BAB I PENDAHULUAN
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.(Mansjoer Arif,dkk, 2000). WHO (Word Health Organization) menyatakan bahwa kematian pada cedera kepala diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas. WHO mencatat pada tahun 2013 terjadi kematian yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas dengan jumlah kasus 2.500 kasus. Di amerika serikat, kejadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dengan prevalensi kejadian 80% meninggal dunia sebelum sampai rumah sakit, 80% cidera kepala ringan, 10% cidera kepala sedang dan 10% cidera kepala berat, dengan rentang kejadian 15-44 tahun. Presentase dari kecelakaan lalu lintas tercatat sebesar 48-58% diperoleh dari cidera kepala, 20-28% dari jatuh dan 3-9% disebabkan tindak kekerasan dan kegiatan olahraga
(WHO,2013). Di
Indonesia, cedera kepala berdasarkan hasil riskedas 2013 menunjukkan insiden cedera kepala sebanyak 100.000 jiwa meninggal dunia (Depkes RI,2003). Craniectomi adalah salah satu tindakan bedah saraf yang mengangkat suatu bagian tengkorak untuk memungkinkan otak yang membengkak mendapat ruang untuk mengembang, sehingga terjadi pengurangan tekanan.craniectomi ini cocok dilakukan pada korban cedera otak traumatik (Traumatic Brain Injuri). Cedera kepala dapat timbul kesulitan dalam menggerakkan ekstrimitas, kehilangan rasa dan bau, atau penglihatan blur dan ganda. Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan yang profesional yang bertanggung jawab atas kapasitas fisik dan kemampuan fungsional bagi umat manusia yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal sangat berperan penting dalam proses pemulihan post cedera kepala.
1
Dalam laporan ini pasien traumatic brain injury post operasi Craniectomi mengalami Kelemahan Anggota Gerak Bawah sisi kanan sehingga dibutuhkan fisioterapis untuk memberikan penanganan dan pemulihan terhadap masalah yang diderita pasien.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Dan Fisiologi 1. Anatomi Kepala
Gambar 1- Lapisan Otak
a. Kulit Kepala Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu: 1) Skin atau kulit. 2) 3)
Connective Tissue atau jaringan penyambung. Aponeurosis atau galea aponeurotika jaringan ikat berhubungan langsung dengan tengkorak.
4)
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar Merupakan tempat terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
5)
Perikranium (periosteum), merupakan periosteum yang melapisi tulang tengkorak, melekat crat terutama pada sutura karena melalui sutura ini periosteum akan langsung berhubungan dengan endostium (yang melapisi permukaan dalam tulang tengkorak).
3
b. Tulang Tengkorak
Gambar 2- Anatomi Ke ala
Fungsi utama tulang tengkorak adalah melindungi otak. otak adalah organ yang lunak dan memiliki fungsi yangsangat penting. Tulang tengkorak terdiri atas 22 tulang pipih yang saling berhubungan dan membentuk rongga.Tulang tengkorak terdiri atas 2 kelompok, yaitu tulang tengkorak bagian kepala (tulang tempurung kepala) dan tulang tengkorak bagian wajah. 1) Tulang Tengkorak bagian kepalaTulang tengkorak bagian kepala mengelilingi dan melindungi organ yang sangat vital yaitu otak. Ketika kita lahir,bagian-bagian tulang tengkorak bagian kepala belum menyatu sempurna. Tetapi selama pertumbuhan, tulang-tulangtersebut menyatu membentuk tempurung kepala.Tulang tengkorak bagian kepala terdiri atas 10 buah tulang, yaitu 1 tulang tengkorak belakang, 1 tulang dahi, 2 tulangubun-ubun, 2 tulang pelipis, 2 tulang tapis dan 2 tulang baji.
4
2) Tulang Tengkorak bagian muka tulang tengkorak bagian muka terletak pada bagian muka kepala. Tulang tersebut membentuk rongga mata, ronggahidung dan langit-langit. tulang tengkorak bagian muka terdiri dari 2 tulang rahang atas, 2 tulang rahang bawah, 2tulang tipi, 2 tulang mata, 2 tulang hidung, dan satu tulang pangkal lidah. Tulang rahang bawah merupakan satusatunya tulang yang dapat digerakkan pada bagian kepala. 3) Terdiri atas Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fosa :
Gambar 3- Fosa ada ron
a ten korak
a)
Anterior tempat lobus frontalis
b)
Media tempat lobus temporalis
c)
Posterior tempat batang otak bawah dan serebelum
c. Meningen Meninges adalah sistem membran yang melapisi sistem saraf pusat. Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan : 1) Durameter Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput
5
arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior digaris tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk 2 sinus yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu : sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus. Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark vena dan kenaikan tekanan intracranial. Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural. 2) Arachnoid Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen. Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal dan sama sekali dipisahkan dari ruang subdural. Pada beberapa daerah, arachnoid melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang membentuk trabekula di dalam sinus venous dura mater. Bagian ini dikenal dengan vilus arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan serebrospinal ke darah sinus venous. Arachnoid merupakan selaput yang tipis dan transparan. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara Arachnoid dan piameter terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-kadang disebut sebagai leptomeninges.
6
3) Piameter Piameter adalah membran yang sangat lembut dan tipis. Lapisan ini melekat pada otak. Pia mater mengandung sedikit serabut kolagen dan membungkus seluruh permukaan sistem saraf pusat dan vaskula besar yang menembus otak.Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro spinal bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid. Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial.
2. Anatomi Otak
Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Otak dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis. Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut : a. Duramater atau Lapisan Luar Duramater kadangkala disebut pachimeningen atau meningen fibrosa karena tebal, kuat, dan mengandung serabut kolagen. Pada duramater dapat diamati adanya serabut elastis, fibrosit, saraf, pembuluh darah, dan limfe. Lapisan dalam duramater terdiri dari beberapa lapis fibrosit pipih dan sel-sel luar dari lapisan arachnoid . b. Araknoid atau Lapisan Tengah Arachnoid merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan piamater . Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara
7
arachnoid dan piamater terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan. c. Piamater atau Lapisan Dalam Piamater merupakan membran yang sangat lembut dan tipis penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan permukaan otak. Lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum atau otak besar, cerebellum atau otak kecil, brainstem atau batang otak, dan dienchepahalons (Satyanegara, 1998).
1) Cerebrum atau Otak Besar
Gambar 4- Cerebrum otak besar
Bagian terbesar dari otak manusia disebut cerebrum disebut juga sebagai
cortex
cerebri.
Cerebrum membuat
manusia
memiliki
kemampuan berpikir atau intelektual, analisa, logika, bahasa, kesadaran, persepsi, memori, aktifitas motorik yang kompleks, dan kemampuan visual. Cerebrum dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Kedua belahan tersebut terhubung oleh saraf. Secara umum,
8
hemisfer kanan berfungsi mengontrol sisi kiri tubuh dan terlibat dalam kreativitas serta kemampuan artistik. Sedangkan hemisfer kiri berfungsi mengontrol sisi kanan tubuh dan untuk logika serta berpikir rasional. Cerebrum dibagi menjadi empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan disebut sulcus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah: a) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum. b) Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. c) Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. d) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
2)
Cerebellum atau Otak Kecil Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum berfungsi dalam pengaturan koordinasi perencanaan gerak, pengaturan tonus, kontrol postur dan keserasian gerak, pengaturan keseimbangan. Cerebrum juga berfungsi sebagai pengatur sistem saraf otonom, seperti pernafasan, mengatur ukuran pupil, dan ain-lain. 9
Jika terjadi cedera atau terdapat kerusakan pada area ini, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan
makanan
ke
dalam
mulutnya
atau
tidak
mampu
mengancingkan baju.
3)
Brainstem atau Batang Otak
Gambar 5- Batang Otak (Brainstem)
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight saat datangnya bahaya.
Brainstem terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) Mesencephalon disebut juga mid brain adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebellum. Mid brain berfungsi dalam mengontrol respon penglihatan, gerakan
10
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran. 2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata bertugas mengontrol fungsi otomatis otak seperti: detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan. 3) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular . Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
4) Dienchephalons Terdiri dari thalamus, hypothalamus, subthalamus, dan epithalamus. a. Thalamus berfungsi sebagai station relay dari sensoris, berperan dalam perilaku dan emosi sejalan dengan hubungannya dengan system limbic, serta mempertahankan kesadaran. b. Hypothalamus terletak dibawah thalamus yang berfungsi mengatur emosi,
hormon,
temperatur
tubuh,
kondisi
tidur
dan
bangun,
keseimbangan kimia tubuh, serta makan dan minum c. Subthalamus merupakan nukleus motorik ekstrapiramida yang penting. Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia. d. Epithalamus berhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.
Sawar Darah Otak
Sawar darah-otak adalah struktur unik system vascular otak yang mencegah lewatnya material dari darah ke cairan seebrospinal di otak. Sawar darah-otak terbentuk dari sel endotel yang berikatan erat di kapiler otak dan dari sel yang melapisi ventrikel yang membatasi difusi dan filtrasi. Fungsi transport khusus 11
mengatur cairan yang keluar dari sirkulasi umum untuk membasahi sel otak.. Banyak obat dan zat kimia tidak dapat menembus sawar darah-otak.
Gambar 6- Sawar darah otak
Aliran Darah Otak dan Metabolisme Otak
Otak menerima sekitar 15% curah jantung. Tingginya kecepatan aliran darah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-menerus tinggi akan glukosa dan oksigen. Otak bersifat unik karena otak biasanya hanya menggunakan glukosa sebagai sumber untuk fosforilasi oksidatif dan produksi ATP. Tidak seperti sel yang lain, sel otak tidak menyimpan glukosa sebagai glikogen; dengan demikian, otak harus secara terus-menerus menerima oksigen dan glukosa melalui aliran darah otak. Deprivasi oksigen selama 5 menit dan deprivasi glukosa selama 15 menit, dapat menyebabkan kerusakan otak yang signifikan. Fungsi otak sangat bergantung pada aliran darah, sehingga mungkin untuk mengidentifikasi bagian otak mana yang melakukan tugas apa dengan mengukur aliran darah otak selama aktivitas otak yang spesifik. Penelitian memperlihatkan bahwa ketika melakukan banyak kerja mental, otak mula-mula memproduksi ATP melalui glikolisis anaerob, bukan melalui fosforilasi oksidatif. Glikolisis anaerob bergantung pada glukosa, tetapi tidak memerlukan oksigen. Otak tetap melakukan hal ini walaupun tersedia oksigen. Akibatnya adalah pemakaian dan deplesi glukosa yang cepat, disertai peningkatan
12
kadar oksigen secara bersamaan. Dalam waktu singkat, otak mulai melakukan fosforilasi oksidatif.
Tekanan Intrakranial
Tekanan di dalam cranium disebut tekanan intracranial (TIK). TIK ditentukan oleh volume darah di otak, volume CSS, dan volume jaringan otak. Dalam keadaan normal, TIK berkisar dari 5 sampai 15 mmHg.
B. Traumatic Barin Injury (TBI) 1.
Definisi
Trauma Brain Injury atau cedera kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial
baik
bersifat
temporer
maupun
permanent
(PERDOSI,2006). Trauma Brain Injury adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak (Pedoman Penaggulangan Gawat Darurat Ems 119 Jakarta, 2008). Cedera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Mufti, 2009). Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
13
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Gambar 7: Gambaran Umum Cedera Kepala
2. Etiologi
Adapun etiologi dari cedera kepala menurut Suriadi & Yuliani (2001), yaitu : a. Kecelakaan kenderaan bermotor atau sepeda dan mobil. b. Jatuh. c. Kecelakaan saat olahraga. d. Cedera akibat kekerasan. Menurut Sjamsuhidajat, R & Jong, WD (2004), etiologi dari trauma kepala terdiri dari : a. Benda tajam. b. Benda tumpul. c. Peluru. d. Kecelakaan lalu lintas Sedangkan menurut Purwoko, S (2006), etiologi dari cedera kepala yaitu: a. Olah raga. b. Jatuh.
14
c. Kecelakaan kenderaan bermotor.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Widyaningrum (2008), manifestasi klinis dari cedera kepala adalah : a. Tanda dan gejala fisik : 1) Nyeri kepala. 2) Nausea b. Tanda dan gejala kognitif : 1) Gangguan memori. 2)
Gangguan perhatian dan berfikir kompleks
c. Tanda dan gejala emosional/kepribadian :
d.
1)
Kecemasan.
2)
Iritabilitas
Tanda dan gejala secara umum : 1) Pada kokusio segera terjadi kehilangan kesadaran. 2) Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal. 3) Respon pupil mungkin lenyap. 4) Nyeri
kepala
dapat
muncul
segera/bertahap
sering
dengan
peningkatan tekanan intracranial. 5) Dapat timbul mual muntah akibat peningkatan tekanan intrakrnaial (TIK). 6) Perubahan perilaku kognitif dan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
4. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema
15
dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).
C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi 1. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuan saling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48). Tujuan
komunikasi
terapeutik
yaitu
membantu
pasien
untuk
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54). 16
a. Ikhlas (Genuiness) Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan
bantuan
kepada
pasien
untuk
mengkomunikasikan
kondisinya secara tepat. b. Empati ( Empathy) Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan. c. Hangat (Warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.
Objektif komunikasi terapeutik adalah: a. Membantu pasien dalam menjelaskan dan mengurangi beban fikiran dan perasaan. b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang sesuai dengan arahan fisioterapis c. Mengajak orang lain dan lingkungan sekitar untuk berkomunikasi dengan baik. Untuk keberhasilan komunikasi terapeutik, maka fisioterapis harus memiliki pemahaman dalam bentuk: a. Kesadaran diri. b. Klarifikasi nilai. c. Eksplorasi perasaan. d. Kemampuan untuk menjadi contoh terhadap pasien e. Motivasi diri f. Rasa tanggung jawab dan etik. 17
2.
Positioning
Perubahan posisi sangat penting pada penderita Traumatic brain injury karena kelumpuhan atau kelemahan pada tungkai akan menghambat perubahan posisi. Perubahan posisi ini bertujuan untuk: (1) mencegah decubitus, (2) mencegah komplikasi paru, (3) mencegah timbulnya batu kandung kemih, (4) mencegah terjadinya thrombosis (5) mencegah terjadinya kontraktur. Perubahan posisi ini dilakukan setiap 2 jam sekali.
3. Infra Red
Infra Red merupakan alternatif terapi yang mempunyai penetrasi yang hanya berada pada tingkat superfisial jaringan saja. Diharapkan agar terjadi efek analgesik, efek anti imflamasi, efek sedatif, peningkatan suhu jaringan, efek rileksasi otot sehingga intensitas spasme menurun, dan efek vasodilatasi agar terjadi peningkatan blood flow.
4. Electrical Muscle Stimulation
EMS menggunakan arus listrik untuk merangsang otot-otot. Pulse listrik merangsang saraf untuk menghasilkan kontraksi otot alami. Hal ini dikenal sebagai latihan pasif. Perangkat EMS menghasilkan sinyal listrik yang merangsang saraf. Impuls ini dihasilkan oleh perangkat listrik dan disampaikan melalui elektroda yang ditempatkan pada kulit di dekat otot yang membutuhkan stimulasi. Dengan menempatkan bantalan di dekat kelompok otot tertentu, dan kemudian mengirimkan impuls dengan menggunakan perangkat EMS, otot-otot akan mulai berkontraksi dan berelaksasi. Kontraksi yang dihasilkan dari stimulasi jauh seperti kontraksi otot selama latihan rutin. Tegangan untuk titiktitik tekanan yang berbeda pada otot dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil stimulasi adalah perbaikan dan penguatan otot.
18
5. Breathing Exercise
Tujuan latihan exercise adalah meningkatkan otot diafragma yang lemah, penurunan ekspansi thoraks , penurunan daya tahan serta kelelahan dapat menghambat program terapi. Penurunan volume paru terjadi sekitar 30-40 % pada penderita traumatic brain injury. Oleh karena itu diperlukan latihan untuk penguatan otot diafragma, deep breathing exercise,dan variasi latihan yang ditujukan untuk meningkatkatkan kapasitas jantung dan paru akibat tirah baring lama pada pasien traumatic brain injury. Teknik breathing exercise mengikuti pola gerakan chest pasien, dan pada akhir ekspirasi ditambahkan dengan fibrasi. Sehingga membantu merangsang kerja otot pernapasan dan menurunkan sekresi paru. a. Segmen Apikal Expansion Teknik
Pelaksanaan:
Posisi
pasien
supine
lying.
Fisioterapis
menempatkan kedua tangan di clavicula. Perintahkan pasien untuk melakukan expirasi dan fisioterapis memberi tekanan lembut dengan telapak tangan. Kemudian perintahkan pasien untuk mengembangkan chestnya dengan mendorong tangan fisioterapis, lalu perintahkan expirasi yang dibantu oleh tangan fisioterapis dengan tekanan lembut. b. Segmen Right Middle/Lingula Expansion Teknik
Pelaksanaan:
Posisi
pasien
supine
lying.
Fisioterapis
menempatkan kedua tangannya di kiri dan kanan chest di bawah axilla. Perintahkan pasien untuk melakukan expirasi dan fisioterapis memberi
tekanan
perintahkan
lembut
pasien
untuk
dengan
telapak
mengembangkan
tangan.
Kemudian
chestnya
dengan
mendorong tangan fisioterapis, lalu perintahkan expirasi yang dibantu oleh tangan fisioterapis dengan tekanan lembut. c. Segmen Lateral Lower Costa Expansion Teknik
Pelaksanaan:
Posisi
pasien
supine
lying.
Fisioterapis
menempatkan tangan di lateral lower costa. Perintahkan pasien untuk 19
melakukan expirasi dan fisioterapis memberi tekanan lembut dengan telapak tangan. Kemudian perintahkan pasien untuk mengembangkan chestnya dengan mendorong tangan fisioterapis, lalu perintahkan expirasi yang dibantu oleh tangan fisioterapis dengan tekanan lembut.
6.
Passive ROM Exercise
Passive ROM Exercise baik di lakukan pada pasien yang tidak mampu melakukan gerakan pada suatu segmen, saat pasien tidak sadar, paralisis, complete bed rest, terjadi reaksi inflamasi dan nyeri pada active ROM. Passive ROM dilakukan untuk mengurangi komplikasi immmobilisasi dengan tujuan: a. Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak. b. Meminimalkan efek terjadinya kontraktur. c. Mempertahankan elastisitas mekanik otot. d. Membantu sirkulasi dan vaskularisasi dinamik e. Meningkatkan gerakan sinovial untuk nutrisi cartilago dan difusi materialmaterial sendi. f. Menurunkan nyeri. g. Membantu healing proses setelah injuri atau pembedahan h. Membantu mempertahankan gerakan pasien. Teknik: Posisi tidur terlentang, kemudian fisioterapis memberikan gerakan pasif pada ekstremitas. 7. Stretching
Streching adalah aktivitas meregangkan otot untuk meningkatkan fleksibilitas (kelenturan) otot, meningkakan jangkauan gerakan persendian, mencegah kontrakur dan membantu merileksasikan otot.
20
8. AAROMEX ( Active Assistive ROM Exercise)
AAROMEX adalah jenis AROM dengan bantuan yang diberikan secara manual atau mekanik oleh gaya luar karena otot penggerak utama membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan gerakan. Jika pasien memiliki otot yang lemah dan tidak mampu menggerakkan sendi melalui lingkup gerak yang diinginkan, AAROMEX digunakan untuk memberikan bantuan yang cukup pada otot secara terkontrol dan hati-hati sehingga otot dapat berfungsi pada tingkat maksimumnya dan dikuatkan secara progresif. Teknik
:
Posisi
pasien
tidur
terlentang,
kemudian
fisioterapis
memerintahkan pasien untuk menggerakkan ekstremitas dengan bantuan sedikit dari fisioterapis pada awal atau akhir gerakan jika ada kelemahan.
21
BAB III PROSES FISIOTERAPI
A.
B.
C.
Data-Data Medis
Nomor Rekam Medik
: 84-00-21
Ruangan
: L3 Depan Bawah Bedah Saraf Ruangan HCU bed 6
Diagnosa Medis
: Traumatic brain injury GCS 10
Identitas Umum Pasien
Nama
: Tn. Tm
Umur
: 37 tahun
Alamat
: Jl. Pangkajene sidrap
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Anamnesis Khusus
Keluhan utama
: Kelemhan pada anggota gerak bawah sisi kanan
Awal keluhan
: Dialami sejak beberapa minggu setelah operasi craniektomi pada tanggal 14 april 2018
Riwayat Perjalanan Penyakit
: Sekitar 1 bulan yang lalu, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 14 April 2018 dengan penurunan kesadaran dan dibawa ke RS. Arifin Nu’mang Sidrap dan pada pukul 12.00 pasien dirujuk ke RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar. Kemudian pukul 20.00 dilakukan operasi craniektomi pada pasien.
Mekanisme Trauma
: Pasien mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm, tiba-tiba pasien ditabrak 22
oleh sepeda motor lain dari belakang hingga terjatuh dan kepala membentur aspal.
D.
E.
Riwayat Trauma
: Ada
Riwayat Operasi
: Operasi Craniektomi
Riwayat Penyakit penyerta
:-
Riwayat keluarga
:-
Pemeriksaan Vital Sign
1. Tekanan Darah
: 130/92 mmHg
2. Denyut Nadi
: 110x/menit
3. Suhu
: 36,5oC
4. Pernapasan
: 24 x/menit
Inspkesi/Observasi 1. Statis
a. Pasien tidur terlentang diatas bed dengan kedua lengan diikat dan kedua tungkai tertekuk. b. Terpasang selang sonde dan inpus c. Terpasang canulla tracheastomy dan oksigen d. Terpasang keteter e. Terdapat bekas jahitan operasi craniektomi pada tempo roparietal sisi kanan. 2. Dinamis
Pasien sulit menggerakkan ekstremitas bawah sisi kanan.
F.
Pemeriksaan spesifik dan pengukuran fisioterapi 1. Tingkat Kesadaran (Skala GCS)
E ye (respon membuka mata) :
23
(4) : spontan (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata)
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : tidak ada respon
Motor (respon motori k) : (6) : mengikuti perintah (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) : (5) : orientasi baik (4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
24
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : Tidak ada respon Interpretasi hasil : - Composmentis : 15-14 - Apatis : 13-12 - Delirium : 11-10 - Somnolen : 9-7 - Stupor : 6-4 - Coma : 3
2. Tes Sensorik
a. Tes tajam tumpul : Sulit dilakukan b. Tes rasa sakit : Sulit dilakukan c. Tes rasa posisi :Sulit dilakukan
3. Tes Motorik Item yang di ukur
Nilai
Terlentang ke tidur miring pada sisi Mampu dengan bantuan yang sehat Terlentang ke duduk
Mampu tetapi dengan bantuan sandaran bed
Keseimbangan duduk
belum mampu
Duduk ke berdiri
belum mampu
25
4. Tes Refleks Jenis Refleks
Kanan
Kiri
Biceps
Normal
Normal
Triceps
Normal
Normal
Brachioradialis
Normal
Normal
KPR
Normal
Normal
APR
Normal
Normal
Babinsky
+
-
5. Pemeriksaan Tonus Otot (Skala Aswort)
Grade
Keterangan
0
Tidak ada peningkatan tonus otot
1
Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terusnya tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu sendi di gerakkan fleksi atau ektensi
2
Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM dan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM
3
Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM tapi sendi masih mudah digerakkan
4
Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerak pasif sulit dilakukan
5
Sendi atau ekstremitas kaku/ rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi
Hasil Tonus Ekstremitas superior
:0
Tonus Ekstemitas inferior sisi dextra
:1
26
6. Manual Muscle Testing
Ekstremitas superior : 4 (baik) Ekstremitas inferior : 3 (terbatas)
7. Tes Kognitif
Pasien diajak berbicara dengan memberikan beberapa pertanyaan. Hasil :pasien tidak mau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh fisioterapis.
8. Tes Koordinasi
a. Finger to nose
: Sulit dilakukan
b. Finger to finger terapis
:Sulit dilakukan
c. Heel to knee
: Sulit dilakukan
9. Gangguan ADL (Index Barthel)
No.
Item yang dinilai
Skor
1.
Makan
0 = Tidak mampu 1=butuh
Nilai
bantuan
0 memotong,
mengoles,dll. 2 = Mandiri 2.
Mandi
0 = Tergantung orang lain
0
1 = Mandiri 3.
Perawatan Diri
0 = Membutuhkan bantuan orang lain
0
1= Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur. 4.
Berpakaian
0 = Tergantung orang lain
0
1 = sebagian dibantu
27
2 = Mandiri 5.
Buang air kecil
0= Inkontinensia atau pakai kateter dan
0
tidak terkontrol 1 = kadang inkontinensia (maks,1 X 24 jam) 2 = kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari) 6.
Buang air besar
0 = Inkontinensia (tidak teratur atau
1
perlu enema) 1
=
kadang
inkontensia
(sekali
seminggu) 2 = kontinensia (teratur) 7.
Penggunaan toilet
0 = Tergantung bantuan orang lain
0
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri 2 = Mandiri 8.
Transfer
0 = Tidak mampu
1
1 = butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang) 2 = Bantuan kecil (1 orang) 3 = Mandiri 9.
Mobilitas
0 = Immobile (tidak mampu)
0
1 = Menggunakan kursi roda 2 = Berjalan dengan bantuan satu orang 3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu seperti tongkat) 10.
Naik turun tangga
0 = Tidak mampu
0
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
28
2 = mandiri
Interprestasi hasil : 20
: Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan 9-11 : Ketergantungan sedang 5-8
: Ketergantungan berat
0-4
: Ketergantungan total
G. Pemeriksaan CT-Kepala
Telah dilakukan pemeriksaan MSCT Scan Kepala irisan axial tanpa kontras dengan hasil sebagai berikut: -
Lesi hiperdens (40-61 HU) berbentuk bikonvex pada regio temporal kanan
-
Lesi hiperdens (52 HU) berbentuk planoconvex pada regio temporal kiri
-
Lesi hiperdens (45-60 HU) disertai perifokal edema pada lobus frontotemporoparietal kiri yang mendesak dan menyempitkan co rnu posterior ventrikel lateralis kiri
29
Lesi hiperdens (60 HU) disertai perifokal edema pada lobus frontal kan an dan
-
parietal kanan -
Midline shift kekanan sejauh 9 mm
-
Sistem ventrikel lainnya dalam batas normal
-
CPA, pons, dan cerebellum yang terscan dalam batas normal
-
Cavum septu pellucidum dan vergae masih terbuka
-
Kalsifikasi fisiologik pada pineal body dan plexus choroideus bilateral
-
Perselubungan (51 HU) pada sinus ethmoidalis kanan dan sinus sphenoidalis bilateral. Sinus paranasalis lainnya dan aircell mastoid yang terscan dalam batas normal
-
Fraktur dinding lateral sinus sphenoidalis kanan
-
Defek pada os temporal kanan, tidak tampak herniasi menings dan parenkim melalui defek tersebut
-
Soft tissue swelling regio temporoparietal kanan
Kesan: -
Pendarahan epidural regio temporal dextra (Dibandingkan CT scan kepala tanggal 14/04/2018: Perbaikan)
-
Pendarahan subdural regio temporal sinistra
-
Pendarahan intracerebri lobus frontotemporoparietal sistra, lobus frontal dextra dan lobus parietal dextra
-
Herniasi subfalcine
-
Multihematosinus
-
Fraktur dinding lateral sinus sphenoidalis dextra
-
Subgaleal hematom regio temporoparietal dextra
-
Cavum septum pellucidum dan vergae persisten
30
H. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi 1. Diagnosa “Kelemahan Anggota Gerak Bawah Sisi Kanan et Cause Traumatik Brain
Injury Post Operasi Craniektomi” 2. Problematik Fisioterapi a. Impairment (Body Structure and Function)
1) Penurunan tonus otot pada tungkai sisi kanan 2) Kesulitan menggerakkan tungkai sisi kanan. b.
Activity Limitation
1) Gangguan ADL. 2) Tidak mampu duduk, berdiri dan berjalan. c.
Partisipation Restriction
1) Tidak mampu bekerja. 2) Tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
I. Rencana Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi Terapeutik 2. Positioning 3. IRR 4. Electrical Stimulasi 5. Breathing Exercise 6. Passive ROM Exercise 7. Stretching 8. AAROMEX
31
J. Program Intervensi Fisioterapi 1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan tujuan saling memberikan pengertian antar fisioterapis dengan pasien. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48). Tujuan : Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Teknik: 2. Positioning
Tujuan
: Mencegah decubitus, tirah baring dan static pneumonia
Teknik
: Fisioterapis mengajarkan dan memposisikan pasien melakukan perubahan posisi (terlentang,miring kiri dan kanan).
Dosis
: Setiap 2 jam
3. Infra Red
Posisi pasien : Supine lying Persiapan alat : Cek alat, kabel, dan pastikan alat dalam keadaan baik.. Teknik pelaksanaan : -
On kan alat
-
Panaskan sekitar 5 menit
-
Pastikan daerah yang ingin disinari tidak terhalangi oleh pakaian / assesoris pasien
-
Atur jarak IR dengan tubuh ± 30 cm
-
Atur waktu selama 15 menit
-
Setelah waktu habis, jauhkan IR dari tubuh pasien lalu tekan tombol off
Dosis: 3x seminggu (15 menit) 32
4. Elektrical Muscle Stimulasi
Posisi pasien : Supine lying Persiapan alat : Cek alat, kabel, basahi spon dan pastikan alat dalam keadaan baik.. Teknik pelaksanaan : -
On kan alat
-
Pasang spon pada pad
-
Gulung celana atau rok pada kedua tungkai bawah
-
Letakkan pad pada tibialis anterior dan muscle belly pada gastrocnemius Atur frekuensi, time, dan instensitas.
-
Naikkan
-
intensitas
secara
perlahan
sampai
mencapai intensitas yang nyaman untuk pasien Setalah waktu habis, lepaskan pad, dan matikan
-
alat. Dosis: 3 x seminggu (7 menit)
5. Breathing exercise
Tujuan
:Meningkatkan ventilasi paru, meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta koordinasi otot otot respirasi dan mepertahankan mobilitas chest
Teknik
: Fisioterapi meletakkan kedua tangannya pada bagian perut pasien. Perintahkan
pasien
untuk
inspirasi
sambil
mengembungkan
perutnya dan ketika ekspirasi kempiskan perut lalu fisioterapis mendorong dengan tangan secara pelan kearah dalam mengikuti pola pernafasan pasien. Dosis
: setiap hari (3 x sehari)
33
6. Passive exercise
Tujuan
: Mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi
Teknik
:Posisi tidur terlentang, kemudian fisioterapis memberikan gerakan pasif pada ekstremitas.
Dosis
:Setiap hari (15 sampai 30 kali repetisi).
7. Stretching
Tujuan
: Mencegah kontraktur otot
Teknik Pelaksanaan
: Gerakkan sendi secara perlahan sampai pada batas
-
keterbatasan. Stabilisasi pada bagian proksimal dan gerakkan
-
pada bagian distal sendi. Untuk
-
mencegah
stretching
gunakan
kompresi traksi
sendi
derajat
selama I
untuk
menggerakkan sendi. Terapkan stretch secara perlahan dan general pada
-
sendi yang bersangkutan.
Dosis
-
Lakukan sekitar 08-10 detik atau lebih.
-
Lakukan force sesuai dengan toleransi pasien.
: Setiap hari (6x repetisi)
8. AAROMEX
Tujuan
: a) Mengembangkan koordinasi dan keterampilan motorik untuk
aktivitas
fungsional,
b)
Mempertahankan
elastisitas
fisiologis
dan
kontraktilitas otot yang terlibat, c) Memberikan stimulus untuk integritas tulang dan jaringan sendi. Teknik
:
Posisi
pasien
tidur
terlentang,
kemudian
fisioterapis
memerintahkan pasien untuk menggerakkan ekstremitas dengan bantuan sedikit dari fisioterapis pada awal atau akhir gerakan jika ada kelemahan.
34
Dosis
: Setiap hari (15-30 detik)
K. Evaluasi
Pasien belum mau berkomunikasi dengan fisioterapis dan belum mampu menggerakkan tungkai kanannya.
35
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Adapun penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olah raga, kecelakaan kerja, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru. Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Craniectomi
adalah
salah
satu
tindakan
bedah
saraf
yang
mengangkat suatu bagian tengkorak untuk memungkinkan otak yang membengkak mendapat ruang untuk mengembang, sehingga terjadi pen gurangan tekanan. Craniectomi dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak pasien,sehingga fisioterapis berperan dalam penanganan setelah operasi. Adapun intervensi fisioterapi yang dapat diberikan antra lain : Komunikasi terapeutik , Positioning, Breathing exercise,Passive exercise, dan Stretching
B. SARAN Setelah pembuatan laporan kasus ini, diharapkan agar mahasiswa giat membaca laporan ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari laporan
36