Konsentrasi
Rotasi optik
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK
PERCOBAAN 6
PEMISAHAN RASEMAT
DAN PERCOBAAN 11
ROTASI OPTIK
Tanggal Praktikum : Selasa, 4 Maret 2014
Tanggal Pengumpulan : Selasa, 11 Maret 2014
Disusun oleh
Khoirunnisa Ayu Paramitha
NIM 10712055
Sains dan Teknologi Farmasi
Kelompok 16
Nama Asisten : Gina Alfa (10710048)
LABORATORIUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK
PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI
SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
PERCOBAAN 6
PEMISAHAN RASEMAT
TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan jumlah rendemen enantiomer ibuprofen
Menentukan besar rotasi optik dan rotasi jenis enantiomer ibuprofen
TEORI DASAR
Rasemat adalah campuran suatu enantiomer dengan enantiomer pasangannya yang perbandingan molnya 1:1. Enantiomer merupakan stereoisomer bayangan cermin suatu molekul kiral dan memiliki sifat fisik yang identik, kecuali aktivitas optiknya. Molekul yang memiliki aktivitas optik mampu memutar cahaya terpolarisasi ke kiri (berlawanan arah jarum jam), atau disebut levorotatory, dan memutar ke kanan (searah jarum jam), atau disebut dextrorotatory. Stereoisomer yang bukan bayangan cermin disebut diastereomer. Diastereomer memiliki paling sedikit satu perbedaan sifat fisik, misalnya kelarutan.
Enantiomer asam atau basa didalam rasemat dapat direaksikan dengan senyawa asam atau basa kiral agar membentuk garam diastereomer. Garam diastereomer dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan sifat fisiknya dengan cara kristalisasi fraksinasi. Untuk mendapatkan enantiomer murni, garam diastereomer yang terbentuk diuraikan dengan asam atau basa kuat dan diikuti dengan ekstraksi pelarut organik.
Ibuprofen adalah senyawa organik asam yang digunakan sebagai NSAID (non-steroidal anti-inflammatory drug). Secara stereokimia, ibuprofen adalah campuran rasemat yang terdiri dari enantiomer R dan S. Rasemat ibuprofen dapat dipisahkan dengan cara mereaksikannya dengan senyawa basa kiral, misalnya senyawa alkaloid, dan membentuk garam diastereomer. Basa kinin bebas merupakan senyawa kiral alkaloid yang dapat digunakan untuk memisahkan rasemat. Namun, yang tersedia di laboratorium adalah kinin HCl, kinin sulfat atau kinin etil karbonat. Oleh karena itu, harus diubah menjadi bentuk basa bebasnya melalui netralisasi dengan larutan NaOH diikuti ekstraksi dengan pelarut organik non polar.
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Kristal enantiomer ibuprofen tidak terbentuk sehingga rotasi optik dan rotasi jenisnya tidak dapat diukur
Pesiapan basa kinin bebas
Massa hasil basa kinin bebas = 2,1382 gram
Mr basa kinin bebas = 324,4 gram/mol
Mr ibuprofen = 206,29 gram/mol
Mol basa kinin bebas = mol ibuprofen
massa basa kininMr basa kinin= massa ibuprofenMr ibuprofen
2,1382 gram324,4 grmol= massa ibuprofen206,3 grmol
massa ibuprofen= 2,1382 gram ×206,3 grmol324,4 grmol
Massa ibuprofen = 1,3598 gram
Karena basa kinin yang didapat basah, maka massa ibuprofen dikurang 0,1 gram dengan asumsi pelarut yang ada seberat 0,1 gram.
Massa ibuprofen yang dipakai = 1,3598 gram – 0,1 gram = 1,2598 gram
PEMBAHASAN
Ibuprofen yang ada di pasaran merupakan campuran pasangan isomer optik yang merupakan bayangan cermin satu sama lain. Kedua isomer ibuprofen adalah R-(-)-ibuprofen dan (S)-(+)-ibuprofen. Dari dua isomer optik ibuprofen, yang aktif secara farmakologi memberikan efek anti inflamasi adalah bentuk S +. Sedangkan R - tidak memiliki efek anti inflamasi. Sehingga pemisahan campuran rasemat diperlukan.
Dalam percobaan ini digunakan pemisahan rasemat dengan cara pembentukan garam diastereomer. Pembentukan garam dilakukan dengan mereaksikan ibuprofen dengan basa kiral yang murni secara enantiomer, yaitu basa kinin bebas. Tetapi, kinin yang tersedia di laboratorium adalah garam kinin. Sehingga garam kinin ini perlu diubah menjadi basa kinin bebas. Garam kinin yang tersedia pada percobaan ini adalam kinin sulfat. Tahap pertama yang dilakukan adalah mereaksikan garam kinin 1,5 gram dengan 50 ml NaOH 1 M di corong pisah. Reaksi yang terjadi antara kinin sulfat dan NaOH adalah
Kinin sulfat + NaOH Na2SO4 + alkaloid kinin + H2O
Dalam reaksi ini NaOH merupakan basa kuat yang berfungsi untuk mengisolasi ion SO42- yang terikat pada basa kinin. Garam kinin dan NaOH dikocok hingga membentuk suspensi. Dari reaksi ini terbentuk alkaloid kinin, sebagai basa yang larut dalam pelarut organik. Sehingga untuk memisahkan alkaloid kinin atau basa kinin bebas dalam suspensi ini, dilakukan ekstraksi dengan pelarut organik etil asetat. Etil asetat digunakan karena basa kinin mudah larut dalam etil asetat dan pelarut ini tidak bercampur dengan air. Ekstraksi dilakukan dua kali agar basa kinin didapatkan secara maksimal.
Kemudian lapisan organiknya dikumpulkan di beaker glass dan disaring dengan kertas saring. Pada kertas saring ditambahkan Na2SO4 bebas air agar jika masih ada air didalam lapisan organik dapat diikat oleh Na2SO4. Natrium sulfat bebas air digunakan karena merupakan drying agent yang dapat menarik air. Filtrat kemudian di lanjutkan ke rotary evaporator. Rotary evaporator adalah instrumen yang menurunkan tekanan sehingga pelarut dapat menguap lebih cepat dibawah titik didihnya. Hasil yang didapatkan dari proses rotary evaporator adalah padatan senyawa terlarut, dalam hal ini basa kinin bebas. Basa kinin bebas yang telah didapatkan ditimbang agar diketahui beratnya dan mengetahui berapakah berat ibuprofen yang akan ditambahkan agar equimolar dengan basa kinin bebas.
Tahap selanjutnya basa kinin bebas direaksikan dengan ibuprofen secara equimolar. Basa kinin dan ibuprofen ditempatkan ke dalam labuh erlenmeyer 250 ml. Kemudian diaduk dengan bantuan pengaduk magnetik agar proses pengadukan berjalan dengan cepat. Saat pengadukan berlangsung, ke dalam erlenmeyer ditambahkan etanol absolut sedikit demi sedikit. Etanol yang diberikan sesedikit mungkin, jika terlalu banyak larutan akan tidak jenuh dan proses kristalisasi tidak berjalan dengan baik. Apabila residu susah untuk dilarutkan, pelarutan bisa dibantu dengan pemanasan dengan suhu 50°C. Suhu 50°C digunakan agar etanol tidak menguap (titik didih etanol 78°C). Setelah larut kemudian di inkubasi di suhu ruang selama 10 menit untuk memberi waktu pembentukan garam diastereomernya.
Tahap berikutnya yaitu kristalisasi garam diastereomer. Teknik kristalisasi didasari atas pelepasan pelarut dari zat terlarutnya dalam sebuah campuran homogeen atau larutan, sehingga terbentuk kristal dari zat terlarutnya. Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam keadaan atau kondisi lewat jenuh (supersaturated). Labuh erlenmeyer yang berisi residu di tutup dengan rapat dan didinginkan dengan es selama seharian. Setelah didiamkan, kemudian di saring dengan corong Buchner dengan tujuan mengambil padatan kristalnya. Filtrat bisa didinginkan lagi untuk membentuk kristal. Pengulangan pendinginan dilakukan sampai tidak ada lagi endapan kristal yang terbentuk. Kristal yang didapatkan kemudian dikeringkan di atas kaca arloji.
Kristal yang telah diperoleh mengandung garam diastereomer dari bentuk R dan S. Garam diastereomer ini sudah dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan sifat kelarutannya. Kristal dilarutkan dengan 30 ml metilen klorida. Kemudian ditempatkan kedalam corong pisah 100 ml dan diekstrasksi dengan 25 ml HCl 2N. Proses ekstraksi dilakukan dua kali. Lapisan organik atau metilen klorida dikumpulkan dan dicuci dengan air 20 ml. Setelah itu, larutan disaring dengan kertas saring dan ditambahkan natrium sulfat eksiakatus diatas kertas saring tersebut. Filtrat diuapkan dengan rotary evaporator sehingga didapatkan padatan terlarutnya. Padatan ini kemudian di rekristalisasi dengan campuran etanol-air equivolum. Setelah kristal didapatkan, produk ditimbang sehingga diketahui berapa banyak rendemen yang didapatkan.
Kristal enantiomer ibuprofen kemudian dicari karakteristiknya dengan cara diukur rotasi optiknya. Enantiomer R akan memutar cahaya terpolarisasi berlawanan arah jarum jam sedangakan enantiomer S akan memutar searah jarum jam.
Dalam percobaan ini praktikan hanya menjalani tahap sampai kristalisasi garam diastereomer. Tahap selanjutnya tidak dapat dilanjutkan karena kristal garam yang didapatkan sangat sedikit. Hal ini bisa disebabkan karena pada tahap kristalisasi, pendinginan tidak dilakukan dengan tepat. Di percobaan ini larutan dibiarkan seharian di es. Seharusnya es terus diperbarui atau dimasukkan dalam kulkas agar kondisinya tetap dingin. Selain itu, etanol yang digunakan sebagai pelarut terlalu banyak sehingga larutan tidak jenuh. Oleh karena itu, banyak garam yang terlarut di etanol dan kristal yang didapatkan sedikit.
KESIMPULAN
Percobaan ini tidak mendapatkan hasil rendemen enantiomer ibuprofen dan tidak didapatkan rotasi optik dan rotasi jenisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Furnish, B.S., A.J. Hannaford, V. Rogers, P.W.G. Smith, and A.R. Tatchell, 1984, Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry 4th ed., English Language Society (halaman 503)
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dan-analisis/kristalisasi/ (tanggal akses 9 Maret 2014)
PERCOBAAN 11
ROTASI OPTIK
TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan rotasi optik dan rotasi jenis
Menentukan konsentrasi sampel dekstrosa berdasarkan rotasi optik dan rotasi jenisnya
TEORI DASAR
Suatu isomer yang dapat berinteraksi dan memutar bidang cahaya terpolarisasi dikatakan memiliki sifat optis aktif. Cahaya polikromatik yang dilewatkan pada prisma akan diperoleh suatu cahaya monokromatik yang disebut cahaya terpolarisasi. Sudut putar cahaya terpolarisasi oleh isomer optis aktif dilambangkan dengan α dan disebut rotasi optik. Alat yang digunakan untuk mengukur besaran α adalah polarimeter. Rotasi optik dinyatakana dalam derajat rotasi sudut (yang diamati) atau derajat rotasi jenis (yang dihitung) dan dibandingkan terhadap kadar 1 gram zat terlarut dalam 1 ml larutan, diukur pada kondisi yang telah ditentukan.
Molekul dengan satu asam karbon asimetris merupakan molekul kiral. Molekul kiral dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi sehingga bersifat optis aktif. Molekul tersebut dinamakan senyawa/isomer optik. Senyawa yang memutar bidang cahaya searah jarum jam dilihat dari arah sumber cahaya atau ke kanan, rotasi sudutnya diberi tanda +. Zat yang memutar bidang cahaya berlawanan arah jarum jam atau ke kiri, rotasi sudutnya diberi tanda -.
Rotasi spesifik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
α= sudut rotasi optik yang teramatil = panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya dalam desimeterd = bobot jenis zat cair atau larutan pada suhu pengamatanc = kadar larutan dinyatakan sebagai gram/ml α= sudut rotasi optik yang teramatil = panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya dalam desimeterd = bobot jenis zat cair atau larutan pada suhu pengamatanc = kadar larutan dinyatakan sebagai gram/ml Untuk zat cair
α= sudut rotasi optik yang teramati
l = panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya dalam desimeter
d = bobot jenis zat cair atau larutan pada suhu pengamatan
c = kadar larutan dinyatakan sebagai gram/ml
α= sudut rotasi optik yang teramati
l = panjang jalan/larutan yang dilalui cahaya dalam desimeter
d = bobot jenis zat cair atau larutan pada suhu pengamatan
c = kadar larutan dinyatakan sebagai gram/ml
α25°D= αl . d
Untuk larutan
α25°D= αl . c
Kemurnian optik dalam suatu campuran rasemat dapat dihitung dengan persamaan
kemurnian optik= rotasi spesifik enantiomer murnirotasi spesifik campuran rasemat ×100%
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Menentukan rotasi optik dan rotasi jenis
Rotasi optik blanko (26,6°C) = 0,00°
Rotasi optik dekstrosa 0,05 gr/ml (27°C) = 5,67°
Rotasi jenis dekstrosa 0,05 gr/ml = αl . c
α26,6°D= 5,67°-0,00°2 dm . 0,05 grml=56,7°
Rotasi jenis dekstrosa (USP) = 52,9°
galat= 56,7-52,952,9 ×100%=7,18%
Menentukan komposisi larutan dekstrosa
Pengenceran amonia 25% menjadi 10% (M1 . V1 = M2 . V2)
25 % . V1 = 10% . 10 ml V1= 4 ml
Sehingga 4 ml NH3 25% + 6 ml aquadest 10 ml NH3 10%
Rotasi optik dekstrosa
0,5% (26,6°C) = 0,53° ; 1,5% (26,8°C) = 1,59°; 2,5% (26,9°C) = 2,65°
Kurva Kalibrasi
Rotasi optik sampel 1,4
y = 1.06x – 3.06x10-7
1,4 = 1.06x – 3.06x10-7
x = 1,3207
galat = 1,3207-1,31,3×100%=1,59%
PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini alat yang digunakan untuk mengukur besar sudut rotasi optik adalah polarimeter. Polarimeter adalah alat yang tersusun atas polarisator dan analisator. Tahap pertama yang dilakukan adalah membuat larutan dekstrosa dengan konsentrasi 0,05 gram/ml. Cara pembuatan larutannya yaitu timbang 5 gram dekstrosa dan dilarutkan dengan 50 ml air dalam labuh takar 100 ml. Setelah dekstrosa terlarut semua kemudian ditambahkan air sampai garis batas. Kocok lagi hingga larutan dekstrosa homogen. Larutan dekstrosa sudah siap untuk diukur rotasi optiknya.
Perangkat polarimeter disiapkan. Jika sudah siap, langkah pertama adalah mengukur rotasi optik air yang tidak mengandung dekstrosa. Hasil rotasi optik ini akan berpengaruh dan dimasukkan ke dalam perhitungan rotasi jenis. Setelah rotasi optik air didapatkan, kita bisa memulai pengukuran rotasi optik larutan dekstrosa. Tuang larutan dekstrosa kedalam tabung polarimeter. Jangan sampai tabung terisi gelembung udara karena bisa mengganggu pengukuran. Apabila hasil sudah didapatkan, rotasi optik dan suhunya dicatat.
Dalam percobaan ini, rotasi optik dekstrosa yang terukur adalah 5,67° pada suhu 27°C. Dari rotasi optik kemudian dihitung rotasi jenisnya, dihasilkan rotasi jenis dekstrosa yaitu 56,7°. Rotasi jenis dekstrosa menurut USP adalah 52,9°. Perbedaan ini bisa terjadi karena adanya perbedaan suhu. Suhu untuk rotasi jenis pada literatur adalah 25°C sedangkan suhu pada percobaan ini adalah 27°C.
Penentuan rotasi optik dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi atau komposisi suatu larutan karena konsentrasi mempengaruhi rotasi optik. Langkah yang harus dilakukan yaitu membuat larutan dekstrosa dengan konsentrasi yang beragam, yaitu 0,5 %, 1,5% dan 2,5%. Cara membuatnya diawali dengan menimbang dekstrosa 0,5, 1,5 dan 2,5 gram. Setelah itu, dekstrosa dilarutkan dengan 50 ml dalam labuh takar 100 ml dan ditambahkan 10 tetes NH3 ammonia 10%. Fungsi penambahan NH3 adalah untuk mencegah dekstrosa terhidrolisis. Kemudian air ditambahkan lagi sampai garis batas lalu dikocok hingga homogen. Kemudian, larutan di inkubasi selama 30 menit disuhu ruang.
Setelah larutan siap, larutan diukur rotasi optiknya dengan polarimeter. Kemudian dari data-data yang didapatkan dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan rotasi optik. Dengan kurva kalibrasi ini, sampel larutan dekstrosa yang tidak diketahui konsentrasinya dapat diidentifikasi. Dari percobaan ini didapatkan konsentrasi sampel 1,3207%. Hasil ini mendekati konsentrasi sebenarnya yaitu 1,3 % dengan galat 1,59%
KESIMPULAN
Rotasi jenis dekstrosa adalah 5,67° dan konsentrasi sampel dekstrosa adalah 1,3207 % atau 1,3207 g/100 ml
DAFTAR PUSTAKA
Furnish, B.S., A.J. Hannaford, V. Rogers, P.W.G. Smith, and A.R. Tatchell, 1989, Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry 5th ed., English Language Society ( halaman 235)
http://www.pharmacopeia.cn/v29240/usp29nf24s0_m24230.html (tanggal akses 9 maret 2014)