteri mesenteric superior
banyak efekstif. Efek samping serius termasuk hipotermi, iskemia saluran GI dan miokard serta gagal ginjal akut. Oleh karena itu, hal ini kontrair dikasih pada kilen dengan infark miokard. Vasopressin mungkin diberikan bersama dengan nitrokliserin,
yang
diberikan
IV,
sublingual
atau
dengan
temple
untuk
meminimalkan efek samping vasoontriksi. Alternatifnya, somatostatin paling tidak se evetik vasovresin, terapi obat mungkin menghentikan pendarahan, tapi tidak memengaruhi harapan hidup. 4. Agen penghambat beta-adrenergic Keefektifan agen penghambat beta-adrenergik (misalnya prapanolol {inderal}, metoprolol {lopressor} atau nadolol {kogats}) pada penatalaksanaan perdarahan varises akut terbatas karena menurunkan denyu jantung (an tekan darah) da menyamarkan gejala awal hipoglikemia ; namun, penelitian mengesankan bahwa terapi tersebut telah efektif dalam mencegah episode pertama perdarahan varises atau episode setelah perdarahan awal. 5. Temponade balon Menggunakan tekanan dengan temponade balon terhadap varises yang pecah mungkin dapat menghentikan perdarahan. Untuk intervensi ini dokter memasukan selang sengstaken-blakemore atau Minnesota kedalam lambung dan memompa esofagus dan balon lambung. Tekanan balon esofagus terhadap varises mungkin menghentikan perdarahn. Ini penting untuk mengelurakan tekanan ini secara veriodik untk mencegah nekriosis jaringan. Balon esofagus tidak boleh dibiarkan dalam kedaan terpompa lebih dari 24 jam. Juga, ini penting untuk membuang sekresi dan alifa yang mengumpul diatas balon untuk mencegah aspirasi. Selang minnesota memiliki pntu tambahan untuk aspirasi sekresi diatas esofagus balon. Pastikan bahea balon lambung dipompa untuk mencegah migrsai selang. Anda juga seharusnya memiliki gunting pada sisi tempat tidur agar dapat membuang selang saat emerjensi. Komplikasi tamponade balon terjadi lebih daeri 15 % temasuk pneumonitis dan juga pecah esofagus. Intervensi ini sudah jarang dilakukan saat ini selama pengobatan lain tersedia. Namun begitu, penggunaan tamponade dapat mencapai stabilisasi klien sehingga skleroterapi atau pembedahan menjadi pengobatan pilihan.
12
b. Managemen Bedah
1. Ikatan Ligasi Endoskopik Pada prosedur ini varises esofaus diligasi dan distrangulasi dengan cincin bulat elastic kecil ditempatkan pada tempat yang sesuai selama endoskopi. Ikatan ligasi terbukti paling tidak efektif dibandingkan skleroterapi dalam mengontrol perdarahan varises akut dan mencegah perdarahan kembali. Oleh karena komplikasi terkait pengobatan dengan ikatan ligasi lebih jarang, maka prosedur ini dianjurkan untuk obliterasi jangka panjang varises yang telah perdarahan. 2. Pintas Transjugular Postosistemik Intrahepatik TIPS mucul sebagai teknik membuat pintasan portosistemik melalui pendekatan perkutaneus. 3. Pintas Portosistemik Beberapa prosedur pembedahan dapat digunakan untuk mengurangi bahaya dari varises disebabkan oleh hipertensi porta. Prosedur ini melibatkan anastomosis system vena porta tekanan tinggi ke system vena sistemik tekanan rendah. Ini membuat pintasan portosistemik. Pembedahan pembuatan pintasan portosistemik mengurangi hipertensi porta dengan mengirim darah vena porta langsung ke dalam vena cava inferior, dengan pintasan hati. Pembuluh darah lain mungkin berubah, bergantung pada tipe pintasan terpilih. Prosedur tersebut menurunkan tekanan darah vena porta, selanjutnya menurunkan risiko pecahnya varises esophagus. Figus 47-4 menggambarkan beberapa prosedur pintasan portosistemik (vena porta-vena cava). a) Indikasi Meskipun bedah pintasan mengurangi risiko perdarahan ulang, kematian klien secara keseluruhan yang menjalani pembedahan sending dengan klien yang ditata laksana secara medis. Kesamaan hasil terkait peningkatan insidensi ensefalopati pada klien yang ditata laksana secara pembedahan ketika darah pintasan tidak bersih dari bahan toksik dan insiden kematian lebih tinggi dari gagal hati progresif dengan peningkatan usia. Untuk alas an ini, bedah pembuatan pintasan portosistemik ditujukan bagi klien yang tidak respons terhadap pengobatan lain dan yang siapa saja, meskipun skleroterapi endoskopik berkala , kehilangan cairan dan darah, serta aestesi pembedahan.
13
b) Kontraindikasi Kontraindikasi utama prosedur pintasan portosistemik adalah konsidi kesehatan umum yang buruk sehingga klien tidak mampu menahan trauma, kehilangan cairan dan darah, serta anestesi pembedahan. c) Komplikasi Komplikasi utama setelah prosedur pintasan adalah bekteremia dan DIC, gagal jantung, pembekuan pintasan, dan ensefalopati hepatikum. Klien harus dimonitor secara ketat untuk mendeteksi onset komplikasi ini dan tindakan koreksi perlu diimplementasikan secepatnya jika komplikasi muncul. d) Hasil yang Diharapkan Klien yang menjalani prosedur pintasan portosistemik perlu pembedahan karena metode pengendalian perdarahan lain sudah tidak berhasil. Tujuan prosedur ini adalah : 1. Mengurangi aliran darah vena porta yang cukup untuk mencegah perdarahan varises. 2. Cukup menjaga aliran darah masuk ke hati untuk mencegah ensefalopati hepatikum dan gagal hati. 3. Meningkatkan kenyamanan klien (pintasan adalah prosedur paliatif). 2.8.2 Penatalaksanaan pada Asites
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien asites antara lain : 1. Nutrisi Membatasi pemasukan sodium (garam) makanan kurang dari 2 gram
per hari.
Konsultasi dengan ahli nutrisi dalam rangka pembatasan garam harian dapat sangat bermanfaat untuk pasien – pasien dengan asites. 2. Diuretik Pemberian diuretik dapat meningkatkan ekskresi air dan garam dari ginjal. Regimen deuretik yang direkomendasikan kombinasi dan spironolactore (Aldactone) dan furosemide (Lasix) dosis tunggal harian dari 100 miligram spironolactone dan 40 miligram furosemide adalah dosis awal yang biasanya direkomendasikan. Ini dapat ditingkatkan secara berangsur angsur untuk memperoleh respon yang tepat pada dosis maksimum 400 miligram spironolactone dan 160 miligram furosemide, sepanjang pasien dapat mentolerir peningkatan dosis tanpa efek samping. 3. Therapeutic paracentesis
14
Untuk pasien – pasien yang tidak merespon dengan baik pada regimen diatas. Therapeutic paracentesis dapat dilakukan untuk mengeluarkan jumlah cairan yang banyak. Sekitar 4 sampai 5 liter dari cairan dapat dikeluarkan secara aman dengan prosedur ini setiap waktu. Untuk pasien – pasien dengan maglinant ascites, prosedur ini mungkin juga adalah lebih efektif dari pada penggunaan diuretik. 4. Operatif Untuk kasus yang lebih berat, prosedur operasi mungkin perlu untuk mengontrol ascites. Tranjugular Intrahepatic Portosystemic Shunts (TIPS) adalah prosedur yang dilakukan melalui internal jugular vein dibawah pembiusan likal oleh intraventional radiologist. Shunt ditempatkan diantara portal venous system dan systemic venous system sehingga mengurangi tekanan portal. Prosedur ini dicadangkan untuk pasien yang mempunyai respon yang minimal pada perawatan medis yang agresif. 5. Transplantasi hati Transplantasi hati melibatkan proses yang sangat sulit dan berkepanjangan serta memerlukan
pengamatan
dan
manajemen
yang
transplantasi. 2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi Portal dan Asites A. Pengkajian
1) Identitas 2) Data Subjektif a. Kehilangan selera/ nafsu makan (anorexia) b. Merasa mudah kenyang (early satiety) c. Mual (nausea), muntah. d. Nafas pendek / sesak e. Nyeri perut (abdominal pain) f. Nyeri ulu hati atau sensari terbakar / nyeri dada g. Pembengkakan kaki h. Peningkatan berat badan i. Sesak nafas saat berbaring (orthopnea) j. Ukuran perut membesar
3) Data Objektif a. Shifting dullnes atau flank dullnes b. Fluid thrill
15
sangat
ketat
oleh
spesialis
c. Fluid wave d. Puddle sign 4) Pemeriksaan Fisik Hal – hal yang seringkali ditemukan pada penderita Asites antara lain : a. Demam b. Distensi perut c. Ditensi vena jugularis d. Ensefelopati e. Hernia umbilikus f. Kulit kekuningan, ikterus g. Pembesaran hati/hepar h. Pembesaran limpa i. Perdarahan sistem pencernaan j. Perut membesar B. Diagnosa Keperawatan
I.
Ketidakefektifan pola nafas b.d deformitas dinding dada (diafragma menekan paru), ekspansi menurun.
II.
Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi, gangguan absorbs dan metabolisme (penuruan fungsi ginjal).
III.
Gangguan integritas kulit b.d imubilitas, edema, dan tekanan abdomen.
IV.
Nyeri akut b.d pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta
V.
Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal b.d nekrosis di jaringan, penurunan sirkulasi darah ke ginjal.
16
C. Intervensi
Tgl/Jam 14/05/2016 08.00
No.Dx Keperawatan I
Tujuan Setelah
Kriteria Hasil
dilakukan
a. Mendemonstrasikan batuk
Intervensi Tindakan Mandiri
tindakan
efektif dan suara napas
Airway Management
keperawatan selama
yang bersih, dyspneu
a. Auskultasi suara nafas, catat adamya suara tambahan
2x24 jam diharapkan
(mampu bernafas dengan
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
pernapasan
mudah)
c. Lakukan fisioterapi bila perlu
pasien
dalam batas normal
b. Menunjukkan kepatenan
d. Atur intake untuk cairan mengontrol keseimbangan
jalan nafas (klien tidak
e. Monitor respirasi dan status O2
merasa tercekik, irama
Vital Sign Monitor
nafas, frekuensi
a. Monitor TD, N, RR, S
pernapasan dalam rentang
b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
normal, tidak ada suara
c. Monitor pola pernapasan abnormal
nafas abnormal)
d. Monitor suhu, warna dan kelembapan kulit
c. Tanda tanda vital dalam rentang normal : TD:120/80mmHg RR:12 – 20 x/mnt N: 60 – 100x/mnt S: 36,5 – 37,0C
17
e. Monitor sianosis perifer f. Monitor adanya tekanan nadi yang melebar, bradikardi dan peningkatan sistolik
14/05/2016
II
09.00
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
a. Terbebas dari edema, efusi, anaskara b. Bunyi nafas bersih, tidak
2 x 24 jam
ada dipsneu/ortopneu
diharapkan
c. Terbebas dari distensi
Tindakan Mandiri Fluid Management a. Observasi intake dan output makanan / cairan yang akurat dan hitung intake kalori b. Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan
vena jugularis, reflek hepatojugular (+) d. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler
(BUN, Hmt, osmolalitas urine) c. Monitor status hemodinamik d. Monitor vital sign e. Monitor indikasi retensi kelebihan cairan (cracles,
paru, output jantul dan
edema, distensi vena leher, asites)
vital sign dalam batas
f.
normal
Fluid Monitoring
e. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan f. Menjelaskan indikator kelebihan cairan
Kaji lokasi dan luas edema
a. Tentungkan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan. b. Monitor serum dan elektrolit urine c. Monitor serum dan osmilalitas urine d. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
14/05/2016 10.00
III
Setelah dilakukan tindakan
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan 18
Tindakan Mandiri a. Ubah posisi klien dengan sering
keperawatan selama 1 x 24 jam
(sensasi, elastis,
b. Beri dukungan adekuat untuk distensi abdomen
temperatur, hidrasi,
c. Jika
klien
telah
diharuskan
untuk
tirah
baring,
diharapkan klien mampu menunjukkan integritas jaringan
pigmentasi) b. Perfusi jaringan baik c. Mampu melindungi kulit
rekomendasikan
kasur
khusus
digunakan
untuk
mencegah kerusakan kulit d. Periksa kulit klien setiap hari, beri lotion dan krim
kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan
e. Perhatikan laken yang digunakan, jika sudah kotor maka segera untuk diganti
perawatan alami
14/05/2016 10.30
IV
Setelah dilakukan tindakan
a. Menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara
keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien mampu mengontrol
alternatif untuk redakan
Tindakan mandiri : d. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi
nyeri,
karakteristik,
frekuensi,
durasi,
dan
intensitas (skala 0-10) dan faktor pencetus.
nyeri. b. Melaporkan bahwa
nyeri tingkat nyeri pasien
19
e. Obsevasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
berkurang (pada skala
f.
nyeri 0 - 10) c. Tampak rileks, mampu
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis seperti, hipnosis, distraksi relaksasi, kompres hangat.
g. Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis., reposisi,
tidur/istirahat dengan
gosokan punggung) dan aktifitas hiburan (mis., musik,
tepat
televisi).
d. Mengenali faktor – faktor
h. Evaluasi penghilangan nyeri / kontrol. Nilai aturan
yang meningkatkan nyeri dan melakukan tindakan pencegahan nyeri
pengobatan bila perlu i.
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi respons pasien terhadap ketidaknyamanan (misalnya suhu ruangan, pencahayaan dan kegaduhan).
14/05/2016 11.00
V
Setelah dilakukan tindakan
a. Tekanan systole dan diastole dalam batas
keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien mampu
balance, urinary
a. Observasi status hidrasi (kelembapan membran mukosa, TD ortotastik dan keadaan keadekuatan dinding nadi)
normal 120/80 mmHg b. Tidak ada gangguan mental, orientasi kognitif
menunjukkan base balance, fluid
Tindakan Mandiri
b. Monitor HMT, ureum, albumin, total protein, serum osmolalitas, dan urine c. Observasi tanda – tanda cairan berlebih/retensi (CVP meningkat, edema dan asites)
dan kekuatan otot c. Intake output seimbang 20
d. Pertahankan intake dan output secara akurat e. Monitor TTV
eliminasion
d. Tidak ada edema perifer
f.
Mobitor hemodinamik status
dan asites e. Membran mukosa lembab
D. Discharge Planning
1. Tirah baring 2. Diet membatasi asupan natrium (garam), diet untuk < 2 gram per hari dan penggunaan diuretik (pil air) 3. Terapi diuretik 4. Kenali gejala dan penyebab yang ditimbulkan penyakit 5. Transplantasi hatipatofisiologi 6. Menghindari minum alkohol 7. Obat – obat antiperadangan nonsteroid (Ibuprofen (Advil, Motrin dll). Juga harus dibatasi pada pasien pasien dengan cirrhosis karena mereka mungkin mengurangi aliran darah ke ginjal, jadi membatasi ekskresi pengualaran garam dan air.
21
BAB III KASUS 1.
Kasus
Tn. A berusia 35 tahun bekerja sebagai fotografer masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri di area ulu hati seperti terbakar sehingga pasien sulit bergerak dan berkurang rasa sakitnya apabila dibuat duduk dalam posisi setengah duduk. Rasa sakit tersebut muncul bila Tn. A duduk atau terlalu banyak bergerak sehingga Tn. A hanya berada di tempat tidur. Tn. A mengatakan sakitnya sudah sejak beberapa hari yang lalu namun tidak dapat ditahan sejak 2 hari sebelum MRS. Pasien juga mengeluh mual dan tidak nafsu makan. Pasien juga mengatakan sering sesak nafas akibat perutnya membesar dan BAB hitam. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit BB pasien 60 kg. Tidak ada riwayat penyakit kronis atau keganasan pada keluarga. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak grimace, gelisah, sklera ikterik, distensi vena jugularis (+), jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan splenomegali dan hepatomegali, terdapat shifting dullness, perut membesar dan juga edema pada kedua tungkai. Skala nyeri 6, BB : 64 kg, TB : 170 cm dan TTV (TD : 150 / 100 mmHg, RR : 27 x/menit, N: 120 x/menit, S: 37.0 oC). Pada pemeriksaan laboratorium diperoleh data Hb : 9 gr/dl, Ht : 24 gr/dl, trombosit : 95.000/mm 3, leukosit : 8890/mm 3. Pasien diberikan terapi pembatasan sodium dalam makanan, serta pemberian spironolactone 100mg/hari dan furosemide 40mg/hari.
22
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas Klien
Nama
: Tn. A
Umur
: 52 tahun
No. Reg
: 667788
Jenis Kelamin
: Laki – Laki
Alamat
: Wagir – Malang
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Fotografer
Tanggal MRS
: 03 Juni 2016 Jam 08.40 WIB
Tanggal Pengkajian : 03 Juni 2016 Jam 09.30 WB Diagnosa Medis
: Hipertensi Portal dengan Komplikasi Asites
2. Status Kesehatan
a. Keluhan Utama Saat MRS : nyeri di area ulu hati seperti terbakar sehingga pasien sulit bergerak dan berkurang rasa sakitnya apabila dibuat duduk dalam posisi sete ngah duduk. Saat Pengkajian : Pasien mengatakan nyeri ulu hati, seperti terbakar, skala nyeri 6. Rasa sakit tersebut muncul bila Tn. A duduk atau terlalu banyak bergerak. Tn. A mengatakan nyerinya sudah sejak beberapa hari yang lalu namun tidak dapat ditahan sejak 2 hari sebelum MRS b. Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien mengatakan bahwa sejak 02 Juni 2016 pasien mengalami mual muntah disertai darah serta nyeri pada area di area ulu hati dan memburuk pada 03 Mei 2016. Kemudian pasien dibawa ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen Pada tanggal 03 Juni 2016 jam 09.00 WIB dan dirawat diruang Diponegoro.
23
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu Pasien mengatakan pada tahun 2014 pasien diketahui menderita hipertensi portal dan telah 3 kali dilakukan biopsi hati. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit kronis atau keganasan pada keluarga. 3. Pola Aktivitas Sehari – Hari (ADL)
a. Pola aktivitas – latihan Di Rumah
: Pasien melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri namun sebagian dibantu oleh keluarga
Di RS
: Aktivitas pasien seluruhnya dibantu oleh keluarganya
b. Pola Nutrisi Di Rumah
: Pasien makan 3 x/ sehari dengan menu nasi, sayur, lauk pauk porsi cukup dan dihabiskan. Menurut keluarga pasien < 1 minggu sebelum MRS nafsu makan pasien menurun. Pasien minum air putih
15 gelas /hari (3500 cc), pasien sering
merasa haus sehingga pasien banyak mengkonsumsi air putih. Di Rs
: Pasien makan Diit retriksi Na/rendah garam 3x sehari.
c. Pola Eliminasi Di Rumah
: Pasien BAB 1 x/ hari, feses bewarna hitam BAK 2 x/hari, warna kuning keruh
Di RS
: Pasien BAB 1 x/ hari, feses bewarna hitam BAK 2 x/ hari.
d. Pola Istirahat – Tidur Di Rumah
: Pasien tidur malam < lebih 7 jam / hari, namun terkadang sering terbangun akibat sesak yang dirasakan saat berbaring. Kadang klien tidur siang < lebih 1 jam / hari
Di RS
: Pasien tidur <7 jam / hari, sering terbangun tengah malam karena nyeri yang kambuh.
e. Pola Kebersihan Diri Di Rumah
: Pasien mandi 2 x/hari, menggosok gigi, ganti pakaian 2x/hari , keramas 2 x/hari, memotong kuku 1 minggu sekali.
24
Di RS
: Pasien di seka 2x/ hari, tidak menggosok gigi, tidak keramas, tidak memotong kuku.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
: Lemah, kesadaran compos mentis, GCS 4 5 6
TTV TD
: 130/90 mmHg
RR
: 25x/mnt
S
: 39,0OC
N
: 110x/mnt
e. Kepala Leher Kepala
: Bentuk bulat, rambut hitam, penyebaran rambut merata, benjolan (-), nyerti tekan (-) Pasien tampak grimace
Mata
: Simetris, konjungtiva anemis, sklera iterik, pupil isokor
Hidung
: Hidung simetris,
pernapasan cuping hidunh(+), massa/
benjolan (-), nyeri tekan (-) Mulut
: Mukosa bibir kering, stomatitis (-), mulut bau.
Telinga
: Telinga simetris, benjolan/defirmitas (-), nyeri tekan (-)
Leher
: Distensi vena jugularis (+), pembesaran kelenjar tyroid(-)
f. Dada
: Bentuk dada normal chest, lesi (-)
Paru
: Retrasksi interkosta(+), nyeri tekan (-), perkusi sonor, suara nafas vesikuler
Jantung
: Pulpasi ictus cordis tidak terlihat, perkusi pekak, auskultasi BJ I tunggal, BJ II tunggal
g. Abdomen
: Bentuk abdomen membesar, nyeri tekan epigastrik (+), distensi abdomen (+), Splenomegali schufner IV, splenomegali dan hepatomegali, terdapat shifting dullness (+), undulating fluid wave (+).
h. Genitalia
: Pembesaran kelenjar prostat (-)
i. Ekstermitas
:
Edema
Kekuatan Otot
-
-
+
+
5
4
25
5
4
5. Pemerikasaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 3 Juni 2016 Jam 08.50 WIB)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Hemoglobin
9 gr/dl
L 13,5 – 18
P 12 – 16
Hematokrit
24 gr/dl
L 40 - 54
P 35 – 47
Trombosit
95.000/mm 3
150.000 – 450.000
Leukosit
8890/mm 3
6. Terapi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian : Spironolactone 100mg/hari dan furosemide 40mg/hari
26
4000 – 11.000
B. Analisa Data
Nama : Tn. A
No. Reg : 667788
Umur : 35 tahun
Dx. Medis: Asites
No
1
Data
DS : -
-
Etiologi
Gangguan mekanisme
Pasien mengatakan merasa regulasi, gangguan mual dan tidak nafsu
absorbs dan
makan
metabolisme (penuruan
Pasien mengatakan sering
fungsi ginjal).
merasa kelelahan DO : -
Intake : Pasien sering merasa haus sehinga dalam sehari pasien minum air putih 20 gelas/ hari Output : BAK 2x/hari
-
Shifting dullnes (+)
-
Undulating wave (+)
-
Distensi vena jugularis (+)
-
Dipsnea
-
Hepatomegali
-
Edema pada kedua tungkai
-
Peningkatan berat badan, tiga hari sebelum MRS BB awal 60 kg, BB sekarang 64 kg
-
TTV (TD : 150 / 100 mmHg, RR : 27 x/menit,
27
Masalah Keperawatan
Kelebihan volume cairan
N: 120 x/menit, S: 37.0oC)
2
-
Hb : 9 gr/dl
-
Ht : 24 gr/dl
-
trombosit : 95.000/mm 3
DS : -
Pembengkakan hepar
Pasien mengatakan nyeri
yang mengalami
di area ulu hati seperti
inflamasi hati dan
terbakar
bendungan vena porta
Nyeri
DO : -
Pasien tampak grimace
-
Skala nyeri 6 TTV (TD : 150 / 100 mmHg, RR : 27 x/menit, N: 120 x/menit, S: 37.0oC)
DS : -
3
Deformitas dinding
Ketidakefektifan pola
Pasien mengatakan sesak
dada (diafragma
nafas
saat berbaring
menekan paru),
DO : -
Dipsnea
-
RR :27x/mnt
ekspansi menurun.
28
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn. A
No. Reg : 667788
Umur : 35 tahun
Dx. Medis: Asites
No.
Tgl Pemeriksaan
Diagnosa
Kelebihan volume cairan b/d Gangguan mekanisme regulasi, 1
03 Juni 2016
gangguan absorbs dan metabolisme (penuruan fungsi ginjal). Nyeri b/d Pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi
2
03 Juni 2016
hati dan bendungan vena porta Pola nafas tidak efektif b/d Deformitas dinding dada
3
03 Juni 2016
(diafragma menekan paru), ekspansi menurun.
29
D. Intervensi Keperawatan
Nama : Tn. A
No. Reg : 667788
Umur : 35 tahun
Dx. Medis: Asites
Tgl/ Jam
03/06/2016 08.00 WIB
No. Dx
1
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan
a. Asites berkurang
keperawatan selama 3 x 24
b. Tidak ada edema
jam diharapkan status
c. Distensi vena jugularis (-)
b. Monitor vital sign
normovolemik akan
d. Tidak ada dispnea (-)
c. Monitor distensi vena jugularis
terpelihara yang dibuktikan
e. Vital sign dalam batas
d. Kaji lokasi dan luas edema
dengan lingkar perut stabil
normal
atau menurun serta laju dan
-
irama pernapasan teratur.
a. Beri KIE mengenai masalah dan tindakan yang akan dilakukan
e. Observasi intake dan output makanan / cairan yang akurat dan hitung intake kalori
TD : 110 – 130 / 80 – 90 mmHg
f.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
-
RR : 16 – 24 x/mnt
diet pada pasien dngan retriksi Natrium/
-
N : 60 – 100 x/mnt
rendah garam.
-
S : 36.5 – 37.5 oC
g. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian deuritik furosemide 40mg/hari.
03/06/2016 09.00 WIB
2
Setelah dilakukan tindakan
a. Menyatakan secara verbal
a. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif
keperawatan selama 1 x 24
pengetahuan tentang cara
meliputi lokasi nyeri, karakteristik, frekuensi,
jam diharapkan klien mampu
alternatif untuk redakan
durasi, dan intensitas (skala 0-10) dan faktor
mengontrol nyeri
nyeri.
pencetus.
b. Melaporkan bahwa tingkat 30
b. Obsevasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
nyeri pasien berkurang
c. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
(pada skala nyeri 0 - 10) c. Tampak rileks, mampu
seperti, hipnosis, distraksi relaksasi d. Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis.,
tidur/istirahat dengan tepat
reposisi, gosokan punggung) dan aktifitas
d. Mengenali faktor – faktor yang meningkatkan nyeri
hiburan (mis., musik, televisi). e. Evaluasi penghilangan nyeri / kontrol. Nilai
dan melakukan tindakan pencegahan nyeri
aturan pengobatan bila perlu. f.
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi
respons
pasien
terhadap
ketidaknyamanan (misalnya suhu ruangan, pencahayaan dan kegaduhan). g. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik. 03/06/2016 10.00 WIB
3
Setelah dilakukan tindakan
a. Mendemonstrasikan batuk
keperawatan selama 2 x 24
efektif dan suara napas
Airway Management
jam, diharapkan pernapasan
yang bersih, dyspneu
a. Auskultasi suara nafas, catat adamya suara
pasien dalam batas normal
(mampu bernafas dengan mudah) b. Menunjukkan kepatenan jalan nafas (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernapasan
31
Tindakan Mandiri
tambahan b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi c. Lakukan fisioterapi bila perlu d. Atur
intake
untuk
cairan
keseimbangan e. Monitor respirasi dan status O 2
mengontrol
dalam rentang normal,
Vital Sign Monitor
tidak ada suara nafas
a. Monitor TD, N, RR, S
abnormal)
b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c. Tanda tanda vital dalam
c. Monitor pola pernapasan abnormal
rentang normal :
d. Monitor suhu, warna dan kelembapan kulit
TD:120/80mmHg
e. Monitor sianosis perifer
RR:12 – 20 x/mnt
f. Monitor adanya tekanan nadi yang melebar,
N: 60 – 100x/mnt S: 36,5 – 37,0C
32
bradikardi dan peningkatan sistolik
E. Implementasi
Nama : Tn. A
No. Reg : 667788
Umur : 35 tahun
Dx. Medis: Asites
Tgl/ Jam
03/06/2016 08.0 IB
No.
Implementasi
Dx
1
TTD
a. Beri KIE mengenai masalah dan tindakan yang akan dilakukan b. Memonitor vital sign c. Memonitor distensi vena jugularis d. Mengkaji lokasi dan luas edema e. Mengobservasi intake dan output makanan / cairan yang akurat dan hitung intake kalori f. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian terapi diet retriksi Na/ rendah garam g. Berkolaborasikan dengan dokter dalam pemberian spironolactone 100mg/hari dan furosemide 40mg/hari.
03/06/2016 09.00 WIB
2
a. Melakukan
pengkajian
nyeri
yang
komprehensif meliputi lokasi nyeri, karakteristik, frekuensi, durasi, dan intensitas
(skala
0-10)
dan
faktor
pencetus. b. Mengobsevasi
isyarat
nonverbal
ketidaknyamanan c. Mengajarkan
penggunaan
nonfarmakologis
seperti,
teknik hipnosis,
distraksi relaksasi d. Memberikan dasar
tindakan
(mis.,
kenyamanan
reposisi,
gosokan
punggung) dan aktifitas hiburan (mis., musik, televisi).
33
e. Mengevaluasi penghilangan nyeri / kontrol. Nilai aturan pengobatan bila perlu. f. Menjaga
lingkungan
pasien
tetap
nyaman g. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik 03/06/2016 10.00 WIB
3
a. Memonitor TD, N, RR, S b. Meauskultasi suara nafas, catat adamya suara tambahan c. Memposisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi d. Melakukan fisioterapi bila perlu e. Mengatur
intake
untuk
mengontrol keseimbanga f. Memonitor respirasi dan status O2
34
cairan
F.
Evaluasi
Nama : Tn. A
No. Reg : 667788
Umur : 35 tahun
Dx. Medis: Asites
No. Dx
Tgl/Jam
Evaluasi
I
06/06/2016
S:
08.00 WIB
-
Pasien mengatakan mual berkurang dan nafsu makan mulai meningkat
O: -
Asites berkurang
-
shifting dullness (-), undulating fluid wave (-).
-
Hepatomegali (-)
-
Edema pada kedua tungkai(-)
-
Distensi vena jugularis (-)
-
Dispnea (-)
-
Intake cairan : 8 gelas / hari (2500 cc) Output cairan :
Urin : 1500 cc
Penurunan berat badan, BB awal 64 kg, BB
-
sekarang 60 kg TTV
-
TD : 120 / 90 mmHg RR : 20 x/menit N: 100 x/menit S: 36.0oC A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi II
06/06/2016
S :
09.00 WIB
-
Pasien mengatakan nyeri berkurang
O: -
Skala nyeri 1
-
TTV
35
TTD
TD : 120 / 190 mmHg RR : 20 x/menit N: 100 x/menit S: 36.0oC A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi III
05/06/2016
DS :
10.00 WIB
-
Pasien mengatakan sesak berkurang saat berbaring
DO : -
Dipsnea (-)
-
RR :20x/mnt
A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi
36
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Menurut (Hartanto., Huriawati, 2005) hipertensi portal adalah meningkatnya gradien tekanan porto sistemik pada sistem vena porta. Hipertensi portal dapat disebabkan akibat kelainan pre hepatik misal trombosis pada vena lienalis atau venoa porta, kelainan post hepatik misal budd-chiari syndrome, atau penyebab intrahepatik non sirotik misal skistosomiasis, sindrom obstuksi sinusoidal. (Suslia Aklia, et al. 2014) menegaskan bahwa penyebab paling umum hipertensi porta adalah sirosis, banyak kasus hipertensi porta di AS berhubungan dengan sirosis. Vena porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus,tumor adalah penyebab paling sering berikutnya. (Nurarif & Kusuma, 2015) mengemukakan asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritonium. Pada dasarnya penimbunan cairan di peritonium dapat terjadi melaui
2
mekanisme
dasar
yaitu
transudasi
(contoh
sirosis
dan
hipertensi)
dan
eksudasi.Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan asites antara lain hipertensi porta, hipoalbunemia yang mengakibatkan volume cairan plasma menurun. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada hipertensi portal antara lain : Skeloroterapi, Pintas transjugular portosis temik intrahepatik (transjugular intrahepatik portoistemik shaunt {TIPS} ). Sedangkan penatalaksanan asites antara lain Membatasi pemasukan sodium (garam) makanan kurang dari 2 gram per hari. Konsultasi dengan ahli nutrisi dalam rangka pembatasan garam harian dapat sangat bermanfaat untuk pasien – pasien dengan asites. 5.2 Saran
Demikian makalah yang dapat penulis paparkan mengenai Hipertensi Portal dan Asites. Semoga makalah ini berguna bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk perbaikan makalah kami selanjutnya .
37