PRESENTASI KASUS
FRAKTUR TULANG MUKA
Disusun oleh :
Meity A.P 1102005152
Pembimbing :
dr. Harun Adam Sp.BP
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI PERIODE AGUSTUS 2011 – OKTOBER 2011 JAKARTA 2011
1
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN 1. Nama
: Ny. E
2. Umur
: 44 tahun
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Pekerjaan
: TNI AD
5. Alamat
: Perum Perum situ sari permai, permai, TNI AD, Cileungsi, Cileungsi,
Bogor 6. Tanggal masuk RS
: 26 September 2011
Pasien Pasien datang datang kar karena ena kecela kecelakaa kaan n lalu lalu lintas lintas sepeda sepeda motor, motor, menggunakan helm
±
4 jam SMRS
B. ANAMNESA Dila Dilaku kuka kan n pada pada hari hari Sela Selasa sa tang tangga gall 27 Sept Septem embe berr 2011 2011,, dengan autoanamnesa dan alloanamnesa. 1. Keluhan Utama Nyeri pada lengan kiri 2. Keluhan Tambahan Luka pada wajah
2
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN 1. Nama
: Ny. E
2. Umur
: 44 tahun
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Pekerjaan
: TNI AD
5. Alamat
: Perum Perum situ sari permai, permai, TNI AD, Cileungsi, Cileungsi,
Bogor 6. Tanggal masuk RS
: 26 September 2011
Pasien Pasien datang datang kar karena ena kecela kecelakaa kaan n lalu lalu lintas lintas sepeda sepeda motor, motor, menggunakan helm
±
4 jam SMRS
B. ANAMNESA Dila Dilaku kuka kan n pada pada hari hari Sela Selasa sa tang tangga gall 27 Sept Septem embe berr 2011 2011,, dengan autoanamnesa dan alloanamnesa. 1. Keluhan Utama Nyeri pada lengan kiri 2. Keluhan Tambahan Luka pada wajah
2
3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Pasien datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan nyeri pada lengan kiri post KLL
±
4 jam SMRS. Pasien merupakan
rujukan dari RS. MH Thamrin, Cileungsi. Pasien juga mengeluh luka pada wajahnya. Pasien jatuh saat dibonceng motor. Menurut adik ipar pasien, kecelakaan terjadi karena pasien ingin menyalip tronton yang berhenti di depan pasien. Ketika pasien menyalip, tiba-tiba dari arah berlawanan datang mobil box dengan kecep kecepat atan an ting tinggi gi.. Pasi Pasien en terl terlem empa parr bebe bebera rapa pa mete meter, r, adik adik ipar ipar pasien juga mengatakan helm yang pasien kenakan terlepas. Pasien jatuh terjerembab terjerembab dengan posisi posisi mendarat mendarat bagian muka terkena aspal. Adik Adik ipar ipar pasi pasien en meng mengat atak akan an sete setela lah h ke kece cela laka kaan an pasi pasien en mengalami pingsan, mual, muntah darah, pusing. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pasi Pasien en tida tidak k pern pernah ah meng mengal alam amii
keja ke jadi dian an seru serupa pa.. Tida Tidak k
memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. 5. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak tidak ada yang mengalami mengalami hal serupa
C. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 27 September 2011 1. K.U/KES K.U/KES : tampak tampak sakit sakit sedang,C sedang,CM M 2. Tand Tandaa-ta tand nda a vita vitall : 3
•
Tekanan darah
: 127/71 mmHg
•
Nadi
: 98x/menit
•
RR
: 20x/menit
•
Suhu
: 26,8 °C
3. Prim Primar ary y Surv Survey ey a. Jalan nafas
: bebas
b. Pernafasan
: spontan, frekuensi nafas 20x/menit
c. Sirkulasi
:
tekanan
darah
127/71
mmHg,
nadi
98x/menit d. Disability
: GCS : Eye
:4
Motorik : 6 Verbal Total
:5 : 15
4. Seco Second ndar ary y Surv Survey ey a. Regio kepala : 1. Ben Bentu tuk k kepa kepala la oedem regio
: Kont Kontur ur maxi maxill llof ofac acia iall asim asimet etri ris, s, zigomaticomaxilarry
bilateral, deformitas (+) 2. Mata 3. Te Teli ling nga a pendengaran (-), 4. Hidung 5. Mulut stomatitis
: Hematom periorbita (+) : Defo Deform rmit itas as (-), (-), gangg anggua uan n otalgia (-). : Nafas cuping hidung (-), darah (+) : Bibir tidak sianosis maupun kering, (-), lidah kotor (-), maloklusi 4
(+), step
ladder formation (+). 6. Leher
: KGB tidak teraba
b. Regio thorax
:
1. Inspeksi
: Simetris, bentuk normal, irama nafas
normal
dengan frekuensi normal 2. Palpasi
: Focal fremitus seimbang antara paru
kanan
dan kiri, nyeri tekan negatif. 3. Perkusi
: Seluruh lobus paru sonor.
4. Auskultasi
: Suara dasar paru vesikuler, tak
ada suara suara
tambahan tambahan (wheezing (wheezing atau
ronkhi ronkhi), ), bunyi bunyi
jantun jantung g I-II I-II regule reguler, r,
murmur dan
gallop tidak
ada.
5. Status Status lokali lokalis s a. Look
: Regio Regio Facial Facial :
Pembengkakan
hematom
zygomaticus,
periorbita b. Feel
pembengkak pembengkakan, an,
:
Tidak
ada
nyeri
pada
krepitasi krepitasi
(+),
sensibilitas baik c. Move pasien
: Gerak aktif dan pasif terbatas karena mengeluh kesakitan, maloklusi
(+)
5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Rontgen
: ro skull ap lateral, ro thorax, dan ct-scan
2. Laboratorium : Tanggal 27 September 2011
Hematologi
Hemoglobin
10,1 g/dL *
(12-16 g/dL)
Hematokrit
32 %*
Eritrosit
3.8 juta/uL*
(4.3-6.0 juta/uL)
Leukosit
22100/uL*
(4800-10800/uL)
Trombosit
(37-47 %)
324000/uL
(150000-400000/uL)
MCV
83 fl
(80-96 fl)
MCH
26 pg*
(27-32 pg)
MCHC
32 g/dL
(32-36 g/dL)
Kimia darah
Ureum
35 mg/dL
(20-50 mg/dL)
Kreatinin
0.9 mg/dL
(0.5-1.5 mg/dL)
Natrium
138 mEq/L
(135-145 mEq/L)
Kalium
3.5 mEq/L
(3.5-5.3 mEq/L)
Klorida
107 mEq/L
(97-107 mEq/L)
Glukosa sewaktu 163 mg/dL*
(<140 mg/dL)
Analisa Gas darah
PH
7.401
(7.37-7.45)
6
pCO2
28.3 mmHg*
(32-46 mmHg)
pO2
50.5 mmHg*
(71-104 mmHg)
HCO3
17.7 mEq/L*
(21-29 mEq/L)
Base Exces
-5.5 mEq/L
O2 Saturation
(-2 - +2 mEq/L)
85.8 %*
(94-98 %)
E. DIAGNOSIS KERJA - CKR - Fraktur rima orbital lateral sinistra - Fraktur dentolalveolar - Susp. Fraktur nasal - Susp. Fraktur zygomaticus
F. PENATALAKSANAAN Dilakukan
pemasangan
archbar
pada
procesus
alveolaris
sebagai terapi difinitif. Lalu dilakukan reposisi pada daerah fraktur mandibula dengan ORIF mini plate and screw.
G. KOMPLIKASI Tidak ada
H. PROGNOSIS 1. Quo ad Vitam
: Dubia ad bonam
7
2. Quo ad Sanationam
: Dubia ad bonam
3. Quo ad Fungsionam
: Dubia ad bonam
Foto pre op Gambar 1
8
Foto rontgen kepala AP dan lateral
9
Gambar 2
10
Gambar 3
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI WAJAH Kerangka wajah berfungsi untuk melindungi otak, melindungi organ penghidu, penglihatan dan rasa dan menyediakan kerangka dimana jaringan lunak wajah dapat bertindak memfasilitasi makan, ekspresi wajah, makan, bernafas, dan berbicara. Tulang-tulang wajah utama adalah rahang, rahang bawah, tulang frontal, tulang hidung dan zygoma.
12
Gambar 1 tulang wajah dari frontal
TULANG MANDIBULA Merupakan tulang wajah yang besar dan kuat berbentuk U yang terdiri dari dua ramus. Fungsi fisiologi yaitu mastikasi, artikulasi dan deglusi serta kosmetik. Kerusakan integritas akan mengganggu fungsi, jika tidak terbentuk arkus anterior atau kerusakan pada mentalis menyebabkan gangguan pada lidah, laring dan keterbatasan aproksimasi bibir.Korpus mandibulaterdiri dari 13
tulang kompakta pada bagian luar dan dalam, diantaranya tulang spongiosa dan dilalui oleh pembuluh darah, saraf dan saluran limfe. Tepi inferior merupakan tulang yang keras.Foramen mentalis terletak 8-10 mm dari tepi anterior. Pada sisi oral garis tengah terdapat mental spine dekat tepi bawah. Bagian proksimal spine tersebut melekat m.genioglossus dan m.geniohyoid bagian bawah. Laterosuperior mental spine terdapat fossa sublingual tempat melekat glandula sublingual bagian anterior. Latero-inferior terdapat fossa digastrik tempat m.digastrikus venter anterior melekat.M.mylohyoid berorigo pada linea milohyoidea yang berjalan oblik dari fossa digastrik ke posterior molar ketiga. Pada pertengahan bawah terdapat fossa submandibulare yang merupakan tempat glandula submandibulare.
Ramus Membentuk sudut 100-120 derajat dengan korpus, sudut ini lebih besar pada bayi dan anak, merupakan tulang padat. Ujung superior
terdapat
prosessus
koronoideus,
tempat
insersi
m.temporalis. ujung posterior berakhir sebagai kondilus yang membentuk sendi temporo-mandibular. Diantara kondilus dan prosessus koronoideus terdapat cekungan dengan tepi tajam disebut insisura mandibula. Sisi luar merupakan tempat insersi m.masseter.
Sendi temporo-mandibular
14
Merupakan tipe sendi ginglymoarthrodial sebab gerakannya meluncur dan seperti engsel. Permukaan sendi berupa jaringan fibrokartilago yang terdiri
dari kondilus,
bagian konkav dari
mandibula dan fossa glenoid pada temporal. Kondilus bergerak ke proksimal saat membuka mulut dan jika mandibula bergerak ke depan kondilus bergerak ke depan. Rongga sendi terdiri dari upper dan lower. Kapsul sendi terdiri dari dua lapis yaitu bagian luar fibrous dan bagian dalam membrana sinovia yang mensekresi cairan sinovial dan berfungsi sebagai pelumas sendi. Bagian luar sendi
melekat
ligamen yang
kuat
yang
menghubungkan
os
temporal dan kolum kondilus yang menyebar ke arah sphenoid.Dua ligamen
kecil
berhubungan
dengan
sendi
ini
yaitu
sphenomandibular dan stylomandibular. Serabut bagian atas dari m.pterygodeus lateral melekat pada kapsul dan bagian anterior diskus artikularis.
Otot Otot yang melekat pada mandibula digolongkan menurut fungsinya menjadi empat, depressor-rektraktor, protrusor, elevator dan retraktor. Gerakan otot-otot ini berperan untuk stabilisasi fragmen fraktur yang ditentukan langsung oleh garis fraktur. Penting
untuk
mengetahui
kerja
otot-otot
tersebut
dalam
penanganan fraktur mandibula.M.masseter berorigo pada arkus zygomatikus dan berinsersi di sisi medial ramus bagian distal sampai angulus. Berfungsi elevasi, menarik ke atas, ke dalam dan ke depan mandibula.M.pterygoideus medialis berorigo pada sisi 15
medial lamina pterygoideus lateralis dan insesrsi pada sisi medial ramus mandibula dari foramen mandibula sampai angulus. Fungsi elevasi dan protrusi.M.pterygoideus lateralis, origonya pada sisi lateralis prosessus pterygoideus lateralis ala parva os sphenoid, insersi pada kollum kondilud dan kapsul dan dorsum artikularis. Berperan
pada
protrusi
mandibula
dan
membuka
mulut.
M.tempopralis pada fossa temporalis dan berinsersi melalui tendo yang kuat pada prosessus koronoideus dan sisi medial ramus. Berperan pada elevasi dan retraksi mandibula. Keempat otot tersebut diatas juga digolongkan kedalam otot posterior, otot anterior juga disebut membuka
mulut.
otot depressor. Otot-otot
Dengan
fiksasi
pada
ini
tulang
berperan
hyoid
akan
mendepressi mandibula. Pada fraktur mandibula, otot ini akan menyebabkan fragmen fraktur bergeser ke arah bawah posterior dan medial. Otot yang termasuk yaitu genihyoid, mylohyoid dan digastrik.M.genihyoid melekat pada inferior prosessus mentalis dan berinsersi
pada
os
hyoid
berfungsi
mendepresi
mandibula.
M.genioglossus merupakan otot utama lidah melekat pada tuberkel genoidalis dan os hyoid. Berfungsi protrusi lidah, elevasi hyoid dan depresi mandibula. M.milohyoid, otot yang berbentuk kipas, melekat pada linea milohyoidea dan pada os hyoid, berfungsi elevasi, menarik ke medial, posterior dan ke bawah. M.digastrik melekat pada fossa digastrik dan melekat ke os hyoid melalui sling yang berfungsi mengelevasi os hyoid dan depresi bagian anterior mandibula.
16
Gigi-geligi Terdapat 16 gigi permanen yang terdiri dari 2 incisivus, 1 caninus, 2 premolar dan 3 molar. Molar memiliki 2 akar, sedang yang lainnya 1 akar. Gigi melekat erat melalui periost alveolar melalui cement. Tiap akar mempunyai 1 buah kanal yang letaknya sentral tempat saraf pembuluh darah.Fungsi utamanya adalah mastikasi, atrikulasi dan pertermuan
gigi
maksilla
kosmetik. dan
Oklusi dinilai
mandibula.
jika terjadi
Fungsi yang
baik
tergantung pada oklusi. Status oklusi awal penting pada obyektifitas penanganan fraktur mandibula.
Saraf dan pembuluh darah N.alveolar
inferior
dan
n.lingualis
merupakan
cabang
mandibular dari n.trigeminus berjalan dibawah foramen ovale. Sebelum masuk ke kanal mandibula, n.alveolaris inferior bercabang menjadi n.mylohoid yang mensuplai motorneuron m.milohyoid. salah satu cabang akan keluar melalui foramen mentalis yang akan membawa serabut sensoris untuk bibir bawah dan ginggiva labialis. Ginggiva buccal mendapat persarafan dari n.mandibularis, sedang ginggiva
lingual
dipersarafi
oleh
n.ligualis.
sendi
temporo-
mandibular dipersarafi oleh n.aurotemporal dan n.masseter dimana keduanya adalah cabang dari n.mandibularis. Mandibula dan gigi
17
mendapat suplai darah dari a.alveolaris inferior yang merupakan cabang dari arteri a.maksillaris interna. Bersama nalveolaris inferior masuk melalui foramen mandibula.
18
Gambar 2
19
Gambar 3
TULANG MAXILLA Rahang atas memiliki beberapa peran. Tulang ini tempat gigi atas, membentuk atap rongga mulut, membentuk lantai dan memberikan kontribusi ke dinding lateral dan atap rongga hidung. Membentuk sinus maxillaris, dan memberikan kontribusi ke dinding inferior,
dan dasar dari
orbital.
Dua
tulang
maxillaris yang
bergabung di garis tengah membentuk sepertiga tengah wajah.
20
Gambar 4 tulang maxilla
TULANG ZYGOMA Tulang zygoma dibentuk oleh bagian-bagian yang berasal dari tulang temporal, tulang frontal, tulang sphenoid, dan tulang maxilla. Bagian-bagian tulang yang membentuk zygoma ini membentuk tonjolan pada pipi dibawah mata sedikit ke arah lateral. Tulang zygoma membentuk bagian lateral dinding inferior orbital, dan dinding lateral orbital.
21
Gambar 5 tulang zygoma (dari anterior)
22
Gambar 6 tulang zygoma (dari lateral)
TULANG FRONTAL Tulang frontal membentuk bagian anterior tempurung kepala, membentuk sinus frontal, membentuk atap sinus ethmoid, hidung, dan orbital. Selain itu, tulang frontal juga membentuk lengkungan zygomatic anterior, dimana otot masseter dipegang. Otot masseter bertindak untuk menutup rahang bawah, untuk pengunyahan, dan untuk berbicara. Dipermukaan lateral, tulang zygomaticus memiliki 3 prosesus. Dibagian inferior ke arah medial untuk berartikulasi dengan prosesus zygomatic maxilla, membentuk bagian lateral tepi infraorbital. Bagian ini mencekung ke arah superior untuk membentuk prosesus frontalis yang berartikulasi dengan tulang frontal. Dibagian posterior, prosesus temporalis berartikulasi dengan prosesus zygoma tulang temporal untuk membentuk arkus zygomatik. Pada permukaan medial zygoma adalah plat orbital halus yang membentuk dinding lateral orbit.
SINUS FRONTAL Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus. Sesudah lahir sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal dan ukuran mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Ukuran sinus frontal adalah tinggi 2,8 cm, lebar 2,4 cm, dalam 2 cm. Sinus 23
frontal biasanya dibagi secara sagital oleh septum eksentrik.
TULANG HIDUNG Hidung
merupakan
bagian
wajah
yang
paling
sering
mengalami trauma karena merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung.
Hidung
luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah 1). Pangkal hidung (bridge), 2) dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior). kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung ( os nasalis), 2) posesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut sebagai kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahtengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang masuk
ke
belakang
disebut
nares
posterior
(koana)
yang 24
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Tiap kavum nasi mempunyai empat macam dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah 1) lamina perpendikularis os ethmoid, 2) vomer, 3) krista nasalis os maksila, 4) krista nasalis os palatina. Bagian
tulang
rawan
adalah
kartilago
septum
(lamina
kuadrangularis), dan kolumela. Septum dilapisi oleh lapisan perikondrium pada tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan di bagian luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Bagian belakang dinding lateral terdapat konka-konka, pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah adalah konka inferior, kemudian yang kecil konka media, lebih kecil lag konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Bagian bawah hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna di antaranya ujung a. palatina mayor dan a. sphenopalatina. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sphenopalatina, a. ethmoid anterior (cabang dari a. oftalmika ), a. labialis superior dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung) terutama anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang
25
sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Persarafan hidung
berasal
dari
banyak
cabang-cabang
serabut
saraf.
Permukaan luar bagian atas mendapat persarafan dari nervus supratrochlear dan infratrochlear, dan bagian inferior mendapat persarafan dari cabang nervus infraorbita dan nervus ethmoidalis anterior. Sedangkan hidung bagian dalam mendapat persarafan dari ganglion ethmoidalis anterior dan ganglion sphenopalatina. Fungsi hidung ialah untuk 1) jalan napas, 2) alat pengatur kondisi udara (air conditioning), 3) penyaring udara, 4) sebagai indera penghidu, 5) untuk resonansi udara, 6) turut membantu proses bicara.
BAB III 26
TRAUMA WAJAH
A.
DEFINISI FRAKTUR Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuinitas jaringan
tulang
dan
atau
tulang
rawan
yang
umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.
B.
KLASIFIKASI FRAKTUR •
1.
Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur
Fraktur traumatik Trauma langsung (direk ) : Trauma tersebut
langsung mengenai anggota tubuh penderita. Trauma tidak langsung ( indirek ) : Terjadi seperti pada penderita yang jatuh dengan tangan menumpu dan lengan atas-bawah lurus, berakibat fraktur kaput radii atau klavikula. Gaya tersebut dihantarkan melalui tulang-tulang anggota gerak atas dapat berupa gaya berputar, pembengkokan (bending) atau kombinasi pembengkokan dengan kompresi yang berakibat fraktur butterfly , maupun kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan
kompresi seperti fraktur oblik dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan otot seperti fraktur patela karena kontraksi quadrisep yang mendadak.
27
2.
Fraktur fatik atau stress Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang
mengakibatkan tulang menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.
3.
Fraktur patologis Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan
tulang tersebut rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan.
•
1.
Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya
Fraktur simple/tertutup, disebut juga fraktur tertutup, oleh
karena kulit di sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek. 2.
Fraktur terbuka, kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen
tulang berhubungan dengan dunia luar ( bone expose) dan berpotensi untuk menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak steril seperti rongga mulut. 3.
Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan
kerusakan jaringan atau struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.
•
1.
Menurut Bentuk Fraktur
Fraktur komplit, Garis fraktur membagi tulang menjadi dua
fragmen atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat menggambarkan arah trauma dan menentukan
28
fraktur stabil atau unstabile . 2.
Fraktur inkomplit, Kedua fragmen fraktur terlihat saling
impaksi atau masih saling tertancap. 3.
Fraktur komunitif, Fraktu yang menimbulkan lebih dari dua
fragmen. 4.
Fraktur kompresi, Fraktur ini umumnya terjadi di daerah
tulang kanselus.
C. FRAKTUR MAXILLOFACIAL Fraktur maksilofasial adalah suatu fraktur yang terjadi karena ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya. Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak yang menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah adalah tulang kepala yang terdiri dari : 1.
Tulang hidung
2.
Tulang arkus zigomatikus
3.
Tulang mandibula
4.
Tulang maksila
5.
Tulang rongga mata
6. 7.
Gigi Tulang alveolus
29
Pada
mandibula,
berdasarkan
lokasi
anatomi
fraktur
dapat
mengenai daerah : a.
Dento alveolar
b.
Prosesus kondiloideus
c.
Prosesus koronoideus
d.
Angulus mandibula
e.
Ramus mandibula
f.
Korpus mandibula
g.
Midline / simfisis menti
h.
Lateral ke midline dalam regio insisivus
Khusus pada maksila fraktur dapat dibedakan: a.
Fraktur blow-out (fraktur tulang dasar orbita)
b.
Fraktur Le Fort I, Le Fort II, dan Le Fort III
c.
Fraktur segmental mandibula Fraktur
midfasial
terdiri
dari
fraktur
zigomatikomaksilar
(zygomaticomaxillary complex /ZMC) termasuk fraktur Le fort, dan fraktur
nasoorbitoethmoid
(nasoorbitalethmoid
/NOE).
Fraktur
midfasial cenderung terjadi pada sisi benturan terjadi dan bagian yang lemah seperti sutura, foramen, dan apertura. Fraktur zigoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian tengah wajah, hal ini dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol pada daerah sekitarnya. Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah
orbita
tepat
diatas
nervus alveolaris
inferior,
sutura
30
zigomatikofrontal,
sepanjang
arkus
pada
sutura
zigomatikotemporal, dinding lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid
yang
terletak
di
dinding
lateral
orbita,
sedangkan dinding medial orbita tetap utuh . Tulang zigomatik sangat erat hubungannya dengan tulang maksila, tulang dahi serta tulang temporal, dan karena tulang – tulang tersebut biasanya terlibat bila tulang zigomatik mengalami fraktur, maka lebih tepat bila injuri semacam ini disebut “fraktur kompleks zigomatik”. Tulang
zigomatik
biasanya
mengalami
fraktur
didaerah
zigoma beserta suturanya, yakni sutura zigomatikofrontal, sutura zigomakotemporal, dan sutura zigomatikomaksilar. Suatu benturan atau pukulan pada daerah inferolateral orbita atau pada tonjolan tulang pipi merupakan etiologi umum. Arkus zigomatik dapat mengalami fraktur tanpa terjadinya perpindahan tempat dari tulang zigomatik. Meskipun fraktur kompleks zigomatik sering disebut fraktur ”tripod”, namun fraktur kompleks zigomatik merupakan empat fraktur yang berlainan. Keempat bagian fraktur ini adalah arkus zigomatik, tepi orbita, penopang frontozigomatik, dan penopang zigomatiko-rahang atas. Arkus zigomatikus bisa merupakan fraktur yang terpisah dari fraktur zigoma kompleks. Fraktur ini terjadi karena depresi atau takikan pada arkus, yang hanya bias dilihat dengan menggunakan film submentoverteks dan secara klinis berupa gangguan kosmetik
31
pada kasus yang tidak dirawat, atau mendapat perawatan yang kurang baik. Insidensi fraktur komplek zigoma sendiri berbeda pada beberapa penelitian. Klasifikasi
fraktur
maksilofasial
yang lain
adalah
fraktur
maksila, yang mana fraktur ini terbagi atas tiga jenis fraktur, yakni ; fraktur Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III. Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya, insidensi dari fraktur maksila ini masing-masing sebesar 9,2% dan 29,85%.
FRAKTUR LE FORT I Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu kesatuan tunggal atau bergabung dengan fraktur – fraktur Le Fort II dan III. Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis fraktur transverses rahang atas melalui lubang piriform di atas alveolar ridge, di atas lantai sinus maksilaris, dan meluas ke posterior yang
melibatkan pterygoid plate. Fraktur ini memungkinkan maksila dan palatum durum bergerak secara terpisah dari bagian atas wajah sebagai sebuah blok yang terpisah tunggal.
32
gambar 1 maxilla is mobile to the level of the base of the nose with a stable upper mid-face diunduh dari : www.rch.org.au/paed_trauma/manual.cfm?doc_id=12603
FRAKTUR LE FORT II Fraktur Le Fort II lebih jarang terjadi, dan mungkin secara klinis
33
mirip dengan fraktur hidung. Bila fraktur horizontal biasanya berkaitan
dengan
melibatkan
tipisnya
sutura-sutura.
dinding Sutura
sinus,
fraktur
piramidal
zigomatimaksilaris
dan
nasofrontalis merupakan sutura yang sering terkena. Seperti pada fraktur Le Fort I, bergeraknya lengkung rahang atas,
bias
merupakan
suatu
keluhan
atau
ditemukan
saat
pemeriksaan. Derajat gerakan sering tidak lebih besar dibanding fraktur Le Fort I, seperti juga gangguan oklusinya tidak separah pada Le Fort I.
34
gambar 2 diunduh dari www.wikipedia.com
35
FRAKTUR LE FORT III Fraktur craniofacial disjunction, merupakan cedera yang parah. Bagian
tengah
wajah
benar-benar
terpisah
dari
tempat
perlekatannya yakni basis kranii. Fraktur ini biasanya disertai dengan cedera kranioserebral, yang mana bagian yang terkena trauma dan besarnya tekanan dari trauma yang bisa mengakibatkan pemisahan tersebut, cukup kuat untuk mengakibatkan trauma intrakranial.
Gambar 3 diunduh dari www2.aofoundation.org
36
D. FRAKTUR MANDIBULA
Fraktur mandibula merupakan akibat yang ditimbulkan dari trauma kecepatan tinggi dan trauma kecepatan rendah. Fraktur mandibula dapat terjadi akibat kegiatan olahraga, jatuh, kecelakaan sepeda bermotor, dan trauma interpersonal. Di instalasi gawat darurat yang terletak di kota-kota besar, setiap harinya fraktur mandibula merupakan kejadian yang sering terlihat. Pasien kadang-kadang datang pada pagi hari setelah cedera terjadi, dan menyadari bahwa adanya rasa sakit dan maloklusi. Pasien dengan fraktur mandibula sering mengalami sakit sewaktu mengunyah, dan gejala lainnya termasuk mati rasa dari divisi ketiga dari saraf trigeminal. Mobilitas segmen mandibula merupakan kunci
37
penemuan diagnostik fisik dalam menentukan apakah si pasien mengalami fraktur mandibula atau tidak. Namun, mobilitas ini bisa bervariasi dengan lokasi fraktur. Fraktur
dapat
terjadi
pada
bagian
anterior
mandibula
( simpisis dan parasimpisis ), angulus mandibula, atau di ramus atau daerah kondilar mandibular. Kebanyakan fraktur simfisis, badan mandibula dan angulus mandibula merupakan fraktur terbuka yang akan menggambarkan mobilitas sewaktu dipalpasi. Namun, fraktur mandibula yang sering terjadi disini adalah fraktur kondilus yang biasanya tidak terbuka dan hanya dapat hadir sebagai maloklusi dengan
rasa
sakit.
Dalam
beberapa
penelitian
sebelumnya,
dikatakan bahwa fraktur mandibular merupakan fraktur terbanyak yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor.
38
Gambar 4 fraktur pada Angulus Mandibularis
39
E. FRAKTUR NASAL Gangguan
traumatik
os
dan
kartilago
nasal
dapat
menyebabkan deformitas eksternal dan obstruksi jalan napas yang bermakna. Jenis dan beratnya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, dan mekanisme cedera. Sebuah benda kecil dengan kecepatan tinggi dapat memberikan kerusakan yang sama dengan benda yang lebih besar pada kecepatan yang lebih rendah. Trauma nasal bagian lateral yang paling umum dan dapat mengakibatkan fraktur salah satu atau kedua os nasal. Hal ini sering disertai dengan dislokasi septum nasal di luar krista maxillaris. Dislokasi septal dapat mengakibatkan dorsum nasi berbentuk S, asimetri apex, dan obstruksi jalan napas. Trauma frontal secara langsung pada hidung sering menyebabkan depresi dan pelebaran dorsum nasi dengan obstruksi nasal yang terkait . Cedera yang lebih parah dapat mengakibatkan kominusi (pecah menjadi kecilkecil) seluruh piramida nasal. Jika cedera ini tidak didiagnosis dan diperbaiki dengan tepat, pasien akan memiliki hasil kosmetik dan fungsional yang jelek.
40
Gambar 5 fraktur nasal
Gambar 7
41
Gambar 8: CT Scan nasal fraktur
F. DIAGNOSA KLINIS 1. Pada fraktur kompleks zigoma : Pemeriksaan klinis pada fraktur kompleks zigoma dilakukan dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya kehitaman pada sekitar orbita dan hilangnya tonjolan prominen pada daerah zigomatikus. Sedangkan secara palpasi terdapat edema dan kelunakan pada tulang pipi. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya
42
ekimosis pada sulkus bukal atas di daerah penyangga zigomatik, kemungkinan penyumbatan oklusi didaerah molar pada sisi yang terkena injuri. Sedangkan secara palpasi terdapat kelunakan pada sulkus bukal atas di daerah penyangga zigomatik, anestesia gusi atas. Pemeriksaan fraktur komplek zigomatikus dilakukan dengan foto rontgen submentoverteks, proyeksi waters dan CT scan.
2. Pada fraktur maksila : Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort I dilakukan dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya edema pada bibir atas dan ekimosis. Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya lengkung rahang atas. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya open bite anterior. Sedangkan secara palpasi terdapat rasa nyeri. Selanjutnya pemeriksaan fraktur Le Fort I dilakukan dengan foto rontgen dengan proyeksi wajah anterolateral. Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort II dilakukan dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat pupil cenderung sama tinggi, ekimosis, dan edema periorbital.
Sedangkan secara palpasi
43
terdapat tulang hidung bergerak bersama dengan wajah tengah, mati rasa pada daerah kulit yang dipersarafi oleh nervus infraorbitalis. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya gangguan oklusi tetapi tidak separah jika dibandingkan dengan fraktur Le Fort I. Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya lengkung rahang atas. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan dengan foto rontgen proyeksi wajah anterolateral, foto wajah polos dan CT scan. Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort III dilakukan secara ekstra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi. Secara visualisasi dapat terlihat pembengkakan pada daerah kelopak mata, ekimosis periorbital bilateral. Usaha untuk melakukan tes mobilitas pada maksila akan mengakibatkan pergeseran seluruh bagian atas wajah. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan dengan foto rontgen proyeksi wajah anterolateral, foto wajah polos dan CT scan.
3. Pada fraktur mandibula : Pemeriksaan klinis pada fraktur mandibula dilakukan dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra
44
oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi terlihat adanya hematoma, pembengkakan pada bagian yang mengalami fraktur, perdarahan pada rongga mulut. Sedangkan secara palpasi terdapat step deformity. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi terlihat adanya gigi yang satu sama lain, gangguan oklusi yang ringan hingga berat, terputusnya
kontinuitas
dataran
oklusal
pada
bagian
yang
mengalami fraktur. Sedangkan secara palpasi terdapat nyeri tekan, rasa tidak enak pada garis fraktur serta pergeseran. Pada fraktur mandibula dilakukan pemeriksaan foto rontgen proyeksi oklusal dan periapikal, panoramik tomografi ( panorex ) dan helical CT . 4. Pada fraktur nasal : Diagnosis fraktur nasal dibuat secara klinis. Pasien dengan riwayat trauma akut dengan bukti adanya deviasi
nasal
memeriksa
memiliki
pasien
fraktur
dengan
nasal
tersangka
yang fraktur
mendasari. nasal,
Saat
inspeksi
intranasal harus dilakukan untuk mengidentifikasi hematom septal. Hematom septal yang tidak diobati dapat mengacu kepada resorpsi karttilago septum dan menghasilkan deformitas saddle nose. Hematom septal harus dievakuasi. Reakumulasi dan dicegah dengan penggunaan baik jahitan septal quilting atau intranasal splints. Pada fraktur tulang hidung, tulang yang mengalami dislokasi
45
tampak tidak simetris. Fraktur ini dapat disertai fraktur septum nasi. Bila hanya fraktur tulang hidung, penekanan dari luar memadai, tetapi bila melesak ke dalam maka diperlukan penenkanan dari rongga hidung keluar. Pada fraktur septum akan timbul edema/hematoma dengan akibat sumbatan jalan napas kanan atau kiri. Hematoma akan menimbulkan jaringan parut yang dapat mengganggu pertumbuhan dan menimbulkan septum deviasi di kemudian hari. Pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. - Visualisasi : deformitas tulang hidung laserasi epistaksis bentuk garis hidung yang tidak normal (deviasi septum) ekhimosis -Palpasi :
luka robek oedem hematom nyeri tekan tulang hidung yang bergerak krepitasi
G. INDIKASI OPERASI Indikasi operasi pada fraktur tulang wajah berbeda dengan fraktur pada ekstremitas. Operasi hanya diindikasikan apabila
46
terdapat gangguan fungsi dan atau gangguan estetik. Gangguan estetik meliputi ke simetrisan wajah dan deformitas yang terlihat dari luar. Sedangkan gangguan fungsi meliputi sebagai berikut :
a.
Pada fraktur zygoma : bila fraktur menjepit otot penggerak bola mata atau proc.coronoid mandibula akibat fraktur wing/ arcus zygoma. Jika terlambat reposisi tidak mungkin bisa dilakukan, kecuali dengan memotong kembali tulang yg sudah tersambung.
b.
Pada fraktur maxilla : apabila fraktur menyebabkan robekan pada
sinus
maxilaris,
atau
jika
fraktur
menyebabkan
gangguan sensibilitas pada regio paranasal dan superior oris karena fraktur menjepit saraf infraorbital yang keluar dari foramen
infraorbital.
Operasi
juga
diindikasikan
apabila
terdapat maloklusi. c.
Pada fraktur nasal : diindikasikan apabila
terdapat
deppressed nasal atau deviasi septum nasi yang dapat menyebabkan perdarahan. d.
Pada fraktur mandibulla : operasi diindikasikan apabila terdapat maloklusi dan atau perdarahan yang tidak dapat teratasi pada rongga mulut dan hipersalivasi.
47
H. PENATALAKSANAAN 1. Fraktur Zygomaticus : Perbaikan fraktur komplek zigoma sering dilakukan secara elektif.
Fraktur arkus yang terisolasi bisa diangkat melalui
pendekatan Gillies klasik. Adapun langkah-langkah teknik Gillies yang meliputi : a. Membuat sayatan dibelakang garis rambut temporal, b. Mengidentifikasi fasia temporalis, c. Menempatkan elevator di bawah fasia mendekati lengkungan dari aspek dalam yakni dengan menggeser elevator di bidang dalam untuk fasia, cedera pada cabang frontal dari syaraf wajah harus dihindari. Sehingga arkus dapat kembali ke posisi anatomis yang lebih normal. Bila hanya arkus zigoma saja yang terkena fraktur, fragmen – fragmen harus direduksi melalui suatu pendekatan memnurut Gillies. Fiksasi tidak perlu dilakukan karena fasia temporalis yang melekat sepanjang bagian atas lengkung akan melakukan imobilisasi fragmen-fragmen secara efektif. Ketika fragmen tulang dan gigi yang bergeser masih memiliki mukosa yang baik di sisi lingual, maka fragmen tulang dan gigi tersebut masih dapat dilestarikan. Pergeseran dikurangi dan mukosa yang terjadi laserasi tersebut diperbaiki jika itu diperlukan. Pengurangan dari pergeseran tersebut bertujuan untuk
48
menstabilkan, yakni dilakukan dengan cara mengetsa pilar ke mahkota, baik pada gigi yang terlibat maupun pada gigi yang berdekatan dengan batang akrilik atau bar yang cekat ,splint komposit atau splin ortodonsi selama 4 - 6 minggu. Tetapi jika terdapat kominusi yang kotor, sebaiknya gigi dan tulang yang hancur tersebut dibuang dan dilakukan penjahitan pada mukosa yang berada diatas daerah tulang yang telah rata.
2. Fraktur Maxilla : Pada fraktur Le Fort I dirawat dengan menggunakan arch bar , fiksasi maksilomandibular, dan suspensi kraniomandibular yang didapatkan dari pengawatan sirkumzigomatik. Apabila segmen fraktur mengalami impaksi, maka dilakukan pengungkitan dengan menggunakan tang pengungkit, atau secara tidak langsung dengan menggunakan tekanan pada splint/ arch bar . Sedangkan perawatan pada fraktur Le Fort II serupa dengan fraktur Le Fort I. Hanya perbedaannya adalah perlu dilakukan perawatan fraktur nasal dan dasar orbita juga. Fraktur nasal biasanya direduksi dengan menggunakan molding digital dan splinting. Selanjutnya, pada fraktur Le Fort III dirawat dengan menggunakan arch bar , fiksasi maksilomandibular, pengawatan langsung bilateral, atau pemasangan pelat pada sutura zigomatikofrontalis dan suspensi kraniomandibular pada prosessus zigomatikus ossis frontalis.
3. Fraktur Mandibula :
49
Ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula, yakni cara tertutup / konservatif dan terbuka / pembedahan. Pada teknik tertutup, reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan jalan menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada prosedur terbuka , bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan dan segmen direduksi dan difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat atau plat. Terkadang teknik terbuka dan tertutup ini tidaklah selalu dilakukan tersendiri, tetapi juga dapat dikombinasikan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sjamsuhidajat, R: de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi kedua. EGC. Jakarta. 2004 2.
http://www.scribd.com/doc/54585187/Trauma-Muka
50