REFERAT Epiktasis Anterior
Disusun oleh: Richesio Sapata T (11.2014.003)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana RSUD Tarakan Jakarta Pusat Periode 4 Mei 2015 – 6 Juni 2015
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi
I. II. III. IV. IV. V. VI. VII. VII. VIII VIII.. IX. IX.
Pend Pendah ahul ulua uan… n……… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …….. ..3 3 Anatom Anatomii dan Fisiol Fisiologi ogi…… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………. …...4 ..4 Abses Abses Perito Peritonsi nsill ………… ……………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …….9 .9 Diag Diagno nosi siss ………… ……………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …….1 .12 2 Diagno Diagnosis sis Bandin Banding g ………… ……………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ……... ...….. …...15 .15 Penata Penatalak laksan sanaan aan ………… ……………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ……….. …..16 16 Komp Kompli lika kasi si ………… ……………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………. …..1 .18 8 Prog Progno nosi siss ………… ……………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …….1 .18 8 Penu Penutu tup p ………… ……………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………1 …19 9
Daftar Pustaka
BAB I. PENDAHULUAN
2
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya; merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. (1) Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbah. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak abang!abang dari pembuluh darah yang ukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.(2) "pistaksis adalah perdarahan yang berasal dari hidung dan dapat timbul spontan tanpa dapat ditelusuri sebabnya.(#) "pistaksis bukanlah suatu penyakit melainkan suatu tanda atau gejala. $alau pada umumnya epistaksis dapat diatasi dengan mudah, namun perdarahan hidung merupakan masalah yang sangat la%im, sehingga tiap dokter harus siap menangani kasus demikian.(1) Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. "pistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbah atau dari arteri athmoidalis anterior. &edangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. "pistaksis biasanya terjadi tiba!tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil dokter.
#
BAB II. ANATOMI & FISIOLOGI Anatomi
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas kebawah: 1.pangkal hidung (bridge), 2.batang hidung (dorsum), 3.puncak hidung (tip), .ala nasi, !.kolumela, ".lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, #aringan ikat dan beberapa otot kecil yang ber$ungsi melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. %erangka tulang terdiri dari 1.tulang hidung (os nasal), 2.prosesus $rontalis os maksila dan 3.prosesus nasalis os $rontal. &edangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1.sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2.sepasang kartilago nasalis lateralis in$erior yang disebut #uga sebagai kartilago alar mayor dan 3.tepi anterior kartilago septum. 'ongga hidung atau kaum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya men#adi kaum nasi kanan dan kiri. intu atau lubang masuk kaum nasi di bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kaum nasi dengan naso$aring. *inding medial hidung disebut sebagai septum nasi. &eptum di bentuk oleh tulang dan tulang rawan. +agian tulangnya adalah 1.lamina prependikularis, 2.omer, 3.krista nasalis os maksila dan .krista nasalis os palatina. +agian tulang rawannya adalah 1.kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan 2.kolumela. ada dinding lateral terdapat buah konka, yang terbesar dan terletak paling bawah ialah konka in$erior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior sendangkan yang terkecil disebut konka suprema. %onka suprema ini biasanya rudimenter.
'
ambar-1: natomi aum /asi %onka 0n$erior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. *iantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. da 3 meatus yaitu meatus in$erior, medius, dan superior. eatus in$erior terletak diantara konka in$erior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. ada meatus in$erior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. eatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. ada meatus medius terdapat muara dari sinus $rontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior. eatus superior terletak diantara konka superior dan konka media. ada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus s$enoid. *inding in$erior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. *inding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribi$ormis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. amina kribi$ormis merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubanglubang (kribosasaringan) tempat masuknya serabut-serabut sara$ ol$aktorius. ada bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os s$enoid.
Hidung memiliki suplai askular yang banyak, dengan kontribusi terbesar dan terpenting dari rteri karotis interna dan eksterna. &istem arteri karotis eksterna memperdarahi hidung melalui rteri $asialis dan maksilaris interna. rteri-arteri tersebut memperdarahi dasar dan bagian depan rongga hidung dan septum anterior melalui cabang septum. rteri $asialis bercabang men#adi rteri labialis superior (cabang terminal). rteri maksilaris interna masuk melalui $osa pterigomaksilaris dan bercabang men#adi " cabang yaitu rteri aleolaris posterior superior, palatina desenden, in$raorbitalis, s$enopalatina, kanal pterigoid, dan $aringeal. rteri palatina desenden turun melalui kanal palatina mayor dan memperdarahi dinding lateral hidung, lalu kembali ke dalam rongga hidung melalui cabang di $oramen insisius untuk memperdari septum anterior. rteri s$enopalatina masuk ke dalam rongga hidung dekat dengan perlekatan posterior konka media untuk memperdarahi dinding lateral hidung dan bercabang lagi untuk memperdarahi septum. rteri karotis interna berkontribusi terhadap askularitas hidung melalui rteri o$talmikus. rteri ini memasuki tulang orbital melalui $isura orbital superior dan bercabang men#adi beberapa cabang. rteri etmoidalis posterior keluar orbit melalui $oramen etmoidalis posterior yang terletak 2-4mm di depan kanal optikus. rteri etmoidalis anterior yang lebih besar meninggalkan orbit melalui $oramen etmoidalis anterior. rteri etmoidalis anterior dan posterior menyebrangi atap etmoid untuk masuk $ossa kranialis anterior lalu turun ke dalam rongga hidung melalui lempengan kribi$ormis, di sini mereka bercabang men#adi cabang lateral dan septal untuk memperdarahi dinding lateral hidung dan septum. leksus %iesselbach atau area ittle adalah #aringan anastomosis dari pembuluh-pembuluh darah yang terletak di septum kartilago anterior, pleksus ini menerima suplai darah dari arteri karotis interna dan eksterna. +anyak arteri yang memperdarahi septum mempunyai hubungan anastomosis di daerah ini yaitu rteri etmoidalis anterior, labialis superior, s$enopalatina, dan palatina mayor. Bagian atas rongga hidung
+emperd arahi Bagian bawah rongga hidung
Bagian atas rongga hidung Dinding lateral hidung Septum anterior
+emperd arahi
Bagian bawah rongga hidung Dinding lateral hidung Septum anterior
Anatomi perdarahan dalam rongga hidung
Fisiologi
*alam keadaan idealnya, desain hidung internal menyediakan saluran yang canggih untuk pertukaran udara yang laminer. &elama inspirasi hidung, ter#adi penyaringan partikel-partikel dan pelembaban udara dari luar oleh epitel bertingkat torak semu bersilia (pseudostrati$ied ciliated columnar epithelium). apisan hidung,
-
terutama pada konka in$erior dan media mengandung lamia propia beraskuler tinggi. rteriol-arteriol konka ber#alan melewati tulang konka dan dikelilingi oleh pleksus ena. *ilatasi arteri yang ter#adi dapat memblok aliran balik ena, yang akhirnya menyebabkan kongesti mukosal. Fungsi Respirasi
5dara yang dihirup akan mengalami humidi$ikasi oleh palut lendir. &uhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 367. 8ungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. artikel debu, irus, bakteri, dan #amur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh: rambut (ibrissae) pada estibulum nasi, silia, palut lendir. *ebu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan re$le9 bersin. Fungsi Penghidu
Hidung beker#a sebagai indra penghidu dan pencecap dengan adanya mukosa ol$aktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. artikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara di$usi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. 8ungsi hidung untuk membantu indra pencecap adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan.
ambar-3: +agian 'ongga Hidung.
Fungsi Fonetik
'esonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. &umbatan hidung akan menyebabkan
resonansi
berkurang
atau
hilang,sehingga terdengar suara sengau (rhinolalia). erdapat 2 #enis rhinolalia yaitu rhinolalia aperta yang ter#adi akibat kelumpuhan anatomis atau kerusakan tulang di hidung dan mulut. ;ang paling sering ter#adi karena stroke dan rhinolalia oklusa yang ter#adi akibat sumbatan benda cair (ketika pilek) atau padat (polip, tumor, benda asing) yang menyumbat. Refleks Nasal
ukosa hidung merupakan reseptor re$le9 yang berhubungan dengan saluran cerna,kardioaskuler dan pernapasan. 0ritasi mukosa hidung akan menyebabkan re$le9 bersin dan napas berhenti. 'angsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelen#ar liur, lambung, dan pancreas.
BAB III. EPIKTASIS ANTERIOR /
i.
Definisi
"pistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan bukan penyakit(1,#).
Pada umumnya
terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. "pistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbah atau dari arteri athmoidalis anterior. ii.
Etiologi
erdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung. *elapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah leksus %iesselbach (area ittle). leksus %iesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis.
erdarahan dapat ter#adi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, #atuh atau kecelakaan lalu lintas. rauma karena sering mengorek hidung dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahan di mukosa bagian septum anterior. &elain itu epistaksis #uga bisa ter#adi akibat adanya benda asing ta#am atau trauma pembedahan.
10
rauma hidung dan wa#ah sering menyebabkan epistaksis. =ika perdarahan disebabkan karena laserasi minimal dari mukosa biasanya perdarahan yang ter#adi sedikit tetapi trauma wa#ah yang berat dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.
ambar-:
ambar-!:
11
%elainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia>?sler@s disease). =uga sering ter#adi pada Aon Billendbrand disease. elengiectasis hemorrhagic hereditary adalahkelainan bentuk pembuluh darah dimana ter#adi pelebaran kapiler yang bersi$at rapuh sehingga memudah kan ter#adinya perdarahan.
ambar-":?slerCs *isease =ika ada cedara #aringan, ter#adi kerusakan pembuluh darah dan akan menyebabkan kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah. embuluh dapat rusak dekat permukaan seperti saat terpotong. tau dapat rusak di bagian dalam tubuh sehingga ter#adi memar atau perdarahan dalam. =ika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah yang normal.
Gambar-7a. Pembekuan darah
Gambar-7b. Pembekuan darah tidak
12
normal
normal ahap 1
embuluh
darah
terluka
dan
mulai
mengalami
ahap 2
perdarahan. embuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran
ahap 3
darah ke daerah yang luka. rombosit melekat
dan
menyebar
pada
dinding
pembuluh darah yang rusak. 0ni disebut adesi trombosit. rombosit yang menyebar melepaskan Dat yang mengakti$kan trombosit
lain
didekatnya
sehingga
akan
menggumpal
membentuk sumbat trombosit pada tempat yang terluka. 0ni ahap
disebut agregasi trombosit. ermukaan trombosit
yang
teraktiasi
men#adi
permukaan tempat ter#adinya bekuan darah. rotein pembekuan darah yang beredar dalam darah diakti$kan pada permukaan trombosit membentuk #aringan bekuan $ibrin. rotein ini (8aktor 0, 00, A, A00, A000, 0E, E, E0, E00 dan E000 dan 8aktor Aon Billebrand) beker#a seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. 0ni disebut cascade.
ambar-Fa. cascade koagulasi normal
ambar-Fb.
cascade
koagulasi
hemophilia AB* dapat ter#adi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah.
1. ada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup 8aktor Aon Billebrand (AB8) di dalam darahnya atau $aktor tersebut tidak ber$ungsi secara normal. kibatnya AB8 tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat melapisi dinding pembuluh darah. 2. ada tahap ke , AB8 membawa 8aktor A000. 8aktor A000 adalah salah satu protein yang dibutuhkan untuk membentuk #aringan yang kuat. anpa adanya
1#
$aktor A000 dalam dalam #umlah yang normal maka proses pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih lama. kibatnya AB8 tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami kerusakan.
e) Pengaruh lingkungan
%elembaban udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa.
*eiasi septum ialah suatu keadaan dimana ter#adi peralihan posisi dari septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. &elain itu dapat menyebabkan turbulensi udara yang dapat menyebabkan terbentuknya krusta. embuluh darah mengalami ruptur bahkan oleh trauma yang sangat ringan seperti mengosok-gosok hidung.
") #istemik
a) Kelainan darah +eberapa kelainan darah yang dapat menyebabkan epistaksis adalah trombositopenia, hemo$ilia dan leukemia. rombosit adalah $ragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan dibentuk di sumsum tulang. rombosit ber$ungsi untuk pembekuan darah bila ter#adi trauma. rombosit pada pembuluh darah yang rusak akan melepaskan serotonin dan tromboksan ₂(prostaglandin), hal ini menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah berkonstriksi. ada awalnya akan mengurangi darah yang hilang. %emudian trombosit membengkak, men#adi lengket, dan menempel pada serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak danmembentuk plug trombosit. rombosit #uga akan melepas * untuk mengaktiasi trombosit lain,
sehingga mengakibatkan
agregasi
trombosit
untuk
memperkuat plug .
rombositopenia adalah keadaan dimana #umlah trombosit kurang dari 1!7.777> Gl. rombositopenia akan memperlama waktu koagulasi dan memperbesar resiko
1'
ter#adinya perdarahan dalam pembuluh darah kecil di seluruh tubuh sehingga dapat ter#adi epistaksis pada keadaan trombositopenia. Hemo$ilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara E-linked resesi$. angguan ter#adi pada #alur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, dimana ter#adi de$isiensi atau de$ek dari $aktor pembekuan A000 (hemo$ilia ) atau 0E (hemo$ilia +). *arah pada penderita hemo$ilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. roses pembekuan darah ber#alan amat lambat. Hal ini dapat menyebabkan ter#adinya epistaksis. eukemia adalah #enis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh .sumsum tulang ( bone marrow). &umsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah diantaranya sel darah putih (ber$ungsi sebagai daya tahan tubuh melawan in$eksi), sel darah merah (ber$ungsi membawa oksigen kedalam tubuh) dan trombosit (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). ada eukemia ter#adi peningkatan pembentukan sel leukosit sehingga menyebabkan penekanan atau gangguan pembentukan sel-sel darah yang lain di sumsum tulang termasuk trombosit. &ehingga ter#adi keadaan trombositpenia yang menyebabkan perdarahan mudah ter#adi. ?bat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan $enilbutaDon dapat pula mempredisposisi epistaksis berulang.
spirin mempunyai e$ek antiplatelet yaitu
dengan menginhibisi produksi tromboksan, yang pada keadaan normal akan mengikat molekul-molekul trombosit untuk membuat suatu sumbatan pada dinding pembuluh darah yang rusak. spirin dapat menyebabkan peoses pembekuan darah men#adi lebih lama sehingga dapat ter#adi perdarahan. ?leh karena itu,aspirin dapat menyebabkan epistaksis. b) Pen$akit kardio!askuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, sirosis hepatis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 17 mmH dan tekanan darah diastolic lebih dari 47 mmhg.
1
"% Arteriosklerosis
ada arteriosklerosis ter#adi kekakuan pembuluh darah. =ika ter#adi keadaan tekanan darah meningkat, pembuluh darah tidak bisa mengompensasi dengan asodilatasi, menyebabkan rupture dari pembuluh darah. '% #irosis hepatis
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk $ibrinogen, protrombin, $aktor A, A00, 0E, E dan itamin %. ada sirosis hepatis $ungsi sintesis protein-protein dan itamin yang dibutuhkan untuk pembekuan darah terganggu sehingga mudah ter#adinya perdarahan. &ehingga epistaksis bisa ter#adi pada penderita sirosis hepatis. (% iabetes mellitus
er#adi peningkatan gula darah yang meyebabkan kerusakan mikroangiopati dan makroangiopati. %adar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan sel endotelial pada pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari normal sehingga terbentuklah lebih banyak glikoprotein pada permukaannya dan hal ini #uga menyebabkan basal membran semakin menebal dan lemah. *inding pembuluh darah men#adi lebih tebal tapi lemah sehingga mudah ter#adi perdarahan. &ehingga epistaksis dapat ter#adi pada pasien diabetes mellitus.
c) Infeksi akut emam berdarah
&ebagai tanggapan terhadap in$eksi irus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktiasi sistem komplemen, #uga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktiitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. %edua $aktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada *+*. gregasi trombosit ter#adi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran * (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh '<& (reticulo endothelial system) sehingga ter#adi trombositopenia. gregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet $aktor 000 mengakibatkan ter#adinya koagulopati konsumti$ (%0* koagulasi intraaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan 8* ($ibrinogen degredation product) sehingga ter#adi penurunan $aktor pembekuan. ?leh karena itu epistaksis sering ter#adi pada kasus demam berdarah.
1
d) angguan hormonal
ada saat hamil ter#adi peningkatan estrogen dan progestron yang tinggi di pembuluh darah yang menu#u ke semua membran mukosa di tubuh termasuk di hidung yang menyebabkan mukosa bengkak dan rapuh dan akhirnya ter#adinya epistaksis. e) Alkoholisme
lkohol dapat menyebabkan sel darah merah menggumpal sehingga menyebabkan ter#adinya sumbatan pada pembuluh darah. Hal ini menyebabkan ter#adinya hipoksia dan kematian sel. &elain itu hal ini menyebabkan peningkatan tekanan intraascular yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat ter#adi epistaksis. iii.
Patofisiologi
enentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar ditanggulangi. ada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan posterior.
ambar!/ "pistaksis anterior iv.
Gejala Klinis
1-
e#ala klasik dimulai 3-! hari, waktu dari onset ge#ala sampai ter#adinya abses sekitar 2-F hari. bses peritonsil akan menggeser kutub superior tonsil ke arah garis tengah dan dapat diketahui dera#at pembengkakan yang ditimbulkan di palatum mole. erdapat riwayat $aringitis akut, tonsilitis, dan rasa tidak nyaman pada tenggorokan atau $aring unilateral yang semakin memburuk. %ebanyakan pasien menderita nyeri hebat. e#ala yang dikeluhkan pasien antara lain demam, dis$agia, dan odino$agia yang menyolok dan spontan. Hot potato voice, mengunyah terasa sakit karena m. asseter menekan tonsil yang meradang, sakit kepala, rasa lemah, dehidrasi, nyeri telinga (otalgia) ipsilateral, mulut berbau ($oetor e9 orae), muntah (regurgitasi), mulut berbau ($oetor e9 ore), banyak ludah (hipersaliasi), suara sengau (rinolalia)karena oedem palatum molle yang ter#adi karena in$eksi men#alar ke radi9 lingua dan epiglotis atau oedem peri$okalis, dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus) yang berariasi, trismus menandakan adanya in$lamasi dinding lateral $aring dan m. terigoid interna, sehingga menimbulkan spasme muskulus tersebut. %eparahan dan progresiitasnya ditun#ukkan dari trismus. erna$asan terganggu biasanya akibat pembengkakan mukosa dan submukosa $aring. &esak akibat perluasan edema ke #aringan laring #arang ter#adi. +ila kedua tonsil terin$eksi maka ge#ala sesak na$as lebih berat dan lebih menakutkan. kibat lim$adenopati dan in$lamasi otot, pasien sering mengeluhkan nyeri leher dan terbatasnya gerakan leher (torticolis). 1,6
BAB IV. DIAGNOSIS *iagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan $isik, dan pemeriksaan penun#ang. i%
Anamnesis
asien sering menyatakan bahwa pendarahan berasal dari bagian depan dan belakang hidung. erhatian ditu#ukan pada bagian hidung tempat awal ter#adinya pendarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah. ada anamnesis harus ditanyakan secara spesi$ik mengenai beratnya pendarahan, $rekuensi, lamanya pendarahan, dan riwayat pendarahan hidung sebelumnya. erlu
1
ditanyakan #uga mengenai kelainan pada kepala dan leher yang berkaitan dengan ge#ala-ge#ala yang ter#adi pada hidung. +ila perlu, ditanyakan #uga mengenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang berkaitan dengan pendarahan, misalnya : riwayat darah tinggi, arteriosklerosis, koagulopati, riwayat pendarahan yang meman#ang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan seperti koumarin, /&0*, aspirin, war$arin, heparin, ticlopidin, serta kebiasaan merokok, dan minum minuman keras.
ii%
Pemeriksaan Fisik
lat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala, speculum hidung dan alat penghisap(bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain kassa ("). 5ntuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa beker#a. Harus cukup sesuai untuk mengobserasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. *engan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobserasi untuk mencari tempat dan $aktor-$aktor penyebab perdarahan. &etelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2I atau larutan lidokain 2I yang ditetesi larutan adrenalin 1>1777 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat asokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara(3,!,6). &esudah 17 sampai 1! menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan ealuasi(6). asien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersi$at kronik memerlukan $okus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung akti$ yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan. emeriksaan yang diperlukan berupa(!,"): a) 'inoskopi anterior emeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Aestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha in$erior harus diperiksa dengan cermat.
1/
b) 'inoskopi posterior emeriksaan naso$aring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma. c) engukuran tekanan darah ekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
iii%
Pemeriksaan Penun*ang
emeriksaan awal berupa isualisasi langsung yang dilengkapi sumber cahaya yang baik, spekulum nasal, dan penyedot nasal seharusnya sudah cukup pada sebagian besar pasien sehingga pada sebagian besar kasus, pemeriksaan penun#ang tidak diperlukan atau tidak membantu pada epistaksis untuk yang pertama kalinya atau #arang berulang dan disertai dengan riwayat mengorek hidung atau trauma terhadap hidung. etapi, pemeriksaan penun#ang diperlukan bila ter#adi pendarahan hebat atau dicurigai terdapat koagulopati. 1. emeriksaan laboratorium emeriksaan laboratorium dilakukan untuk menilai kondisi pasien dan masalah medis penyebab epistaksis, biasanya tidak dilakukan bila pendarahan bersi$at minor dan tidak berulang. +ila terdapat riwayat pendarahan berat yang berulang, kelainan platelet, atau neoplasia, dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Bleeding time adalah pemeriksaan skrining yang baik untuk kecurigaan terdapatnya kelainan pendarahan. emeriksaan International ormali!ed "atio #I"$atau prothrombin time #PT$ dilakukan bila pasien dicurigai mengkonsumsi war$arin atau menderita penyakit lier. 2. emeriksaan radiologi emeriksaan %T scan #%omputed Tomograph& 'canning$ atau ("I #(agnetic "esonance Imaging$ diindikasikan untuk menilai anatomi dan menentukan kehadiran dan perluasan dari rinosinusitis, benda asing, dan neoplasma. 3. /aso$aringoskopi emeriksaan ini dapat dilakukan bila tumor dicurigai sebagai penyebab pendarahan.
20
BAB V. DIAGNOSIS BANDING i. Abses Parafaring Abses parafaring adalah infeksi pada ruang parafaring dengan cara langsung,
yaitu akibat turukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan yang terjadi karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis (m. konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fosa tonsilaris. Proses infeksi dapat juga diakibatkan oleh proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal. Abses parafaring dapat juga merupakan penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibular. Gejala dan tanda utama ialah trismus, indurasi, atau pembengkakan di sekitar angulus mandibular, demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol kearah medial. Diagnosis ditegakkan berdasasrkan riwayat penyakit, gejala, dan tanda klinis. Bila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu foto rontgen jaringan lunak AP atau CT scan. 1 ii.
Abses Submandibula
Ruang submandibular terdiri dari rung sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang maksila oleh otot milohioid. Ruang rubmaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila lateral oleh otot digastricus anterior. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa submandibular. Mungkin juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob. Gejala dan tanda ialah demam dan nyeri leher disertai pembengkakan dibawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan.1
21
BAB VI. PENATALAKSANAAN liran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah. &ebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan ter#adi, lebih baik #ika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk)untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung. ertolongan pertama #ika ter#adi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga menit. &elama pemencetan sebaiknya berna$as melalui mulut. erdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. akukan hal yang sama #ika ter#adi perdarahan berulang, #ika tidak berhenti sebaiknya kun#ungi dokter untuk bantuan. 5ntuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. =ika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah (asokonstriksi). =ika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. ampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.
u#uan pengobatan epistaksis adalah: -
enghentikan perdarahan.
-
encegah komplikasi
-
encegah berulangnya epistaksis
Hal-hal yang penting adalah :
1. 'iwayat perdarahan sebelumnya. 2. okasi perdarahan. 3. pakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
. amanya perdarahan dan $rekuensinya !. 'iwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
22
". Hipertensi 6. *iabetes melitus F. enyakit hati 4. angguan koagulasi 17. rauma hidung yang belum lama 11. ?bat-obatan, misalnya aspirin, $enil butaDon
engobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak.
1. erbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok. 2. enghentikan perdarahan a. ada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit. b. entukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain>lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk membersihkan bekuan darah. c. ada epistaksis anterior, #ika sumber perdarahan dapat dilihat dengan #elas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 27I-37I, asam trikloroasetat 17I atau dengan elektrokauter. &ebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu. 3. +ila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi aselin yang dicampur betadin atau Dat antibiotika. *apat #uga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang J cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. ampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.
2#
ambar +% kauterisasi sumber perdarahan
*ikutip dari: http:>>www.aa$p.org>a$p>277!711!>$ig.html ambar ,% Tampon anterior
Pengobatan Farmakologi
erapi $armakologi hanya berperan sebagai pengobatan suporti$ dalam menangani pasien dengan epistaksis. 1. Aasokonstriktor topikal ?bat tersebut beker#a pada reseptor al$a adrenergik pada mukosa nasal yang menyebabkan asokonstriksi. ?9ymetaDoline 7.7!I ($rin) dioleskan langsung pada membran mukosa nasal, dimana akan menstimulasi reseptor al$a adrenergik dan menyebabkan asokonstriksi. *ekongesi ter#adi tanpa perubahan drastis pada tekanan darah, distribusi askular, atau stimulasi #antung. ?9ymetaDoline dapat dikombinasi dengan lidokain I untuk memberikan e$ek anestesi dan
2'
asokonstriksi nasal yang e$ekti$. *osis 2 tetes atau semprotan per kaum nasi sebanyak 2 kali sehari, dosis maksimum adalah 2 kali dosis an#uran per 2 #am dan durasi maksimum adalah 3-! hari. 2. nestesi topikal %etika obat anestesi diberikan bersamaan dengan obat asokonstriktor, maka e$ek anestesinya akan diperpan#ang dan ambang nyeri meningkat. idokain I (9ylocaine) mengurangi permeabilitas ion natrium di membran neuronal, sehingga menghambat depolarisasi dan menghambat transmisi impuls sara$. *osis 1-3 m setiap pemberian, dosis maksimum 3 mg>kg, tidak boleh diberikan dengan interal kurang dari 2 #am. 3. &alep antibiotik &alep antibiotik digunakan untuk mencegah in$eksi lokal dan memberikan kelembapan lokal. &alep mupirocin 2I (bactroban nasal) menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengambat '/ dan sintesis protein. dioleskan pada area yang terkena tiga kali sehari. . gen kauterisasi gen kauterisasi menggumpalkan protein sehingga mengurangi pendarahan. &iler nitrat menggumpalkan protein dan membuang #aringan granulasi #uga mempunyai e$ek anti-bakteri. %apas yang telah dililitkan pada aplikator dicelupkan ke dalam larutan lalu dioleskan pada area yang terkena 23 kali per minggu selama 2-3 minggu. P-N.-A&AN
da beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah ter#adinya epistaksis antara lain :(4) 1. unakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat dibeli, pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. 5ntuk membuat tetes larutan ini dapat mencampur 1 sendok the garam ke dalam secangkir gelas, didihkan selama 27 menit lalu biarkan sampai hangat kuku. 2. unakan alat untuk melembabkan udara di rumah. 3. unakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud . =angan masukkan cotton bud melebihi 7,! K 7,"cm ke dalam hidung. . Hindari meniup melalui hidung terlalu keras. !. +ersin melalui mulut. ". Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk #ari.
2
6. +atasi penggunaan obat K obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin atau ibupro$en. F. %onsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa. 4. +erhentilah merokok. erokok menyebabkan hidung men#adi kering dan menyebabkan iritasi.
BAB VII. KOMPLIKASI %omplikasi dapat ter#adi sebagai akibat langsung dari epistaksis atau sebagai akibat dari penanganan yang kita lakukan. kibat dari epistaksis yang hebab dapat ter#adi syok dan anemia. urunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan iskemi cerebri, insu$isiensi koroner dan in$arkmiocard, hal-hal inilah yang menyebabkan kematian. +ila ter#adi hal seperti ini maka penatalaksaan terhadap syok harus segera dilakukan. kibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah #blood& tears$ karena darah mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis, septikemia, to)ic shock s&ndrome, sinekia, dan gangguan $ungsi tuba eustachius.
2
%omplikasi akibat kauterisasi
adalah sinekia
dan
per$orasi
septum.
%omplikasi akibat ligasi arteri maksilaris interna transantral adalah resiko anestesi, rinosinusitis, $istula oroantral, anestesia in$raorbital, dan trauma dental. &edangkan komplikasi akibat ligasi arteri maksilaris internal transoral adalah resiko anestesia, anestesia pipi, trismus, dan pareestesia lidah. %omplikasi akibat ligasi arteri etmoidalis anterior atau posterior adalah resiko anestesi, rinosinusitis, trauma duktus lakrimalis, dan kebutaan. %omplikasi akibat embolisasi adalah nyeri pada wa#ah, trismus, paralisis wa#ah, nekrosis kulit, kebutaan, dan stroke.
BAB VIII. PROGNOSIS &embilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. ada pasien hipertensi dengan>tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk (").
BAB IX. PENUTUP
harus segera diberi
pertolongan. ada kasus yang berat, pertolongan harus dilakukan di rumah sakit dengan orang yang yang berkompetensi pada bidang ini.
2-
enentuan asal pendarahan pada kasus epistaksis sangat penting karena berkaitan dengan cara penatalaksanaannya. 5ntuk menghentikan pendarahan ini dapat dilakukan tampon anterior, kauterisasi dan tampon posterior. %omplikasi pada pemasangan tampon anterior adalah sinusitis, air mata berdarah dan sptikemia.
DAFTAR PUSTAKA 1. Fachrudin D. Abses leher dalam. Dalam: Soepardi EA, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2012. h. 204. 2. Ruckenstein MJ. Tonsilitis and complicarion. Dalam: Lalwani AK, penyunting. Comprehensive Review of Otolaryngology. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2000. h.136-7. 3. Hasibuan R, A.H. Sp THT. Pharingologi, Jala Penerbit, Jakarta, 2004. hal. 38, 55-8. 4. Gray RF, Hawthrorne M. Anatomy of the mouth and pharynx. In: Synopsis of Otolaryngology. 5th.ed. Singapore: Butterworth Heinemann 1992: 288 – 304. 5. Byron, J, bailey. Jonas, T, Johnson. Tonsilitis, Tonsilectomy and Adenoidectomy. Otolaryngo Head and Neck. 4th ed. volume one. Lippincott
William and Wilkins. 6. Tan AJ. 2010. Peritonsillar abscess in emergency medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764188-overview. diakses pada tanggal 31 Mei 2015. 7. Kartosoediro S, Rusmarjono. Abses Leher Dalam. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 8. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT . Edisi IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994.
2
2/