Laporan Kasus
SEORANG ANAK USIA 2 TAHUN DENGAN BRONKOPNEUMONIA BRONKOPNEUMONIA Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pro gram Dokter Internship
Oleh :
Dokter Internsip Periode 2015 – 2015 – 2016 2016 dr. Nurlailiyani
Pendamping :
dr. Farah Heniyati dr. Lucky Mirafra GW
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER BAGIAN OBSGIN RSUD Hj. ANNA LASMANAH KABUPATEN BANJARNEGARA 2015/2016
PORTOFOLIO KASUS
Borang Portofolio No. ID dan Nama Peserta
: dr. Nurlailiyani
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Hj. Anna Lasmanah Lasmanah Banjarnegara
Topik
: Bronkopneumonia
Tanggal (kasus)
: 8 Mei 2016
Pendamping
: dr. Farah Heniyati, dr. Lucky Mirafra GW
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Diagnostik Neonatus
Keterampilan Manajemen Bayi
Anak
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Masalah Remaja
Istimewa Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi :
Pasien dibawa keluarga ke IGD RSUD Banjarnegara karena sesak nafas (+). Pasien mulai sesak sejak 3 hari SMRS dan memberat sejak 1 hari SMRS. Sebelumnya pasien batuk (+), pilek (+) sejak 1 minggu SMRS. Pasien sempat diperiksakan ke puskesmas 2 hari SMRS tetapi keluhan belum membaik. Dari puskesmas pasien mendapatkan berapa obat (yang tidak dibawa) dan penurun panas yang diberikan 3 kali sehari. Tidak didapatkan keluhan mual(-), muntah (-), diare (-). BAB dan BAK dalam batas normal. Tujuan :
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen Bronkopneumonia .
Bahan bahasan
:
Tinjauan Pustaka
Cara membahas
:
Diskusi
Riset
Presentasi dan Diskusi
Kasus Email
Audit Pos
1
DATA PASIEN
Nama
: An. FN
Umur
: 2 tahun
Alamat
: Sijeruk 1/3
No RM
: 96……
Tanggal masuk
: 8 Mei 2016
Jam masuk
: 05.27 WIB
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Keluhan Utama
: sesak nafas
Keluhan Tambahan
: batuk dan pilek
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dibawa keluarga ke IGD RSUD Banjarnegara karena sesak nafas (+). Pasien mulai sesak sejak 3 hari SMRS dan memberat sejak 1 hari SMRS. Sebelumnya pasien batuk (+), pilek (+) sejak 1 minggu SMRS. Pasien sempat diperiksakan ke puskesmas 2 hari SMRS tetapi keluhan belum membaik. Dari puskesmas pasien mendapatkan berapa obat (yang tidak dibawa) dan penurun panas yang diberikan 3 kali sehari. Tidak didapatkan keluhan mual(-), muntah (-), diare (-). BAB dan BAK dalam batas normal. 2. Riwayat pengobatan: Pasien sempat diperiksakan ke puskesmas 2 hari SMRS tetapi keluhan belum membaik. Dari puskesmas pasien mendapatkan berapa obat (yang tidak dibawa) dan penurun panas yang diberikan 3 kali sehari. 3. Riwayat kesehatan/ penyakit: Riwayat alergi makanan dan obat-obatan: (-) Riwayat asma: (-) Riwayat mondok RS: (-)
2
Riwayat kejang sebelumnya: (+) KDS, 2 kali saat berusia 1 tahun dan 1tahun 7 bulan. 4. Riwayat keluarga: Riwayat keluhan serupa di keluarga, asma, alergi, sakit TB/flek paru, dan batuk lama disangkal.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Bronkopneumonia melalui anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. 2. Pilihan terapi Bronkopneumonia: antipiretik, antibiotik, ekspectoran. 3. Edukasi mengenai pencegahan dan komplikasi Bronkopneumonia.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio : 1. Subyektif
Keluhan Utama
: sesak nafas
Keluhan Tambahan
: batuk dan pilek
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dibawa keluarga ke IGD RSUD Banjarnegara karena sesak nafas (+). Pasien mulai sesak sejak 3 hari SMRS dan memberat sejak 1 hari SMRS. Sebelumnya pasien batuk (+), pilek (+) sejak 1 minggu SMRS. Pasien sempat diperiksakan ke puskesmas 2 hari SMRS tetapi keluhan belum membaik. Dari puskesmas pasien mendapatkan berapa obat (yang tidak dibawa) dan penurun panas yang diberikan 3 kali sehari. Tidak didapatkan keluhan mual(-), muntah (-), diare (-). BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat pengobatan: Pasien sempat diperiksakan ke puskesmas 2 hari SMRS tetapi keluhan belum membaik. Dari puskesmas pasien mendapatkan berapa obat (yang tidak dibawa) dan penurun panas yang diberikan 3 kali sehari.
3
Riwayat kesehatan/ penyakit: Riwayat alergi makanan dan obat-obatan: (-) Riwayat asma: (-) Riwayat mondok RS: (-) Riwayat kejang sebelumnya: (+) KDS, 2 kali saat berusia 1 tahun dan 1tahun 7 bulan.
Riwayat keluarga: Riwayat keluhan serupa di keluarga, asma, alergi, sakit TB/flek paru, dan batuk lama disangkal.
Anamnesis Sistem:
Demam (-) Sistem Cerebrospinal
: kejang (-), kaku (-)
Sistem Cardiovaskular
: keringat dingin (-), nyeri dada (-)
Sistem Respirasi
: sesak nafas (+), batuk (+), pilek (+)
Sistem Gastrointestinal
: BAB (+), mual (-), muntah (-)
Sistem Genitourinari
: buang air kecil nyeri (-)
Sistem Muskuloskeletal
: deformitas (-)
Sistem Integumen
: ikterik (-)
2. Obyektif
Keadaan Umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital HR
: 128x/m isi dan tegangan cukup, regular)
RR
: 32x/m (tipe torakoabdominal, kedalaman cukup, reguler)
T
: 38,0oC
4
Pemeriksaan Fisik
Kulit : Warna coklat, kelembaban baik, turgor baik, ruam (-). Kepala : Bentuk normocephal (LK : 44 cm), rambut hitam tidak mudah rontok dan sukar dicabut, UUB sudah menutup. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), refleks cahaya (+/+). Hidung : Bentuk normal, napas cuping hidung (+), sekret (-/-), darah (-/-), deformitas () Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), mukosa basah (+), susunan gigi normal, makroglossia (-) Tenggorokan : Uvula di tengah, tonsil T1 – T1, tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-), pseudomembran (-), post nasal drip (-). Telinga : Bentuk aurikula kanan dan kiri normal, kelainan MAE (-), serumen (-/-), membrana timpani intak, prosesus mastoideus tidak nyeri tekan, tragus pain (), sekret (-). Leher : Bentuk normal, trakea ditengah, kelenjar tiroid tidak membesar, pembesaran KGB (-)
5
Dada : Retraksi m. Intercostalis (-), retraksi substernal/chest indrawing (-) Paru
: Pengembangan dada normal, simetris statis-dinamis, suara dasar
vesikuler (+/+), ronkhi basah halus (+/+), ronkhi basah kasar (+/+), wheezing (-/-), pemanjangan ekspirasi (-/-), krepitasi (-) Jantung:
Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
:
I
: Datar, simetris, retraksi epigastrum (-)
P
: Lemas, nyeri tekan (-), hati dan limpa
tidak
teraba, ballotement (-) P
: Timpani
A
: Bising usus normal
Ekstremitas : akral dingin
oedem -
-
-
-
CRT < 2 detik
-
-
-
-
Arteri dorsalis pedis kuat
6
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (8 Mei 2016) WBC
21,3
103/fl
RDWc
14,5
%
LYM
8,65
103/fl
RDWs
39,9
Fl
MONO
2,23
103/fl
PLT
475
103/fl
NEUT
10,01
103/fl
PCT
0,41
%
LYM %
40,50
%
MPV
8,5
Fl
MONO%
10,40
%
PDWs
8,2
fl
NEUT%
47,00
%
RBC
5,1
1012/fl
HGB
13,6
g/dl
HCT
39
%
MCV
78
Fl
MCH
27
Pg
MCHC
35
g/dl
7
Rontgen Thoraks:
Jantung : CRT< 45%, bentuk dan letak normal. Paru : Corakan bronkovaskuler kasar. Tampak bercak pada parahiler dan parakardial kanan dan kiri Hilus kanan dan kiri menebal Diafragma kanan setinggi kosta 10-11 posterior. Sinus kanan dan kiri lancip. Kesan : Cor tak membesar Pulmo gambaran bronkopneumonia dg limfadenopati kedua hilus curiga proses spesifik
Assessment (penalaran klinis) Diagnosis kerja : Obs dypsnea Diagnosis banding: 1. Bronkopneumonia 2. TB paru
8
3. Plan: Pengobatan :
-
Mondok bangsal
•
02 2-3 Liter/menit
•
IVFD. RL 30 tpm mikro
•
Inj Paracetamol 100 mg Jika T> 38,5
•
Inj bactesyn 250mg/6 jam ST dahulu
•
Inj gentamicin I x 40 mg ST dahulu PO
•
Paracetamol 3 x cth I
•
Pulv batuk: 3 x 1 Ambroxol 10 mg Salbutamol 1 mg MP 2 mg Cetirizine 1 mg Pendidikan :
Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyebab, kondisi pasien, dan pengobatan yang akan diberikan. Perlu juga di jelaskan mengenai komplikasi yang mungkin akan terjadi.
9
Follow up:
10
4. Prognosis:
- Quo ad vitam
: dubia ad bonam
- Quo ad sanam
: dubia ad bonam
- Quo ad functionam
: dubia ad bonam
- Quo ad kosmeticam
: dubia ad bonam
Banjarnegara, 29 Oktober 2016 Mengetahui,
dr. Farah Heniyati
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
Bronkopneumonia
adalah
peradangan
pada
paru
dimana
proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. B.
Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang
dengan
meningkatnya umur.
Pneumonia
lobaris hampir
selalu
disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. C.
Etiologi
Faktor Infeksi
1. Bakteri
a.
Pneumococcus, penyebab utama penumonia.
Pada orang dewasa
disebabkan oleh penumokokus 1 – 8 (pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9).
12
Insiden meningkat pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur. b.
Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain
seperti morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis, pneumonia oleh pneumokokus. 2. Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik. 3. Aspirasi
Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah) dan cairan amnion, benda asing. 4. Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahatn di tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya. 5. Jamur
H.
Capsulatum.
Candida
albikans,
Blastomycetes
dermatitis,
Koksidiomikosis, Aspergilosis dan Aktinimikosis. 6. Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
13
o
Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
o
Pada bayi : Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
o
Pada anak-anak : Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
o
Pada anak besar – dewasa muda : Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : 1. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). 2. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi
14
bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. D.
Klasifikasi
Menurut
buku
Pneumonia
Komuniti,
Pedoman
Diagnosis
dan
Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia. 1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis: 1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia). 2. Pneumonia
nosokomial,
(hospital-acquired
pneumonia/nosocomial
pneumonia). 3. Pneumonia aspirasi. 4. Pneumonia pada penderita immunocompromised . 2. Berdasarkan bakteri penyebab: 1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia. 2. Pneumonia virus. 3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised ). 3. Berdasarkan predileksi infeksi: 1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
15
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. 3. Pneumonia interstisial.
E.
Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi. Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer : 1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring 2. Inhalasi aerosol yang infeksius 3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : 1. Susunan anatomis rongga hidung 2. Jaringan limfoid di nasofaring 3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut 4. Refleks batuk 5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi 6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
16
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A 8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu: a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi
sel
mast
juga
mengaktifkan
jalur
komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru
dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
17
anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. d. Stadium IV (7 – 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. F.
Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39 – 40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar
18
mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu. G.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yan g sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Pemeriksaan Penunjang o
Pemeriksaan Laboratorium 1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. 2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. 3. Peningkatan LED. 4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab). 5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik
19
o
Pemeriksaan Rontgen Toraks Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi
pneumotoraks
atau
seperti
pleuritis,
perikarditis.
atelektasis,
Gambaran
ke
abses arah
paru, sel
polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :
Pneumonia sangat berat :
→ bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Pneumonia berat :
→ bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Pneumonia :
→ bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : -
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
-
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
-
> 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun
20
Bukan Pneumonia :
→ hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. H.
Diagnosis Banding
Bronkopneumonia Bronkiolitis
I.
Penatalaksanaan
Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi : Mikroorganisme Streptokokus
dan
StafilokokusM. Penicilin
G
50.000-100.000
unit/hari
Pneumonia
atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau
H. Influenza
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Klebsiella dan P. Aeruginosa
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
IV
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari Sefalosporin Pencegahan:
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran
21
nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: Vaksinasi Pneumokokus Vaksinasi H. influenza Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. J.
Komplikasi
Dengan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai : Empiema, OMA, lompliasi lain ialah seperti Meningitis, Perikarditis, Osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat. K.
Prognosis
Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi. Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta. 2004. 2. Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2002. 3. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000. 4. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta. 2000. 5. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 709-712. 6. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak , Bagian II, Edisi 12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.
23