Penyakit Kulit yang Disebabkan oleh Infestasi dan Sensitisasi Parasit Aditya Hutomo Satyawan / 102012374 / D7 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Arjuna utara 6, Jakarta Barat - 11510
[email protected]
Skenario: Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dibawa oleh ibunya ke poliklinik karena mengeluh sangat gatal terutama pada sela jari tangan sejak 1 minggu yang lalu. Gejala terutama terjadi pada malam hari. Pendahuluan
Infeksi parasit pada kulit merupakan masalah kesehatan yang banyak terdapat di negaranegara berkembang di dunia. Infeksi parasit tersebut terutama karena kebersihan diri dan lingkungan yang kurang dijaga, sehingga menjadi ideal bagi parasit untuk berkembang biak. Secara klinis munculnya infeksi parasit pada seseorang sering tidak disadari karena kebanyakan bergejala awal gatal dan bercak merah. Selain itu, pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa penyakit infeksi parasit ini bukanlah penyakit yang berat karena gejala awalnya merupakan gejala yang sangat umum. Akibatnya, parasit yang masuk ke tubuh akan terus menerus berkembang dalam tubuh pasien dan dapat menyebabkan gangguan pada seluruh tubuh. Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini terbilang sangat banyak, belum lagi mencakup berbagai jenis parasitnya. Maka dari itu, untuk membatasi pembahasan yang terlalu meluas ditentukan sebuah rumusan masalah yaitu anak 9 tahun dengan keluhan sangat gatal pada sela jari tangan sejak satu minggu lalu. Gejala terutama terjadi pada malam hari. Pada pemeriksaan
1
kulit ditemukan vesikel kecil dan merah. Juga ditentukan sebuah hipotesis yaitu Anak 9 tahun dengan keluhan sangat gatal pada sela jari tangan menderita scabies. Anamnesis
Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada kondisikondisi yang mengenai kulit. Keluhan utama tersering di antaranya adalah ruam, gatal, bengkak, ulkus, perubahan warna kulit, dan pengamatan tak sengaja saat pasien datang dengan keluhan utama kondisi medis lain. 1 Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam? Di mana letaknya? Apakah terasa gatal? Adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari, dan alergen potensial)? Di
mana
letak
benjolan?
Apakah
terasa
gatal?
Apakah
berdarah?
Apakah
bentuk/ukuran/warnanya berubah? Adakah benjolan di tempat lain? Bagaimana perubahan warna yang terjadi (misalnya pigmentasi meningkat, ikterus, pucat)? Siapa yang memperhatikan adanya perubahan warna? Sudah berapa lama? Bandingkan dengan foto terdahulu. Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik (misalnya penurunan berat badan, artralgia, dan lain-lain)? Pertimbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi kulit yang serius, seperti kehilangan cairan, infeksi sekunder, penyebaran metastatik ke kelenjar getah bening atau organ lain.1 Pada riwayat penyakit dahulu dapat ditanyakan sebagai berikut: 1 Pernahkah pasien mengalami gangguan kulit, ruam, dan lain-lain? Adakah riwayat kecenderungan atopi (asma, rinitis)? Apakah pasien memiliki masalah dengan kulit di masa kecil? Adakah riwayat kondisi medis lain yang signifikan? (Khusus-nya yang mungkin memiliki manifestasi pada kufit, misalnya SLE, penyakit seliaka, miositis, atau transplantasi ginjal).1 Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan, baik obat resep ataupun alternatif, yang dimakan atau topikal. Pernahkah pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit? Pernahkah/apakah pasien menggunakan imunosupresan? 1
2
Tanyakan juga apakah pasien memiliki alergi obat? Jika ya, seperti apa reaksi alergi yang timbul? Apakah pasien mengetahui kemungkinan alergen yang lain? Pernahkah pasien menjalani
patch test atau pemeriksaan respons IgE? 1 Pada riwayat keluarga dan sosial tanyakan adakah riwayat penyakit kulit atau atopi dalam keluarga? Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa? Bagaimana riwayat pekerjaan pasien; apakah terpapar sinar matahari, alergen potensial, atau parasit kulit? Apakah menggunakan produk perabersih baru, hewan peliharaan baru, dan lain-lain? Apakah pasien baru-baru ini bepergian ke luar negeri? Adakah pajanan pada penyakit infeksi?1
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan duduk di tepi tempat tidur atau meja periksa meliputi pengukuran tanda-tanda vital, inspeksi, dan palpasi. Pemeriksaan fisik pada kasus ini meliputi pengukuran tanda-tanda vital. 2 Pengukuran tanda-tanda vital meliputi pengukutan tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, serta frekuensi pernapasan. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan sfigmomanometer. Suhu tubuh diukur dengan termometer yang ditempatkan di oral, rectal, atau axilla. Denyut nadi dihitung dengan menaruh bantalan jari telunjuk dan tengah di arteri radialis pasien, dan dihitung selama satu menit. Frekuensi pernapasan dihitung dengan melihat gerakan thorax pasien saat bernapas selama satu menit.2
Amatilah apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah pasien tampak pucat, syok, berpigmen, atau demam? (Kondisi kulit serius yang mengenai daerah yang luas pada kulit bisa
menyebabkan kehilangan cairan yang membahayakan jiwa dan infeksi sekunder.) 1 Apa kelainan kulit yang ditemukan? Ruam, ulkus, benjolan, diskolorasi, dan sebagainya. Adakah memar atau petekie? Jika ya, di mana letaknya? Periksa kulit, kuku, dan rambut seteliti mungkin, selain itu, periksa rongga mulut dan mata. Bagian kulit mana yang terkena? Adakah perubahan kulit sekunder yang memperberat atau merupakan akibat dari proses primer? 1
3
Tentukan perluasan (soliter, lokal, regional, generalisata, atau universal) dan pola distribusi (simetris atau asimetris, daerah pajanan, tempat tekanan, lipatan kulit, atau folikular)? Apakah lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar matahari, atau perhiasan? Bagaimana warna dan bentuk lesi (misalnya bulat, lonjong, poligonal, anular, serpiginosa, bertangkai)? 1 Lakukan palpasi lesi untuk mengetahui suhu, mobilitas, nyeri tekan, dan kedalaman. Periksa adanya pembesaran kelenjar getah bening yang merupakan drainase. Lakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk menganalisis adanya penyakit sistemik. Mungkinkah kelainan ini merupakan manifestasi dari kondisi sistemik serius?1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk skabies yang dilakukan adalah dengan menemukan tungau pada pasien dan dilakukan dengan cara: 3 1.
Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas seuah kaca obek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya. 3
2.
Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat adengan kaca pembesar.3
3.
Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan dua jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.3
4.
Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan perwarnaan H.E. 3 Agar pemeriksaan laboratorium memberikan hasil yang baik maka faktor-faktor yang harus
diperhatikan adalah:4 1.
Papul yang baik untuk dikerok adalah papul yang baru dibentuk. 4
2.
Pemeriksaan jangan dilakukan pada lesi ekskoriasi dan lesi dengan infeksi sekunder. 4
3.
Kerokan kulit harus superfisial dan tidak boleh berdarah. 4
4
4.
Jangan mengerok dari satu lesi tetapi dari beberapa lesi. Tungau paling sering ditemukan pada sela jari tangan sehingga perhatian terutama diberikan pada daerah itu.4
5.
Sebelum mengerok, teteskan minyak mineral pada skalpel dan pada lesi yang akan dikerok.4
Differential diagnosis
Diagnosis banding dari infeksi skabies antara lain : 1.
Pedikulosis corporis Pedikulosis corporis ialah infeksi kulit yang disebaban oleh Pediculus humanus var.
corporis. Pediculus ini merupakan parasit obligat, artinya harus menghisap darah manusia untuk dapat mempertahankan hidup.3 Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa dengan hygiene yang buruk, disebabkan mereka jarang mandi atau jarang mengganti dan mencuci pakaian. Penyakit ini sering disebut penyakit vagabond . Hal ini disebabkan kutu tidak melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas di sela-sela lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah. Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim dingin karena orang memakai baju yang tebal serta jarang dicuci.3 Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Rasa gatal disebabkan oleh pengaruh liur dan ekskreta dari kutu pada waktu menghisap darah. Kadang-kadang ditemukan infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.3 2.
Dermatitis Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
5
gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.3 Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia, fisik, mikroorganisme, dapat pula dari dalam (endogen). Sebagian lain tidak diketahui 3
etiologinya yang pasti. Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus. Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis. Pada stadium akut, kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans). Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan likenifikasi, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensi tidak selalu harus polimorfik, mungkin hanya oligomorfik.3
Working diagnosis
Skabies, merupakan infeksi pada manusia yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.
hominis, parasit obligat manusia yang keseluruhan siklus hidupnya dalam kulit dan permukaan luar kulit. Infeksi ini menghasilkan gejala erpusi yang difus dan gatal setelah 6-8 minggu masa inkubasi.5 Gejala klinis patognomonik adalah terowongan yang digali oleh tungau pada stratum korneum. Penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak fisik yang dekat, tetapi dapat pula ditularkan secara tidak langsung.5 Diagnosis dapat dipastikan bila ditemukan S.scabiei yang didapatkan dengan cara mencongkel/mengeluarkan tungau dari kulit, kerokan kulit atau biopsi. Tungau sulit ditemukan
6
pada
pemeriksaan laboratorium
karena tungau
yang menginfestasi
Penyebabnya adalah jumlah telur yang rnenetas hanya 10%.
penderita sedikit.
4
Etiologi
Skabies atau penyakit kudis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varietas hominis.4
Gambar 1. Sarcoptes scabiei (pembesaran 10x10).6
Sarcoptes scabiei adalah tungau yang termasuk famili sarcoptidae, ordo acari, kelas arachnida. Badannya berbentuk oval dan gepeng; yang betina berukuran 300x 350 mikron; sedangkan yang jantan berukuran 150x200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan pasangan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Setelah melakukan kopulasi S.scabiei jantan mati, tetapi kadang-kadang dapat bertahan hidup beberapa hari. Tungau betina membuat terowongan di stratum korneum kulit. Setelah kopulasi, dua hari kemudian tungau betina bertelur 2-3 butir/hari dalam terowongan. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-5 hari dan larva menjadi nimfa dalam waktu 3-4 hari. Nimfa berubah menjadi dewasa dalam waktu 3-5 hari.4
7
Epidemiologi
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasuk-kan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).3 Cara penularan (transmisi): 1.
Kontak langsung {kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual.3
2.
Kontak tak langsung {melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lainlain.3 Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-
kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.3
Patofisiologi
Lesi primer skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur dan hasil metabolisme. Pada saat menggali terowongan tungau mengeluarkan sekret yang dapat melisiskan stratum korneum. Sekret dan ekskret menyebabkan sensitisasi sehingga menimbulkan pruritus dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustul, dan kadang bula. Dapat juga terjadi lesi tersier berupa ekskoriasi, eksematisasi dan pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi primer.4 Tungau hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari tangan, pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, umbilikus, gluteus, ekstremitas, geni-talia eksterna pada laki-laki dan areola mammae pada perempuan. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-abu dengan panjang yang bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau
8
berkelok-kelok. Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Di ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang ditemukan pada penderita di Indonesia karena umurnnya penderita datang pada stadium lanjut sehingga sudah terjadi infeksi sekunder.4
Manifestasi klinik
Ada 4 tanda kardinal: 1.
Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.3
2.
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).3
3.
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mame (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. 3
4.
Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. 3
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut. 3 Setelah paparan pertama terhadap tungau, rash dan gatal baru akan muncul setelah 6-8 minggu. Paparan yang terus menerus akan mengakibatkan rash dan gatal yang timbul menjadi beberapa hari, mungkin karena sensitisasi terhadap tungau. Gatal yang terjadi parah dan 9
biasanya paling buruk pada malam hari. Lesi yang muncul adalah lesi merah, bersisik, dan kadang papul yang mengkrusta dan nodul pada sela-sela jari tangan, pinggir jari, bagian volar di pergelangan tangan dan telapak tangan lateral, siku, aksila, scrotum, penis, labia dan aerola pada wanita. Erupsi eritematosa yang difus pada batang tubuh dapat muncul dan melambangkan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen tungau. Lesi patognomonik adalah terowongan, yang tipis seperti benang dan linear yang panjangnya 1-10 mm, terowongan ini diseabkan oleh pergerakan tungau di stratum korneum. Terowongan paling jelas terlihat di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, atau siku. Bayi yang lebih muda dari 2 tahun dapat terinfeksi di kulit kepala dan wajah, dimana jarang terjadi pada orang dewasa. Nodul eritematosa dan gatal pada aksila dan batang tubuh merupakan penemuan yang biasa pada anak-anak dan pada scrotum pada laki-laki, dan diperkirakan adalah reaksi hipersensitivitas terhadap antigen tungau. Nodul-nodul ini dapat bertahan berminggu-minggu setelah tungau pada tubuh diberantas. Vesikel dan bula dapat muncul, khususnya pada telapak tangan dan jari-jari tangan.5
Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan medika mentosa, syarat obat yang ideal ialah: 3 1.
Harus efektif terhadap semua stadium tungau. 3
2.
Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik. 3
3.
Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.3
4.
Mudah diperoleh dan harganya murah.
3
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati (termasuk penderita yang hiposensitisasi). Jenis obat topikal yang digunakan antara lain: 3 1.
Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari tiga hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.3
10
2.
Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadangkadang makin gatal setelah dipakai.3
3.
Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1 % dalam krim atau losio termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.3
4.
Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. 3
5.
Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan. 3
Pencegahan
Individu yang berkontak langsung dengan orang yang terinfeksi harus diberi skabisida topikal. Perawatan harus ditujukan untuk mencegah penyebaran skabies, karena seseorang dapat membawa tungau saat masa inkubasi yang tidak bergejala. Untuk mencegah infeksi ulang, maka seprai, sarung bantal, handuk, dan pakaian yang dipakai dalam lima hari terakhir harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dengan pemanas. Karena tungau dapat hidup selama 3 hari di luar kulit, karpet harus dibersihkan dengan vacuum cleaner. Hewan tidak perlu dirawat karena hewan tidak membawa tungau skabies manusia.5
Komplikasi
Impetiginisasi sekunder merupakan komplikasi yang biasa dan biasanya berrespon baik pada antibiotik topikal dan oral, tergantung pada luasnya pyoderma. Namun, limfangitis dan septikemia dapat muncul, khususnya pada skabies berkrusta. Glomerulonefritis post11
streptococcal muncul akibat dari pyoderma yang diinduksi skabies yang disebabkan
Streptococcus pyogenes.5
Prognosis
Jika dibiarkan tidak terawat, kondisi dapat terus berlangsung selama bertahun-tahun. Pada pasien imunokompeten, jumlah tungau dapat berkurang perlahan-lahan. 5 Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.3
Kesimpulan
Infeksi skabies merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja. Infeksi ini disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis. Penyakit ini bergejala gatal pada malam hari dan lesi merah pada kulit. Komplikasi penyakit ini adalah infeksi sekunder dari mikroorganisme lain. Pengobatan tidak hanya ditujukan pada penderita saja, namun ditujukan juga pada orangorang yang tinggal serumah dan melakukan kontak langsung dengan penderita. Pencegahan terutama dengan menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan. DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.42-3. 2. Bickley L S, Szilagyi P G. Bates’ guide to physical examination and history taking. 8 th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.1-9. 3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.h.119-29. 4. Sutanto I, Ismid I S, Sjarifuddin P K, Sungkar S, penyunting. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.h.297-9.
12
5. Wolff K, Goldsmith L A, Katz S I, Gilchrest B A, Paller A S, Leffell D J. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. ; United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2008.p.2029-31. 6. Prianto J, Tjahaya, Darwanto. Atlas parasitologi kedokteran. Jakarta: Penerbit PT Graedia Pustaka Utama; 2004.h.154
13