Tugas IPD Daniel Hosea 11-2014-327
Sirosis Hepatis Pendahuluan Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul hepatosit. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. 20 Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan. Etiologi Virus hepatitis B, C, dan D. b. Alkohol. 8 c. Obat-obatan atau toksin. d. Kelainan metabolik : hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi α1- antitripsin, diabetes melitus, glikogenosis tipe IV, galaktosemia, tirosinemia, fruktosa intoleran. e. Kolestasis intra dan ekstra hepatik. f. Gagal jantung dan obstruksi aliran vena hepatika. g. Gangguan imunitas. h. Sirosis biliaris primer dan sekunder. i. Idiopatik atau kriptogenik. Faktor Resiko Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain :
a.
Faktor Kekurangan Nutrisi, Shiff bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli,
b.
petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah. Hepatitis Virus. Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
c.
A. Zat Hepatotoksik. Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik
d.
yang sering disebut-sebut ialah alkohol. Penyakit Wilson. Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui
e.
dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati. Hemokromatosis. Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu: Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe. Kemudian Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan
f.
menyebabkan timbulnya sirosis hati. Sebab-Sebab Lain yaitu pertama, Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler
Kedua, Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran
empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita. Ketiga, Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam
sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris. Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40%. Sejumlah 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.
Gejala Klinis Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.1 Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. 1 Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu: Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis. Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit. Kemudian timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis. Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air. 1 Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Gejala-gejala yang bisa ditemukan pada sirosis hepatis yaitu: Spider angiomaspiderangiomata: lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini seringditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukurannya kecil. Kedua, Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Berkaitan dengan perubahan metabolisme hormone estrogen. Tanda ini tidak spesifik pada sirosis. Ketiga, Perubahan kuku-kuku, berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanisme belum diketahui tapi diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Keempat, Ginekomastia, secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstedion. Kelima, Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Menonjol pada sirosis alkoholik dan hemokromatosis. Kemudian bisa ditemukan hepatomegali pada awal sirosis, bila hepar sudah mengkerut maka prognosisnya buruk. Dan bisa juga ditemukan splenomegali, asites, icterus. Tanda-tanda lain yang menyertai: demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar, bau pada vesika velea akibat hemolisis, pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema. Pemeriksaan Penunjang 1.
Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2.
Kenaikan kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3.
Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4.
Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
5.
Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6.
Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
7.
Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.
8.
Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.
Komplikasi 1. Edema dan asites. Dengan makin beratnya sirosis, terjadi pengiriman sinyal ke ginjal untuk melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang berlebihan, pada awalnya akan mengumpul dalam jaringan di bawah kulit sekitar tumit dan kaki, karena efek gravitasi pada waktu berdiri atau duduk. Penumpukan cairan ini disebut edema. Dengan semakin beratnya sirosis dan semakin banyaknya garam dan air yag diretensi, air akan mengumpul dalam rongga abdomen antara dinding perut dan organ dalam perut. 3 Untuk membedakan penyebab asites, dilakukan pemeriksaan SAAG (serum-asites albumin gradient): bila nilainya > 1,1 gam% penyebabnya adalah penyakit non peritoneal(hipertensi portal, hipoalbuminemia, tumor ovarium). Bila nilainya kurang dari 1,1 gram %, maka disebabkan oleh penyakit peritoneum atau eksudat ( keganasan, jamur, amuba, dan benda asing dlaam peritoneum). 3 Asites dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu tingkat 1, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan seksama. Tingkat 2, deteksi lebih mudah tapi biasanya jumlahnya hanya sedikit. Tingkat 3, tampak jelas tetapi tidak terasa keras dan tingkat 4, bila asites mulai terasa keras. 3 2. Spontaneus bacterial peritonitis Cairan dalam rongga perut merupakan tempat yang ideal untuk pertumbuhan kuman. Dalam keadaan normal rongga perut hanya mengandung sedikit cairan sehingga dapat menghambat infeksi dan memusnahkan bakteri yang masuk ke dalam rongga perut (biasanya usus) atau mengarahkan bakteri ke vena porta atau hati, dimana mereka akan dibunuh semua. Pada sirosis cairan yang mengumpul diperut tidak mampu lagi untuk
menghambat invasi bakteri secara normal, selain itu lebih banyak bakteri yang mampu mendapatkan jalannya dari usus ke asites. 3 Karena itu infeksi dalam perut dan asites ini disebut sebagai peritonitis bakteri spontan (spontaneous bacterial peritonitis). SBP ini merupakan komplikasi yang mengancam jiwa pasien. Meskipun beberapa pasien ada yang tidak mempunyai keluhan sama sekali. Namun sebagian pasien mengeluh demam, nyeri abdomen, rasa tidak enak diperut, diare dan asites memburuk. 3 3. Perdarahan Varises Esofagus Pada pasien sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran darah dari usus yang kembali ke jantung. Kejadian ini akan meningkatkan tekanan dalam vena porta (hipertensi portal). Sebagai akibatnya peningkatan aliran darah dan peningktana tekana vena porta ini, vena-vena di bagian bawah esophagus dan bagian atas lambung akan melebar, sehingga timbul varises esophagus. Makin tinggi tekanannya makin tinggi tekanan portalnya, makin besar varisesnya dan makin besar kemungkinan pasien mengalami perdarahan esophagus. Perdarahan varises biasanya hebat dan tanpa pengobatan yang cepat dpaat berakibat fatal. Keluhan perdarahan varises biasanya berupa muntah darah atau hematemesis. Bahan muntahan dapat berwarna merah atau bercampur bekuan darah atau seperti kopi akibat efek asam lambung terhadap darah. Buang air besar berwarna hitam lembek (melena) dan keluhan lemah dan pusing saat berubah posisi (orthostatic dizziness) yang disebabkan penurunan tekanan darah mendadak saat melakukan perubahan posisi berdiri dari berbaring. Perdarahan juga bisa timbul dari varises tempat lain dalam usus. Meskipun belum jelas mekanismenya, pasien yang masuk rumah sakit dengan perdarahan aktif varises esophagus, beresiko tinggi untuk mengalami SBP. 4. Sindrom hepatorenal Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat berkembang menjadi sindroma hepatorenal. Sindroma ini merupakan komplikasi serius karena terdapat penurunan fungsi ginjal namun ginjal secara fisik tidak mengalami kerusakan sama sekali. Penurunan fungsi ginjal ini disebabkan perubahan aliran darah ke dalam ginjal. Batasan sindrom hepatorenal adalah kegagalan ginjal secara progresif untuk membersihkan bahan toksik dari darah dan kegagalan memproduksi urin dalam jumlah yang adekuat, meskipun fungsi ginjal yang lain juga penting. 3 Bila fungsi hati membaik atau dilakukan transplantasi hati pasien sindrom hepatorenal, ginjal akan bekerja normal lagi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
penurunan fungsi ginjal disebabkan oleh akumulasi bahan-bahan toksisk dalam darah akibat hati yang tidak berfungsi. Ada dua tipe sindroma hepatorenal: tipe 1, penurunan fungsi terjadi dalam beberapa bulan dan tipe 2, penurunan fungsi ginjal terjadi sangat cepat dalam waktu satu sampai dua minggu. 3 5. Sindroma hepatopulmoner Meskipun jarang, pasien dengan sirosi lanjut, dapat berkembang menjadi sindroma hepatopulmoner. Pasien-pasien ini mengalami kesulitan bernafas akibat sejumlah hormone tertentu lepas pada sirosis yang lanjut karena fungsi paru yang abnormal. Masalah dasar paru adalah tidak tersedianya cukup aliran darah dari pembuluh darah kecil dalam paru yang mengadakan kontak dengan alveoli dalam paru. Aliran darah akan lewat paru mengalami pintasan sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara dalam alveoli. Akibatnya adalah pasien mengalami perasaan sesak nafas atau nafas pendek. Tatalaksana Pengobatan spesifik dapat diberikan untuk berbagai kelainan hati sebagai usaha untuk mengurangi keluhan dan mencegah terjadinya sirosis hati. Beberapa contoh, misalnya prednisolone dan azatiioptin untuk hepatitis autoimun, interferon dan antiviral untuk hepatitis B dan , dll. Semua pengobatan menjadi tidak efektif jika hepatitis kronik sudah menjadi sirosis, sekali sirosis terjadi, pengobatan terutama ditujukan kepada komplikasi yang mungkin telah timbul. Pengobatan sirosis antara lain utnuk mencegah kerusakan hati ynag lebih lanjut, mengobati komplikasi sirosis, mencegah kanker hati dan deteksi sedini mungkin. 1. Asites dan Edema Untuk mengurangi edema dan asites, pasien dianjurkan membatasi asupan garam dan air. Jumlah diit garam yang dianjurkan biasanya sekitar dua gram per hari dan cairan sekitar satu liter per hari. Kombinasi diuretic spironolakton dan furosemide dapat menurunkan dan menghilangkan edema dan asites pada sebagian besar pasien. Bial pemakaian diuretic tidak berhasil maka dapat dilakukan parasentesis abdomen untuk mengambil cairan asites secara langsung dari rongga perut. Bila asistes sedemikian besarhingga menimbulkan keluhan nyeri akibat distensi abdomen, atau kesulitan bernafas maka parasentesis dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 5 liter (large volume paracentesis = LVP). 3
2. Perdarahan varises esophagus Pencegahan perdarahan varises merupakan tujuan utama pengelolaan sirosis, seiring dengan data yang memperlihatkan peningkatan mortalitas karena perdarahn aktif dan menurunya survival secara progresif sesuai indeks perdarahan. 3 Medika Mentosa. Tekanan portal sebanding dengan inflow vena portal dan berbanding terbalik tonus arteriol mesenterika. Obat penyekat Beta nonselektif akan menyekat reseptor beta adrenergic yang bekerja sebagai vasodilator, sehingga kerja dari penyekat beta tersebur tidak bertentangan dengan a-adrenergik yang bekerja sebagai vasokonstriktor di arteriole mesenterika. Pada dosis besar akan mengakibatkan penurunan cardiac output yang berdampak pada penurunan aliran arteri mesenterika. Kedua efek ini diharapkan dapat menurunkan tekanan vena portal. Propanolol dan nadolol merupakan obat yang banyak diteliti sebagai obat penyekat beta non-seletif untuk pengobatan hipertensi portal. Pemberian oral maupun intravena dapat menurunkan tekanan gradient hepatica sebesar 9-31%. Namun demikian kegagalan menurunkan tekanan portal mencapai angka 50%. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya resistensi vena kolateral dan atau meningktanya aliran arteri hepatica. Pengobatan pemeliharaan dnegan beta blocker harus dipertahankan karena bila pengobatan dihentikan maka resiko terjadinya perdarahan akan kembali seperti kelompok yang tidak memperoleh pengobatan. Lebih kurang 15-20% penderita yang tidak diobati dengan penyekat beta-adrenergik karena mempunyai kontraindikasi mutlak atau relative. Pada kelompok ini dianjurkan pemberian isosorbide mononitrate (ISMN), meski kurang efektif. 3 Pengobatan alternative. Skleroterapi endoskopi dengan etanol, sodium morhuate, polidocanol atau sodium tetradecyl sulfate telah banyak dipergunakan secara ekstensif dan multiple banding ligase telah banyak dilakukan sekarang ini. Pengobatan ini efektif untuk mengeradikasi varises esophagus. Namun ligase saat ini menjadi pilihan menyenangkan karena mempunyai efektivitas ynag sama dengan skleroterapi daan mempunyai sedikit komplikasi.
Varises Esofagus
Pendahuluan Varises esofagus adalah terjadinya distensi vena submukosa yang diproyeksikan ke dalam lumen esofagus pada pasien dengan hipertensi portal. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan aliran darah portal lebih dari 10 mmHg yang menetap, sedangkan tekanan dalam keadaan normal sekitar 5 –10 mmHg. Hipertensi portal paling sering disebabkan oleh sirosis hati. Sekitar 50% pasien dengan sirosis hati akan terbentuk varises esofagus, dan sepertiga pasien dengan varises akan terjadi perdarahan yang serius dari varisesnya dalam hidupnya.1-3 Perdarahan varises esofagus mempunyai rata-rata morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas lainnya seperti misalnya ulkus peptikus. Bila tidak di terapi, mortalitas varises esofagus adalah 30–50%, namun bila dilakukan terapi maka mortalitasnya menurun hingga 20%. Angka kematian tertinggi terjadi pada beberapa hari pertama hingga beberapa minggu perdarahan awal, karena itu intervensi dini sangat penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Intervensi dini ini diperlukan karena perdarahan pada traktus gastrointestinal atas potensial mengancam jiwa, sehingga harus ditangani dengan cepat dan tepat serta mendapatkan penanganan medis yang agresif untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Pemeriksaan endoskopi diperlukan pada kasus perdarahan varises esofagus untuk menegakkan diagnosis, menilai varises dan merencanakan penatalaksanaan yang tepat berdasarkan penyakit dasarnya. Penatalaksanaan perdarahan pada varises esofagus dengan terapi farmakologi, endoskopi antara lain adalah skleroterapi dan ligasi, tamponade balon, transjugular intrahepatic portosistemic shunt (TIPS), dan operasi.
ANATOMI Dinding Esofagus Esofagus merupakan suatu organ berbentuk silindris berongga dengan panjang sekitar 1826 cm. Esofagus menghubungkan antara faring dan lambung. Batas proksimal esofagus adalah sfingter esofagus atas, yang berjalan ke distal sampai mediastinum posterior seperti cekungan tabung otot hingga sfingter esofagus bawah. Esofagus merupakan bagian fungsional yang secara anatomis berhubungan dengan pertemuan antara muskulus konstriktor faring dengan krikofaring.
Esofagus merupakan pusat kontraksi tonik, berdinding tebal, terdapat otot polos sirkuler yang panjangnya 2-4 cm, sampai hiatus diafragma. Dinding esofagus terdiri dari 4 lapis yaitu: mukosa, submukosa, muskularis propria dan adventisia. Esofagus tidak terdapat lapisan serosa sehingga merupakan saluran cerna yang unik. Mukosa normal terdiri dari epitel berlapis pipih, antara muskularis propria dan mukosa terdapat aliran limfatik yang berasal dari muskularis propria. Muskularis propria terdiri dari otot bergaris dan otot polos yaitu pada bagian proksimal otot bergaris, bagian tengah otot bergaris dan polos dan pada bagian distal otot polos. Otot lapisan dalam tersusun sirkuler dan lapisan luar longitudinal (Gambar 1).
Gambar 1. Histologi lapisan dinding esofagus8 Vaskularisasi Vaskularisasi esofagus mengikuti pola segmental. Pada esofagus bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia, bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkialis, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior. Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Venavena esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, yang selanjutnya ke vena kava superior, dan di bawah diafragma vena esofagus mengalir ke vena gastrika sinistra, yang selanjutnya ke vena porta. Pembuluh darah sistem gastrointestinal merupakan bagian dari sistem yang disebut sirkulasi splanknik. Sirkulasi ini meliputi aliran darah dari usus, limpa, pankreas dan hati. Model dari sistem ini adalah sedemikian rupa sehingga semua darah yang melewati usus, limpa, dan pankreas akan menuju ke hati melalui vena porta. Aliran darah pada vena porta, yang berasal dari aliran darah vena mesenterika superior (vena mesenterika inferior mengalir ke vena splenika)
dan vena splenika, membawa sekitar 1500 ml darah per menit. Suplai darah ke hati ini adalah sekitar 80%.2
ETIOLOGI Etiologi terjadinya varises esofagus dan hipertensi portal adalah penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi aliran darah portal. Etiologi ini dapat diklasifikasikan sebagai prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik.2,3 Tabel. Etiologi hipertensi portal Prehepatik
Trombosis vena plenik Trombosis vena porta Kompresi ekstrinsik pada vena porta
intrahepatik
Fibrisis hepatik kongenital Hipertensi portal idiopatik Tuberkulosis Schistosomiasis Sirosis bilier primer Sirosis alkoholik Sirosis virus hepatitis B Sirosis virus hepatitis C Penyakit wilson Defisiensi antitripsin alfa-1 Hepatitis aktif kronis Hepatitis fulminan
Pascahepatik Sindroma Budd-Chiari Trombosis vena kava inferior Perikarditis konstriktif Penyakit hati venooklusif
Varises esofagus biasanya tidak memberikan gejala bila varises belum pecah yaitu bila belum terjadi perdarahan. Oleh karena itu, bila telah ditegakkan diagnosis sirosis hendaknya dilakukan skrining diagnosis melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi (EGD) yang merupakan standar baku emas untuk menentukan ada tidaknya varises esofagus. Pada pasien dengan sirosis yang kompensata dan tidak didapatkan varises, ulangi EGD setiap 2–3 tahun, sedangkan bila ada varises kecil, maka pemeriksaan EGD diulangi setiap 1–2 tahun. Pada sirosis yang dekompensata, lakukan pemeriksaan EGD setiap tahun. Efektivitas skrining dengan endoskopi ini bila ditinjau dari segi biaya, masih merupakan kontroversi, maka untuk keadaankeadaan tertentu disarankan untuk menggunakan gambaran klinis, seperti jumlah platelet yang
rendah, yang dapat membantu untuk memprediksi pasien yang cenderung mempunyai ukuran varises yang besar.2,3 Bila standar baku emas tidak dapat dikerjakan atau tidak tersedia, langkah diagnostik lain yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan ultrasonografi Doppler dari sirkulasi darah (bukan ultrasonografi endoskopik). Alternatif pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan radiografi dengan menelan barium dari esofagus dan lambung, dan angiografi vena porta serta manometri. Pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, sangatlah penting menilai lokasi (esofagus atau lambung) dan besar varises, tanda-tanda adanya perdarahan yang akan terjadi (imminent), perdarahan yang pertama atau perdarahan yang berulang, serta bila mungkin untuk mengetahui penyebab dan beratnya penyakit hati. Varises esofagus biasanya dimulai dari esofagus bagian distal dan akan meluas sampai ke esofagus bagian proksimal bila lebih lanjut. Berikut ini adalah derajat dari varises esofagus berdasarkan gambaran endoskopis. 2,3 Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan gambaran derajat 1, terjadi dilatasi vena (<5 mm) yang masih berada pada sekitar esofagus. Pada derajat 2 terdapat dilatasi vena (>5 mm) menuju kedalam lumen esofagus tanpa adanya obstruksi. Sedangkan pada derajat 3 terdapat dilatasi yang besar, berkelok-kelok, pembuluh darah menuju lumen esofagus yang cukup menimbulkan obstruksi. Dan pada derajat 4 terdapat obstruksi lumen esofagus hampir lengkap, dengan tanda bahaya akan terjadinya perdarahan (cherry red spots). Setelah varises esofagus telah diidentifikasi pada pasien dengan sirosis, risiko terjadinya perdarahan varises adalah sebesar 25-35 %. Oleh karena sirosis hati akan mempunyai prognosis buruk dengan adanya perdarahan varises, maka penting untuk dapat mengidentifikasi mereka yang berisiko tinggi dan pencegahan kejadian perdarahan pertama. Perdarahan varises esofagus biasanya tanpa rasa sakit dan masif, serta berhubungan dengan tanda perdarahan saluran cerna lainnya, seperti takikardi dan syok. Faktor risiko untuk perdarahan pada orang dengan varises adalah derajat hipertensi portal dan ukuran dari varises. Varises sangat tidak mungkin untuk terjadi perdarahan jika tekanan portal < 12 mmHg.2,3 Perdarahan varises didiagnosis atas dasar ditemukannya satu dari penemuan pada endoskopi, yaitu tampak adanya perdarahan aktif, white nipple, bekuan darah pada varises.1 Sedangkan adanya red wale markings atau cherry red spots yang menandakan baru saja mengeluarkan darah atau adanya risiko akan terjadinya perdarahan.
Pada pasien dengan dugaan terjadi perdarahan dari varises, perlu dilakukan pemeriksaan EGD. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah masuk rumah sakit (12 jam), khususnya pada pasien dengan perdarahan yang secara klinis jelas. Penundaan lebih lama (24 jam) dapat di lakukan pada kasus perdarahan ringan yang memberikan respon dengan vasokonstriktor. 2,3 Pada saat dilakukan endoskopi, ditemukan perdarahan dari varises esofagus atau varises gaster. Varises diyakini sebagai sumber perdarahan, ketika vena menyemprotkan darah atau ketika ada darah segar dari esophageal-gastric junction di permukaan varises atau ketika ada darah segar di fundus, jika terdapat varises lambung. Dalam keadaan tidak ada perdarahan aktif (lebih dari 50% kasus) atau adanya varises sedang dan besar dengan tidak adanya lesi, maka varises potensial untuk menjadi sumber perdarahan yang potensial. Untuk penatalaksanaan yang optimal, sangat penting memahami pasien yang kemungkinan besar dapat terjadi perdarahan. Faktor klinis berhubungan dengan peningkatan risiko perdarahan varises pertama, termasuk penggunaan alkohol dan fungsi hati yang buruk. Kombinasi dari pemeriksaan klinis dan endoskopi termasuk mencari klasifikasi Child-Pugh pada sirosis berat, varises yang besar dan adanya red wale markings sangat berhubungan dengan risiko kejadian perdarahan pertama pada pasien dengan sirosis.
PATOFISIOLOGI Sirosis merupakan fase akhir dari penyakit hati kronis yang paling sering menimbulkan hipertensi portal. Tekanan vena porta merupakan hasil dari tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran darah pada portal bed. Pada sirosis, tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran porta keduanya sama-sama meningkat. Bila ada obstruksi aliran darah vena porta, apapun penyebabnya, akan mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan vena porta yang tinggi merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral portosistemik, meskipun faktor lain seperti angiogenesis yang aktif dapat juga menjadi penyebab. Walaupun demikian, adanya kolateral ini tidak dapat menurunkan hipertensi portal karena adanya tahanan yang tinggi dan peningkatan aliran vena porta. Kolateral portosistemik ini dibentuk oleh pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang menghubungkan sistem vena porta dan vena kava superior dan inferior. Aliran
kolateral melalui pleksus vena-vena esofagus menyebabkan pembentukan varises esofagus yang menghubungkan aliran darah antara vena porta dan vena kava.1,4 Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra, cabang-cabang vena esofagus, vena gastrika short/brevis (melalui vena splenika), dan akan mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos. Sedangkan vena gastrika sinistra menerima aliran darah dari vena porta yang terhambat masuk ke hepar. Sistem vena porta tidak mempunyai katup, sehingga tahanan pada setiap level antara sisi kanan jantung dan pembuluh darah splenika akan menimbulkan aliran darah yang retrograde dan transmisi tekanan yang meningkat. Anastomosis yang menghubungkan vena porta dengan sirkulasi sistemik dapat membesar agar aliran darah dapat menghindari (bypass) tempat yang obstruksi sehingga dapat secara langsung masuk dalam sirkulasi sistemik.4 Hipertensi portal paling baik diukur secara tidak langsung dengan menggunakan wedge hepatic venous pressure (WHVP). Perbedaan tekanan antara sirkulasi porta dan sistemik (hepatic venous pressure gradient, HVPG) sebesar 10–12 mmHg diperlukan untuk terbentuknya varises. HVPG yang normal adalah sekitar 5–10 mmHg. Pengukuran tunggal berguna untuk menentukan prognosis dari sirosis yang kompensata maupun yang tidak kompensata, sedangkan pengukuran ulang berguna untuk memonitoring respon terapi obat-obatan dan progresifitas penyakit hati. 4 Bila tekanan pada dinding vaskuler sangat tinggi dapat terjadi pecahnya varises. Kemungkinan pecahnya varises dan terjadinya perdarahan akan meningkat sebanding dengan meningkatnya ukuran atau diameter varises dan meningkatnya tekanan varises, yang juga sebanding dengan HVPG. Sebaliknya, tidak terjadi perdarahan varises jika HVPG di bawah 12 mmHg. Risiko perdarahan ulang menurun secara bermakna dengan adanya penurunan dari HVPG lebih dari 20% dari baseline. Pasien dengan penurunan HVPG sampai <12 mmHg, atau paling sedikit 20% dari baseline, mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk terjadi perdarahan varises berulang, dan juga mempunyai risiko yang lebih rendah untuk terjadi asites, peritonitis bakterial dan kematian. 4 Beberapa penelitian menunjukkan peranan endotelin-1 (ET- 1) dan nitric oxide (NO) pada patogenesis hipertensi porta dan varises esofagus. Endotelin-1 adalah vasokonstriksi kuat yang disintesis oleh sel endotel sinusoid yang diimplikasikan dalam peningkatan tahanan vaskuler hepatik pada sirosis dan fibrosis hati. Nitric oxide adalah vasodilator, yang juga disintesis oleh
sel endotelial sinusoid. Pada sirosis hati, produksi NO menurun, aktivitas endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dan produksi nitrit oleh sel endotelial sinusiod berkurang.
PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan perdarahan gastrointestinal adalah stabilisasi pada hemodinamik, meminimalkan komplikasi dan mempersiapkan terapi yang efektif untuk mengontol perdarahan. Resusitasi awal harus dengan cairan intravena dan produk darah, serta penting perlindungan pada saluran nafas. Setelah dicapai hemodinamik yang stabil, namun bila perdarahan terus berlanjut hendaknya dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat sumber perdarahan, dan untuk identifikasi kemungkinan pilihan terapi seperti skleroterapi, injeksi epineprin atau elektrokauter.5
Terapi Farmakologi Prinsip pemberian farmakoterapi adalah menurunkan tekanan vena porta dan intravena. Hanya ada dua farmakoterapi yang direkomendasikan untuk pentatalaksanaa perdarahan varises esofagus yaitu: vasopresin dan terlipresin.1,2 Vasopresin adalah vasokonstriktor kuat yang efektif nenurunkan tekanan portal dengan menurunkan aliran darah portal yang menyebabkan vasokonstriksi splanknik. Penatalaksanaan dengan obat vasoaktif sebaiknya mulai diberikan saat datang ke rumah sakit pada pasien dengan hipertensi portal dan dicurigai adanya perdarahan varises. Dikutip dari Science Direct, tujuan pemberian farmakoterapi adalah untuk menurunkan tekanan portal, yang berhubungan erat dengan tekanan varises. Terapi ini rasional bila tekanan portal yang tinggi ( > 20 mmHg) dengan prognosis yang kurang baik.1,2 Obat vasoaktif dapat diberikan dengan mudah, lebih aman dan tidak memerlukan keterampilan. Terapi dapat dimulai di rumah sakit, dirumah atau saat pengiriman ke rumah sakit yang akan meningkatkan harapan hidup pasien dengan perdarahan masif. Obat vasoaktif juga akan memudahkan tindakan endoskopi.1-3 Terlipresin adalah turunan dari vasopresin sintetik yang long acting, bekerja lepas lambat. Memiliki efek samping kardiovaskuler lebih sedikit dibandingkan dengan vasopresin. Pada
pasien dengan sirosis dan hipertensi porta terjadi sirkulasi hiperdinamik dengan vasodilatasi. Terlipresin memodifikasi sistem hemodinamik dengan menurunkan cardiac output dan meningkatkan tekanan darah arteri dan tahanan vaskuler sistemik. Terlipresin memiliki efek menguntungkan pada pasien ke gagalan hepatorenal, yaitu dengan kegagalan fungsi ginjal dan sirosis dekompensata. Dengan demikian, dapat mencegah gagal ginjal, yang sering terdapat pada pasien dengan perdarahan varises. Ketika dicurigai perdarahan varises diberikan dosis 2 mg/ jam untuk 48 jam pertama dan dilanjutkan sampai dengan 5 hari kemudian dosis diturunkan 1 mg/ jam atau 12-24 jam setelah perdarahan berhenti. Efek samping terlipresin berhubungan dengan vasokonstriksi. seperti iskemia jantung, infark saluran Terapi endoskopi dilakukan pada kasus perdarahan varises, terutama dalam upaya mencapai homeostasis. Temuan endoskopi juga berguna sebagai indikator prognosis risiko perdarahan ulang. Teknik endoskopi yang digunakan mencapai homeostasis adalah dengan memutus aliran darah kolateral dengan cepat seperti ligasi atau skleroterapi karena trombosis. Endoskopi dapat dilakukan pada pasien dengan varises esofagus sebelum perdarahan pertama terjadi, saat perdarahan berlangsung dan setelah perdarahan pertama terjadi. Sebelum perdarahan pertama Deteksi varises esofagus sebelum terjadi perdarahan pertama biasanya dicapai selama pemeriksaan stadium hipertensi portal, jarang varises terdeteksi secara kebetulan. Harus di ketahui bahwa selama perencanaan terapi, prognosis lebih tergantung pada tingkat insufisiensi hati dari pada tingkat keparahan varises esofagus. Varises yang ringan tidak memerlukan tindakan endoskopi. Dengan varises risiko perdarahan tinggi dapat diterapi obat-obatan dengan propanolol 80-240 mg/hari yang dapat di kombinasi dengan 2 X 40 mg/ hari
isosorbide
mononitrate. Spironolakton dalam dosis 100-200 mg/ hari dapat diberikan sebagai alternatif pengganti beta bloker. Tidak dilakukan tindakan endoskopik, operasi dan transjugular intrahepatic portosystemic shunting (TIPS). Pilihan terapi untuk perdarahan varises adalah dengan terapi endoskopi. Terapi endoskopi terbukti efektif mengendalikan perdarahan aktif dan dapat menurunkan mortalitas serta efektif mencegah perdarahan varises berulang di bandingkan terapi medikamentosa dengan vasopresin atau tamponade balon. Tamponade balon cocok jika endoskopi bukanlah pilihan atau setelah
tindakan endoskopi, operasi atau TIPS yang gagal. Terapi endoskopi terdiri dari skleroterapi dan ligasi. Bila tindakan endoskopi. dengan gliseril nitrat intravena menggunakan syringe pump 1-4 mg tiap jam. emergensi tidak dapat dilakukan, maka terapi farmakologi merupakan alternatif. Prinsip dan karakteristik utama pemberian obat-obatan adalah untuk menurunkan tekanan vena porta dan tekanan intravena. Vasopresin dan terlipressin yang telah direkomendasikan untuk penatalaksanaan perdarahan varises esofagus. Terlipresin lebih unggul dari vasopresin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang. Terlipresin seharusnya dikombinasi dengan nitrat untuk mengurangi efek samping yang mungkin akan timbul (iskemia dan nekrosis). Cara pemberian terlipresin secara intravena dengan dosis 2 mg, kemudian diulangi 1 mg setiap 4-6 jam, waktu pemberian 2 hingga 3 hari. Harus selalu diberikan bersamaan. Skleroterapi dengan polidocanol (etoksiskerol), pada prinsipnya adalah memberikan tekanan dan trombosis pada varises, menginduksi inflamasi dengan akibat terbentuk parut. Disuntikkan pada daerah para varises atau intra varises. Terapi ini sudah terbukti, baik pada kasus dimana lapang pandang buruk dan relatif lebih mudah dilakukan Teknik tindakan skleroterapi dilakukan dengan posisi miring, bagian atas fleksi, terpasang oksimetri, alat dimasukan dan perdarahan varises diidentifikasi. Injeksi dimulai dekat kardia. Suntikan pada intravarises dan paravarises. Disuntikan 0,5 ml disekitar varises (untuk kompresi, inflamasi dan fibrosis) dan 0,1 ml langsung pada varises (merangsang trombosis), maksimum suntikan 2 ml pada setiap tempat suntikan. Jika terdapat perdarahan setelah suntikan, berikan tekanan pada varises sekitar 1 menit. Jika terapi tidak berhasil, skleroterapi tidak dilanjutkan dan pasang pipa Sengstaken- Blakemore. Ligasi bertujuan untuk merangsang trombosis, nekrosis dan terbentuk parut. Keuntungan terapi ini adalah rata-rata komplikasi rendah, secara keseluruhan morbiditas dan mortalitas karena perdarahan lebih rendah dibandingkan skleroterapi, serta awal perdarahan ulang biasanya jarang dibandingkan dengan skleroterapi. Kerugiannya adalah terbatasnya pandangan pada kasus perdarahan yang masif, sebab darah pada esofagus akan menghalagi tutup plastik dimana pita elastik akan dipasang. Varises di tarik ke dalam ujung endoskop dan diligasi dengan pita plastic. Tamponade balon pada prinsipnya adalah melakukan kompresi eksternal pada perdarahan varises dengan mengembangkan balon. Tamponade balon tepat di lakukan jika tidak ada pilihan endoskopik emergensi atau setelah tindakan endoskopik, terapi operasi atau TIPS gagal. Pada varises esofagus digunakan pipa Sengstaken-Blakemore dengan dua balon.
Teknik ini tidak dilakukan jika pasien muntah. Periksa pipa untuk kekedapan udara sebelum digunakan, olesi pipa dan balon menggunakan pelumas. Berikan anestesi pada mukosa hidung, tekan sisa udara dari balon, masukan pipa melalui hidung sampai dengan panjang 50 cm. Pompa balon gastrik sampai 50 ml dan diklem. Perlahan-lahan pipa ditarik sampai ada tahanan, bila terdengar suara seirama dengan pernafasan berarti gagal. Lindungi pipa dengan plester yang kuat, fiksasi pipa pada lubang hidung. Pompa balon sampai 45 mmHg dengan manometri kemudian diklem. Kempeskan pipa 30 menit setiap 6-8 jam sekali. Maksimum pemasangan pipa adalah 24 jam. Setelah perdarahan pertama Hasil akhir dari penatalaksanaan emergensi adalah utamanya untuk mengontrol perdarahan dan mencegah perdarahan berulang. Varises esofagus di ligasi atau di berikan sklerosan dengan polidokanol, varises bagian fundus akan dihilangkan dengan histoakril. Direncanakan untuk evaluasi sekitar 4 hari setelah tercapai hemostasis. Respon yang baik dengan ligasi atau skleroterapi, selanjutnya di follow up dalam 4 minggu, tiga bulan dan 6 bulan. Jika varises menetap, skleroterapi atau ligasi dilanjutkan dalam waktu 2-4 minggu hingga tercapai hasil eradikasi sempurna (Gambar 11). Sisa varises yang kecil biasanya di lanjutkan dengan ligasi, dapat juga dengan skleroterapi. Propanolol juga dapat diberikan sebagai terapi tambahan. Transjugular Intrahepatic Portosistemic Shunt (TIPS) Merupakan cara untuk menurunkan tahanan aliran porta dengan cara shunt (memotong) aliran melalui hati. Prinsipnya adalah menghubungkan vena hepatik dengan cabang vena porta intrahepatik. Puncture needle di masukkan ke dalam vena hepatik kanan melalui kateter jugular. Selanjutnya cabang vena porta intra hepatik di tusuk, lubang tersebut dilebarkan kemudian di fiksasi dengan expanding stent. Hal ini merupakan cara lain terakhir pada perdarahan yang tidak berhenti atau gagal dengan farmakoterapi, ligasi atau skleroterapi.
PROGNOSIS Pada pasien dengan varises esofagus, sekitar 30% akan mengalami perdarahan pada tahun pertama setelah didiagnosis. Angka kematian akibat episode perdarahan tergantung pada tingkat keparahan penyakit hati yang mendasari.1 Kematian yang disebabkan karena perdarahan berkisar antara <10% pada pasien sirosis dengan klasifikasi Child-Pugh A yang kompensata sampai >70% pada pasien sirosis dengan Child-Pugh C. Risiko terjadinya perdarahan ulang tinggi mencapai 80% dalam 1 tahun.1 Pada pasien dengan HVPG >20% mmHg dalam 24 jam pada perdarahan varises, bila dibandingkan dengan pasien yang tekanannya lebih rendah, mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya risiko perdarahan ulang dalam minggu pertama atau gagal mengontrol perdarahan, dan mempunyai mortalitas yang lebih tinggi dalam 1 tahun.1 Pada pasien yang tidak diterapi sekitar 60% akan terjadi perdarahan ulang yang berlanjut dalam 1-2 tahun.
Daftar Pustaka
1
Dite P, Labrecque D, Fried M, Gangl A, Khan AG, Bjorkman D, et al. Esophageal varices. World
gastroenterology
organisation
practise
guideline
2007.
Available
from:
http://www.worldgastroenterology.org/graded-evidence-access.html. Accessed January 6, 2
2012. Block B, Schachschal G, Schmidt H. Esophageal varices. In: Block B, Schachschal G, Schmidt H, eds. Endoscopy of the upper GI Tract. Germany: Grammlich; 2004.p. 85-150.
3
Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HM. Buku ajar ilmu penyakit hati. Edisi ke-1. Jakarta: Jayabadi,2007.h.335-61.
4
Azer
SA,
Katz
J.
Esophageal
varices
2010.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/175248-overview., Accessed January 6, 2012. 5
Kenneth R, McQuaid M. Gastrointestinal disorders. In: Stephen J, McPhee M, Maxine A, Papadakis P, eds. Current Medical Diagnosis & Treatment. 48th ed. USA: McGraw Hill Companies Inc; 2009. p. 523-6