Parotitis Epidemika pada Balita dan Penatalaksanaanya Vivie Veronica Tanama Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi : Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Email :
[email protected] Abstrak Mumps (parotitis epidemika) atau gondongan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus. Virus ini hanya menyerang manusia dengan gejala khas yaitu pembesaran kelenjar saliva terutama kelenjar parotis. Penyakit ini sebagian besar menimbulkan gejala klinis yang diikuti dengan pembesaran kelenjar parotis. Anak-anak rentan terkena penyakit ini, yaitu usia 5 sampai 9 tahun. Penularannya terutama dengan percikan ludah. Penanganan yang tidak tepat akan menimbulkan komplikasi. Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian vaksin. Vaksin gondongan biasanya diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi measles-mumps-rubella (MMR). Kata kunci : parotitis epidemika, virus, kelenjar parotis, MMR Abstract Mumps (parotitis epidemica) or gondongan is an infectious disease caused by a virus. This virus only attacked humans with typical symptoms, namely the enlargement of the glands saliva primarily the Parotid gland. The disease is largely clinical symptoms cause followed by enlargement of the Parotid gland. Children likely exposed to this disease, namely the age of 5 to 9 years. Transmission is primarily with a splash of saliva. Improper handling may cause complications. This disease can be prevented by administering the vaccine. Gondongan vaccine is usually given in the form of combination vaccines measles-in-rubella (MMR). Key words: parotitis epidemica, cirus, parotid gland, MMR
1
Pendahuluan Parotitis epidemika adalah penyakit infeksi akut, menular, dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis.1 Penyakit ini disebabkan oleh virus dengan predileksi pada jaringan kelenjar dan saraf. 2 Penyakit infeksi sangat mudah menular di antara sesama anak–anak. Infeksi paling mungkin terjadi ketika anak mulai bergaul dengan anak–anak yang lain, seperti di taman kanak-kanak, kelompok bermain atau di sekolah dasar. Penyakit ini disebabkan oleh virus RNA spesifik, berasal dari family Paramyxoviridae dan genus Rubulavirus. Penyakit ini hanya terjadi pada manusia dengan gejala khasnya adalah pembengkakan pada kelenjar saliva terutama kelenjar parotis. Virus ini umumnya menyerang anak-anak umur 5-9 tahun Anamnesis Dalam proses anamnesa dilakukan komunikasi dengan pasien yang berkaitan dengan kondisi kesehatannya. Pada kasus mumps ini akan dilakukan alloanamnesis karena pasien belum dewasa maka akan dilakukan wawancara terhadap orang yang mempunyai hubungan terdekat dengan pasien. Dari hasil anamnesis dikatakan bahwa demam sejak 3 hari yang lalu. Demam hilang timbul dan pasien tidak pergi ke daerah endemik. Keluhannya disertai leher tampak membengkak pada bagian kanan dan berada dibawah telinga sejak 1 hari yang lalu. Ada nyeri pada bengkak tersebut jika makan makanan yang asam. Napsu makan pasien menurun. Pemeriksaan Fisik Dari skenario didapatkan pasien dalam keadaan Compos Mentis (CM), Anak tersebut tampak sakit ringan, suhunya 37,8oC, pernapasan 20x/ menit, nadi 90x/ menit. Kelenjar parotis dextra membesar, teraba hangat, tidak nyeri tekan. Kelenjar parotis sinistra tidak membesar. Pemeriksaan toraks, abdomen dan genitalia externa normal. Pemeriksaan Penunjang Pada kasus klasik pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Pada keadaan tanpa
parotitis
menyebabkan
kesulitan
mendiagnosis,
sehingga
diperlukan
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan adalah pemeriksaan laboratorium rutin, adanya peningkatan c-reactive protein (CRP), tes 2
serologi, isolasi virus, uji kulit, adanya peningkatan amylase serum, dan deteksi virus dengan reverse transcription (RT-PCR). Pemeriksaan laboratorium rutin, yang memberikan hasil tidak spesifik dan sering menunjukkan adanya leucopenia dengan limfositosis relatif atau kadang normal. Pada tes serologi didapatkan kenaikan antibody spesifik terhadap parotitis epidemika seperti complement fixation test (CF), hemagglutionation-inhibition (HI), enzyme linked immunosorbent eassay (ELISA) dan virus neutralization. Ditemukannya IgM, dapat membantu menegakkan diagnosis pada kasus sulit yang dapat dideteksi pada minggu pertama sakit. Isolasi virus penyebab dari saliva dan urin selama masa akut penyakit. Virus masih dapat ditemukan dari urin 2 minggu setelah onset penyakit. Isolasi virus dilakukan dengan membuat biakan. Biakan dinyatakan positif bila terdapat hemadsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun. Peningkatan amylase serum pada parotitis epidemika dan pancreatitis parotitis epidemika mencapai puncaknya pada minggu pertama dan menurun pada minggu ke dua dan ke tiga. Peningkatan serum amylase terjadi pada 70% parotitis epidemika dengan parotitis.1,3,4 Etiologi Virus penyebab penyakit ini berhasil di kemukakan oleh Johnson dan Goodpasture pada tahun 1934. Virus tersebut merupakan anggota kelompok virus paramyxoviridae.5 Selain parotitis epidemika, yang tergolong ke dalam kelompok virus tersebut adalah virus-virus parainfluenza dan virus Newcastle. Partikel-partikel virus mengandung untaian RNA tunggal negative sense, berukuran 100 sampai 600nm, terbungkus dalam selubung protein dan lemak, dengan panjang 15.000 nukleotida termasuk dalam genus Rubulavarius, subfamili Paramyxovirinae dan famili Paramyxoviridae.2 Selubung tersebut mengandung sebuah hemaglutinin, suatu neuraminidase dan hemolisin. RNA untai tunggal yang terdapat pada virus ini terdir dari 7 gen yang mengkode 7 protein yaitu nucleocapsid-associated protein (NP), phospho (P), membrane (M), fusion (F), small hidrophobic (SH), haemagglutinin-neuramidase (HN), dan large (L). Sekuen nuklotida pada gen SH dapat membedakan strain virus parotitis epidemika di seluruh dunia yang terdiri dari 10 genotipe dan diberikan nama A-J, berguna untuk penelitian kejadian ikutan pasca vaksinasi serta menentukan vaksin pada kejadian luar biasa. Strain virus yang berbeda menunjukkan virulensi
3
yang berbeda. Virus parotitis epidemika dapat ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin, darah, jaringan yang terinfeksi dari penderita parotitis epidemika serta dapat dikultur pada jaringan manusia atau kera.2 Epidemiologi Parotitis epidemika ditemukan secara endemis dikalangan penduduk pedesaan di mana virus tersebut menyebar dari reservoar manusia melalui kontak langsung, inti droplet di udara, bahan yang tercemar oleh saliva yang terinfeksi dan mungkin juga melalui urin.1 Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan menyerang kedua jenis kelamin sama banyaknya. Penyakit ini menyerang anak umur 4-9 tahun. Untuk bayi yang berusia 6-8 bulan tidak dapat terkena penyakit ini karea dilindungi oleh antibody yang dialirkan secara transplasental dari ibunya. Parotitis epidemika terjadi sepanjang tahun meskipun lebih sering ditemukan selama akhir musim dingin dan musim semi di negara 4 musim, sedang di Indonesia terjadi di segala musim. Virus tersebut ada di sekret 7 hari sebelum sampai 7 hari setelah pembesaran kelenjar parotis, puncaknya adalah 1-2 hari sebelum sampai 5 hari setelah pembesaran kelenjar parotis.5 Patologi dan Patogenesis Virus masuk melalui saluran nafas selama periode inkubasi 12 sampai 25 hari. Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe local. Lokasi yang dituju virus adalah kelenjar yang paling rentan yaitu kelenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung, atau otak. Pada kelenjar parotis terutama pada saluran ludah terdapat kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Virus masuk ke sistem saraf pusat melalui pleksus koroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan. Berbagai mekanisme patogenesis diperkirakan terjadi pada jaringan yang terinfeksi virus parotitis epidemika. Parotitis epidemika menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi dengan ELISA. IgM meningkat pada stadium awal infeksi (hari kedua sakit), mencapai puncaknya dalam minggu pertama dan bertahan selama 5-6 bulan. IgG muncul pada akhir minggu pertama, mencapai puncaknya 3 minggu kemudian dan bertahan seumur hidup. Immunoglobulin A juga meningkat saat infeksi.1,3,5 Gejala Klinis
4
Setelah melewati masa inkubasi selama 14-24 hari, 30-40% penderita tidak menunjukkan gejala klinik dan 60-70% penderita akan menunjukkan gejala klinik. Gejala dimulai dari stadium prodromal sekitar 1-2 hari dengan gejala demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot, malaise, mialgia, dan peradangan kelenjar parotis. Suhu tubuh biasanya naik sampai 38.5-39oC, kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral tetapi kemudian dapat menjadi bilateral. Di daerah parotis, kulit tampak berwarna merah kecoklatan, nyeri pada tekanan. Jika kelenjar liur disentuh, akan timbul nyeri. Pembengkakan terjadi pada hari kedua. Pembangkakan kelenjar berlangsung 3 -7 hari tetapi kadang-kadang berakhir lebih lama. Pembesaran kelenjar unilateral terjadi pada 25% kasus sedangkan pembengkakan kelenjar bilateral terjadi pada 70-80% kasus.1,3,5-7 Gejala klasik yang timbul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan. Pada anak yang lebih besar mengeluh pembengkakan dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit, terutama saat makan makanan asam. Pembengkakan dapat maju dengan sangat cepatnya, mencapai maksimum dalam beberapa jam, walaupun biasanya berpuncak pada 1-3 hari, sehingga aurikula akan terangkat dan terdorong ke lateral. Selama masa pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyeri tekan sangatlah hebat. Keluhan akan berkurang saat pembesaran kelenjar mencapai ukuran maksimum. Daerah yang mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri.2 Bersamaan dengan pembengkakan kelenjar dapat terjadi edema laring dan palatum mole sehingga mendorong tonsil ke tengah. Tidak terdapat hubungan antara luasnya pembengkakan dengan derajat demam yang diderita. Demam akan turun dalam 1-6 hari, dimana suhu tubuh kembali normal sebelum pembengkakan kelenjar hilang. Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari.3 Working Diagnosis Diagnosis pada penyakit parotitis epidemika mudah ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Namun jika manifestasi klinik yang yang ditemukan kurang lazim, maka diagnosis menjadi tidak jelas. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam
menegakkan diagnosis parotitis epidemika adalah riwayat kontak dengan penderita parotitis epidemika 2-3 minggu sebelum onset penyakit, adanya parotitis dan keterlibatan kelenjar yang lain, dan tanda meningitis aseptik.2,3
5
Diagnosis dibuat secara klinis. Peningkatan amylase serum khas dan onsetnya paralel dengan pembengkakan parotis. Diagnosis spesifik dapat dipastikan dengan isolasi virus dari saliva, urine, CSS, atau darah melalui biakan virus rutin. Peningkatan antibody serum terhadap mumps juga bersifat diagnostic. Antibodi serum terhadap antigen S mencapai puncaknya pada sekitar 75% penderita dan dapat dideteksi pada saat gejala-gejala muncul.
Pemeriksaan serologik kemudian
digunakan untuk memastikan diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja yaitu pada anak laki-laki berumur 5 tahun terkena penyakit “Mumps” atau gondongan.5 Differential Diagnosis Parotritis juga dapat disebabkan oleh virus lain, seperti Parainfluenza 1 dan 3, CMV, Epstein-Barr virus, enteroviruses, lymphocytic choriomeningitis virus. CMV dapat menyebabkan parotitis pada anak dengan gangguan imun dan bayi dengan AIDS dapat mengalami parotitis. Selain itu, diagnosis lainya adalah parotitis suppuratif, yaitu infeksi bakteri pada kelenjar parotis dan paling sering disebabkan Staphylococcus aureus. Nanah dapat dilihat keluar dari duktus Stensoni jika dilakukan penekanan pada kelenjar dan ditemukan peningkatan polimorfonuklear leukosit pada pemeriksaan darah rutin. Kulit diatas kelenjar panas, memerah dan nyeri tekan. 1,3,5,7 Parotitis rekurens / berulang, berupa peradangan pada kelenjar parotis yang sering tidak diketahui penyebabnya yang ditandai oleh pembengkakan frekuen dari kelenjar parotis. Infeksi dan hipersensitifitas terhadap iodide dan phenotiazine sering dihubungkan dengan keadaan ini. Pembengkakan kelenjar sublingual dan submaksila tidak terjadi pada keadaan ini. Bersifat alergi yang sering berulang. Limfadenitis servikal anterior atau preaurikuler merupakan penyakit yang disebabkan oleh S. aureus yang dapat menimbulkan pembengkakan unilateral maupun bilateral limfonodus servikal. Pada pemeriksaan fisik tahap palpasi, didapatkan pembesaran limfonodus servikalis dan nyeri tekan. Dari palpasi pada bagian leher, dapat ditentukan konsistensi dari pembengkakan tersebut (apakah padat atau cair, halus atau berbenjol, berpindah-pindah atau menetap). Penyakit ini 75% terjadi lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. Terdapat gejala demam dan pembengkakan di daerah leher pada penyakit ini. Kurang lebih 80% penderita merupakan anak-anak di bawah usia 5 tahun. Infeksi HIV pada anak-anak juga dapat diikuti parotitis. Biasanya terjadi pembengkakan kelenjar bilateral yang bersifat kronik, berlangsung dalam beberapa bulan atau tahun. 1,3,5,7 6
Komplikasi Viremia pada awal penyakit mungkin bertanggung jawab atas manisfestasimanifestasi infeksi parotitis epidemika pada organ-organ lain selain kelenjar-kelenjar saliva.5 Meningoensefalitis. Penyakit ini merupakan penyulit yang paling sering ditemukan selama masa kanak-kanak. Insidens sesungguhnya sukar dipperkirakan, karena infeksi subklinis yang mengenai susunan saraf pusat yang dibuktikan dengan pleiostosis cairan serebrospinal pada lebih dari 65% penderita parotitis. Manifestasimanifestasi klinis dilaporkan terjadi pada lebih dari 10% penderita. Insidens meningoensefalitis oleh penyakit parotitis epidemika kira-kira sebesar 250/100.000 kasus; sebanyak 10% dari semua kasus terjadi pada penderita berusia lebih dari 20 tahun. Sedangkan mortilitasnya kurang lebih 2%. Laki-laki terserang 3-5 kali lebih sering dari pada perempuan. Penyakit parotitis epidemika merupakan salah satu penyebab meningitis aseptik tersering.5 Patogenesis meningoensefalitis oleh parotitis epidemika digambarkan sebagai suatu infeksi primer neuron-neuron oleh virus maupun suatu ensefalitis pasca infeksi disertai demielinisasi. Pada tipe pertama, parotitis kerap kali akan muncul pada saat yang bersamaan atau menyusul masa prodormal ensefalitis. Pada tipe kedua, ensefalitis menyusul rata-rata 10 hari setelah terjadinya parotitits pada penderita.5 Secara khas, meningoensefalitis mulai dengan terjadinya kenaikan suhu, sakit kepala, muntah-muntah, iritabilitas dan kadang-kandang dijumpai kekejangan. Gambaran klinis demikian tidak dapat dibedakan dari meningoensefalitis dengan penyebab lainnya. Pada penderita tampak adanya kekakuan sedang pada kuduk, tetapi pemeriksaan neurologis lainnya memberikan hasil normal. Kadang-kadang terjadi kelemahan leher, bahu dan tungkai. Cairan serebrospinal biasanya mengandung kurang dari 500 sel/mm3 walaupun kadang-kadang jumlahnya dapat melebihi 2000 sel. Sel-sel ini hampir secara eksklusif adalah limfosit; suatu keadaan yang berlawanan dengan apa yang didapatkan pada meningitis aseptik oleh virus antero di mana pada awal penyakit lekosit polimorfonuklirlah yang paling menonjol jumlahnya. Kadar glukosa dalam cairan serebrospinal normal. Jumlah protein sedikit meningkat. Pada awal penyakit ini dapat diisolasi virus parotitis epidemika dari cairan serebrospinal penderita.5
7
Orkhitis, Epidedimitis. Lesi-lesi jarang terjadi pada anak laki-laki usia pra pubertas, tetapi sering ditemukan pada remaja dan dewasa (14-35%). Testis paling sering terkena infeksi dengan atau tanpa suatu epidedimitis atau epidedimitis terjadi secara tersendiri. Jarang dijumpai adanya hidrokel. Orkhitis biasanya terjadi 8 hari setelah parotitis, tetapi penampilannya dapat tertunda dan juga terjadi tanda adanya infeksi kelenjar saliva nyata. Kurang lebih 30% penderita orkhitis, maka kedua testis terserang penyakit tersebut. Masa prodormal penyakit biasanya terjadi secara mendadak, menggigil, sakit kepala, mual-mual dan rasa nyeri daerah abdomen bagian bawah; jika testis kanan terlibat didalam proses penyakit maka apendisitis dapat terlihat sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Testis yang terserang terasa nyeri, membengkak dan kulit sekitarnya mengalami edema serta berwarna merah. Lama penyakit rata-rata 4 hari. Dengan meredanya pembengkakan, maka testis akan kehilangan turgor normalnya; kurang lebih 30-40% testis yang terkena penyakit akan mengalami atrofi. Gangguan kesuburan timbul dan diperkirakan sebesar kurang lebih 13%, tetapi kemandulan mutlak mungkin jarang didapatkan sebagai akibat penyakit.5 Pankreatitis. Keterlibatan kelenjar pankreas secara hebat jarang ditemukan, tetapi infeksi ringan atau subklinis mungkin lebih banyak terjadi. Keadaan ini dapat terjadi tanpa berkaitan dengan manifestasi-manifestasi pada kelenjar saliva dan didiagnosis secara keliru sebagai gastroenteritis. Rasa nyeri epigastrium dan nyeri tekan memberikan petunjukan dugaan penyakit tersebut; keadaan ini dapat disertai demam, menggigil, muntah-muntah dan kelemahan. Secara khas penderita parotitis epidemika akan dijumpai kenaikan amilase didalam serum dengan atau tanpa adanya manifestasi-manifestasi klinis suatu pankreatitis. Penentuan kadar lipase serum dapat menolong untuk menegakkan diagnosis. Kemungkinan bahwa diabetes melitus dapat merupakan sekuele yang jarang, sedang dalam penyelidikan.5 Nefritis. Seringkali dilaporkan adanya viruria pada penderita. Pada pengkajian pada orang dewasa, dapat diamati terjadinya fungsi ginjal abnormal pada suatu saat dari masing-masing penderita dan viruria didapatkan sebanyak 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak tidak diketahui. Telah dilaporkan pula tentang terjadinya nefritis fatal pada 10-14 hari setelah terjadinya parotitis.5 Tiroiditis. Walaupun gangguan ini jarang ditemukan pada anak-anak, tetapi pembengkakan dengan nyeri tekan dapat terjadi kurang lebih 1 minggu setelah masa prodormal parotitis dan kemudian disusul dengan terjadi serta berkembangnya antibodi-antibodi antitiroid penderita.5 8
Miokarditis. Manifestasi-manifestasi jantung yang hebat sangat jarang ditemukan, tetapi infeksi ringan yang menyerang miokardium mungkin lebih sering terjadi dan diabaikan. Pada satu seri orang dewasa, penelusuran elektrokardiografis telah berhasil mengungkapkan terjadinya perubahan-perubahan, kebanyakan berupa depresi segmen ST sebagaimana yang didapatkan pada 13% dari seluruh penderita. Keterlibatan demikian dapat menerangkan rasa nyeri prekordial dan bradikardi serta kelelahan.5 Artritis. Artralgia yang berhubungan dengan pembengkakan dan kemerahan pada persendian merupakan penyulit-penyulit parotitis epidemika yang jarang ditemukan, terjadinya 12-14 hari setelah masa prodormal parotis. Gangguan ini akan mengalami penyembuhan sempurna.5 Mastitis. Gangguan ini merupakan panyakit yang jarang ditemukan baik di kalangan penderita laki-laki maupun perempuan.5 Ketulian. Ketulian saraf yang terjadi setelah penderita mengalami parotitis epidemika mungkin bersifat unilateral atau secara jarang dapat pula bilateral. Meskipun gangguan ini memperlihatkan insidens yang tendah (1:15.000), tetapi parotitis epidemika dianggap sebagai penyebab utama ketulian saraf unilateral. Gangguan terjadi secara mendadak atau secara perlahan-lahan. Kehilangan pendengaran dapat bersifat sementara atau menetap.5 Komplikasi neurologis yang lain adalah mielitis dan neuritis saraf fasialis (demirci). Komplikasi yang terjadi pasca ensefalitis sangat fatal seperti epilepsi, gangguan motorik, retardasi mental, iritabel, emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi aneuresis, anak jadi perusak, tindakan asosial yang lain, stenosis aquaductus dan hidrosefalus.10 Penatalaksanaan Parotitis epidemika adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak memerlukan pengobatan yang spesifik. Terapi konservatif diberikan berupa hidrasi yang adekuat dan nutrisi yang cukup untuk membantu penyembuhan. Parasetamol dapat digunakan untuk mengurangi nyeri karena pembengkakan kelenjar. Kompres hangat dapat membantu penyembuhan. Tidak ada antivirus yang tepat digunakan untuk parotitis epidemika. Tetapi cairan intravena diindikasikan untuk penderita meningoensefelitis dan muntah-muntah yang persisten. Efikasi immunoglobulin
9
masih diperdebatkan, dan tak ada bukti immunoglobulin ini dapat mencegah meningoensefalitis dan orkitis.2 Prognosis Secara umum prognosis parotis epidemika baik, kecuali pada keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele karena meningoensefalitis.8 Pencegahan Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Cara ini merupakan pendekatan terbaik untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat gondong. Secara pasif yaitu antbodi yang didapat dari ibu melalui plasenta yang dapat melindungi bayi dari parotitis epidemika sampai 1 tahun. Imunisasi aktif dengan virus parotitis epidemika hidup yang tersedia dalam bentuk vaksin monovalent atau kombinasi dengan campak campak dan rubella yang disebut MMR (Mumps, Measles, Rubella). Di Indonesia vaksinasi parotitis epidemika diberikan pada anak berumur 12-18 bulan dalam bentuk vaksin kombinasi (MMR). Vaksin diberikan secara subkutan dalam atau intramuskuler dan harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah tercampur dengan pelarutnya. Vaksin yang digunakan di Indonesia adalah galur Jeryl Lynn dan Urabe Am-9.2 Kesimpulan Parotitis epidemika atau mumps merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Rubulavirus dengan ciri khas terlihat adanya pembengkakan pada kelenjar parotis atau kelenjar ludah lain. Penyebaran virus ini dapat melalui kontak langsung, droplet di udara, bahan yang terkena saliva yang terinfeksi dan melalui urin. Penyakit ini menyerang anak umur 4-9 tahun. Pada awal infeksi, penderita akan mengalami lesu, nyeri otot leher, sakit kepala serta demam seiring dengan munculnya pembengkakan. Parotitis epidemika biasanya akan sembuh sendiri dengan istirahat dan nutrisi yang cukup. Pemberian parasetamol akan membantu mengurangi rasa nyeri. Pencegahan parotitis epidemika dapat dilakukan secara pasif dengan gamaglobulin hiperimun atau secara aktif dengan vaksin mumps sendiri atau bisa juga digunakan vaksin kombinasi MMR (mumps, measles, rubella).
10
Daftar Pustaka 1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah 2: Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. h. 629-33. 2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FKUI; 2002. h. 195-203. 3. Lubis, CP. Buku ajar ilmu kesehatan anak, infeksi & penyakit tropis. Edisike-1. Jakarta: EGC; 2002.h. 195-202. 4. Gleadle J.At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2008; h.90. 5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2012.h.1074-7. 6. Isselbacher KJ. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC; 2011.h.935-8. 7. Puspitasari I. Jadi dokter untuk diri sendiri. Yogyakarta: B First; 2010.h. 79-84. 8. Wilson, Walter R, Merle A Sande. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. USA : the McGraw-Hill Companies, Inc; 2011.
11