BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pnneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete,2013) : 1. Pneumonia lobaris 2. Pneumonia interstisisal (bronkiolitis) 3. Bronkopneumonia Bronkopneumonia
disebut
juga
pneumonia
lobularis
yaitu
suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering terjadi pada anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan disekitarnya.
Pada
bronkopneumonia
terjadi
konsolidasi
area
berbercak.
(Smeltzer,2001). Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab pen yebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan pneumoniae dan Haemophilus Haemophilus influenzae. Proses peradangan dari proses penyakit bronkopneumonia mengakibatkan produksi sekret meningkat sampai menimbulkan manifestasi klinis yang ada sehingga muncul masalah dan salah satu masalah tersebut adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan keadaan dimana individu tidak mampu mengeluarkan sekret dari saluran nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas (Ginting, 2010)
Jadi bronkopneumonia adalah radang paru terutama pada bagian bronkus dan alveolus yang berada di sekitarnya, serta terjadi konsolidasi area berbercak, yang sebelumnya didahului dengan adanya infeksi pada saluran pernapasan bagian atas. B.
Tujuan Adapun tujuan dalam laporan ini adalah untuk melakukan pemantauan terapi obat pada pasien dengan diagnosa penyakit BRONKOPNEUMONIA di ruang rawat inap Dahlia Rumah Sakit Umum UKI.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Penyakit Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah salah satu pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam salah satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan sekitarnya (Smeltzer et,al,. 2002: 572). B.
Etiologi
Pneumonia yang didapat dari komunitas memiliki empat pola berbeda, yakni: (Marrie et.al., 2005) 1) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri. 2) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. 3) Pneumonia interstisial. Pneumonia dengan inflamasi di interstisium paru, termasuk dinding alveoli dan jaringan konektif yang menyelubungi bronchovascular tree. 4) Pneumonia Milier 3 Lesi-lesi kecil akibat penyebaran mikroorganisme dari darah. C. Manifestasi atau Gejala Klinik
Bronkopneumonia
pada
pasien
ini
di
tegakkan
dari
anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, didapatkan keterangan yang mengarah pada kecurigaan pneumonia yaitu sesak nafas, batuk berdahak, dan demam tinggi. Manifestasi klinis pneumonia adalah gejala infeksi umum (demam, sakit kepala, penurunan nafsu makan) dan gejala gangguan respiratori (batuk, sesak nafas) (Rahajoe dkk., 2010). Dari anamnesis, manifestasi klinis pneumonia di
dahului beberapa hari dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), yaitu batuk dan rinitis (pada pasien ini didahului dengan batuk), peningkatan usaha bernafas, demam tinggi mendadak (pada pneumonia bakteri), dan penurunan nafsu makan (Kliegman, 2006). Keluhan yang paling menonjol pada pasien pneumonia adalah batuk dan demam (Long.2010). D. Patofisologi Penyakit B ronkopneumonia
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. 1. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39 0-400C 2. Mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. 3. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. 4. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013). Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013): 1.Pada inspeksi : terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
retraksi dinding dada penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung orthopnea pergerakan pernafasan yang berlawanan.
Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing ”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing ”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. 3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan 4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual ) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
E. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradle y et.al., 2011). 1. Berdasarkan lokasi lesi di paru a. Pneumonia lobaris b. Pneumonia interstitialis c. Bronkopneumonia 2. Berdasarkan asal infeksi a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP) b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) 3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab a. Pneumonia bakteri b. Pneumonia virus c. Pneumonia mikoplasma d. Pneumonia jamur 4. Berdasarkan karakteristik penyakit a. Pneumonia tipikal b. Pneumonia atipikal 5. Berdasarkan lama penyakit a. Pneumonia akut b. Pneumonia persisten E. Diagnosis Bronkopneumonia
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011): 1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada 2. Panas badan 3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles) 4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan) F.
Penatalaksanaan Penyakit Bronkopneumonia
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011) 1. Penatalaksaan Umum a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr. b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. 2. Penatalaksanaan Khusus a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. b. Obat penurun demam, diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung c.
Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia
ringan àamoksisilin
10-25
mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : 1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis 2. Berat ringan penyakit 3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis 4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman
yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. 1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : a.
ampicillin + aminoglikosid
b.
amoksisillin - asam klavulanat
c.
amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3 2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) a.
beta laktam amoksisillin
b.
amoksisillin - asam klavulanat
c.
golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol e.
makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn) a.
amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b.
tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam à ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
G. Uraian Obat 1) Valsartan (Medscape; ISO Indonesia Vol.46; Epocrates, Drugs.com)
Komposisi Indikasi
Dosis
Kontra Indikasi Efek Samping
Perhatian
Interaksi Obat
: Valsartan. : pengobatan hipertensi, terapi gagal jantung pada pasien yang intoleransi terhadap ACE inhibitor. Pasca infark miokard. : untuk hipertensi 80 mg 1 kali/hari dapat ditingkatkan sampai 160 mg/hari atau dapat ditambah diuretik jika TD belum dapat terkontrol. Untuk gagal jantung dosis awala 40 mg 2 kali/hari maksimal 320 mg/hari dalam dosis terbagi . utnuk pasca infark miokard awal 20 mg 2 kali/hari. : hamil, laktasi, kerusakan hati yang berat, sirosis dan obstruksi biller. : sakit kepala, diare infeksi saluran panas, pusing, lemah, batuk, mual, sinusitis, infeksi virus, nyeri perut, rinitis, sakit pinggang, faringitis dan artralgia. : pasien dengan depresi Na atau vol cairan tubuh, stenosis arteri ginjal unilateral atau bilateral, gangguan ginjal dan hati, obstruksi saluran empedu. Pada gagal jantung tidak dianjurkan penggunaan bersama valsartan. ACA inhibitor. Hati-hati untuk memulai terapi pada pasien gagal jantung atau pasca infark miokard. : Suplemen K, diuretik hemat Kalium. Interaksi antara valsartan dengan obat amlodipine, atenolol, cimetidine, cylosporine, digoxine, diuretik, diuretik hemat kaliu/potassium-sparing (amiloride, spironolactone, triamterene), furosemide, glyburide, hydrochlorotiazide, indomethacin, potassium supplements and potassium-containing salt subtitutes, rifampin, ritonavir, warfarin. Valsartan dengan makanan dapat menurunkan tingkat dan luasnya misalnya AUC menurun sekitar 40% dari penyerapan valsartan. Valsartan dan captopril jika digunakan bersamaan dapat meningkatkan risiko hipotensi, hiperkalemia, disfungsi renal. Valsartan dan ISDN dapat meningkatkan risiko hipotensi.
2) Paracetamol (ISO Indonesi Vol.46, 2011-2012)
Komposisi Indikasi
: Paracetamol 500 mg. : Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot. Menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi. Dosis : Dewasa 3-4 kali/hari 1 tablet. Anak 6-12 tahun 2-3 kali/hari ½ tablet. Kontra Indikasi : Gangguan fungsi hati berat. Efek Samping : Dosis tinggi mengakibatkan kerusakan fungsi hati. Perhatian : Hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan jangka lama pada pasien anemia. Interaksi Obat : Penggunaan paracetamol dosis tunggal jika diberikan dengan tramcet (tramadol dan paracetamol) dapat menyebabkan duplikasi sehinggat dapat meningkatkan risiko toksisitas dari paraacetamol. 3) OMEPRAZOLE (BNF 57) Indikasi Dosis
Kontra Indikasi Efek Samping
Inetraksi
: Tukak duodenum, tukak lambung. Refluks gastroesofagus. Kondisi hipersekresi patologis : - Untuk tukak duodenum : 1 kapsul 3 kali/hari selama 2-4 minggu - Untuk tukak lambung : 2 kapsul 1 kali/hari selama 48 minggu - Untuk refluks gastroesofagus : 1 kapsul/hari selama 4-8 minggu - Untuk hipersekresi patologis : 3 kapsul/hari : Prolaktinoma, gangguan hati; di mana peningkatan motilitas gastrointestinal berbahaya; kehamilan : Merangsang pertumbuhan sel enterochromaffin-seperti (ECL). Pertumbuhan berlebih dari bakteri dalam GIT tersebut : Diazepam, warfarin, fenitoin, ketoconazole, ampisilin ester, garam Fe.
4) CODEIN
Indikasi
: Antitusif, Analgesik
Dosis
: Dosis codeine untuk batuk: Dosis awal: 15 mg oral setiap 6 jam seperlunya. Mungkin bertambah menjadi 20 mg setiap 4 jam. Maksimal 120 mg/hari. Dosis codeine untuk nyeri: Dosis awal: 30 mg oral, IM, di bawah kulit, atau IV setiap 6 jam seperlunya. Mungkin bertambah untuk menghilangkan nyeri. Dosis naik sampai 60 mg oral, IM, di bawah kulit, atau IV setiap 4 jam setelah penggunaan.
Efek Samping
: Mual,
muntah,
pruritus,
reaksi
kulit;
reaksi
hipersensitivitas, peningkatan BB, konstipasi, gangguan visual, depresi pernapasan. Perhatian
: Pasien
dengan depresi
SSP,
depresi
pernapasan,
alkoholisme akut, penyakit paru akut, gangguan konvulsi, disfungsi hati & ginjal, demam, hipotiroid, penyakit Addison, kolitis ulseratif, hipertrofi prostat, pasca operasi GI atau saluran kemih, memperberat konstipasi, pasien dengan hipovolemia, lanjut usia. Dapat terjadi ketergantungan. Dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin. . Interaksi Obat
: Hendaknya hati-hati dan dosis dikurangi, apabila digunakan bersama-sama dengan obat-obat depresan lain, anestetik, tranquilizer, sedatif, hipnotik dan alkohol. - Jangan diberikan bersama-sama dengan penghambat MAO dan dalam jangka waktu 14 hari setelah pemberian penghambat MAO.
- Tranquilizer terutama fenotiazin bekerja antagonis terhadap analgesik opiat agonis. - Dekstroamfetamin dapat menghambat efek analgesic opiat agonist 5) METRONIDAZOLE
Indikasi Dosis
: Infeksi protozoa, anaero, helicobateri pylori : Amubiasis intestinal invasive : 800mg tiap 8 jam selama 5 hari Anak 1-3 tahun : 100-200mg tiap 8 jam Efek Samping : Mual, muntah gangguan pengecapan, ruam, urtikaria, dan angiodenum. Perhatian : Reaksi seperti disulfiram terjadi jika diberikan bersama Alkohol, gangguan fungsi hati, dan hepatic ensephalopathy, kehamilan dan menyusui. Interaksi Obat : 6) KETOKONAZOLE CREAM Indikasi
: Infeksi jamur pada kulit
Aturan pakai
: ▶ Anak 12-17 tahun: Terapkan sekali sehari sampai 3 hari Sebelum terpapar sinar matahari, biarkan persiapan 3-5 menit sebelum pembilasan ▶ Dewasa: Terapkan sekali sehari sampai 3 hari sebelum
matahari Paparan, biarkan persiapan selama 3-5 menit sebelumnya Pembilasan
Efek Samping
: Pengobatan harus dihentikan jika efek sampingnya parah.
Perhatian
: Hindari kontak dengan mata. Hindari kontak dengan membran mukosa
7) CEFTRIZOXIME
Indikasi
Dosis
Kontra Indikasi Efek Samping
: Pengobatan septicemia, endocarditis bacterial, bronchitis, infeksi sekunder dari penyakit saluran napas kronik : IM/IV 0,5 g diberikan dalam 2-4 dosis terbagi dapat ditingkatkan s/d 4 g/hari Anak ≥ 6 bln 40-80 mg/kg/hr. IV diberikan dalam 2-4 dosis terbagi dapat ditingkatkan sampai dengan 120mg/kg/bb/ hari. : Riwayat syok dan riwayat hipersensitif terhadap lidokain atau anestesi local tipe anilide. : Syok, gangguan GI, eosinophilia, granulositopenia
Perhatian
: Hipersensitif terhadap penisilin atau cefem. Asma bronkial, ruam atau urtikaria, gangguan fungsi ginjal yang serius. Interaksi Obat : - Pemberian bersama obat diuretik dapat menyebabkan poten dan nefrotoksik - Pemberian bersama antibiotic dapat bersifat nefrotoksik 8) Sucralfat (Medscape) Indikasi : Pengobatan tukak duodenum Dosis
: - Dewasa : 1 g dalam keadaan perut kosong 4x sehari atau 2 g dalam keadaan perut kosong 2x/hari - Pengobatan tukak prophylaxis duodenal : dosis 2 g dalam keadaan perut kosong 2x/hari - Pengobatan tukak lambung untuk dewasa : diminum 1g dalam keadaan perut kosong 4x/hari
Kontra Indikasi
: Jangan menggunakan obat ini pada pasien yang memiliki
riwayat
penyakit
hipersensitifitas
pada
sucralfat. Tidak dianurkan pada anak <15 tahun Hindari menggunakan obat ini pada pasien dengan gagal ginjal kronik karena obat ini bisa menyebabkan nefropati yang diinduksi oleh alumunium Efek Samping
: sembelit, mual, muntah, gangguan pencernaan, nyeri punggung, reaksi hipersensitifitas.
Inetraksi
: -
9) KSR (medicastore.com) Indikasi
: Pengobatan & pencegahan hipokalemia
Dosis
:
Kontra Indikasi
: Gagal ginjal yang telah lanjut, hyperkalemia, penyakit
2-3 kali sehari 1-2 tablet dikonsumsi bersama makanan
Addison yang tidak diobati, dehidrasi akut Efek Samping
: Mual, muntah, nyeri perut
Perhatian
:
Kerusakan ginjal, gagal jantung kongestif.
Inetraksi
: Meningkatkan resiko hyperkalemia jika digunakan dengan ACE inhibitor, silosporin, diuretika hemat kalium
10) VIP albumin (medicastore.com) Indikasi : Suplemen untuk menjaga kesehatan, meningkatkan kadar albumin, mempercepat proses penyembuhan penyakit, sebagai nutrisi tambahan untuk lansia. Dosis
: 3x sehari 2 kapsul -
Pascaoperasi, hipoalbumin & luka bakar 3x sehari 4 kapsul, dosis pemeliharaan
11) Ceftriaxone 12) Obh
Suplemen 1x sehari1 kapsul