BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaki merupakan anggota tubuh manusia yang memiliki peran penting untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas tersebut di antaranya berdiri, berjalan, berlari, berpindah tempat, dan lain-lain. Kaki terdiri dari beberapa bagian, termasuk telapak kaki, sendi yang bekerja dalam suatu sistem sehingga memungkinkan manusia untuk berjalan. Ketika manusia kehilangan kehilangan kaki akibat trauma langsung maupun tidak langsung maka aktivitas akan terganggu, terutama aktivitas berjalan. Amputasi adalah tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh (Suratun, 2008). Amputasi adalah tindakan pemisahan organ ekstrimitas yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler (Henry, 2009). Amputasi below knee adalah suatu jenis amputasi yang dilakukan pada bawah lutut. Tindakan amputasi merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir apabila masalah yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau jika kondisi tersebut dapat membahayakan keselamatan tubuh pasien secara utuh atau merusak bagian tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi, dalam hal ini misalnya amputasi karena diabetes (Rachmat, 2016). Diabetes merupakan penyakit kronik yang banyak disebabkan karena pola hidup tidak sehat seperti tidak menjaga asupan makanan dengan baik, makan makanan tinggi glukosa, dan kurangnya aktivitas fisik atau olah raga. Pada kondisi diabetes terjadi gangguan pembuluh darah arteri perifer, aliran darah yang tidak lancar di kaki menyebabkan luka sukar sembuh dan menyebabkan risiko untuk amputasi lebih besar. Selain itu, oksigenisasi yang kurang ke tempat yang terkena luka sehingga antibiotik sulit untuk didistribusikan ke daerah tersebut
1
menyebabkan bakteri sangat cepat sekali berkembang biak. Akibat hal ini penderita diabetes rentan mengalami ulkus (Loviana, Rudy, & Zulkarnain, Zulkarnain, 2015). Ulkus kaki diabetes merupakan penyebab utama (85%) dari seluruh amputasi pada ekstremitas bawah. Data tersebut diperkuat dengan data dari WHO (2008) yang menyebutkan bahwa amputasi tungkai terjadi 10 kali lebih banyak pada diabetisi dibandingkan non-diabetisi (Yetti & Nasution, 2008). Jenis operasi amputasi yang paling sering dilakukan yaitu amputasi bawah lutut (transtibial amputation) yang mencapai 85%-90% dari keseluruhan amputasi kaki (Rachmat, 2016). Dalam Permenkes No. 65 pasal 1 tahun 2015 menyatakan bahwa fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis) pelatihan fungsi, dan komunikasi. Dalam hal ini, fisioterapis berperan untuk memulihkan keadaan seseorang pasca operasi amputasi. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Amputasi Transtibial Sinistra menggunakan prothesa menggunakan prothesa di di RS Ddr. Suyoto sebagai tambahan pengetahuan untuk penatalaksanaan fisioterapi terkait banyaknya kasus tersebut.
B. Identifikasi Masalah
1. Masalah Gerak dan Fungsional Adapun masalah gerak dan fungsional yang ditemui pada kasus Amputasi Transtibial Sinistra menggunakan prothesa menggunakan prothesa sebagai sebagai berikut: a. Adanya atrofi otot pada paha kiri b. Adanya kelemahan otot pada kiri dan kanan c. Adanya gangguan pola berjalan
2
2. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut penulis membatasi permasalahan yang akan ditangani yaitu, peningkatan kekuatan otot paha kanan dan meningkatkan massa otot paha kiri.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pemberian strengthening exercise terhadap peningkatan kekuatan dan massa otot pada kasus amputasi amputasi Transtibial Sinistra menggunakan prothesa. menggunakan prothesa. 2. Tujuan Khusus Penulis diharapkan mampu: a. Melakukan pengumpulan data melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dibutuhkan untuk mengetahui keadaan pasien secara menyeluruh
b. Mengidentifikasi masalah atau diagnosa yang mungkin terjadi untuk mengantisipasi
penanganan
kasus
amputasi Transtibial
Sinistra
menggunakan prothesa menggunakan prothesa c. Menyusun perencanaan penatalaksanaan fisioterapi secara menyeluruh dengan tepat dan sesuai
d. Melaksanakan intervensi fisioterapi yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan pasien
e. Melaksanakan evaluasi yang telah dilaksanakan pada pasien amputasi Transtibial Sinistra menggunakan prothesa menggunakan prothesa
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis Untuk menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan fisioterapi pada amputasi Transtibial Sinistra menggunakan prothesa. menggunakan prothesa.
3
2. Bagi Institusi Pendidikan dan Rumah Sakit Dapat menambah informasi dan pengetahuan kesehatan, khususnya ilmu kesehatan muskuloskeletal yang berkaitan dengan amputasi Transtibial Sinistra menggunakan prothesa prothesa serta dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya. 3. Bagi Masyarakat Dapat memberikan manfaat dan pengetahuan untuk masyarakat terhadap penanganan kasus amputasi Transtibial Sinistra menggunakan prothesa. menggunakan prothesa.
4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi
1. Amputasi Amputasi adalah pembedahan yang melibatkan pemotongan sebagian atau seluruh anggota badan karena trauma, tumor, penyakit, atau indikasi medis lain. Agar mempermudah dan penggunaan prostesis. (T.M. Mmarrelli. 2006). Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Amputasi dapat terjadi oleh berbagai sebab, seperti trauma, kelainan bawaan, infeksi, keganasan, gangguan vaskuler dengan atau tanpa diabetes mellitus. Tipe amputasi berdasarkan tingkatan dibagi menjadi partial foot, syme, transtibial (below
knee),
knee
disarticulation
(through
knee),
hip
disarticulation,
transcondylar atau atau supracondylar, transfemoral (above knee), transpelvic (hemipelvectomy), dan translumbar dan translumbar (hemicorporectomy).
2. Amputasi Transtibial Sinistra Amputasi bawah lutut atau Transtibial Sinistra secara statistik merupakan amputasi utama yang paling sering dikerjakan pada alat gerak bawah. Luka amputasi pada level ini akan sembuh dengan baik pada sebagian besar pasien dengan iskemia yang memerlukan ablasi alat gerak. Fungsi lutut sendiri bersifat sangat penting pada manajemen rehabilitasi dengan penggunaan prostetik sehingga setiap usaha selalu dibuat untuk menyelamatkan lutut.
B. Anatomi dan Fisiologi
Knee complex terdiri atas 3 persendian yakni, tibiofemoral joint, tibiofibular joint, dan patellofemoral joint . Knee adalah salah satu sendi kompleks dalam tubuh manusia. Femur, manusia. Femur, tibia, fibula, dan patella dan patella disatukan menjadi satu kelompok yang kompleks oleh ligamen (Ballinger, 2007).
5
1. Tulang Pembentuk Tulang pembentuk knee joint menurut syaifuddin tahun 2011, terdiri atas 4 tulang. yaitu os Femur, os Tibia, os Fibula, dan os Patella. Fungsi os patella disamping sebagai tempat perekatan otot atau tendon adalah sebagai pengungkit bagi knee joint . Pada posisi fleksi knee 90 derajat, kedudukan patella di antara kedua condylus femur dan saat ekstensi maka patella terletak pada permukaan anterior os femur .
Gambar 2.1 Tulang pembentuk knee joint Sumber: http://www.kidport.com/
2. Ligamen Knee mempunyai beberapa ligamen yang berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator pada knee joint, yaitu: a. Medial collateral ligament
Menghubungkan sisi medial femur dan tibia. berfungsi menahan gerakan valgus atau samping dalam dan eksorotasi, dan secara bersamaan ligament collateral juga berfungsi menahan bergesernya ke depan pada posisi lutut fleksi 90 derajat. b. Lateral collateral ligament Menghubungkan sisi lateral femur dan tibia, berfungsi menahan gerakan varus atau samping luar. c. Anterior Cruciate Ligament Menghubungkan sisi tengah tibia dan femur , menahan hiperekstensi, dan menahan bergesernya tibia ke depan.
6
d. Posterior Cruciate Ligament Menghubungkan tibia dan femur, terletak di belakang anterior cruciate ligament , berfungsi menahan bergesernya tibia, ke arah belakang. e. Patellar ligament Menghubungkan patella atau kneecap dengan tibia. (Schmidler, 2016).
Gambar 2.2 Ligament pada knee joint Sumber : http://www.webmd.com/
Selain ligamen, terdapat bursa pada knee joint . Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis, dibatasi oleh membran synovial . Bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain, bursa popliteus, bursa supra patellaris, bursa infrapatellaris, bursa subcutan prapatellaris, bursa sub patellaris, dan bursa prapatellaris (Germain,2007). 3. Otot Terdapat dua grup otot besar pada knee yaitu grup ekstensor dan grup fleksor. Quadriceps merupakan otot ekstensor utama pada knee joint yang fungsinya adalah sebagai penjaga stabilitas dan fungsi knee. Quadriceps terdiri dari empat otot yaitu m. rektus femoris, m. vastus medialis, m. vastus lateralis dan m. vastus intermedialis, terletak pada bagian anterior. Otot flexor knee joint adalah m. gastrocnemius dan hamstring
yang
terdiri
dari
m.
biceps
femoris,
m.
semitendinosus,
m.
semimembranosus, yang terletak pada bagian posterior. Bagian medial adalah otot pesanserinus yang terdiri m. sartorius, m. gracilis dan m. semi tendinosus, dan bagian lateral adalah m. tensorfacialatae (Syaifuddin, 2011).
7
Gambar 2.3 Otot pada knee, anterior dan posterior view Sumber : http://www.kneeexercises.net
4.
Meniscus Menurut germain tahun 2007, meniscus terdiri atas 2 bagian yaitu meniscus
lateral yang berbentuk “O”, dan meniskus medial yang berbentuk “C” terbentuk dari fibrocartilage dan melekat pada tibia. Meniscus memiliki 3 fungsi, yakni : a. Ketika terjadi pergerakan knee, meniscus akan meningkatkan distribusi cairan synovial. b. Meningkatkan stabilitas knee. c. Mengabsorbsi tekanan sekitar 40 – 70% dari beban knee joint .
Gambar 2.4 Meniscus
Sumber : http://www.medicinenet.com/
8
5. Persarafan dan Suplai Darah Persarafan pada knee joint di dapatkan dari nervus yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi. Sehingga knee joint dipersarafi oleh: N. Femoralis, N. Obturatorius, N. Peroneus communis, dan N. Tibialis. Sedangkan suplai darah yang diterima oleh knee joint diterima dari arteri femoralis, cabang-cabang arteri popliteal , cabang arteri circum flexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior (Guyton and Hall, 2011).
6. Kinesiologi Kinematik yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130 derajat. Untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi 0 derajat. Pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi antara 30 – 35 derajat, sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45 derajat. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 derajat (kapandji, 2010). C. Epidemiologi Sekitar
230 juta penduduk dunia menderita Diabetes Melitus. Angka ini akan
mengalami kenaikan sebanyak 3% atau bertambah 7 juta setiap tahun. Pada tahun 2025 diperkirakan akan ada 350 juta orang yang terkena Diabetes Melitus. Diabetes Melitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh Diabetes Melitus (tandra, 2009) . WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang Diabetes Melitus yang cukup besar untuk tahun - tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Kenaikan jumlah penderita DM memiliki pengaruh besar pada peningkatan komplikasi pada pasien diabetes. Salah satu komplikasi yang menimbulkan permasalahan yang besar pada penderita diabetes adalah munculnya permasalahan pada kaki. Permasalahan yang timbul di kaki dapat mengakibatkan amputasi hingga kematian jika tidak dilakukan pencegahan sejak penderita terdiagnosa diabetes mellitus. Prevalensi luka kaki diabetik di Amerika (1,0%-4,1%), Kenya 9
(4,6%), Nigeria (19,1%), dan Iran (20%) (desalu, salawu, jimoh, adekoya, busari, & olokoba, 2011). Penyebab munculnya luka dikarenakan sebagai akibat dari polineuropati simetris yang bermanifestasi klinis dengan munculnya penurunan sensasi tekanan pada kulit, getaran, dan hilangnya reflex lutut pada lutut penderita, hal ini merupakan penyebab utama munculnya luka dengan prevalensi 75%-90% pada penderita DM. Munculnya luka pada kaki sering menyebabkan amputasi sebagai akibat dari penyakit makrovaskuler dengan prevalensi 30%-40%, sedangkan angka kematian 3 tahun pada penderita DM yang mengalami amputasi adalah 50% (stephen & william, 2011). Banyak penelitian yang menyatakan bahwa sekitar 4-10% akan mengalami masalah pada kaki diabetisi dan sebagian besar diantaranya (40-70%) harus menjalani amputasi pada organ kaki yang memiliki luka diabetik (hardiman, sutedjo, & salim, 2013).
D. Etiologi
Penyebab amputasi sendiri secara umum dapat dibedakan menjadi: 1. Defek lahir kongenital (5%) Mayoritas tampak pada usia dari lahir hingga 16 tahun. 2. Didapat (95%), terdiri dari: a. Penyakit oklusi arterial (Occlusive Arterial Disease) – 60%. Penyakit vaskuler yang berhubungan dengan amputasi adalah diabetes mellitus, arteriosklerosis, dan Buerger ’ s Disease. Mempunyai insidensi pada usia sekitar 60-70 tahun. 90% kasus melibatkan alat gerak bawah; 5% partial foot and ankle amputations, 50% below knee amputation, 35% above knee amputation dan 7-10% hip amputation. b. Trauma - 30% Paling sering terjadi pada usia antara 17-55 tahun (71% pria). Lebih banyak mengenai alat gerak bawah, dengan ratio 10 : 1 dibandingkan dengan alat gerak atas. Trauma dari ekstremitas melibatkan kerusakan pada vaskuler atau nervus, luka bakar, dingin, dan fraktur yang tidak menyembuh. Ini dapat membuat ekstremitas secara permanen kurang fungsional. Dalam
10
kasus tersebut. amputasi awal, dalam upaya menyelamatkan anggota badan, seringkali merupakan pilihan terbaik. c. Tumor – 5% Biasanya tampak pada usia sekitar 10-20 tahun. Dalam kasus keganasan, hal itu biasa di masa lalu untuk mengamputasi proksimal bagian yang baik ke lesi neoplastik. Kemajuan dibidang kemoterapi dan radiaoterapi dengan staging tumor lebih baik sekarang menjadi mungkin, dalam banyak kasus, untuk melakukan reseksi segmental ekstremitas dengan eksisi lokal luas dari tumor (McAnelly & Virgil W, 1996) .
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena: 1. Iskemia Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, bisanya pada oang tua, seperti klien dengan arteriosklerosis, diabetes mellitus. 2. Trauma amputasi Bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan kendaraan bermotor, thermal injury seperti (terbakar), infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets deases dan kelainan congenital. 3. Gas ganggren Keadaan nyeri akut dan dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas dan eksudat serosangiunosa; disebabkan infeksi luka oleh bakteri anaerob, yang diantaranya adalah berbagai spesies clostridium. 4. Osteomielitis Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bias juga terjadi assending infection. 5. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki. 6. Keganasan Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif. (Brunner & Suddarth, 2001).
11
E. Patofisiologi
Hiperglikemia terjadi akibat kerusakan sel β-pankreas yang menimbulkan peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Pengeluaran glukosa oleh hati meningkat karena proses-proses yang menghasilkan glukosa yaitu glikogenolisis dan glukoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada. Ketika kadar glukosa darah meningkat sampai jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas, sehingga sel-sel tubulus melakukan reabsorbsi, maka glukosa akan timbul di urin (glukosuri). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang menarik air bersamanya, menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih). Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi, sehingga dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun secara mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki, dapat menyebabkan kematian karena aliran darah ke otak turun atau dapat menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak kuat. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstra sel yang hipertonik. Selsel otak sangat peka karena timbul gangguan fungsi sistem saraf yaitu polineuropati. Gejala khas lain pada diabetes melitus adalah rasa haus berlebihan yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh untuk mengatasi dehidrasi akibat poliuria. Karena terjadi defisiensi glukosa intra sel, maka kompensasi tubuh merangsang syaraf sehingga nafsu makan meningkat dan timbul pemasukan makanan berlebihan (polifagia). Akan tetapi walaupun terjadi peningkatan pemasukan makanan, berat tubuh menurun secara progresif akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein. Sintesa gliserida menurun saat lipolisis meningkat sehingga terjadi mobilisasi asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif (Wendy, 2016) .
12
F. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi amputasi antara lain sebagai berikut: 1. Nyeri akut 2. Keterbatasan fisik 3. Phantom syndrome Secara psikologis mudah marah, cepat tersinggung, dan cenderung berdiam diri (Permana, 2014)
G. Prognosis
Secara umum prognosis berisi prediksi mengenai kondisi pasien ke depannya yang terdiri dari 4 bagian, yaitu: 1. Quo ad vitam Quo ad vitam adalah prognosis mengenai hidup mati pasien. Pada kasus ini quo ad vitam baik, hal ini dikarenakan cidera yang terjadi pada pasien tidak mengancam jiwa pasien. 2. Quo ad sanam Quo ad sanam adalah prognosis mengenai perkiraan sembuh tidaknya penyakit. Pada kasus ini quo ad sanam baik, pasien dapat sembuh dari penyakitnya. 3. Quo ad fungsionam Quo ad fungsionam adalah prognosis mengenai perkiraan kemampuan fungsi aktivitas sehari-hari. Pada kasus ini Quo ad fungsionam baik, pasien dapat mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri setelah menggunakan prosthesis kaki palsu. 4. Quo ad cosmeticam Quo ad cosmeticam adalah prognosis mengenai perkiraan penampilan pasien. Pada kasus Quo ad cosmeticam kurang baik karena pasien kehilangan bagian kakinya, tapi dapat diperbaiki dengan penggunaan prosthesis kaki palsu dan ditutupi dengan celana panjang.
13
H. Teknologi Fisioterapi
1. Strengthening Pate menyatakan bahwa kekuatan diartikan sebagai tenaga yang dipakai untuk mengubah keadaan gerak atau bentuk suatu benda (Chan, 2012). Dengan demikian kekuatan adalah kemampuan yang berhubungan dengan kontraksi otot dalam menjalankan aktivitasnya. Kekuatan otot adalah sebuah istilah untuk menggambarkan kemampuan jaringan kontraktil untuk memproduksi tegangan dan sebuah akumulasi gaya yang berdasarkan pada tempat otot itu berada (Kisner & Colby, 2006). Kerja otot yang maksimal dapat meningkatkan kemampuan kerja seseorang. Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas yang melibatkan sekelompok otot dan sistem dalam tubuh dalam waktu yang relatif lama. Menurut (Kisner & Colby, 2006), untuk peningkatan daya tahan otot, tipe otot yang distimulasi adalah jenis tipe otot II (phasic). Adapun ciri-ciri dari tipe otot phasic, yaitu : (1) memerlukan ATP yang rendah, (2) memerlukan creatin phosphate yang tinggi, (3) sistem energi nya menggunakan anaerobic, (4) indeks kelelahannya rendah. Strengthening exercise adalah latihan penguatan pada otot yang mengunakan tahanan baik dari luar atau alat maupun dari beban tubuh sendiri. Strengthening exercise dilakukan secara teratur, terencana, berulang-ulang dan semakin bertambah beban atau pengulangannya (Baechle & Earle Roger, 2008). Dengan bertambahnya ukuran serabut otot, maka diharapkan akan terjadi peningkatan kekuatan dan ketahanan pada otot yang dilatih. Latihan strengthening exercise dapat dilakukan dengan isotonik atau isometrik (Lesmana & Rahmatullah, 2005). 2. Stretching Stretching adalah gerakan yang kita lakukan untuk meregangkan otot atau tendon sehingga otot yang kaku menjadi fleksibel kembali dan rentang gerak (range of motion) jadi lebih besar. Hasilnya adalah otot yang tadinya kaku terasa menjadi nyaman
dan lebih mudah untuk dipakai bergerak kembali. Fungsi
stretching antara lain:
Meningkatkan aliran darah (mencegah pengerasan pembuluh darah).
14
Meningkatkan
produksi
cairan
sinovial
yang
berfungsi
melumasi
sendi (penting untuk mencegah radang sendi).
melemaskan dan melenturkan otot, dan meningkatkan rentang gerak. Jika dilakukan dengan benar dan teratur, stretching menurunkan resiko cedera akibat olah raga.
Mengurangi sakit otot yang sering terjadi setelah olah raga dengan cara mempercepat pembuangan asam laktat yang menumpuk saat working out .
Otot yang lentur mengurangi resiko cedera saat melakukan kegiatan seharihari.
I. Penatalaksanaan Fisioterapi
Dalam memberikan pelayanan kepada pasien terdapat beberapa proses fisioterapi yang harus dilakukan yaitu pengkajian data identitas pasien, asesmen (anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus, dan lain-lain), pembuatan diagnosa, prognosis, rencana tujuan terapi, penatalaksanaan fisioterapi, dan evaluasi. 1. Identitas Klien Data identitas klien terdiri dari: a. No. Rekam Medik b. Nama c. Jenis kelamin d. Tempat Tanggal Lahir e. Alamat f. Agama g. Pekerjaan h. Hobi i.
Tanggal masuk
j.
Diagnosa medis
k. Medika mentosa
15
2. Asesmen atau Pemeriksaan Asesmen merupakan suatu kegiatan proses pengumpulan data baik data pribadi maupun data pemeriksaan pasien. Asesmen dapat membantu fisioterapi mengidentifikasi permasalahan yang ada. Kemudian hasil dari identifikasi ini akan menjadi dasar untuk menentukan rencana dan program fisioterapi, mengevaluasi perkembangan penderita, dan dengan assessmen pula akan diketahui metode yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penderita. Langkahlangkah yang dilakukan dalam assessmen meliputi: a. Anamnesis Anamnesis adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang terapis dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya. Ada dua jenis anamnesis yang umum dilakukan yaitu, auto anamnesis yang dilakukan langsung kepada pasiennya, dan allo anamnesis dilakukan pada pengantar atau wali pasien. Anamnesis terdiri dari: 1) Keluhan Utama Adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang paling berat sehingga mendorong pasien atau keluarga pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis. Keluhan utama akan memberikan acuan kepada terapis apa yang diinginkan oleh pasien sehingga ini akan menjadi goal dari intervensi yang dilakukan terapis. 2) Keluhan Penyerta Adalah keluhan yang menyertai keluhan utama pasien. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Tahapan anamnesa bagian inilah yang paling penting untuk menegakkan diagnosis. Terdapat 4 unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang, yaitu kronologi atau perjalanan penyakit, gambaran atau deskrpsi keluhan utama, keluhan atau gejala penyerta, dan usaha berobat. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Mendapatkan informasi tentang riwayat penyakit yang pernah dialami yang tidak berkesinambungan dengan munculnya keluhan sekarang.
16
5) Harapan Klien Keinginan klien setelah menjalani terapi.
b. Pemeriksaan Umum 1) Kesadaran
Compos mentis adalah kesadaran penuh, sadar sepenuhnya, pasien dapat menjawab pertanyaan terapis dengan baik.
Apatis adalah keadaan dimana pasien terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan reaksi pengelihatan, pendengaran serta perabaan normal.
Somnolen adalah kesadaran menurun, respon psikomotor lambat,mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang tetapi jatuh tertidur lagi bila rangsangan berhenti, mampu memberi jawaban verbal.
Sopor adalah sudah tidak mengenali lingkungan, kantuk meningkat, dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat tapi kesadaran menurun.
Sopor koma adalah keadaan seperti tertidur lelap. Reflek motoris terjadi hanya bila dirangsang nyeri.
Koma adalah tidak bisa dibangunkan, tidak ada repon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah).
2) Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi yang disebut tekanan sistolik, sedangkan tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat disebut tekanan diastolik. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik. 3) Denyut Nadi Denyut nadi adalah pelebaran dan recoil arteri elastic berirama pada saat ventrikel memopakan darah ke dalam sirkulasi. Pengukuran denyut nadi lakukan dengan meletakan 2 atau 3 jari (bukan ibu jari) pada arteri radialis pergelangan tangan, arteri brachialis pada siku bagian dalam, arteri karotis pada leher, arteri
17
temporalis, arteri femoralis, arteri dorsalis pedis yang dilakukan selama satu menit. 4) Pernapasan Pernapasan adalah jumlah seseorang mengambil nafas per menit. Pernapasan biasanya dinilai dengan mengamati pergerakan dinding dada atau perut. Hal ini sangat penting bahwa pasien tidak menyadari ketika kita sedang mengamati pergerakan tersebut. 5) Kooperatif Sikap dimana seseorang mengerti dan mampu bekerja sama dalam proses pemeriksaan dan intervensi fisioterapi. 6) Pemeriksaan Fisioterapi 1) Inspeksi Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Ada dua macam yaitu inspeksi statis dan inspeksi dinamis. Inspeksi statis adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan bergerak. 2) Palpasi Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran, rasa nyeri tekan, dan kelainan dari jaringan atau organ tubuh. 3) Tes Khusus a) Pengukuran Range Of Motion (ROM) Range Of Motion sendi merupakan bagian tak terpisahkan dari gerakan manusia. Seseorang bergerak secara efisien dan dengan minimal effort. Serta dapat mencegah terjadinya cidera. Beberapa metode atau instrument pengukuran yang duganakan untuk pengukuran Lingkup Gerak Sendi, seperti : Universal goniometer dengan dua tangkai (stationary arm dan moving arm) dengan full atau half body circles, gravity dependent
18
goniometer (inclinometer), elecrogoneometer, dan photography, and video recording equipment (subjektif, komparasi) (Reese & Bandy, 2016). Berikut
cara
pengukuran
lingkup
gerak
sendi
menggunakan
Goneometer menurut buku Measurement of Joint Motion A Guide to Goniometry: i) Hip Joint Gerakan Fleksi 1. Posisikan pasien supinasi. 2. Stabilisasi pada pelvic. 3. Endfeel : soft endfeel . 4. Axis atau fulcrum berada di lateral aspek dari hip joint dengan titik referensi pada trochanter mayor. 5. Stationary arm berada di lateral midline dari pelvic. 6. Moving arm berada di lateral midline femur dengan titik referensi pada lateral epicondyle femur. 7. Normal : 120⁰ - 125⁰
Gerakan Ekstensi 1. Posisikan pasien pronasi. 2. Stabilisasi pada pelvic untuk mencegah gerakan anterior tilting. 3. Endfeel : firm endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada di lateral aspek dari hip joint dengan titik referensi pada trochanter mayor. 5. Stationary arm berada di lateral midline dari pelvic. 6. Moving arm berada di lateral midline femur dengan titik referensi pada lateral epicondyle femur. 7. Normal : 15⁰ - 30⁰
Gerakan Adduksi 1. Posisikan pasien supinasi.
19
2. Stabilisasi pada pelvic untuk mencegah lateral tilting. 3. Endfeel : firm endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada di anterior superior ilia c spine (ASIS) pelvic. 5. Stationary arm berada sejajar dengan anterior superior iliac spine (ASIS) pada sisi yang lain. 6. Moving arm berada di anterior midline dari femur, dengan titik referensi berada pada bagian tengah patella. 7. Normal : 20⁰ - 30⁰
Gerakan Abduksi 1. Posisikan pasien supinasi. 2. Stabilisasi pada pelvic untuk mencegah gerakan rotasi dan lateral tilting. 3. Endfeel : firm endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada di anterior superior ilia c spine (ASIS) pelvic. 5. Stationary arm berada sejajar dengan anterior superior iliac spine (ASIS) pada sisi yang lain. 6. Moving arm berada di anterior midline dari femur, dengan titik referensi berada pada bagian tengah patella. 7. Normal : 30⁰ - 50⁰
Gerakan Endorotasi 1. Posisikan pasien duduk. 2. Stabilisasi pada distal femur. 3. Endfeel : firm endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada di anterior aspect of the patella. 5. Stationary arm berada tegak lurus dengan lantai. 6. Moving arm berada pada anterior midline dari lower extremity, dengan titik referensi berada di antara malleolus medial dan lateral. 7. Normal : 25⁰ - 40⁰ Gerakan Eksorotasi 1. Posisikan pasien duduk.
20
2. Stabilisasi pada distal femur. 3. Endfeel : firm endfeel . 4. Axis atau fulcrum berada di anterior aspect of the patella. 5. Stationary arm berada tegak lurus dengan lantai. 6. Moving arm berada pada anterior midline dari lower extremity, dengan titik referensi berada di antara malleolus medial dan lateral. 7. Normal : 40⁰ - 50⁰
ii)
Knee Joint Gerakan Fleksi
1. Posisikan pasien pronasi. 2. Stabilisasi pada femur untuk mencegah rotasi, abduksi, dan adduksi dari hip. 3. Endfeel : soft endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada di lateral epicondyle femur . 5. Stationary arm berada segaris dengan trochanter mayor. 6. Moving arm berada segaris dengan maelolus lateral. 7. Normal : 130⁰ - 140⁰
Gerakan Ekstensi 1. Posisikan pasien pronasi. 2. Stabilisasi pada pelvic dan femur. 3. Endfeel : firm endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada pada lateral epicondyle femur . 5. Stationary arm berada segaris dengan trochanter ma yor. 6. Moving arm berada segaris dengan maelolus lateral. 7. Normal : 0⁰
iii)
Ankle Joint Gerakan Dorsofleksi
1. Posisikan pasien pronasi dengan fleksi knee 90⁰.
21
2. Stabilisasi pada tibia dan fibula untuk mencegah gerakan knee joint dan rotasi hip. 3. Endfeel : firm endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada di aspek lateral dari malleolus lateral. 5. Stationary arm berada di lateral midline dari fibula. 6. Moving arm berada di aspek lateral dari metatarsal ke lima. 7. Normal : 15⁰ - 20⁰
Gerakan Plantarfleksi 1. Posisikan pasien pronasi dengan memfleksikan knee 90⁰. 2. Stabilisasi pada tibia dan fibula untuk mencegah gerakan knee joint dan rotasi hip. 3. Endfeel : firm endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada di aspek lateral dari malleolus lateral. 5. Stationary arm berada di lateral midline dari fibula. 6. Moving arm berada di aspek lateral dari metatarsal ke lima. 7. Normal : 50⁰ - 20⁰
Gerakan Inversi 1. Posisikan pasien pronasi ankle menjuntai. 2. Stabilisasi pada tibia and fibula untuk mencegah lateral rotasi hip dan rotasi knee. 3. Endfeel : firm endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada di aspek posterior dari ankle, antara malleolus medial dan lateral. 5. Stationary arm berada di aspek posterior dari ankle, garis dengan popliteal. 6. Moving arm berada di aspek posterior dari ankle, dengan titik referensi center calcaneus. 7. Normal : 30⁰ - 40⁰
22
Gerakan Eversi 1. Posisikan pasien pronasi ankle menjuntai. 2. Stabilisasi pada tibia and fibula untuk mencegah lateral rotasi hip dan rotasi knee. 3. Endfeel : hard endfeel. 4. Axis atau fulcrum berada di aspek posterior dari ankle, antara malleolus medial dan lateral. 5. Stationary arm berada di aspek posterior dari ankle, garis dengan popliteal. 6. Moving arm berada di aspek posterior dari ankle, dengan titik referensi center calcaneus. 7. Normal : 15⁰ - 20⁰
b) Antropometri Merupakan pengukuran bagian tubuh untuk mengetahui adanya perbedaan atau keabnormalitasan bagian tubuh tertentu. Pada umumnya antropometri digunakan untuk mengukur panjang kedua tungkai dan lingkar otot. Panjang tungkai diukur mulai dari SIAS sampat ke maleolus medial melewati patella. Pengukuran lingkar otot ditujukan untuk melihat adanya perbedaan lingkar otot pada salah satu bagian tubuh. Antropometri dibagi menjadi 3 bagian, yaitu 10 cm di atas lutut, 10 cm di bawah lutut, dan linggar lutut.
c) Tes Sensasi Kulit (The skin sensation test ) Merupakan suatu standar prosedur rutin bagi fisioterapi untuk menentukan intervensi yang akan diberikan kepada pasien, karena dari tes ini didapat sensasi kulit dari pasien terhadap stimulus panas dan dingin. Jika pasien mengalami ganngguan sensibilitas tentunya akan menjadi kontra indikasi pada pemaikaina alat fisioterapi yang mengahasilkan panas.
23
d) Phantom Sensation Menurut (Nikolajsen & Jensen, 2001), pasca amputasi pasien mungkin mengeluh sakit parah di anggota badan yang telah hilang (diamputasi). Beberapa pasien merasakan anggota badan yang diamputasi sepenuhnya masih ada, dan pasien dapat menggambarkan postur di mana ia dipegang, merasa bahwa ia bergerak di sekitar dan bahkan melakukan tugastugas tertentu. Sensasi yang dirasakan dapat berupa nyeri, kesemutan, kram, panas, dan dingin atau sensasi lainya yang dirasakan mulai dari ringan, sedang, sampai berat. Penyebabnya saraf di lokasi amputasi terus mengirim sinyal rasa sakit ke otak yang membuat otak berpikir bahwa ekstremitas tersebut masih ada . Phantom syndrome akan menghilang seiring dengan berjalanya waktu (Ratini, 2018). Phantom sensation dapat juga terasa sangat nyata sehingga pasien dapat mencoba untuk berjalan dengan kaki yang telah diamputasi. Dengan berlalunya waktu, phantom sensation cenderung menghilang tetapi juga terkadang akan menetap untuk beberapa dekade, yang terasa seolah-olah masih menempel pada stump (Niijima & Ogawa, 2016).
e) Manual Muscle Testing ( MMT) Manual
Muscle
Testing (MMT)
adalah
pemeriksaan
untuk
mengetahui kemampuan dari otot dalam berkontraksi secara voluntery. Kriteria dalam menilai MMT, yaitu: Nilai
Kriteria
0
Tidak ada tonus
1
Ada tonus, ada konstraksi, tidak ada gerakan
2
Ada tonus, ada konstraksi, ada gerakan tapi tidak melawan gravitasi
3
Ada tonus, ada konstraksi, ada gerakan, mampu melawan gravitasi, full ROM.
4
Ada tonus, ada kontraksi, ada gerakan, mampu melawan
24
gravitasi dengan tahanan minimal dan full ROM. 5
Ada tonus, ada kontraksi, ada gerakan, mampu melawan gravitasi dengan tahanan maksimal dan full ROM.
f) Gait Analysis Normal gait terdiri dari beberapa fase, yakni: 1. Initial Contact Initial contact periodenya sangat singkat. Otot tibialis anterior dan extensor dari finger mempertahankan ankle dalam posisi netral selama perode initial contact ini. Hal ini dalam rangka persiapan ankle masuk keposisi untuk melakukan apa yang dikenal sebagai heel rocker, yang terjadi pada loading response (Arnadottir et al. 2011). 2. Loading Response Pada saat loading response, aktifitas otot pada semua segment kontraksi melawan kecenderungan gerakan flexi yang timbul pada saat menerima beban berat badan (terjadi di posterior ankle joint) . Kontraksi eksentrik pada otot anterior ankle merespon plantar flexion torque, yang akan menapakan kaki kelantai (foot flap). Aksi heel rocker ditimbulkan oleh otot-otot bagian anterior, menarik tibia. Sehingga muncul momentum kedepan dan memfleksikan lutut. Lutut flexi 15° dengan kontrol oleh Quadriceps yang berkontraksi secara eksentrik untuk melawan kecenderungan gerakan flexion torque akibat dari heel rocker dan posisi tubuh yang relatif berada pada posterior kaki (Kharb et al. 2011). 3. Mid Stance Selama mid stance, ankle perlahan bergerak kearah 10° meningkatkan torque dorsi flexi. Soleus dan gastrocnemius berkontraksi secara eksentrik untuk menstabilkan tibia. Tubuh berayun diatas kaki yang stabil dan menkontrol tibia sehingga lutut bergerak kearah extensi. Kejadian inilah yang dikenal sebagai ankle rocker. Hip extensi bergerak ke posisi netral dengan pelvis rotasi yang ditimbulkan oleh momentum swing daripada tungkai sisi contralateral (Arnadottir et al. 2011).
25
4. Terminal Stance Pada terminal stance, ankle terkunci pada posisi netral dengan sedikit dorsiflexi, metarsophalangeal joint extensi 30°. Dorsi flexion torque mencapai puncaknya. Calf muscle tetap aktif untuk mencegah tibia colapse dan membiarkan tumit terangkat sementara berat tubuh berayun kedepan diatas
kaki.
Forefoot
rocker
meningkatkan
ke
maximum
forward
progression untuk step length. Ada tiga hal yang memungkinkan terjadinya forefoot rocker yaitu : Locked ankle, heel rise dan progression diatas kaki, semua hal tersebut terjadi pada periode single limb support. Secara universal terminal stance dikenal dengan istilah push off. (istilah ini kurang akurat bila diterapkan pada pasien dengan amputasi below knee dengan prosthesis). Lutut tetap extensi, saat extensi torque mulai berkurang pada akhir fase ini. Stabilitas tanpa memerlukan kerja otot. Hip tetap extensi kerah netral posisi, 10° hyperextensi. Posisi ini disebabkan oleh backward rotation pelvis 5° dan oleh extensi di lumbar spine (Kharb et al. 2011). 5. Pre-Swing Pada fase ini gerakan yang terjadi dilutut sebenarnya adalah gerakan persiapan untuk mengayun tungkai kedepan dan mempersiapkan kaki bebas dari lantai untuk masuk subphase initial swing. Selama pre swing berlangsung, ankle dalam posisi 20° plantar flexi, metetarso phalangeal joint extensi sampai 60°. Selama periode double support berlangsung, kaki memberikan bantuan balance dan relatif tidak dibutuhkan aktifitas otot. Torque dorsiflexi timbul. Lutut flexi 30°, secara pasif, walaupun demikian gracillis mulai aktif. Torque flexi terjadi sebagai akibat dari penumpuan tungkai contralateral serta oleh berayunnya tubuh kedepan melewati jari jari. Pada saat inilah flexi knee bertambah. Hip tetap netral lalu extension dan pelvis backward rotasi. Kedua posisi tersebut dicapai secara pasif. M.Illiacus dan M.Rectus femoris aktif. Torque extensi berkurang sampai nol. Tungkai bersiap untuk diayunkan (Kharb et al . 2011). 6. Initial Swing
26
Ankle bergerak ke 10° plantar flexion, otot bagian anterior ankle mempersiapkan kaki terangkat dari lantai dan masuk subphase initial swing. Lutut flexi sampai 60° dan kaki terlepas dari lantai. Selama periode ini sering terjadi toe drag, karena tidak adequatnya flexi lutut dan dorsiflexi ankle. Kontribusi dari m.iiliacus, adductor longus, gracilis dan sartorius membawa hip ke 20° flexi dan pelvis mulai forward rotasi. Pelvis dan hip bergerak secara harmonis, terjadi forward rotasi pelvis saat hip flexi. Sedangkan rotasi backward pelvis berkaitan dengan hip extensi (Kharb et al. 2011). 7. Mid swing Ankle dalam posisi netral, otot bagian anterior ankle aktif, ini adalah gerakan yang membebaskan kaki dari lantai. Tibia mencapai posisi tegak lurus terhadap lantai saat lutut mencapai 60° flexi. Biceps femoris tetap aktif mengkontrol dengan eccentris kontraksi, walaupun momentum gerakan (primer) berlangsung secara pasif. Di hip gracilis tetap aktif untuk membantu menambah hip flexi sampai 30°, juga menambah momentum kepada tungkai yang berayun kedepan. Sedangkan sartorius, adductor longus dan iliacus menjadi tidak aktif (Kharb et al . 2011). 8. Terminal Swing Otot sebelah anterior ankle tetap aktif untuk mempertahankan ankle dalam posisi netral selama subphase terminal swing. Ini dalam rangka menjamin posisi ankle dalam posisi yang tepat saat heel contact di phase weight acceptance pada subphase initial contact berikutnya. Aktifitas quadriceps secara concentris menjamin knee extension sampai posisi lutut netral, sedang kontrol gerakan dilakukan oleh hamstrings. Hip tetap dalam posisi 30° flexi dan terjadi 5° forward rotasi pelvis. Otot yang tetap aktif adalah m.gracillis sebagai flexor hip. Kombinasi gerakan hip flexi, pelvis rotasi dan knee extensi berkontribusi pada step length (Arnadottir et al. 2011). Pada pasien dengan kasus amputasi terdapat fase berjalan yang hilang karena salah satu bagian kakinya sudah tidak ada.
27
Gambar 2.5 Fase gait cycle Sumber : A review of gait cycle and its parameters, 2011
d. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakuan atas indikasi tertentu guna memperoleh ketarangan yang lebih lengkap.
3.
Diagnosa Fisioterapi Berisikan tentang penegakkan diagnosa fisioterapi yang didapat dari
permasalahan fisioterapi yang terdiri aktivitas atau partisipasi level dan body function and structure level. Diagnosa fisioterapi berhubungan dengan fungsi, kelainan anatomi, fisiologi dan psikologi dalam organ-organ tertentu dalam sistem tubuh, ketidakmampuan antara membentuk suatu aktivitas fungsional normal, transfer, dan ambulasi dalam ketidakmampuan dalam bersosialisasi maupun mengikuti kegiatan-kegiatan diluar rumah.
4.
Perencanaan Fisioterapi
a. Tujuan Jangka Pendek Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas masalah yang utama. Dalam membuat tujuan jangka pendek ini harus disertai dengan bagaimana tujuan atau rencana tersebut akan dicapai, alokasi waktu pencapaian, dan kondisikondisi seputar pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan tersebut dapat tercapai.
28
b. Tujuan Jangka Panjang Tujuan yang dibuat berdasarkan prioritas masalah, tetapi bukan masalah utama atau segera. Tujuan jangka panjang harus realistis sesuai dengan patologi dan kondisi pasien.
5.
Intervensi Fisioterapi Dalam
kasus
amputasi
Transtibial
sinistra
(menggunakan prothesa)
intervensi fisioterapi yang dapat diberikan adalah terapi latihan seperti active ROM dan strengthening.
6.
Edukasi atau Home Program Program untuk di rumah merupakan semua hal yang berkaitan dengan tujuan
jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dilakukan di rumah terutama dalam aktivitas sehari-hari. Selain itu edukasi kepada pasien juga penting untuk membantu mempermudah aktivitas pasien dan mencegah terjadinya kondisi yang memperburuk serta penurunan kemampuan pasien. Edukasi dan program untuk di rumah pada kasus amputasi below knee dextra (mengunakan prothesa) adalah latihan strengthening lower extremity dextra dan sinistra.
7.
Evaluasi Evaluasi adalah melakukan pemeriksaan sebelum tindakan dan pemeriksaan
diulang setelah dilakukan tindakan fisioterapi. Evaluasi dilakukan agar bisa melihat perbedaan hasil setelah melakukan tindakan Fisioterapi. Jika pasien mengalami kemajuan dari sebelumnya maka evaluasi ditulis dalam format subjektif, objektif, assessment, dan planning.
29
8. Kerangka Konsep Trauma Langsung
Diabetes Mellitus
Amputasi
Atrofi otot paha Penurunan kekuatan otot
Gangguan pola jalan
Terapi latihan : strengthening dan aktif ROM
Post latihan : Tonus hamstring dan quadriceps meningkat
30
BAB III STATUS KLINIS
A. IDENTITAS KLIEN
1. NRM
:
2. Nama
: Tn. A M
3.
Jenis kelamin
: Laki-laki
4.
Tempat/Tanggal Lahir
: Jakarta, 1 Januari 1965
5.
Alamat
: Cibinong, Bogor
6.
Agama
: Islam
7.
Pekerjaan
: PNS (bagian TU)
8.
Hobi
: Main catur
9.
Tanggal pemeriksaan pertama
: 21 September 2018
10. Diagnosa medis
:
Amputasi
transtibial
sinistra
(menggunakan prothesa) 11. Medika mentosa
:
B. ASESMEN/PEMERIKSAAN
1.
Anamnesis a. Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan cepat lelah ketika berjalan menggunakan kaki palsu. b. Keluhan Penyerta : Pegal pada paha dan betis kanan. c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada Juli 2016, pasien pulang dari kantor menggunakan transportasi umum kereta. Dalam kondisi ramai, kaki kiri pasien masuk ke celah antar peron saat pasien hendak masuk ke dalam kereta. Kemudian, kaki pasien mengalami luka terbuka di atas pergelangan kaki
sehingga
pasien
pingsan
dan dibawa
oleh
penumpang dan staff kereta ke RSPAD Gatot Soebroto untuk
31
dilakukan pertolongan. Selama 2 minggu, pasien diopname dan luka pada kaki kiri pasien tidak kunjung membaik. Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien diketahui memiliki Diabetes Melitus. Kaki pasien mengalami pembusukan sehingga dokter ortopedi melakukan tindakan amputasi pada 2/3 tungkai bawah pada kaki kiri. Satu bulan setelah operasi, pasien dianjurkan makan makanan dengan kadar protein yang tinggi agar luka bekas operasi dapat segera membaik. Satu minggu pasca operasi pasien sudah diperbolehkan pulang kerumah, namun pasien tetap menjalani kontrol ke RS untuk menjalani penyembuhan atau pembersihan luka 1 minggu 2 kali. Pasca operasi mobilisasi pasien menggunakan kursi roda. Namun pasien tetap beraktivitas sebagai ketua RT namun hanya dapat bekerja dirumah. Satu bulan kemudian setelah luka amputasi membaik, pasien dianjurkan oleh dokter rehab memakai kruk. Pasien diajarkan latihan memakai kruk oleh dokter rehab dan diberi home program untuk latihan jalan dan sepeda dirumah. Pada kondisi ini pasien masih menjalani kontrol penyembuhan luka ke RS. Puntung mulai terbentuk setelah tiga bulan pasca operasi. Setelah itu, pasien menjalani pengukuran untuk pembuatan kaki palsu di RSPAD Gatot Soebroto. Setelah kaki palsu pasien sudah selesai dibuat, pasien diberikan informasi mengenai penggunaan kaki palsu dan berlatih berjalan menggunakan kaki palsu. d. Riwayat Penyakit Dahulu : Diabetes Melitus e. Harapan Klien : Pasien ingin tumitnya menumpu dan dapat duduk diantara dua sujud ketika sholat.
32
2.
Pemeriksaan Umum a. Kesadaran : Compos mentis b. Tekanan darah : 120 / 80 mmHg c. Denyut nadi : 70 kali / menit d. Pernafasan : 19 kali / menit e. Kooperatif : Ya
3.
Pemeriksaan Fisioterapi a. Inspeksi 1) Statis - Pasien menggunakan prothesa pada tungkai sinistra. - Stump dibalut oleh kain. - Terdapat bekas luka menghitam pada stump. 2) Dinamis - Ambulasi menggunakan prothesa.
b. Tes Cepat 1) Fleksi knee : ada keterbatasan pada tungkai sinistra. 2) Ekstensi knee : ada keterbatasan pada tungkai dextra dan sinistra. 3) Palpasi - Atrofi otot quadriceps dan hamstring sinistra. - Tidak ada perbedaan suhu didaerah lutut. - Tidak ada oedem pada stump. - Tidak ada nyeri pada stump.
c. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD) 1) PFGD Aktif - Pasien dapat melakukan gerakan aktif pada sendi hip dextra dan sinistra ke semua arah kecuali fleksi, abduksi, dan eksorotasi. - Pasien dapat melakukan gerakan aktif pada sendi knee dextra dan sinistra ke semua arah kecuali ekstensi knee sinistra.
33
- Pasien dapat melakukan gerakan aktif pada sendi ankle dextra dan sinistra ke semua arah. 2) PFGD Pasif - Pasien dapat melakukan gerakan pasif pada sendi hip dextra dan sinistra ke semua arah kecuali fleksi, abduksi, dan eksorotasi. - Pasien dapat melakukan gerakan pasif pada sendi knee dextra dan sinistra ke semua arah kecuali ekstensi knee sinistra. - Pasien dapat melakukan gerakan pasif pada sendi ankle dextra dan sinistra ke semua arah. 3) PFGD Isometrik - Pasien dapat melakukan gerakan dengan tahanan pada sendi hip dextra dan sinistra ke semua arah kecuali fleksi, abduksi, dan eksorotasi. - Pasien dapat melakukan gerakan dengan tahanan pada sendi knee dextra dan sinistra ke semua arah kecuali ekstensi knee sinistra. - Pasien dapat melakukan gerakan dengan tahanan pada sendi a nkle dextra dan sinistra ke semua arah.
d. Tes Khusus 1) Antropometri No.
Bidang Ukur
Dextra (cm)
Sinistra (cm)
1.
10 cm diatas lutut
37
31,2
2.
Lingkar lutut
35
33,2
3.
10 cm dibawah lutut
30,5
-
Keterangan : (-) = tidak ada, pasien post amputation transtibial sinistra. Kesimpulan : - Terdapat atrofi otot quadriceps dan hamstring sinistra.
34
2) ROM ( Range Of Motion) Hip
Dextra
S = 95° - 0° - 25° F = 25° - 0° - 25° T = 30° - 0° - 30°
Sinistra
S = 95° - 0° - 20° F = 25° - 0° - 25° T = 30° - 0° - 30°
Knee
Ankle
Dextra
S = 130° - 0° - 0°
Sinistra
S = 120° - 0° - 10°
Dextra
S = 15° - 0° - 55° F = 30° - 0° - 15°
Sinistra
-
Keterangan : (-) = tidak ada, pasien post amputation transtibial sinistra.
3) MMT ( Manual Muscle Testing) Regio Hip
Knee
Ankle
Gerakan
Dextra
Sinistra
Fleksi
5
4
Ekstensi
5
4
Adduksi
5
4
Abduksi
5
4
Endorotasi
5
4
Eksorotasi
5
4
Fleksi
5
4
Ekstensi
5
4
Dorso fleksi
5
-
Plantar fleksi
5
-
Inversi
5
-
Eversi
5
-
35
Keterangan: (-) = tidak ada, pasien post amputation transtibial sinistra.
4) Pemeriksaan Fungsi Sensorik ( sensibility sensasion)
Superficial pain Tujuan : Membedakan sensasi tajam atau tumpul. Tatalaksana : Pasien diinstruksikan untuk tidak melihat tungkainya, pasien diberikan sensasi tajam dengan ujung benda yang runcing pada area sekitar lutut. Kemudian, terapis menanyakan sensasi apa yang dirasakan pasien. Untuk sensasi tumpul, dilakukan hal yang sama namun dengan benda tumpul. Hasil
:
Ada
gangguan
sensibilitas,
pasien
tidak
dapat
membedakan dengan tepat sensasi tajam atau tumpul.
Two point descrimination Tujuan : Merasakan sentuhan satu titik dan dua titik. Tatalaksana : Pasien diinstruksikan untuk tidak melihat tungkainya, pasien diberi sentuhan satu atau dua titik pada area sekitar
lutut.
Kemudian,
terapis
meminta
pasien
untuk
tidak
dapat
membedakan sentuhan yang diberikan. Hasil
:
Ada
gangguan
sensibilitas,
pasien
membedakan sentuhan 1 titik dan 2 titik dengan tepat.
e. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium.
C. PROGNOSA FISIOTERAPI
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, prognosa dari harapan pasien untuk dapat menumpukan tumitnya ke depannya baik, dengan stretching exercise pada otot hamstring . Namun, harapan pasien untuk dapat duduk di
36
antara dua sujud ketika sholat tidak dapat terwujud karena kondisi tungkai bawah kiri pasien sudah diamputasi. Cepat atau lambatnya kekuatan otot dan massa otot dapat meningkat dilihat dari intensitas latihan. Sesuai dengan hasil penelitian Bruusgaard tahun 2001, dengan latihan strengthening exercise didapatkan hasil dalam 21 kali latihan dapat meningkatkan massa otot (Bruusgaard, 2010). Sedangkan kami hanya menangani sebanyak empat kali latihan pada pasien ini sehingga hasil yang didapatkan belum maksimal.
D. DIAGNOSA FISIOTERAPI
1.
Problematik Fisioterapi a. Body Function and Structure Impairment - Atrofi otot quadriceps dan hamstring sinistra. - Adanya penurunan kekuatan otot quadriceps dan hamstring sinistra. - Adanya keterbatasan ROM fleksi hip, abduksi hip, eksorotasi hip, dan ekstensi knee. b. Activity Limitation - Adanya gangguan pola jalan fase loading response kaki dextra dan heel strike sinistra. c. Participation Restriction - Pasien tidak dapat bekerja dan rapat diluar rumah sebagai ketua RT.
2.
Diagnosa Fisioterapi berdasarkan ICF Adanya gangguan gerak dan fungsi pada tungkai sinistra dikarenakan atrofi dan penurunan kekuatan otot quadriceps dan hamstring sinistra
yang disebabkan oleh amputasi transtibial sinistra
sehingga pasien tidak dapat bekerja dan rapat diluar rumah sebagai ketua RT.
37
E. PERENCANAAN FISIOTERAPI
1. Tujuan Jangka Pendek -
Meningkatkan keterbatasan ROM fleksi
hip, abduksi
hip,
eksorotasi hip, dan ekstensi knee. -
Meningkatkan kekuatan otot quadriceps dan hamstring sinistra.
-
Menurunkan atrofi otot quadricpes dan hamstring sinistra.
2. Tujuan Jangka Panjang -
Pasien dapat menumpukan tumit kanannya kembali.
-
Pasien dapat kembali beraktivitas tanpa gangguan pola jalan.
F. INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Intervensi Fisioterapi
Metode : Strengthening
Tujuan : untuk meningkatkan kekuatan otot Hamstring dan Quadriceps sinistra.
Tata laksana Posisi fisioterapis : berada didekat os untuk memberi instruksi Gerakan : a. Quadricep Sets Posisi terlentang dengan tangan disamping tubuh • Dorong bagian belakang lutut ke bawah lalu kencangkan otot paha. • Tahan selama 5 detik dan lepaskan. • Ulangi
b. Gluteal Sets Posisi telentang dengan tangan disamping tubuh
38
• Tekan lutut bersama-sama.kebawah • Tahan selama 5 detik dan lepaskan. Kemudian ulangi
c. Hip Adduction with Towel Roll Posisi telentang. Tempatkan handuk yang digulung atau bantal di antara kedua lutut paisen • Tekan handuk di antara kedua kaki. Lalu menghitung hingga 5detik. • Rileks dan ulangi.
d. Pelvic Tilt Berbaring telentang. Tekuk lutut • Tempatkan tangan di bawah pelvic. • Dorong punggung bawah ke tangan. Tahan hingga 5 detik. • Rileks dan ulangi.
e. Short Arc Quads Tempatkan gulungan handuk di bawah lutut • Luruskan lutut yang diamputasi, tahan selama 5 detik dan lepaskan
39
f. Hip and Knee Bending Posisi telentang dan menekuk lutut amputasi dan gerakkan ke arah ke data. • Tekuk sejauh mungkin dan kemudian luruskan lutut s epenuhnya. • K embali ke posisi awal.
g. Straight Leg Raise Tekuk kaki yang sehat dan luruskan kaki • Angkat kaki yang diamputasi diarahkan ke arah langit-langit. • Jaga lutut dan sisa anggota gerak lurus
h. Hip Abduction on side Berbaring di sisi yang sehat dan angkat kaki yang diamputasi ke atas langit-langit. Jangan sampai lutut menghadap ke atas langit-langit. • Kembali ke posisi awal. • Ulangi. • Lakukan latihan yang sama dengan kaki Anda yang lain
40
i. Bridges Tata laksana • Berbaring telentang dengan handuk yang digulung di bawah betis sisi amputasi • Kencangkan otot-otot di kaki bagian atas untuk menjaga lutut tetap lurus • Dalam waktu yang bersamaan dorong lutut amputasi menekan handuk dan angkat bokong • Tahan dan kemudian rileks. • Ulangi.
j. Hip Extension on the Side Berbaring di sisi sehat • Gerakkan keatas kaki amputasi • Tahan dan kemudian kembali ke awal posisi. • Ulangi.
k. Hip Extension Lying Down Posisi berbaring telungkup. •Angkat kaki amputasi ke arah langit-langit. Dan jaga lutut agar tetap lurus. • Tahan dan kemudian kembali ke awal posisi. • Ulangi.
41
l. Resisted Hip Abduction (with theraband) • Berbaring telentang. Gunakan theraband sekitar paha • tarik kedua kaki dengan mendorong luar melawan theraband. • Dorong saat menghitung hingga 5
m. Alternative Hip adduction Berbaring di sisi sehat • Gerakkan kaki amputasi kearah atas biarkan kaki sehat berada didepan dan menekuk lutut • Angkat kaki amputasi ke arah langit-langit. • Kembali ke posisi awal. • Ulangi.
n. Partial Sit Up Berbaring telentang. • Tekuk lutut yang sehat • Perlahan-lahan naikkan kepala, leher, hingga punggung atas • Lihatlah ke langit-langit saat melakukan latihan ini. • Ulangi.
42
o. Limb Lift Posisi berlutut diatas matras.. Letakkan bantal di bawah kaki sehat • Seimbangkan diri tangan dan lutut • Angkat 1 lengan ke atas dan tahan, lalu letakkan mundur. • Angkat kaki amputasi keatas, dan lalu kembali. • Angkat lengan Anda yang lain ke atas dan tahan, dan kemudia n tempatkan kembali. • Angkat kaki Anda yang sehat, dan lalu tempatkan kembali. • Ulangi gerakan ini dengan kedua kaki dan kedua lengan masingmasing 10 kali
p. Arm and Leg Lift Posisi berlutut diatas matras.. Letakkan bantal di bawah kaki seh at • Seimbangkan tangan dengan menumpu disatu lutut. • Angkat 1 lengan dan kaki yang berlawanan ke atas, tahan, dan kemudian turunkan kembali • Angkat lengan lainnya dan kaki yang berlawanan ke atas, Tahan. Dan turunkan kembali • Ulangi gerakan ini dengan kedua kaki dan kedua lengan masingmasing 10 kali. 43
2. Edukasi/ home program Pasien diminta melakukan gerakan yang sudah diberikan ketika dimess dan dirumah
G. EVALUASI (SOAP)
1. 21 September 2018 S : cepat lelah ketika berjalan menggunakan kaki palsu O: - Pasien menggunakan prothesa pada tungkai sinistra. - Stump dibalut oleh kain. - Terdapat bekas luka menghitam pada stump - MMT No. 1.
2.
3.
Regio Hip
Knee
Ankle
Gerakan
Dextra
Sinistra
Fleksi
5
4
Ekstensi
5
4
Adduksi
5
4
Abduksi
5
4
Endorotasi
5
4
Eksorotasi
5
4
Fleksi
5
4
Ekstensi
5
4
Dorso fleksi
5
-
Plantar fleksi
5
-
Inversi
5
-
44
Eversi
-
5
-
ROM Hip
Dextra
S = 95° - 0° - 25° F = 25° - 0° - 25° T = 30° - 0° - 30°
Sinistra
S = 95° - 0° - 20° F = 25° - 0° - 25° T = 30° - 0° - 30°
Knee
Ankle
Dextra
S = 130° - 0° - 0°
Sinistra
S = 120° - 0° - 10°
Dextra
S = 15° - 0° - 55° F = 30° - 0° - 15°
Sinistra
-
-
Antropometri No.
Bidang Ukur
Dextra (cm)
Sinistra (cm)
1.
10 cm diatas lutut
37
31,2
2.
Lingkar lutut
35
33,2
3.
10 cm dibawah lutut
30,5
-
A : Adanya gangguan gerak dan fungsi pada tungkai sinistra dikarenakan atrofi dan penurunan kekuatan otot quadriceps dan hamstring sinistra
yang disebabkan oleh amputasi transtibial
sinistra sehingga pasien tidak dapat bekerja dan rapat diluar rumah sebagai ketua RT.
45
P: Meningkatkan kekuatan otot quadriceps dan hamstring sinistra Menurunkan atrofi otot quadricpes dan hamstring sinistra -
Stretching
-
Strengthening
2. 26 September 2018 S : cepat lelah ketika berjalan menggunakan kaki palsu O: - Pasien menggunakan prothesa pada tungkai sinistra. - Stump dibalut oleh kain. - Terdapat bekas luka menghitam pada stump - MMT No. 1.
2.
3.
-
Regio Hip
Knee
Ankle
Gerakan
Dextra
Sinistra
Fleksi
5
4
Ekstensi
5
4
Adduksi
5
4
Abduksi
5
4
Endorotasi
5
4
Eksorotasi
5
4
Fleksi
5
4
Ekstensi
5
4
Dorso fleksi
5
-
Plantar fleksi
5
-
Inversi
5
-
Eversi
5
-
ROM Hip
Dextra
S = 100° - 0° - 25° F = 25° - 0° - 30°
46
T = 30° - 0° - 30° Sinistra
S = 100° - 0° - 20° F = 25° - 0° - 30° T = 30° - 0° - 30°
Knee
Ankle
Dextra
S = 130° - 0° - 0°
Sinistra
S = 120° - 0° - 10°
Dextra
S = 15° - 0° - 55° F = 30° - 0° - 15°
Sinistra
-
-
Antropometri No.
Bidang Ukur
Dextra (cm)
Sinistra (cm)
1.
10 cm diatas lutut
37
31,5
2.
Lingkar lutut
35
33,2
3.
10 cm dibawah lutut
31
-
A : Adanya gangguan gerak dan fungsi pada tungkai sinistra dikarenakan atrofi dan penurunan kekuatan otot quadriceps dan hamstring sinistra
yang disebabkan oleh amputasi transtibial
sinistra sehingga pasien tidak dapat bekerja dan rapat diluar rumah sebagai ketua RT. P: Meningkatkan kekuatan otot quadriceps dan hamstring sinistra Menurunkan atrofi otot quadricpes dan hamstring sinistra -
Stretching
-
Strengthening
47
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
A. Hasil Penatalaksanaan Fisioterapi
No . 1.
2.
Pengukuran
Tujuan
Keterangan
Antopometri lingkar tungkai
Mengeveluasi massa otot
1. 10 cm diatas lutut 2. Lingkar lutut 3. 10 cm dibawah lutut
MMT
Mengevaluasi kekuatan otot
0 = tidak ada kontraksi sama sekali 1 = otot tidak mampu bergerak melalui ROM , tetapi kontraksi otot teraba 2 = otot mampu bergerak , tetapi tidak dapat melawan gravitasi/ hanya dapat bergerak pada bidang horizontal 3 = otot mampu bergerak, tetapi tidak dapat melawan tahanan 4 = otot mampu bergerak melawan gravitasi, serta dapat melawan tahan minimal 5 = otot mampu melawan
48
Pre Dextra 1. 37 2. 35 3. 30,5 Sinistra 1. 31,2 2. 33,2
Hasil treatment Post Dextra 1. 37 2. 35 3. 31 Sinistra 1. 31,5 2. 33,2
Hip dextra Flexi=5 Ekstensi=5 Abduksi=5 Adduksi=5 Endorotasi=5 Eksorotasi=5
Hip dextra Flexi=5 Ekstensi=5 Abduksi=5 Adduksi=5 Endorotasi=5 Eksorotasi=5
Knee Flexi=5 Ekstensi=5
Knee Flexi=5 Ekstensi=5
Ankle Dorsoflexi=5 Plantarflexi=5 Inversi=5 Eversi=5
Ankle Dorsoflexi=5 Plantarflexi=5 Inversi=5 Eversi=5
Hip sinistra Flexi=4 Ekstensi=4 Abduksi=4 Adduksi=4 Endorotasi=4 Eksorotasi=4
Hip sinistra Flexi=4 Ekstensi=4 Abduksi=4 Adduksi=4 Endorotasi=4 Eksorotasi=4
Knee
Knee
gravitasi, serta Flexi=4 dapat melawan Ekstensi=4 tahanan maksimal
3.
ROM
Mengevaluasi keterbatasan gerakan
Flexi=4 Ekstensi=4
Hip dextra S = 95°-0°-25° F = 25°-0°-25° T = 30°-0°-30°
Hip dextra S = 100°-0°-25° F = 25°-0°-30° T = 30°-0°-30°
Hip sinistra S = 95°-0°-20° F = 25°-0°-25° T =30°-0°-30°
Hip sinistra S = 100°-0°-20° F = 25°-0°-30° T =30°-0°-30°
Knee dextra S = 130°-0°-0°
Knee dextra S = 130°-0°-0°
Knee sinistra S = 120°-0°-10°
Knee sinistra S = 120°-0°-10°
Ankle dextra S = 15°-0°-55° F = 30°-0°-15°
-
Setelah melakukan intervensi fisioterapi sebanyak empat kali terdapat perubahan pada kondisi pasien, seperti hasil pengukuran Antropometri mengalami peningkatan massa otot pada lutut kanan dan kiri. Sedangkan pengukuran MMT pada hip, knee, dan ankle tidak terjadi perubahan peningkatan kekuatan otot. Serta pengukuran ROM mengalami peningkatan pada gerakan flexi hip dextra dan sinistra serta gerakan abduksi hip dextra dan sinistra.
B. Keterbatasan
Dalam melakukan treatment dengan pasien terdapat beberapa faktor penghambat untuk mencapai giao pasien, antara lain: 1. Metode penerapan fisioterapi Saat pemberian treatment mungkin ada kekurangan seperti aba-aba saat melakukan terapi,
49
2. Riwayat penyakit pasien Adanya Diabetes Melitus yang menyebabkan pasien tidak boleh terlalu lelah dalam latihan.
50
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Amputasi Transtibial sinistra adalah suatu jenis amputasi yang dilakukan pada bawah lutut yang biasanya terjadi karena cedera traumatis, kerusakan jaringan ataupun karena penyakit pembuluh darah. Setelah diamputasi seseorang memiliki risiko lebih tinggi terkena gangguan muskuloskeletal di kaki yang mengalami amputasi maupun yang tidak mengalami amputasi. Amputasi bawah lutut atau Transtibial secara statistik merupakan amputasi utama yang paling sering dikerjakan pada alat gerak bawah. Luka amputasi pada level ini akan sembuh dengan baik pada sebagian besar pasien dengan iskemia yang memerlukan ablasi alat gerak. Peran fisioterapi yang dapat dilakukan dalam kasus amputasi Transtibial sinistra antara lain , meningkatkan kekuatan otot dan menurunkan atrofi otot. Tindakan
fisioterapi
yang
dapat
dilakukan
pada
kasus
ini
adalah
strengthening.
B. Saran
1. Untuk Pasien Pasien diharapkan teratur dalam melakukan home program yang telah diberikan oleh fisioterapis agar pasien dapat kembali ke aktivitas sehariharinya. 2. Untuk Keluarga Pasien Keluarga pasien disarankan untuk selalu mengingatkan dan membantu pasien untuk melakukan home program yang telah diberikan oleh fisioterapis. Dan juga keluarga dapat memberikan motivasi kepada pasien untuk selalu semangat dalam melaksanakan terapi di rumah dan di rumah sakit agar mendapatkan hasil yang optimal dari terapi yang sudah diberikan. 3. Untuk Tim Medis
51
Memberikan program latihan yang tepat dan mengevaluasi perkembangan kondisi pasien agar tujuan yang diinginkan pasien tercapai.
52
DAFTAR PUSTAKA
Baechle, T., & Earle Roger, W. (2008). Essentials of Strength Training and Conditioning Third Edition. US. Brunner, & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Chan, F. (2012). Strength Training (Latihan Kekuatan). Jurnal Cerdas Sifa, edisi no. 1, hal. 1. desalu, o., salawu, f., jimoh, a., adekoya, a., busari, a., & olokoba, a. (2011). Diabetic Foot Care: Self Reported Knowledge and Practice Among patients attendind three tertiary hospital in nigeria. 45. hardiman, sutedjo, h., & salim, i. (2013). Tumbuh: Diabetes dan Komplikas. surakarta: media Komunikasi RS DR.OEN Surakarta. Henry. (2009). Penatalaksanaan Amputasi. Jakarta: EGC. kapandji. (2010). the physiology of the joint sixth edition. new york: Churchil Living stone. Kisner, C., & Colby, L. A. (2006). Theraupetic Exercise Foundation and Technique. Philadelpia: F. A Davis Company. Lesmana, S. I., & Rahmatullah. (2005). Perbedaan Pengaruh Pemberian Strenghthening Exercise Jenis Kontraksi Concentric Dengan Eccentric Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii. Jurnal Fisioterapi Indonusa, vol. 18, no. 2. Loviana, R. R., Rudy, A., & Zulkarnain, E. (2015). Artikel Penelitian Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabetes Mellitus yang Dirawat Jalan dan Inap di RSUP Dr . M. Jurnal Kesehatan Andalas, hal. 243-248. McAnelly, R., & Virgil W, F. (1996). Lower Limb Prostheses. Philadelphia: W.B Saunders Company. Niijima, A., & Ogawa, T. (2016). Haptics: Perception, Devices, Control, and Applications. Springer International Publishing.
53