A. Definisi Vulvitis adalah suatu peradangan pada vulva (organ genitalia eksterna wanita). Vulvitis adalah infeksi pada vulva sebagian besar dengan gejala keputihan atau leukorea dan tanpa infeksi lokal (Manuaba, 2001).
B. Etiologi Penyebabnya bisa berupa(Sastrawinata, 2010). 1. Infeksi a.
Bakteri (misal klamidia, gonokokus)
b.
Jamur (misal kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita hamil, dan penggunaan antibiotic
c.
Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis) vaginalis)
2. Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes) 3. Zat atau benda yang bersifat iritatif a. Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons b. Sabun cuci dan pelembut pakaian c. Pembilas vagina d. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat e. Feses 4. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya 5. Terapi penyinaran 6. Obat-obatan 7. Perubahan hormonal C. Epidemiologi Studi epidemiologi vulvitis sangat jarang ditemukan, karena penderita vulvitis biasanya menangani masalahnya sendiri tanpa datang ke dokter. Namun menurut Clinical Knowledge Summaries (2011) hampir 10% wanita di dunia mengalami pruritus vulvae atau rasa gatal pada vulva. Wanita segala umur dari gadis prepubertas sampai dengan yang lebih tua dapat terkena vulvitis.
D. Patofisiologi dan patogenesis
E. Penegakan diagnosis 1. Anamnesa
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya bermacam-macam. Misalnya bisa seperti keju atau kuning kehijauan atau kemerahan.
Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan berwarna putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah melakukan hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya semakin menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri semakin banyak tumbuh. Vulva terasa agak gatal dan mengalami iritasi.
Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa terbakar pada vulva. Infeksi ini cenderung pada wanita penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi antibiotik.
Infeksi karena Trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa yang berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap dan gatal sangat hebat
Cairan yang encer dan terutama jika mengandung darah, bisa disebakan oleh kanker vagina, serviks (leher rahim) atau endometrium
Polip pada serviks bisa menyebabkan perdarahan vagina setelah melakukan hubungan seksual.
Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus papiloma manusia maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang belum menyebar ke daerah lain).
Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan oleh infeksi herpes atau abses.
Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan oleh kanker atau sifilis. Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa menyebabkan gatal-gatal di daerah vulva.
Riwayat obstetric Jenis kelamin
: perempuan
Usia
: 24 tahun
Partus spontan
Riawayat haid
:
Menarche
:13 tahun
Lama menstruasi : 6 hari Siklus menstruasi
: 28 hari
Riwayat perkawinan
: menikah 1 kali dengan suami sekarang, 5 tahun
Riwayat keluarga berencana:pasien tidak melaksanakan program KB
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi vulva : pruritus vulvae (+) Kemerahan (+) Edem (+) Discharge (-)
Palpasi vulva: teraba hangat (+) Benjolan (-)
a.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan discharge vulva dan vagina Pemeriksaan tambahan yang sering diperlukan di klinik adalah pemeriksaan getah vulva dan vagina, terutaman pada keluhan leukorea. Getah urethra diambil dari orifisium urethra eksterna dengan kapas lidi untuk pemeriksaan gonokokus, kemudian dibuat sediaan usap pada obyek glass untuk diamati di bawah mikroskop. Dengan pewarnaan Methilen Blue atau Giemsa, gonokokus dapat dilihat (Winkjosastro, 2009).
Vaginoskopi
Vaginoskopi biasanya diperlukan pada vulvovaginitis persisten atau berulang, perdarahan vagina, kecurigaan terhadap benda asing, neoplasma,atau anomali kongenital (Pardede, 2006).
Pap smear untuk mengetahui adanya keganasan (Pardede, 2006).
Pemeriksaan laboratorium Jumlah leukosit dan laju endap darah perlu diperiksa pada proses peradangan. Hal ini penting untuk membedakan apakah suatu proses dalam pelvis disebabkan oleh peradangan atau neoplasma, dan apakah sifatnya akut atau kronik. Pemeriksaan gula darah bila dicurigai pasien menderita diabetes melitus (Mose, 2011)
F. Penatalaksanaan 1. Farmakologi Tabel 2.1. Pengobatan Umum untuk Vulvitis (Linda, 2012)
Jenis Infeksi
Jamur
Pengobatan
Miconazole,
clotrimazole,
butoconazole
atau terconazole (krim).
Bakteri
Fluconazole atau ketoconazole (tab).
Metronidazole (tab, krim), jika penyebabnya gonokokus diberi suntikan ceftriaxon dan doxicyclin (tab).
Klamidia
Doxicyclin atau azithromycin (tab)
Trikomonas
Metronidazole (tab)
HPV (Human Papilloma Asam trikloroasetat 25-50%, Tinctura Podofilin Virus)
25%, Podofilotoksin 0,5% dan Krim fluoroasil 1-5% dioleskan pada kutil.
*Terapi Operatif : Bedah scalpel, bedah listrik, bedah beku dengan nitrogen cair
Virus Herpes
Acyclovir (tab atau salep)
Jika terjadi perlekatan labia akibat infeksi, dapat dioleskan krim estrogen selama 7 – 10 hari. Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga dapat diberi jeli asam propionat agar cairan vagina menjadi lebih asam sehingga menghambat pertumbuhan bakteri (Linda, 2012). 2. Non farmakologi a. Hentikan pemakaian produk yang menyebabkan iritasi atau yang menjadi penyebab vulvitis (parfum, deodoran, bedak vagina, douching, dsb) (Linda, 2012). b. Penderita sebaiknya memakai pakain dalam yang tidak terlalu ketat dan menggunakan pakaian dalam yang berbahan katun sehingga sirkulasi udara tetap terjaga (Linda, 2012).
Pencegahan
Pencegahan vulvitis diantaranya (Linda, 2012): a. Jaga higienitas vulva dan vagina dengan membilas sabun dari luar daerah genital setelah mandi dan keringkan area tersebut dengan baik untuk mencegah iritasi. b. Jangan menggunakan zat atau bahan iritan seperti sabun wangi atau kasar yang mengandung deodoran, tampon berparfum, dan sebagainya. c. Usap dari depan ke belakang setelah BAK untuk menghindari penyebaran bakteri dari rektum ke vulva dan vagina. d. Jangan gunakan douche berlebihan atau terlalu sering karena dapat mengganggu flora normal pada vulva dan vagina sehingga meningkatkan risiko infeksi. e. Pakailah pakaian dalam berbahan katun sehingga keadaan genital tidak lembab dan sirkulasi udara baik, untuk mencegah infeksi oleh jamur. f. Gunakan celana yang tidak ketat. g. Cuci tangan dengan baik sebelum dan sesudah menggunakan kamar mandi.
DAFTAR PUSTAKA Pardede, Sudung. Vulvovaginitis pada Anak. Sari Pediatri Vol. 8, No. 1, Juni 2006: 75 – 83. Sastrawinata, R. Sulaiman. 2010. Infeksi Alat Kandungan dalam Ginekologi Ed.2. Bandung: FK UNPAD Mose, Alamsyah. 2011. Pemeriksaan Ginekologik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Winkjosastro Hanifa. 2009. Radang dan Beberapa Penyakit Lain pada Alat-alat Genital Wanita dalam Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Linda
J.V.
2012.
Vulvovaginitis.
Medline
Plus.
Available
at
:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000897.htm . Accessed 4th November 2014 Manuaba, Ida Bagus. 2001. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta : EGC.