BAB I PENDAHULUAN
Pembangunan pada era globalisasi ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Demikian juga pembangunan bangsa Indonesia dalam bidang kesehatan merupakan usaha yang ditujukan untuk tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk supaya terwujud kesehatan yang optimal, untuk mewujudkan hal tersebut maka pemerintah mencanangkan kebijaksanan nasional mengenai pembanguan berwawasan kesehatan sebagai strategi nasional menuju Indonesia sehat 2010 (DepKes RI, 1999). Upaya kesehatan yang semula hanya berupa penyembuhan (kuratif) saja, secara berangsurangsur berkembang, sehingga mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dan dengan peran serta masyarakat (DepKes RI, 1999). Fisioterapi sebagai salah satu pelaksanaan pelayanan kesehatan ikut berperan dan bertanggung jawab dalam peningkatan derajat kesehatan, meliputi masalah gerak dan fungsi dengan kajian menyangkut aspek peningkatan (promotif), aspek pencegahan (preventif), aspek penyembuhan (kuratif), aspek pemulihan dan pemeliharaan (rehabilitatif) untuk mewujudkan program pemerintah yaitu Indonesia Sehat 2010 (DepKes RI, 1999).
A. Latar Belakang Masalah Carpal tunnel syndrome merupakan sindroma pada pergelangan tangan yang terjadi akibat adanya tekanan terhadap nervus medianus (Rambe, 2004). Beberapa penyebabnya telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin dan lain-lain (Rambe, 2004). Tangan merupakan salah satu anggota gerak tubuh yang sangat penting karena fungsinya yang sangat komplek. Kalau dilihat dari segi anatomi pergelangan tangan dibentuk oleh bangunan tulang, otot, ligament, saraf dan pembuluh darah sehingga tangan dapat melakukan gerakan halus yang terkoordinir dan otomatis. Dengan keadaan tersebut bila tangan mengalami gangguan pada pergelangan tangan bisa dibayangkan betapa rumitnya masalah yang akan muncul karena sebagian besar pekerjaan dikerjakan dengan tangan. Orang yang mempunyai resiko besar terkena carpal tunnel syndrome antara lain jenis pekerjaan yang banyak menggunakan tangan dalam jangka waktu panjang. Pekerjaan ini umumnya menggunakan kombinasi kekuatan dan pengulangan gerakan yang sama pada jemari dan tangan, seperti: pekerjaan yang sering menggunakan
komputer, dokter gigi, gitaris, guru, ibu rumah
tangga dan pekerja lapangan yang mengoperasikan alat bervibrasi seperti bor dan juga
mengendarai motor. Pada tahun 1998 insiden carpal tunnel syndrome kira- kira “ 515 per 10.000 populasi (Rambe, 2004). Dalam proposal karya tulis ini penulis memilih kasus carpal tunnel syndrom karena penulis mengamati semua orang melakukan pekerjaan dengan menggunakan kedua tangan, jadi apabila kedua tangan terkena carpal tunnel syndrome maka aktivitas produksi akan terganggu. Masalah yang muncul pada carpal tunnel syndrome adalah nyeri, parestesia, penurunan kekuatan otot dan kemampuan fungsional tangan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut banyak tekhnologi fisioterapi
alternative
yang
tersedia,
seperti
: micro
wave
diathermy (MWD), (MWD), short
wave
diathermy (SWD),ultra (SWD),ultra sound (US), (US), infra red (IR), (IR), transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) stimulation (TENS) dan terapi latihan. Disini untuk pengurangan nyeri dan parestesia menggunakan modalitas ultra sonic yang menimbulkan efek mekanik dan termal. Mengingat adanya kelemahan otot, gangguan dalam beraktivitas akibat kekakuan sendi, dapat dilakukan dengan terapi latihan yang berupa resisted exercise untuk meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan fungsional tangan.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan pada kondisi carpal tunnel syndrom, maka penulis dapat merumuskan masalah antara lain (1) Apakah ultra sonic dapat mengurangi nyeri pada carpal tunnel syndrome ? (2) Apakah ultra sonic dapat mengurangi parestesia pada carpal tunnel syndrome ? (3) Apakah terapi latihan dengan resisted exercise
dapat meningkatkan kekuatan otot dan
kemampuan fungsional tangan pada carpal tunnel syndrome?
C. Tujuan Penulisan Dalam penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini tujuan yang ingin penulis capai adalah untuk mengetahui; (1) Manfaat ultra sonic terhadap pengurangan nyeri pada carpal
tunnel
syndrome, (2) Manfaat
tunnel
ultra sonic terhadap pengurangan parestesia pada
carpal
syndrome,, (3) Manfaat terapi latihan dengan resisted syndrome dengan resisted exercise terhadap exercise terhadap peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional tangan pada carpal tunnel syndrome. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kasus 1. Anatomi Fungsional Pergelangan tangan dibentuk oleh beberapa tulang, otot, struktur persendian dan diinervasi oleh beberapa syaraf. a. Tulang pembentuk sendi pergelangan tangan Tulang-tulang pada sendi pergelangan tangan yaitu ada 2 deretan. Deretan pertama terdiri dari tulang radius dan ulna. Deretan yang kedua terdiri atas delapan tulang carpalia yang tersusun dalam dua deretan. Tulang carpal deretan proksimal antara lain scapoideum, lunatum, triquetrum,
dan pissiforme. Sedangkan bagian distal terdiri atas tulang trapezium, trapezoideum, capitatum, dan hamatum. 1)
Tulang scapoideum
Tulang ini berbentuk perahu dengan dataran proksimal yang konveks bersendi dengan tulang radius. Tulang ini mempunyai dataran sendi yaitu kearah ulnar bersendi dengan tulang hamatum, kearah distal bersendi dengan tulang trapezium, kapitatum, dan trapezoideum,
dan pada
permukaan volar memiliki tonjolan yang disebut tuberositas scapoideum ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ). 2)
Tulang lunatum
Tulang ini memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu kearah radial dengan tulang scapoideum, kearah ulnar dengan tulang triquetum, kearah distal dengan tulang kapitatum. Tulang ini mempunyai dataran proximal yang konveks yang bersendi dengan tulang radius, dan berbentuk kecil , seperti bulan sabit ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ). 3)
Tulang triquetrum
Memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu kearah proximal dengan tulang radius, kearah radial dengan tulang lunatum, kearah ulnar dan volar berhubungan dengan tulang pisiforme yang melekat pada permukaan volar tulang triquetrum, dan kearah distal dengan tulang hamatum ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ). 4)
Tulang pisiforme
Tulang yang berbentuk kecil, agak bulat sebesar biji kacang ini melekat di dataran volar pada tulang triquetum ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ). 5)
Tulang trapezium
Tulang ini mempunyai hubungan dengan tulang lain yaitu ke arah vollar dengan trpezoidium dan terdapat tonjolan tulang yang disebut tuberositas osis trapezium, kearah proximal dengan tulang scapoideum, kearah distal dengan tulang metacarpal I dan II ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ). 6)
Tulang trapezoideum
Tulang ini kearah radial mempunyai hubungan dengan tulang trapezium, ke arah ulnar dengan tulang kapitatum, ke arah distal dengan tulang metacarpal II, dan ke arah proximal berhubungan dengan tulang scapoideum ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ). 7)
Tulang kapitatum
Memiliki bangunan bulat dan panjang sebagai kaputnya. Mempunyai hubungan dengan tulang lain yaitu ke arah radial berhubungan dengan tulang trapezoideum, ke arah proximal dengan tulang scapoideum dan lunatum. Kearah ulnar dengan tulang hamatum, dan kearah distal dengan tulang metacarpal II, III, dan IV ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ). 8)
Tulang hamatum
Memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu kearah proximal dengan tulang triquetum, kearah radial dengan tulang kapitatum, kearah distal dengan metacarpal IV dan V. Dan kearah volar memiliki bangunan seperti lidah yang disebut hamalus ossis hamati ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ). Pada os scaphoideum dan os trapezium yang masing-masing mempunyai tonjolan tulang pada bagian volarnya membentuk eminentia carpi radialis. Disebelah ulnarnya terdapat eminentia carpi ulnaris yang dibentul oleh os pisiforme dan hamalus ossis hamati. Gambar 1 Tulang-tulang pergelangan tangan ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ) b. Ligamen Ligamen collateral carpi ulnar yang membentang dari proceccus styloideus ulna menuju ke tulang triquetum. Ligamen collateral carpi radialis yang membentang dari processus stiloideus radii menuju ke tulang scapoideum dan ligamen intercarpal yang terdiri dari ligamen interlaveum volare dan dorsale, ligamen interseum dan ligamen carpi arquatum. Gambar 2 Potongan transversal terowongan carpal ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ) c. Otot Otot merupakan stabilitas aktif dan penggerak tulang pembentuk sendi. Otot pergelangan tangan secara umum dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu oto fleksor dan otot ekstensor yang masingmasing terbagi dua bagian yaitu superficialis dan profunda. Otot fleksor superficialis yaitu otot fleksor carpi ulnaris, fleksor carpi radialis, fleksor digitorum sublimes dan palmaris longus (Cailliet, 1990). Otot fleksor carpi radialis dan fleksor carpi ulnaris berfungsi fleksi pergelangan tangan, dan otot ekstensi ekstensor carpi radialis longus brevis dan ekstensor carpi ulnaris berfungsi ekstensi pergelangan tangan. Pada gerakan ulnar deviasi dilakukan oleh m. ekstensor carpi ulnaris dan fleksor carpi ulnaris. Sedangkan gerakan radial deviasi dilakukan oleh m. ekstensor carpi radialis, fleksor carpi radialis, ekstensor pollicis brevis dan abductor pollicis longus.
d. Nerves medianus Berasal dari pleksus brakhialis dengan dua buah caput yaitu kaput medial dari fasikulus medialis dan kaput lateral dari fasikulus lateralis. Kedua kaput tersebut bersatu pada tepi bawah otot pectoralis minor, jadi serabut dalam trunkus berasal dari tiga atau empat segmen medulla spinalis (C6-8, Th1). Dalam lengan serabut saraf ini tidak bercabang. Truncus berjalan turun sepanjang arteri brachialis dan melewati sisi volar lengan bawah dan bercabang masuk ke tangan dan berakhir dengan cabang dan muscular kutaneus (Chusid, 1993). Otot-otot yang mensyarafi nerves medianus antara lain: m. pronator teres , m. flexor carpi radialis, m. palmaris longus, m. flexor digitorum provundus, m.flexor pollicis longus dan pronator quadratus (Chusid, 1993). Apabila ada lesi yang mengenai nerves medianus akan mengakibatkan terjadinya pengurangan sensoris pada bagian volar lengan bawah, daerah palmar tangan jari 1,2,3 dan setengah jari ke-4. Gambar 3 Otot-otot pergelangan tangan tampak palmar ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ) Gambar 4 Otot-otot lengan tampak palmar ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ) e. Biomekanik Ditinjau
dari
morfologinya
termasuk
artikulasio ellipsoidea, tetapi
fungsinya
sebagai
artikulatiogluboidea. Gerakan yang terjadi pada persendian itu yaitu flexi dengan LGS 80°, extensi 70°, ulnar deviasi 30 °, dan radial deviasi 20°. Derajat flexi dan ulnar deviasi lebih besar dibandingkan dengan gerakan extensi dan radial deviasi, hal ini disebabkan karena bentuk permukaan sendi radius dari ligamen bagian dorsal lebih kendor dari pada bagian palmar (Chusid, 1967). Gambar 5 Perjalanan nerves medianus ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ) 2. Definisi Carpal
Tunnel
Syndrom
adalah entrapment
neuropaty yang
sering
terjadi.
akibat
adanya
tekanan nervus medianus pada saat melalui terowongan karpal di pergelangan tangan tepatnya di bawah flexor retinakulam (Rambe, 2004). 3. Etiologi
Carpal tunnel syndrom dapat dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis, namun pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui ( idiopatik ), terutama pada penderita lanjut usia. Selain itu gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dapat menambah resiko carpal tunnel syndrom (Maxey, 1990). Nerves medianus dapat terjebak juga di carpal tunnel itu. Etiologi lain adalah (1) trauma seperti (dislokasi atau fraktur yang mengenai tulang carpal atau ujung radius atau fraktur colles atau hematom pada lengan bawah, sprain pergelangan tangan, pekerjaan dalam posisi menekuk atau fleksi ekstensi secara berulang- ulang), (2) infeksi oleh karena sinovitis seperti tenosinovitis yang disebabkan karena inflamasi kronis serta fibrosis pada fleksor sinoviali; infeksi karena tuberculosis, (3) penyakit degeneratif seperti osteoartritis, (4) penyakit kolagen vaskuler seperti remathoid arthritis amiloidosis hipotiroidisme dan lupus erimatosis yang mempredisposisi kompresi saraf median didalam terowongan karpal akibat penebalan dan hipertrofi ligament serta jaringan ikat lainnya, (5) penyakit iatrogenik seperti punksi arteri radialis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan (6) Neoplasma seperti kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma (7) Kehamilan juga bisa menyebabkan sindroma ini diduga karena retensi air pada jaringan ikat sekitar pergelangan tangan, sindroma biasanya terjadi pada trisemester ketiga yang biasanya bilateral (Rambe, 2004). 4. Patologi Ada beberapa hipotesa mengenai patogenesis carpal tunnel syndrom. Sebagian berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskuler memegang peranan penting dalam terjadinya carpal tunnel syndrom. Tapi umumnya carpal tunnel syndrome ini terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan flexor retinakulum, yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulangulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti anoxia, yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan akan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi dari nervus medianus terganggu (Rambe, 2004). 5. Tanda dan gejala a. Gangguan sensorik Gangguan sensorik yang timbul awalnya adalah parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa jari seperti terkena aliran listrik pada jari dan setengah sisi radial jari, walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari, keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lain adalah nyeri ditangan yang juga dirasakan lebih memberat di malam hari . Kadang-kadang nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan (Rambe, 2004). Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. b. Gangguan motoris
Pada tahap lanjut dapat terjadi gangguan pada nerves medianus yang menimbulkan kelemahan otot tenar sehingga jari-jari tidak dapat digunakan untuk bekerja, misalnya menjahit, menulis, mengancingkan baju, mengendarai motor. 6. Komplikasi Komplikasi carpal tunnel syndrome adalah atrofi otot-otot thenar, kelemahan otot-otot thenar, dan ketidakmampuan tangan untuk beraktifitas (Shidarta, 1984). 7. Prognosis Gerak dan Fungsi Carpal tunnel syndrome yang kasusnya idiopatik mempunyai gejala yang timbul dan hilang dalam beberapa bulan atau tahu, tapi rasa tidak enak pada malam hari dapat lebih menonjol dan berlangsung sehingga mengganggu penderita. Progresitifitasnya lebih sering terjadi bila ada penyakit
yang
melatarbelakanginya.
Bila
hanya
ada
kelainan
sensorik,
kelainan
ini
bersifat reversible, tapi bila dijumpai kelainan motorik maka kesembuhanya lebih lama walaupun telah melakukan banyak terapi. 8. Diagnosa Banding Diagnosa carpal tunnel syndrome adalah (1) Pronator teres syndrome, keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri pada telapak tangan karena cabang nerves medianus ke kulit telapak tangan tidak melaui terowongan karpal, (2) Inoracic outlet syndrome, dijumpai atrofi otot-otot tangan lainya selain otot-otot thenar, (3) Cervical radikulopathy, keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak (Rambe, 2004). B. Deskripsi Problematik Fisioterapi 1. Impairment a. Nyeri Terjadi karena tekanan yang berulang-ulang dan penjepitan nerves medianus sehingga tekanan intrafesikuler meningkat. b. Parestesia Terjadi karena penjepitan pada nerves medianus sehingga aliran darah ke otot-otot yang disyarafi nerves medianus berkurang (Rambe, 2004) . c.
Penurunan kekuatan otot dan kemampuan fungsional
Terjadi karena nyeri yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang yang mengakibatkan otot inaktif sehingga elastisitasnya berkurang . 1.
2.
Functional Limitation
Penderita mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-hari seperti mengendarai motor, menyapu, mencuci, dan lain-lain.
1.
3.
Disability
Aktifitas sehari-hari yang berhubungan dengan tangan terganggu dalam melakukan aktifitasnya sebagai ibu rumah tangga, sebagai anggota keluarga serta dalam lingkungan masyarakat.
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi Modalitas yang digunakan yaitu dengan ultra sonic dan terapi latihan berupa latihan penguatan otot – otot pada tangan berupa latihan resisted exercise. 1.
Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah gelombang suara yang tidak dapat didengar oleh manusia. Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya yang perambatanya memerlukan media penghantar. Media penghantar harus elastis agar partikel bisa berubah bentuk. Dari sini dijumpai daerah padat atau Compression dan daerah renggang atau refraction (Sujatno dkk, 2002). Dalam penggunaaan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic efektif untuk mengurangi nyeri karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme dari efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ultra sonic terhadap gerbang nyeri dan suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sonic dengan pulsa rendah dapat merangsang pengeluaran dan pelepasan histamine. Histamine menyebabkan pelebaran pembuluh darah lokal sehingga terjadi percepatan pembersihan zat atau bahan kimia yang menyebabkan nyeri (Cameron, 1999). a. Mesin ultra sonic Mesin ultra sonic terdiri dari sirkuit primer dan sirkuit skunder. Sirkuit primer adalah generator berfrekuensi tinggi yang membangkitkan arus listrik berfrekuensi tinggi pula. Sirkuit ini yang dihubungkan dengan tranduser dari bahan piezo elektrik yang disebut sebagai sirkuit skunder yang memiliki frekuensi sama dengan sirkuit primer . Frekuensi sirkuit sekunder juga ditentukan oleh ketebalan bahan piezo elektrik yang harus disesuaikan dengan sirkuit primer. Mesin ultra sonic dapat memberikan energi secara kontinyu dan terputus. Pada pemberian-pemberian ultra sonic secara terputus efek panas dapat ditekankan dan memungkinkan pemberian dengan intensitas yang tinggi. Sedang pemberian pemberian secara kontinyu lebih menekankan efek termalnya. Dalam tranduser terdapat area yang memiliki radiasi efektif yang disebut dengan ERA ( Effective Radiating Area ). Penentuan ERA sangat penting dalam pemberian intensitas selain luas daerah yang diobati. b. Fisika Dasar Ultra Sonic 1) Sifat-sifat gelombang Ultra sonic
Gelombang ultra sonic memiliki dua area pancaran yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda yaitu area konvergen dan area divergen. Area konvergen memiliki ciri terdapat gejala intervensi pada bundle tersebut sehingga timbul variasi intensitas yang besar (Sujatno dkk, 2002). Sedangkan area divergen memiliki ciri tidak terjadi gejala interfensi sehingga bundle gelombang sama dan intensitas semakin berkurang. Jika jarak tranduser semakin jauh dari permukaan tubuh. Pada area ini bundle gelombangnya memiliki diameter lebih besar sehingga penyerapan energi lebih besar . 2)
Panjang gelombang
Frekuensi dari mesin ultra sonic tetap dan kecepatan penyebaran ditentukan oleh medium, maka panjang gelombang tergantung dari medium yang digunakan. 3) Penyebaran gelombang ultra sonic Penyebaran gelombang ultra sonic di dalam tubuh manusia timbul oleh karena fenomena yaitu adanya refleksi dan difergensi pada area divergen. Adanya penyebaran gelombang ultra sonic dapat menimbulkan efek di luar daerah pancaran bundle ultra sonic sehingga harus diperhatikan media-media yang kuat daya refleksinya seperti metal, udara, dan jaringan tulang. 4) Penyerapan dan penetrasi pada gelombang ultra sonic Jika energi ultra sonic masuk kedalam jaringan tubu, maka efek pertama yang diharapkan adalah efek biologis. Oleh karena adanya penyerapan tersebut semakin dalam gelombang ultra sonic masuk kedalam tubuh, maka intensitasnya akan semakin berkurang. Gelombang ultra sonic diserap jaringan tubuh dalam berbagai ukuran. Sebagai ukuran digunakan koefisien
penyerapan.
Penyerapan
tergantung
pada
frekuensi.
Pada
frekuensi
rendah
penyerapanya lebih sedikit dari pada yang berfrekuensi tinggi. Disamping refleksi, koefisien penyareapan menentukan penyebaran ultra sonic di dalam tubuh. Semakin dalam gelombang ultra sonic masuk kedalam tubuh semakin besar pula intensitasnya. Pada frekuensi rendah penyerapan lebih sedikit daripada frekuensi tinggi. 5) Bentuk gelombang Bentuk gelombang dari ultra sonic antara lain (a) Continous yaitu gelombang yang dihantarkan secara terus-menerus (b) Interupted / pulsa yaitu gelombang yang terputus, dengan bentuk pulsa dan lamanya ditentukan oleh karakteristik mesin yang digunakan. 6) Media penghantar
Media penghantar harus memenuhi kriteria harus bersih dan steril pada keadaan tertentu, tidak terlalu cair ( kecuali metode sub aqual ), tidak cepat terserap kuli, tidak menyebabkan flek-flek, tidak menimbulkan iritasi kulit, mudah meghantarkan ultra sonik, transparan dan murah. c. Efek dari ultra sonic 1)
Efek mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra sonic menimbulkan peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage. Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan meningkatkan metabolisme. Micro massage adalah merupakan efek teraputik yang penting karena semua efek yang timbul oleh terapi ultra sonic diakibatkan oleh micro massage ini. 2)
Efek termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang digunakan, intensitas dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit dan otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar proses metabolisme. 3)
Efek biologi
Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal. Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain: a) Memperbaiki sirkulasi darah Pemberian ultra sonic akan mengakibatkan kenaikan temperatur dan vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen dan nutrisi menjadi meningkat. b) Rileksasi otot Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak ada . Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot. c) Meningkatkan permeabilitas jaringan
Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya dapat memeperlunak jaringan pengikat. d) Mengurangi nyeri Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Pengurangan rasa nyeri ini diperoleh antara lain, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman. e) Mempercepat penyembuhan Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibody yang mempercepat penyembuhan dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan. f) Pengaruh terhadap saraf parifer Menurut beberapa penelitian bahwa ultra sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent, ditunjukkan bahwa getaran ultra sonic dengan intensitas 1,2 w/cm2 dengan gelombang kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak teralu berpengaruh (Sujatno dkk, 2002). 2. Terapi Latihan Terapi latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk hidup secara independent yaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja (Priyatna, 1985). Tujuan dari terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memajukan kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas normal (Priyatna, 1985). Terapi latihan pada carpal tunnel syndrom adalah resisted active exercise merupakan latihan yang dilakukan dengan memberikan tahanan dari luar terhadap kerja otot yang memebentuk suatu gerakan. Tahanan dari luar tersebut bisa berasal dari tahanan manual ataupun mekanik (Kisner,1996). Apabila otot itu berkontaksi dengan melawan suatu tahanan, maka ketegangan dalam otot itu akan naik. Karena ketegangan otot bertambah ( bila melawan melawan suatu tahanan) maka untuk memperkuat otot- otot dengan menggunakan resistance. Tahanan yang
dilaksanakan bisa menggunakan tahanan manual, kantong pasir, per, dan karet. Efek penggunaan resisted exercise adalah: (1) Menaikkan kekuatan dan daya
tahan otot, (2)
Memperbaiki ketidakseimbangan otot, (3) Memperkembang koordinasi gerakan, (4) Memperbaiki kemampuan fungsional, (5) Memperbaiki kondisi umum penderita. BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS A. Pengkajian Fisioterapi 1. Anamnesis Anamnesis adalah suatu tanya jawab mengenai keadaan pasien yang bisa dilakukan langsung oleh pasien sendiri dan dilakukan orang lain yang mengetahui keadaan pasien. 1.
Anamnesis umum
Ditanyakan mengenai identitas pasien yang meliputi nama: Ny. Eni, umur: 33 tahun, jenis kelamin: perempuan, agama: islam, alamat: Klipang Permai Blok G No. 134 Semarang, pekerjaan: ibu rumah tangga. 1.
Anamnesis khusus
Merupakan anamnesis yang berhubungan dengan kondisi carpal tunnelnya, meliputi: 1) Keluhan utama Merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh pasien yaitu adanya nyeri, terasa tebal, kesemutan yang dirasakan oleh pasien pada pergelangan tangan kanan dan kiri. 2) Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang diketahui sejak tiga bulan yang lalu, pasien merasakan kesemutan dan rasa tebal pada telapak tangan disertai nyeri. Setelah dirasakan lama-kelamaan rasa kesemutan itu makin sering terjadi dan pasien kesulitan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci, memasak, menyapu, dan mengendarai motor. Pada bulan November, pasien memeriksakan ke RSUD Kota Semarang datang ke dokter saraf kemudian dirujuk ke fisioterapi. 3) Riwayat penyakit dahulu Pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa dan tidak pernah mengalami hal-hal yang memicu penyakit tersebut. 4) Riwayat pribadi Pasien adalah ibu rumah tangga yang sehari-hari melakukan aktivitas di rumah, seperti mencuci, memasak, dan menyapu dan bepergian naik motor.
5) Riwayat penyakit penyerta Pasien tidak punya penyakit lain. 6) Riwayat keluarga Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit serupa. 7) Anamnesis system Anamnese system diperoleh informasi untuk system (a). Kepala dan leher, tidak ada keluhan, (b). Kardiovaskuler, tidak ada
keluhan, (c). Respirasi, tidak ada keluhan, (d). Gastro intestinal, tidak
ada keluhan, (e).Urogenital, tidak ada keluhan, (f). Muskuloskeletal, ada rasa nyeri pada pergelangan tangan kanan dan kiri, (g). Nervorum, ada rasa tebal dan kesemutan pada pergelangan tangan kanan dan kiri. 1.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerak, kemampuan fungsional, pemeriksaan kognitif, pemeriksaan spesifik. a. Pemeriksaan vital sign Pemeriksaan vital sign yaitu pemeriksaan yang meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, suhu, tinggi badan dan berat badan. Untuk pemeriksaaan yang dilakukan pada tanggal 5 Desember 2007 diperoleh data Tekanan darah 110/80 mmHg, Denyut nadi 72 kali, Pernafasan 18 kali, tinggi badan 150 cm, berat badan 40 kg. b. Inspeksi Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati pada kasus carpal tunnel syndrome. Inspeksi yang perlu diperhatikan adalah, (1) Keadaan umum pasien yaitu baik, (2) Tanda-tanda inflamasi tidak ada, (3) Deformitas tidak ada, (4) Atrofi otot-otot sekitar pergelangan tangan tidak ada. c. Palpasi Palpasi adalah suatu pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang bagian tangan pasien untuk mengetahui (1) Adanya nyeri tekan, (2) Suhu normal, (3) Tidak ada pembengkakan. d. Perkusi Tidak dilakukan. e. Auskultasi
Tidak dilakukan. 3. Pemeriksaan Gerak 1.
Pemeriksaan Gerak Aktif
Pada pemeriksaan gerak aktif untuk memperoleh informasi tentang adanya nyeri gerak, kekuatan otot, koordinasi gerakan. Pada pemeriksaan ini pasien diminta melakukan gerakan ke segala arah bidang gerak yaitu gerakan fleksi wrist, ekstensi wrist, ulnar deviasi, dan radial deviasi. Dan dari pemeriksaan tersebut pasien dapat menggerakkan pergelangan tangan kanan dan kiri ke segala bidang gerak dengan full ROM tanpa disertai keluhan nyeri di akhir gerakan. b. Pemeriksaan Gerak Pasif Pada pemeriksaan gerak pasif untuk mengetahui adanya nyeri gerak atau nyeri tekan, end feel sendi pergelangan tangan. Pada pemeriksaan gerakan dilakukan penuh oleh terapis ke segala arah bidang gerak yaitu gerakan fleksi-ekstensi pergelangan tangan, ulnar deviasi, dan radial deviasi yang dilakukan penuh oleh terapis tanpa menimbulkan kontraksi otot. Dan dari pemeriksaan tersebut didapatkan nyeri pada akhir gerakan. Dan endfeell pada pergelangan tangan yaitu endfeell lunak. c. Pemeriksaan Gerak Isometrik Melawan Tahanan Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memprovokasi nyeri musculotendineusnya. Pada pemeriksaan gerakan ini pasien diminta melakukan gerakan ke segala arah bidang gerak yaitu gerakan fleksi wrist, ekstensi wrist, ulnar deviasi, dan radial deviasi yang dilakukan penuh oleh pasien dengan tahanan dari terapis. Dan didapatkan pasien dapat menggerakan ke segala arah yaitu pada gerakan flexi-ekstensi wrist, abduksi dan adduksi wrist, ulnar dan radial deviasi wrist, dan ada sedikit keluhan nyeri. 4. Kemampuan Fungsional Pemeriksaan kemampuan fungsional ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan yang berhubungan dengan lingkungan. Kemampuan fungsional meliputi: a. Kemampuan fungsional dasar Pasien mampu menggenggam, fleksi dan ekstensi, serta radial dan ulnar tangan kanan dan kiri. 1.
Aktivitas fungsional
deviasi pergelangan
Pasien dapat melakukan aktifitas makan dengan menggunakan tangan tanpa timbul nyeri, mampu memasak, mencuci baju, menyapu dan mengendarai motor secara mandiri tapi dalam jangka waktu yang lama timbul nyeri dan kesemutan. c. Lingkungan aktivitas Lingkungan aktivitas pasien tidak mendukung untuk kesembuhan karena banyak aktivitas yang dilakukan dengan tangan, seperti mencuci baju dan menyapu dan bepergian naik motor. 1.
5.
Pemeriksaan kognitif, intra personal, interpersonal
Pemeriksaan kognitif diketahui bahwa memori pasien baik, mampu memahami dan mengikuti instruksi terapis. Pemeriksaan interpersonal diketahui bahwa pasien mempunyai semangat untuk sembuh sehingga dia rajin datang untuk terapi. Pemeriksaan intrapersonal diketahui bahwa pasien dapat bekerjasama dan berkomunikasi baik dengan terapis atau lingkungan sekitar. 6. Pemeriksaan spesifik a. Test profokasi 1) Phalen test Pergelangan tangan penderita dipertahankan selama kira-kira 30 detik dalam posisi flexi palmar penuh. Hasil yang diperoleh hasil positif menunjukkan nyeri pada pergelangan tangan kanan dan kiri. Gambar 6 Phalen test (De Wolf & Mens, 1994) 2) Thinel test Test ini mendukung diagnosa jika timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsi fleksi. Dan hasil yang diperoleh adalah positif pada pergelangan tangan kanan dan kiri. Gambar 7 Tinel test (De Wolf & Mens, 1994) 3) Phrayer test Ekstensikan pergelangan tangan dengan maksimal tahanan selama 30 detik kemudian lepaskan maka akan timbul nyeri di pergelangan tangan. Dan hasil yang diperoleh adalah positif pada pergelangan tangan kanan dan kiri.
b. Dermatom test Dermatom
test
adalah
test
sensitifitas
pada
daerah
yang
mendapatkan
persyarafan
nervus medianus. Yaitu berupa test tajam tumpul ataupun panas dingin. Dan hasil dari dermatom test yang penulis lakukan menunjukkan tidak adanya pengurangan sensibilitas pada daerah yang disyarafi nerves medianus pada pergelangan tangan kanan dan kiri. c. Pengukuran kekuatan otot Yaitu pengukuran secara fungsional dengan mengukur kekuatan dan integrasi dari fungsi dasar tangan yang berupa kelompok otot flexor, ekstensor, abduktor, dan adduktor pergelangan tangan dengan menggunakan MMT (Manual muscle Testing). MMT (Manual Muscle Testing) adalah suatu usaha untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam menunjukkan kontraksi otot. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan adalah Tabel 1 Hasil Nama Otot
Nilai otot
pemeriksaan
kekuatan
otot
dengan MMT d. Diskriminasi 2 titik
Wrist kanan:
Dengan mencari sensoris yang
Fleksor wrist Ekstensor wrist
lemah pada distribusi nervus 4
medianus yang telah disebutkan di depan dengan menggunakan
Ulnar deviasi
5
Radial deviasi
5
Wrist kiri
4
Fleksor wrist
5
Ekstensor wrist
4+
Ulnar deviasi
5
bolpoin.
Dan
pemeriksaan
dari
yang
hasil
dilakukan
pada daerah tangan kanan dan kiri
adalah
tidak
adanya
penurunan sensibilitas. e. VAS (Visual Analog Scale ) Yaitu sebuah parameter yang digunakan
untuk
pengukuran
nyeri yang menggunakan nilai Radial deviasi
4
0cm sampai 10cm ( 0 = tidak nyeri, 10 = nyeri sekali). Dan hasil yang diperoleh adalah:
Kanan: Nyeri diam: 0 mm, Nyeri gerak saat gerakan fleksi dan ekstensi wrist: 4 mm, Nyeri tekan pada dorsal tangan: 2 mm.
Kiri: Nyeri diam: 0 mm, Nyeri gerak saat gerakan fleksi dan ekstensi wrist: 4 mm, Nyeri tekan pada dorsal tangan: 2 mm. B. Penatalaksanaan Terapi Penatalaksanaan fisioterapi untuk memberikan metode yang tepat dan efektif berdasarkan masalah yang dihadapi, penyebab dan kemampuan pasien sehingga tujuan dari terapi dapat tercapai dengan baik dan yang diharapkan dari program terapi dapat terwujud. Pada kasus carpal tunnel syndrome ini pelaksanaan fisioterapi menggunakan modalitas ultra sonic dan terapi latihan untuk mengatasi problematik yang dihadapi pasien. Terapi pertama (T1) tanggal 5 Desember 2007: 1.
1.
Ultra sonic
Gambar 8 Ultra sonic a. Persiapan alat Mesin di test apakah mesin dalam keadaan baik dan dapat mengeluarkan gelombang ultra sonic dengan cara memberi air pada tranduser guna menampung air dan dipegang menghadap ke atas kemudian mesin dihidupkan, bila mesin dalam keadaan baik maka air akan bergerak seperti mendidih kemudian koupling medium, handuk, tissue, dan alkohol dipersiapkan. b. Persiapan pasien Pasien diposisikan senyaman mungkin, rileks, dan tanpa adanya rasa sakit yaitu posisi dengan duduk kemudian tangan supinasi diletakkan diatas bed, kemudian pada bagian tangan disuport oleh bantal. Dan tangan yang akan diterapi harus terbebas dari pakaian dan segala aksesoris. Sebelum pemberian terapi dilakukan tes sensibilitas dengan menggunakan tabung berisi air panas dan dingin didaerah tangan bagian palmar. Posisi terapis duduk di depan pasien. Pasien diberi penjelasan tentang tujuan pengobatan yang diberikan dan juga rasa panas yang dirasakan dan jika pasien merasakan seperti kesemutan
yang berlebihan saat terapi berlangsung diharapkan pasien
langsung memberitahukan kepada terapis. c. Pelaksanaan Alat diatur sedemikian rupa sehingga tangkai mesin dapat menjangkau tangan yang akan diterapi kemudian area yang akan diterapi yaitu pada dorsal pergelangan tangan kanan diberikan koupling medium kemudian tranduser ditempelkan lalu mesin dihidupkan lalu tranduser digerakan pelanpelan pada pergelangan tangan kanan pasien secara tranvers dan irama yang teratur di atas pergelangan tangan dengan arah tegak lurus dengan area terapi, tranduser harus selalu kontak
dengan kulit, dengan intensitas 1,5 watt/cm2 secara continous, lama terapi 5 menit diperoleh dari luas area 25 cm2 dan ERA 5 cm2. Selama proses terapi berlangsung harus mengontrol panas yang dirasakan pasien. Jika selama pengobatan rasa nyeri dan ketegangan otot meninggi, dosis harus dikurangi dengan menurunkan intensitas. Hal ini berkaitan dengan overdosis. Setelah terapi pada pergelangan tangan kanan selesai intensitas dinolkan dan dilanjutkan untuk pergelangangan tangan yang kiri sama seperti yang dilakukan pada pergelangan tangan kanan, setelah selesai kemudian alat dirapikan seperti semula. Untuk (T2 – T6) pemberian terapi ultra sonic pada pergelangan tangan kanan dan kiri sama seperti T1. 1.
2.
Terapi Latihan
Ressisted exercise yaitu merupakan bagian dari active exercise dengan dinamik atau statik kontraksi otot dengan tahanan dari luar. Tahanan dari luar bisa dengan manual atau dengan mekanik. Posisi pasien: duduk di kursi dengan tangan disangga bantal, terapis duduk berhadapan dengan pasien. Pelaksanaan: a. Gerakan dorsi fleksi dan palmar fleksi Posisi pasien duduk nyaman dan lengan bawah tersangga penuh. Latihan diberikan pada pergelangan tangan kanan dan kiri. Terapis menstabilisasi pada pergelangan tangan kemudian pasien diminta menggerakkan kearah dorsal dan palmar fleksi dan terapis memberi tahanan kearah palmar dan dorsal tangan dengan aba – aba “pertahankan disini…tahan…tahan…”. Selama 7 hitungan kemudian hitungan ke-8 pasien rileks. Tahanan disesuaikan dengan kemampuan pasien dengan pengulangan 8 – 10 kali (Bates, 1992). Gambar 9 Gerak dorsal fleksi dan palmar fleksi dengan tahanan (De Wolf & Mens,
1994)
b. Gerakan ulnar deviasi dan radial deviasi Ulnar deviasi: Posisi pasien duduk nyaman dan lengan bawah tersangga penuh dan pronasi dalam posisi netral. Latihan diberikan pada pergelangan tangan kanan dan kiri Terapis memfiksasi pada distal lengan bawah dan pasien diminta menggerakkan tangan ke ulnar dan terapis memberi tahanan kearah dorsal tangan dengan aba – aba “pertahankan disini…tahan…tahan…”. Selama 7 hitungan kemudian hitungan ke-8 pasien rileks. Tahanan disesuaikan dengan kemampuan pasien, dengan pengulangan 8 – 10 kali (Bates, 1992).
Gambar 10 Gerak ulnar deviasi dan radial deviasi yang ditahan (De Wolf & Mens,
1994)
Radial deviasi: Posisi pasien duduk nyaman dan lengan bawah tersangga penuh dan pronasi dalam posisi netral. Latihan diberikan pada pergelangan tangan kanan dan kiri Terapis memfiksasi pada distal lengan bawah dan pasien diminta menggerakkan tangan ke radial deviasi dan terapis memberi tahanan kearah ulnar tangan dengan aba – aba “pertahankan disini…tahan…tahan…”. Selama 7 hitungan kemudian hitungan ke-8 pasien rileks. Tahanan disesuaikan dengan kemampuan pasien, dengan pengulangan 8 – 10 kali (Bates, 1992). Untuk (T2 – T6) pemberian terapi latihan pada pergelangan tangan kanan dan kiri sama seperti T1 tapi untuk tahanannya ditambah. 1.
3.
Edukasi
Agar hasil maksimal maka perlu diberikan edukasi pada pasien tentang cara melakukan aktivitas sehari-hari yang benar dan pemberian modalitas fisioterapi. Edukasi yang diberikan untuk penderita carpal tunnel syndrome yaitu pasien diminta untuk mengompres dengan air hangat pada kedua pergelangan sampai telapak tangan kanan dan kiri sekitar 10 menit, menggerakkan kedua pergelangan tangan sebatas nyeri pasien secara aktif dengan tujuan pemperlancar peredaran darah dan mengistirahatkan kedua tangan saat timbul nyeri dan juga jangan mengangkat beban berat yang menimbulkan nyeri, serta melakukan latihan tangan seperti yang diajarkan terapis tapi menggunakan tahanan kantong pasir, jangan mengangkat beban berat yang menimbulkan nyeri, jangan memaksakan bekerja secara berlebihan saat tangan merasa nyeri . C. Evaluasi Hasil Terapi Untuk mengetahui kemajuan dan kemunduran pasien dengan kondisi carpal tunnel syndrome bilateral atas nama Ny. Eni berumur 33 tahun setelah mendapatkan terapi, maka perlu dibandingkan antara hasil sebelum dan sesudah diberikan terapi. 1.
Tes provokasi
Test Provokasi
T0
T3
T6
+
-
-
+
+
-
Wrist kanan: Test Thinel
Test Phanel Test Phrayer Wrist kiri:
+
+
+
+
-
-
+
+
-
+
+
+
Test Thinel Test Phanel Test Phrayer 1.
Nyeri dengan VAS
T0
T3
T6
Nyeri gerak
2
2
1
Nyeri diam
4
3
3
Wrist kiri:
0
0
0
Nyeri tekan
2
2
1
Nyeri gerak
4
3
3
Nyeri diam
0
0
0
T0
T3
T6
Wrist kanan:Fleksor wrist
4
4+
4+
Ekstensor wrist
5
5
5
Ulnar deviasi
5
5
5
VAS Wrist kanan:Nyeri tekan
1.
Kekuatan otot dengan MMT
MMT
Radial deviasi
4
4
4
Wrist kiri:
5
5
5
Fleksor wrist
4+
4+
4+
Ekstensor wrist
5
5
5
Ulnar deviasi
4
4+
4+
Radial deviasi
4. Kemampuan fungsional pada tangan yaitu pasien sudah sedikit sempurna saat menggenggam, memasak, mencuci dan saat mengendarai motor nyeri agak berkurang. BAB 1V PEMBAHASAN HASIL
Seorang wanita berumur 33 tahun dengan carpal tunnel syndrome bilateral yang menimbulkan masalah adanya paraestesia, rasa tebal dan penurunan kekuatan otot, dan penurunan kemampuan fungsional tanganya setelah mendapatkan penanganan fisioterapi dengan menggunakan modalitas ultra sonic dan terapi latihan sebanyak 6 kali dengan remisi tiga kali seminggu didapatkan perkembangan yang positif yaitu adanya pengurangan keluhan parestesia, pengurangan rasa tebal, pengurangan rasa nyeri, peningkatan kemampuan fungsional tangan, peningkatan kekuatan otot pada ke dua pergelangan tangannya. Berikut ini adalah grafik kemajuan dari problematika pada pasien dengan carpal tunnel syndromebilateral dengan menggunakan parameter tertentu. Grafik 1 Grafik nilai VAS wrist kanan Grafik 2 Grafik nilai VAS wrist kiri Dari 2 grafik di atas dapat dilihat pengaruh pemberian ultra sonic pada pergelangan tangan kanan dan kiri sama yaitu nyeri gerak dan nyeri tekan berkurang 1 , sedangkan nyeri diam tidak ada. Grafik 3 Grafik nilai peningkatan kekuatan otot pergelangan tangan kanan
Grafik 4 Grafik nilai peningkatan kekuatan otot pergelangan tangan kiri
Dari 2 grafik di atas dapat dilihat bahwa kekuatan otot pada semua sendi pergelangan tangan kanan dan kiri mengalami peningkatan. Tabel 2 Tabel test provokasi pada pemeriksaan carpal tunnel syndrome Test Provokasi
T0
T3
T6
+
-
-
+
+
-
+
+
+
+
-
-
+
+
-
+
+
+
Wrist kanan: Test Thinel Test Phanel Test Phrayer Wrist kiri: Test Thinel Test Phanel Test Phrayer
Data yang dapat memberikan bukti klinis yaitu dari data yang bersifat subjektif dari pasien antara lain adanya pengurangan keluhan kesemutan dan rasa tebal pada tangan kanan dan kirinya, peningkatan kemampuan fungsional tangan dan peningkatan kekuatan otot, kemudian test tinel dan test phalen negative pada T6 pada ke dua pergelangan tangannya. Pada kasus ini penggunaan ultra sonic efektif dalam mengurangi nyeri karena adanya pengaruh termal dan pengaruh langsung dari serabut saraf. Nilai ambang rangsang nyeri meningkat setelah pemberian Ultra Sonic dengan intensitas 1 – 1,5 W/cm2 selama 2 menit (Michlovitz, 1996). Menurut Midellamas dan chatterje bahwa acut soft tissue injury dapat membaik dengan diberikan ultra sonic 1,5 MHz pada intensitas 0,5 – 1 watt/cm² selama 4 – 10 menit untuk jaringan superficial dan 1-2 watt/cm² untuk jaringan yang lebih dalam. Dengan gelombang continous pada ultra sonik pada intensitas 0,5 – 2 W/cm2 dan frekuensi 1,5 MHz telah menghasilkan efek yang lebih efektif
pada jaringan superficial dari pada pemanasan dengan parafin dan modalitas lainnya dalam hal mengurangi nyeri pada soft tissue injury atau pada kondisi akut (Cameron, 1999). Selain itu dengan berkurangnya nyeri maka tidak terjadi hambatan dalam kontraksi otot dan kekuatan ototpun bias meningkat, sehingga kemampuan menggenggam juga meningkat. Efek yang dihasilkan ultra sonic salah satunya yaitu efek thermal yang akan mengakibatkan dilatasi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk perbaikan jaringan. Selain itu proses pengangkutan zat pengiritasi menjadi lebih lancar sehingga diperoleh efek rileksasi. Dengan frekuensi 1MHz efek thermal dari pemakaian ultra sonik dapat menembus jaringan hingga kedalaman 5 cm dari permukaan kulit (Cameron, 1999). Adanya pengaruh non termal dari ultra sonic mampu memberikan efek peningkatan permeabilitas jaringan kolagen dan perubahan aktifitas seluler yang berperan dalam proses regenerasi jaringan (Sujatno dkk, 2002). Nyeri spontan, tenderness, erytema, dan swelling setelah 10 kali pengobatan selama 12 hari menunjukkan perbandingan yang berarti dibanding terapi infra red, SWD, atau wax bath (Michlovitz, 1996). Sedang penelitian lain menunjukan bahwa dengan pemberian ultra sonic dengan dosis 1 watt/cm² dengan gelombang konstan selama 5 menit dapat meninggikan ambang rangsang (TITAFI, XV). Penggunaan ultra sonic telah digunakan sejak 50 tahun yang lalu dan efek yang ditimbulkan paling besar adalah efek biologi pada jaringan dengan frekuensi tinggi dengan angka kesembuhan mencapai 73% (Miclhovitz, 1996). Selain mengoptimalkan modalitas yang telah digunakan yaitu usaha untuk mengurangi nyeri, untuk mencegah adanya atrofi atau menjaga sifat fisiologis otot tangan dan sekitarnya, kelemahan otot, dan gangguan dalam aktivitas dapat dilakukan dengan berbagai teknik terapi latihan baik dengan resissted exercise (Michlovitz, 1996). Manfaat dari terapi latihan adalah untuk meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kemampuan fungsional, meningkatkan peredaran darah pada persendian dan nutrisi tulang rawan sendi dan memperbaiki fungsi jaringan sekitar persendian akibat peradangan atau perlengketan. Suatu percobaan membuktikan bahwa dengan resisted exercise dengan pengulangan 1-8 kali dapat meningkatkan kekuatan otot hingga 60% dan tidak terjadi hambatan dalam kontraksi otot (Miclhovitz,1996). Keberhasilan yang nyata dengan pemberian terapi ultra sonic dan terapi latihan pada kondisi carpal tunnel syndrome ini dipengaruhi oleh beberapa factor pendukung. Faktor yang mendukung keberhasilan terapi yang dilaksanakan berasal dari faktor terapis, pemilihan modalitas yang efektif, serta faktor dari pasien sendiri. Faktor dari terapis antara lain tingkat pengetahuan tentang carpal tunnel syndrome yaitu proses patologis sampai penatalaksanaan terapi, kemampuan terapis dalam memilih dan melaksanakan program terapi dan pemberian edukasi yang jelas dan benar kepada pasien. Modalitas ultra sonic dilakukan dalam keadaan baik sehingga dapat memberikan efek terapi sesuai yang diinginkan. Sedangkan dari pasien sendiri, dukungan dari pasien terhadap program terapi yang telah ditetapkan dapat memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
BAB V PENUTUP 1.
A.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan dalam bab terdahulu, mulai dari penyebab, perjalanan penyakit sampai pelaksanaaan terapi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa carpal tunnel syndrome adalah suatu sindroma akibat adanya penekanan nervus medianus pada terowongan carpal dengan derajat penekanan yang bervariasi dari ringan sampai berat. Keadaan tersebut muncul karena adanya berbagai kondisi, artinya syndroma ini jarang muncul sendiri tanpa adanya kondisi lain sebaga pencetus carpal tunnel syndrome sendiri mempunyai gejala dan tanda klinis yang beragam tergantung derajat kerusakan nervus medianus yang tertekan. Modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada kondisi ini antara lain: ultra sonic, short wave diathermy, micro wave diathermy, infra red, massage, terapi latihan, cold pack . Fisioterapi dengan modalitas ultra sonic dan terapi latihan merupakan terapi yang dapat diberikan pada kondisi carpal tunnel syndrome. Untuk mengatasi masalah yang muncul, yang meliputi impairment, functional limitation, serta disabilitynya. Pada kasus ini dengan menggunakan ultra sonic dan terapi latihan selama 6 kali, dapat mengatasi masalah dengan hasil menambah kekuatan otot, mengurangi nyeri dan meningkatkan kemampuan fungsional tangan walaupun belum sepenuhnya dapat diatasi. Peningkatan ini berkat kerja sama fisioterapis dan tenaga kerja lain. B. Saran Adanya kerja sama dengan tenaga kesehatan yang lain merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan, meskipun pemberian modalitas fisioterapi memegang peranan penting. Hendaknya fisioterapi melakukan identifikasi dan interprestasi masalah dengan baik sehingga bisa diberikan interfensi yang sesuai dengan permasalahan yang ada. Dalam pemberian modalitas perlu diperhatikan pengecekan terhadap modalitas secara periodik agar program terapi yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang optimal. Fisioterapi sendiri hendaknya mengembangkan pengetahuan dan selalu merasa tidak puas dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Hal-hal yang juga mempengaruhi keberhasilan terapi adalah motivasi pasien untuk sembuh, peranan dari keluarga serta kerjasama dari tenaga kesehatan lain yang terkait. Penulis berharap semoga penyajian penulisan ini dapat bermanfaat dalam memberikan pelayanan terapi pada carpal tunnel syndrome dengan modalitas fisioterapi berupa ultra sonic dan terapi latihan. Akhirnya penulis menyadari bahwa penyajian mengenai penatalaksanaan terapi ultra sonic dan terapi latihan pada carpal tunnel syndrome bilateral dalam Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai banyak kekurangan dan perlu disempurnakan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan guna kepentingan bersama yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, Andrea, 1992; Aquatic Exercise Therapi; W.B Sounders Company, Philadelpia. Cailliet, Rene, 1990; Neck and Arm Pain; F.A Davis Company, Callifornia. Chusid, J.G,1967; Corelative Neuro Anatomy and Fungsional Neurologi; Thirtheen, Lange Medical, Publication Los Altos, California, hal. 220. Connoly, John, 1981; The Management of Fractures and Dislocation; Bagian satu, Gajah Mada University Press, Yogyakarta De Wolf AN and Mens, 1994; Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh; Bohn Stafleu Von Loghom, Houten Seventeen. Dep Kes RI, 1999; Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia sehat 2010; Jakarta. Hislop, H.J and Montgomery, J, 1995; Muscle Testing Technique of Manual Examination. Sixth edition, Daniel and Wortingham’s, Churchill Livingstone, USA. Kisner, C and Colby, 1996; Therapeutic Exercise Fondation and Teqniques; Second edition, Davis Company, Philadelpia . Livingstone, Churchill, 1983; The Hand Examination and Diagnosis; Aurora, New York. Maxey, Lisa, 1990; Rehabilitation For Postsurgical Ortopedic Patient; Cetakan Pertama, Davis Company, St Louis, hal. 101. Michlovitz, Susan, 1996; Thermal Agent in Rehabilitation; Third edition, Davis Company, Philadelpia. Priyatna, Heri, 1985; Exercise Therapy; Akademi Fisioterapi Surakarta. Putz, R and R. Pabst, 2000; Sobotta Atlas Anatomi Manusia; E.G.C, Jakarta. Rambe,
Aldy
(2004);
Carpal
Tunnel
Syndrome;
Diakses
4
Oktober
2006,
dari
http:/www.rsup.adammalik.cline.net.html. Shidarta, Priguna, 1984; Sakit Neuro Muskulo Skeletal; Cetakan kedua, P.T Dian Rakyat, Jakarta, hal. 140. Snell, Richard S,1997; Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran; Bagian tiga, penerbit EGC, Jakarta.
Sujatno, I.g dkk, 2002; Sumber Fisis; Akademi Fisioterapi Surakarta.