Batu Saluran Kemih Antonius Jonathan * NIM 102011182 102011182 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jakarta
Pendahuluan
Seorang lakilaki -laki, 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama nyeri pinggan kanan dan buang air kecil kemerahan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri awalnya dirasakan ringan, namun sejak 5 hari yang lalu nyeri dirasakan semakin memberat. Keluhan disertai dengan mual, muntah, dan demam tidak terlalu tinggi. Riwayat konsumsi obat sebelumnya tidak ada, dan riwayat trauma sebelumnya tidak ada. Keluhan utama tersebut harus kita perdalam lagi dalam anamnesis sehingga kita dapat menegakkan diagnosis dari pasien tersebut. setelah hal tersebut kita lakukan pemeriksaan penunjang untuk dapat menyingkirkan beberapa kemungkinan yang dapat terjadi, sehingga ktia dapat mengambil diagnosis yang tepat. Berdasarkan kasus tersebut diagnosis kerja dalam kasus ini adalah batu saluran kemih, yang dimana mengarah kepada batu ginjal. Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah, serta mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh, t ubuh, yang kemudian dibuang melalui urin. 1 Apabila terjadi gangguan pada organ tersebut maka dapat berdampak secara sistemik, sehingga hal tersebut harus ditangani dengan cepat. Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dala ginjal, dan mengandung komponen kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Berdasarkan hal tersebut maka akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan berikut ini, sehingga dapat ditarik kesimpulan dari kasus tersebut.
*Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Telephone: Telephone: (021) 56945694 -2061 (hunting), Email:
[email protected]
1
Pembahasan Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk dapat membantu mendiagnosa, pada tahap ini merupakan tahapan awal dari berbagai macam tahapan. Salain anamnesis terdapat juga pemeriksaan fisik yang dimana menjadi point penting. Dalam anamnesis keluhan utama merupakan bagian penting dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.2 Anamnesis ini biasanya memberikan informasi terpenting untuk mencapai diagnosis banding, dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran keluhan yang menurut pasien paling penting. Anamnesis ini sebaiknya mencakup sebagian besar waktu konsultasi. Anamnesis yang didapat harus dicatat dan disajikan dengan kata-kata pasien sendiri, dan tidak boleh disamarkan dengan istilah medis. Jika tidak bisa didapatkan anamnesis yang jelas dari pasien, maka anamnesis harus ditanyakan pada kerabat, teman, atau saksi lain.2,3 Setelah menanyakan hal-hal mengenai keluhan utama dari pasien tersebut, kita harus bisa menggali lebih dalam lagi mengenai gejala-gejala tersebut, apa yang menjadi pemicu dari gejala tersebut. Apakah dahulu pernah mengalami hal yang serupa, apakah sudah diberikan tindakan pengobatan.3 Hal ini sangat penting untuk memperkirakan hasil berdasarkan risiko-risiko yang mungkin dapat terjadi. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang kita baru dapat menegakkan diagnosis untuk pasien tersebut, walaupun kita tetap harus membuat diagnosis banding untuk membuat diagnosis tersebut menjadi lebih akurat dan tepat. Dalam kasus ini laki-laki yang berusia 50 tahun teresbut mengalami keluhan nyeri pinggan kanan dan BAK kemerahan sejak 1 bulan yang lalu. Selain itu terdapat keluhan nyeri yang memberat sejak 5 hari yang lalu, keluhan tersebut disertai dengan mual, muntah dan demam tidak terlalu tinggi. Untuk dapat menunjang anamnesis perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang. Dalam hal anamnesis ini kita tidak boleh melupakan beberapa bagian bagian yang menjadi tanda-tanda khas untuk jenis penyakit tertentu, sehingga kita dapat menegakkan diagnosis dengan tepat. Yang dimana akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikutnya. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasen meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan di bidang urologi memberikan manifestasi penyakit 2
secara sistemik, atau tidak jarang pasien yang menderita kelainan organ urogenitalia juga menderita penyakit lain. Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema tungkai satu sisi mungkin akibat obstruksi pembuluh vena karena penekanan tumor buli buli atau karsinoma prostat, dan ginekomasti mungkin ada hubungannya dengan karsinoma testis. Dan untuk hal itulah pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan cermat dan sistematis sehingga dapat menegakkan diagnosis dengan tepat. 1 Pemeriksaan fisik ginjal dimulai dengan pemeriksaan secara inspeksi didaerah pinggang mulai dengan meminta pasien duduk relaks dengan membuka pakaian pada daerah perut sebelah atas. Diperhatikan adanya pembesaran asimetri pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas. Pembesaran itu mungkin disebbkan oleh karena hidronefrosis, abses paranefrik, atau tumor ginjal. Kemudian kita lanjutkan dengan palpasi ginjal yang dilakukan secara bimanual dengan memakai dua tangan. Tangan kiri diletakkan disudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan di bawah arkus kosta. Pada saat inspirasi ginjal teraba bergerak ke bawah. Dengan melakukan palpasi bimanual, ginjal kanan yang normal pada anak atau dewasa yang bertubuh kurus seringkalli masih dapat diraba. Ginjal kiri sulit diraba karena teletak lebih itnggi daripada sisi kanan. 1,4 Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebra. Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal mungkin teraba pada saat palpasi dan terasa nyeri pada saat perkusi. Dan yang terakhir adalah auskultasi, suara bruit yang terdengar pada saat melakukan auskultasi didaerah epigastriu matau abdomen sebelah atas patut dicurgai adanay stenoris arteria renalis, apalagi kalau terdapat bruit yang terus menerus. Bruit pada abdomen juga bisa disertai oleh aneurisma arteria renalis atau malformasi arteriovenosus. Selain memeriksa ginjal kita juga memeriksa buli- buli, pada buli- buli normal sulit untuk diraba, kecuali jika sudah terisi urine paling sedikit 150 mL. Pada pemeriksaan buli buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin merupakan tumor yang ganas buli - buli atau karena buli- buli terisi penuh dari retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli- buli. Seringkali inspeksi terlihat buli- buli yang terisi penuh hingga melewati batas atas umbilikus.1,4 Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan nausea. Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan hidronefrosis. Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal dan 3
retensi urin. Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan urosepsis. Inspeksi tanda obstruksi: berkemih dengan jumlah urin sedikit, oliguria, anuria. 1
Manifestasi Klinik
Pasien dengan batu ginjal datang dengan nyeri pinggang dan hematuria dengan atau tanpa demam. Gambaran ini dapat dipersulit oleh obstruksi disertai produksi urine yang berkurang atau terhenti, bergantung pada ketinggian letak batu dan anatomi pasien, misalkan jika hanya terdapat satu ginjal yang berfungsi atau terdapat penyakit ginjal yang signifikan sebelumnnya.1 Nyeri yang berkaitan dengan batu ginjal disebabkan oleh perenganggan ureter, pelvis ginjal, atau simpai ginjal. Keparahan nyeri berkaitan dengan derajat peregangan yang terjadi dan karenannya sangat parah pada obstruksi akut. Anuria dan azotemia mengisyaratkan obstruksi bilateral atau obstruksi unilateral di satu ginjal yang funsional. Nyeri, hematuria, dan bahkan obstruksi ureter akibat batu ginjal biasanya swasirna. Keluarnya batu biasanya hanya membutuhkan cairan, tirah baring, dan analgesia. Penyulit utama adalah hidronefrosis dan kerusakan ginjal permanen akibat obstruksi total ureter yang menyebabkan terbendungnya urine dan peningkatan tekanan. Infeksi atau pembentukan abses dapat dengan cepat merusak ginjal, kemudian kerusakan ginjal akibat pembentukan batu berulang dan hipertensi akibat peningkatan produksi renin oleh ginjal yang mengalami obstruksi dapat menjadi faktor penyulit dalam kasus ini.6
Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi Film polos abdomen sangat diperlukan sebelum melakukan pemeriksaan penunjang pada saluran kemih. Film polos abdomen dapat menunjukkan batu ginjal pada sistem pelvicalyces, klasifikasi parenkim ginjal, batu ureter, klasifikasi dan batu kandung kemih, klasifikasi prostat, atau deposit tulang sklerotik. Interpretasi terhadap klasifikasi pada saluran ginjal harus dilakukkan dengan hati-hati karena flebolit pada kelenjar mesenterika dan vena pelvis yang berada di atasnya sering disalahartikan sebagai batu ureter. Film yang diambil saat inspirasi dan ekspirasi akan mengubah posisi ginjal sering kali dapat mengkonfirmasi bahwa daerah mengalami klasifikasi pada abdomen tersebut adalah batu. Pada batu ginjal gambaran radiologis yang dapat dilihat dari sebuah film polos abdomen secara umum akan memperlihatkan batu sebagai gambaran radioopak, 4
kecuali batu asam urat yang memberikan gambaran radiolusen. Sebagisn besar batu terbentuk di calces dan dapat terlihat pada urografi intravena sebagai defek pengisian pada jalur kontras. Batu staghorn berkembanga pada sistem plvicalyces dan biasanya mudah divisualisasi pada foto polos. 7 Indikasi untuk pemeriksaan urografi intravena (IVU) adalah hematuria, batu ginjal, kolik ureter, atau kecurigaan adanya batu. Pasien dengan retensi urin dan infeksi saluran kemih dianjurkan untuk melakukan ultrasonografi dibandingkan dengan IVU. Setelah didapatkan film polos abdomen sebagai kontrol awal, pemeriksaan IVU menggunakan 50-100 ml media kontras dengan osmolat rendah yang teriodinisasi disuntikan ke pasien, sehingga dapat mengambarkan gambaran ginjal yang dimana kontras dengan cepat dikeluarkan melalui filtrat glomerulus. Selain itu terdapat beberpa pemeriksaan yang dapat dilakukan lagi seperti ultrasonografi dan CT-Scan. USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU, yaitu pada keadaan -keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli- buli yang ditunjukkan sebagai echoic shadow.7 2. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin, sampel dan air kemih. Pemeriksaan pH, berat jenis air kemih, sedimen air kemih untuk menentukan hematuri, leukosituria, dan kristaluria. Pemeriksaan kultur kuman pentik untuk adanya infeksi saluran kemih. Apabila batu keluar, diperlukan faktor risiko dan mekanisme timbulnya batu. 8 Perlu dilakukan adalah penampungan air kemih 24 jam (atau waktu tertentu). Pengurangan pH air kemih. Penampungan air kemih dengan bahan pengawet 10 mL timol 5% di dalam isopropanol untuk 2 L, atau 15 mL HCl. pemeriksaan serum dan mengikuti protocol diet. Cara pengumpulan air kemih: pada hari penampungan air kemih, air kemih dibuang sesudah bangun pagi dan dicatat waktu pengosongan air kemih. Sesudahnya, semua air kemih ditampung dalam botol. Diusahakan jangan ada air kemih yang hilang, tamping disimpan dalam tempat yang dingin. Bila pengumpulan lengkap, kemudian bawa ke laboratorium secepatnya. 8
5
Diagnosis Kerja
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, dan mengandung komponen kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat, secara bersamaan dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal. 1 Epidemiologi
Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di Amerika sekitar 5-10% penduduknya menderita penyakit batu pada saluran kemih, sedangkan diseluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi. Di Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai di saluran kemih bagian atas, sedang di negara berkembang seperti India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih. Peningkatan kejadian batu pada saluran kemih bagian atas terjadi di abad-20, khususnya di daerah bersuhu tinggi dan dari negara yang sudah berkembang. Dirumah sakit di Amerika serikat kejadian batu ginjal dilaporkan sekitar 7-10 pasien untuk setiap 1000 pasien rumah sakit dan insidens dilaporkan 7 21 pasien untuk setiap 10.000 orang dalam setahun. Abad ke -16 hingga abad ke-18 tercatat insiden tertinggi penderita batu saluran kemih yang ditemukan diberbagai negara di Eropa. 1,5
Etiologi
Meskipun beragam penyakit dapat menyebabkan terbentuknya batu ginjal, sedikitnya 75% batu ginjal mengandung kalsium. Sebagian besar kasus batu kalsium disebabkan oleh hiperkalsiuria idiopatik, dengan hiperurikosuria dan hiperparatiroidisme, khususnya pada pasien dengan riwayat gout atau asupan purin yang berlebihan. Gangguan transport asam amino seperti yang terjadi pada sistinuria, dapat menyebabkan terbentuknya batu. Akhirnya batu struvit, yang terbentuk dari garam magnesium, amonium, dan fosfat, terjadi akibat infeksi saluran kemih kronik atau rekuren oleh organisme penghasil urease (proteus).6 Mayoritas batu ginjal merupakan oksalat murni, kalsium oksalat, kalsium oksalat dengan fosfat, asam urat, atau sistin. Faktor predisposisi yang dapat menjadi penyebab batu pada ginjal dapat berupa kelainan kogenital yang berupa ginjal bentuk tapal kuda, obstruksi sambungan 6
pelvi-ureter, obstruksi saluran ginjal, dan ureterokel. Selain itu dapat juga terjadi akibat gangguan metabolik dan infeksi yang disebabkan oleh proteus yang dimana akan membentuk batu staghorn.6 Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor interinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor eksterinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitar. 1 Faktor interinsik itu antara lain adalah:
1
1. Herediter: penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya 2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 3. Jenis kelamin: jumlah pasein laki-laki tiga kali lebih banyak di bandingkan dengan pasien perempuan. Faktor eksterinsik di antaranya adalah: 1 1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah bantu di afrika selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. 4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. 5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
Patofisiologi
Batu ginjal terjadi akibat perubahan kelarutan berbagai zat di urine sehingga terjadi nukleasi (pembentukan inti batu) dan pengendapan garam. Sejumlah faktor dapat mengganggu keseimbangan yang memudahkan terbentuknya batu. 6 Dehidrasi mempermudah terbentuknya batu, dan tingginya asupan cairan untuk mempertahankan volume urine harian sebanyak 2 L atau lebih tampaknya bersifat protektif. Mekanisme pasti protektif ini tidak diketahui. Berbagai hipotesis diajukan termasuk pengenceran zat-zat yang belum diketahui yang mempermudah terbentuknya batu baru dan berkurangnya waktu transit Ca2+ melalui nefron, yang memperkecil kemungkinan pengendapan.6 7
Pada orang yang rentan, diet tinggi - protein mempermudah terbentuknya batu. Banyaknya protein dalam makanan menyebabkan asidosis metabolik transien dan peningkatan LFG. Meskipun Ca2+ serum tidak terdeteksi meningkat, mungkin terjadi peningkatan transien resorpsi kalsium dari tulang. Peningkatan filtrasi kalsium glomerulus, dan inhibisi resorpsi kalsium di tubulus distal. Efek ini tampaknya lebih besar pada orang-orang 'pembentuk batu' ketimbang pada orang normal.6 Diet tinggi Na+ mempermudah ekskresi Ca2+ dan pembentukan batu kalsium oksalat, sementara asupan Na+ dalam makanan yang rendah menimbulkan efek yang berlawanan. Selain itu, ekskresi Na+ urine meningkatkan saturasi mononatrium urat yang dapat berfungsi sebagai nidus untuk kristalisasi Ca2+.6 Meskipun pada kenyataannya sebagian besar batu berupa batu kalsium oksalat, konsentrasi oksalat dalam diet umumnya terlalu rendah untuk mendukung anjuran menghindari oksalat agar pembentukan batu dapat dicegah. Demikian juga pembatasan kalsium dalam diet, yang dahulu dianjurkan bagi para "pembentuk batu" kalsium, hanya bermanfaat untuk sebagai pasien dengan hiperkalsiuria yang disebabkan oleh diet. Pada yang lain, penurunan kalsium dalam makanan malah meningkatkan penyerapan oksalat dan mempermudah terbentuknya batu.1,6 Selama beberapa tahun, adanya keterkaitan antara hipertensi, hiperkalsiuria, dan batu ginjal telah diketahuin. Namun, dasar patofisiologis keterkaitan ini belum jelas. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa terdapat suara defek genetik umum yang menyebabkan gangguan keseimbangan Ca2+ dan Na+, yang memicu proses- proses patofisiologi terpisah dan menyebabkan terbentuknya batu ginjal atau hipertensi atau, pada sebagian kasus, keduanya. 6 Terbentuknya atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya keseimbangan antara zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat yang mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu saluran kemih yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium di dalam usus, proses pembetukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal, hingga retensi kristal.1 Sejumlah faktor bersifat protektif terhadap pembentukan batu. Dalam urutan pentingnya, cairan, sitrat, magnesium, dan serat makanan tampaknya memiliki efek protektif. Sitrat dapat mencegah pembentukan batu dengan mengikat kalsium dalam larutan dan membentuk kompleks yang jauh lebih mudah larut dibandingkan dengan kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Meskipun suplementasi farmakologis diet dengan kalium sitrat terbukti meningkatkan sitrat dan pH urine serta menurunkan insidens batu rekuren, manfaat diet tinggi-sitrat belum diteliti. Namun, 8
beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa vegetarian memperlihatkan insidens pembentukan batu yang lebih rendah. Vegetarian mungkin terhindar dari efek pembentukan batu yang disebabkan oleh diet tinggi protein dan Na +, serta adanya efek protektif serat makanan dan faktor lain.1 Selain sitrat Ion magnesium (Mg2+) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca 2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah glikosaminoglikan, protein tamm horsfall atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih. 1 Pembentukan batu itu sendiri di dalam pelvis ginjal tidak menimbulkan nyeri sampai batu tersebut pecah dan kepingannya terbawa menyusuri ureter, yang menyebabkan kolik ureter. Hematuria dan kerusakan ginjal dapat terjadi tanpa menimbulkan nyeri. 1,6
Tatalaksana
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih parah. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial.1 Terapi Medikamentosa
Terapi mendikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Karena batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem koletikus dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolik ginjal atau infeksi di dalam sumbatan saluran kemih. Berikut pembagian penatalaksanaan secara medikamentosa berdasarkan etiologi dasar penyebab dari batu saluran kemih tersebut: 1,5,8 1. Batu kalsium
Hiperkalsiuria idiopatik 9
Diuretic tiazid menurunkan kalsium urin pada kedua jenis hiperkalsiuria dan efektif dalam mencegah pembentukan batu. Efek obat memerlukan sedikit penyusutan volume cairan ekstraseluler dan penggunaan NaCl yang massif mengurangi efek terapeutiknya. Kalium sitrat berguna untuk mencegah hipokalemia dan menurunkan urin sitrat, urin sitrat ini kadar ion kalsium urin. 2. Hiperurikosuria Diet rendah purin disukai, tapi sulit untuk beberapa pasien. Alternatif lain adalah allopurinol, biasanya 100mg dua kali sehari. 3. Hiperparatiroidisme primer Diagnosis dini merupakan hal yang penting, karena paratiroidektomi harus dilakukan sebelum kerusakan ginjal terjadi. 4. Asidosis tubuler renal distal Terapi dengan suplemen alkali mengubah hiperkalsiuria dan membatasi produksi batu baru. Dosis biasa natrium bikarbonat adalah 0,5 sampai 2,0 mmol/kg berat badan per hari dalam dosis terbagi empat atau enam. Alternatif lain adalah larutan Shohl, yang mengandung asam sitrat dan sitrik. 5. Hiperoksaluria Kolestiramin resin pengikatan oksalat pada dosis 8-16 g/hari, perbaikan malabsorbsi lemak dan diet rendah lemak merupakan terapi efektif pada oksaluria sekunder terhadap terapi interstinal. Kalsium laktat, 8-14 g/hari, yang mengandapkan oksalat didalam lumen usus, merupakan bentuk terapi pilihan. 6. Litiasis kalsium idiopatik Fosfor oral pada dosis 2 g fosfor sehari akan menurunkan kalsium urin dan meningkatkan pirofosfat urindan dengan demikian menurunkan kemungkinan rekurensi. 7. Batu asam urat Dua tujuan terapi adalah meningkatkan pH urin dan menurunkan ekskresi asam urat urin yang berlebihan sampai kurang dari 1g/hari. Suplemen alkali 1 -3 mmol/kg berat badan per hari, sebaiknya diberikan tiga atau empat kali dalam jarak waktu yang sama dalam dosis terbagi, salah satu dosisnya diberikan menjelang waktu tidur. Kalium sitrat dapat menurunkan resiko kristralisasi garam kalsium jika pH urin naik, sedangkan natrium sitrat atau natrium bikarbonat dapat meningkatkan resiko. Jika pH urin semalam dibawah 5,5, dosis bikarbonat malam hari mungkin dinaikan, atau ditambah asetazolamid pada waktu tidur. Dengan ekskresi asam urat yang sangat berlebihan, dosis alopurinol diatas 300 mg sehari mungkin diperlukan. Terapi alopurinol harus diberikan sebelum pasien 10
mendapat kemoterapi untuk tumor yang sangat seluler, karena diperkirakan akan terjadi hiperurikosuria yang massif. Terapi alkali harus dihindari jika juga terdapat hiperkalsiuria. 8. Sistinuria dan batu sistin Terapi terdiri dari asupan cairan yang tinggi, bahkan pada malam hari. Volume urin sehari sebaiknya lebih daari 3 L. meningkatkan pH urin dengan alkali akan membantu, sehingga pH urin lebih dari 7,5. Karena efek sampingnnya seing terjadi, penisilinamin, yang membentuk penisilamin sistin disulfida yang larut, sebaiknya hanya digunakan jika beban cairan dan terapi alkali tidak efektif. Merkapto- propinilglisin digunakan untuk menghancurkan kalkuli renal dengan perfusi pelvis renalis dan diberikan per oral untuk mencegah batu. 9. Batu struvit Batu ini terjadi akibat infeksi saluran kemih karena bakteri, biasanya spesies Proteus, yang mempunyai urease. Terapi antimikroba paling baik bila dicadangkan untuk melawan infeksi akut dan untuk memelihara sterilitas urin setelah operasi, dengan harapan mencegah rekurensi atau meminimalkan pembentukan batu. Pembedahan mungkin sesuai untuk obstruksi berat, nyeri pendarahan, atau infeksi saluran kemih yang membandel.
Terapi Non-medikamentosa
Pada waktu yang lalu, batu diangkat dengan operasi atau dengan memasukan sebuah keranjang yang fleksibel ke arah atas ureter (retrograde) dari kandung kemih selama sistoskopi. Sekarang terdapat tiga alternatif. Litotripsi ekstrakorporeal, menyebabkan fragmentasi batu
in situ didalam
ginjal, pelvis
renalis, atau ureter bagian proksimal dengan cara memajankan batu itu pada gelombang kejut. Pasien diminta berendam dalam sebuah tangki air, ginjal yang ada batunya diarahkan ke tengah pada titik focus reflector parabolic, dan gelombang kejut berintensitas tinggi dihasilkan melalui lepasan listrik bertegangan tinggi. Gelombang itu difokuskan oleh reflector, sehingga gelombang tersebut melewati pasien dan memecah batuketika gelombang itu melewatinya. Setelah menerima banyak lepasan, sebagian besar batu menjadi bubuk dan bergerak melalui ureter ke dalam kandung kemih. Fragmen batu yang lebih besar dibuang melalui sistoskopi. Litotripsi perkutan ultrasonic memerlukan perlintasan alat yang kasar menyerupai sistoskop ke dalam pelvis renalis melalui sebuah insisi kecil pada panggul. Batu dapat 11
dihancurkan oleh sebuah transduser ultrasonic yang kecil, dan fragmenya dapat dibuang langsung. Metode yang terakhir adalah pemasangan ultrasonic transduser endoskopik ke dalam ureter, litotripsi ultrasonic perkutan melalui sebuah sistiskop, batu ureter yang tidak dapat dicapai melalui litotripsi perkutan atau ekstra corporeal, dapat dihancurkan dan dibuang. Berbagai bentuk litotripsi ini telah menggantikan pielolitotomi dan ureterolitotomi.
Komplikasi
Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang berkepanjangan pada urothelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid. Sebagai akibat dari obstruksi, di ginjal atau di ureter, dapat terjadi hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat terjadi akibat batu kandung kemih, lebih -lebih bila batu tersebut membesar sehingga mengganggu aliran kemih dari kedua orifisium ureter. Faktor Risiko Penyebab Batu
Faktor resiko dibawah ini merupakan factor utama predisposisi kejadian batu ginjal, dan menggambarkan kadar normal dalam air kemih. Lebih dari 85% batu pada laki -laki dan 70% pada permpuan mengandung kalsium, terutama kalsium oksalat. Predisposisi kejadian batu khususnya batu kalsium dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hiperkalsiuria Peningkatan ekskresi kalsium dalam air kemih dengan atau tanpa factor resiko lain, ditemukan pada setengah dari pembentukan batu kalsium idiopatik. Kejadian hiperkalsiuria idiopatik diajukan dalam tiga bentuk: -
Hiperkalsiuria absortif: ditandai oleh adanya kenaikan absorbs kalsium dari lumen usus. Kejadian ini paling banyak dijumpai.
-
Hiperkalsiuria puasa: ditandai adanya kelebihan kalsium diduga berasal dari tulang.
-
Hiperkalsiuria ginjal: yang diakibatkan kelainan reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal.
2. Hipositraturia Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal. 3. Hiperurikosuria Merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat memicu pembentukan batu 12
kalsium, minimal sebagian oleh Kristal asam urat dengan membentuk nidus untuk presipitasi kalsium oksalat atau presipitasi kalsium fosfat. 4. Penurunan jumlah air kemih Keadaan
ini
biasanya
disebabkan
masukan
cairan
sedikit.
Selanjutnya
dapat
menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan pengurangan aliran air kemih. Penambahan masukan air dapat dihubungkan dengan rendahnya jumlah kejadian batu kambuh. 5. Hiperoksaluria Merupakan kenaikan ekskresi oksalat di atas normal. Penigkatan ekskresi oksalat tersebut melebihi batas normal tersebut dapat terjadi akibat absorbs oksalat intestinal dan ekskresi oksalat dalam air kemih dapat meningkat bila kekurangan kalsium pada lumen. 6. Ginjal spongiosa medulla Pembentukan batu kalsium meingkat pada kelainan ginjal spongiosa, medulla, terutama pada pasien dengan predisposisi factor metabolic hiperkalsiuria atau hiperurikosuria. 7. Batu kalsium fosfat dan asidosis tubulus ginjal tipe 1 Faktor risiko batu kalsium fosfat pada umumnya berhubungan dengan factor risiko yang sama seperti batu kalsium oksalat. Keadaan ini pada beberapa kasus diakibatkan ketidakmampuan menurunkan nilai pH air kemih sampai batas normal. 8. Faktor diet Faktor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu. Contoh: suplementasi vitamin dapat meningkatkan absorbs kalsium dan ekstrasi kalsium. Masuk kalsium tinggi dianggap tidak penting, karena hanya diabsorbsi sekitar 6% dari kelebihan kalsium yang bebas dari oksalat interstial. Kelainan kalsium air kemih ini terjadi penurunan absorbs oksalat dan penurunan ekskresi oksalat air kemih.
Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu dapat berupa, menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, kemudian diet untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu, dan aktivitas harian yang cukup. Tentu 13
hal ini didukung juga dengan terapi medika mentosa. Prognosis
Penanganan batu saluran kemih dilakukan dengan pengenalan sedini mungkin. Tatalaksana awal yang dilakukan adalah evaluasi faktor risiko batu saluran kemih. Terapi diberikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah serta mengobati gangguan akibat batu saluran kemih. Pengambilan batu dapat dilakukan dengan pembedahan/litotripsi dan yang terpenting adalah pengenalan faktor risiko sehingga diharapkan dapat memberikan hasil pengobatan dan memberikan penceghan timbulnya batu saluran kemih yang lebih baik.
Diangosis Banding 1.
Infeksi saluran kemih
Infeksi ini dimulai dari infeksi pada saluran kemih yang kemudian menjalar ke organ genitalia bahkan yag melapisi saluran kemih. Infeksi akut pada organ padat (testis, epididmis, prostat dan ginjal) biasanya lebih berat dibandingkan dengan organ yang berongga (buli-buli, ureter atau uretra), hal itu ditunjukkan dengan keluhan nyeri atau keadaan klinis yang lebih berat. Secara umum ISK atau infeksi saluran kemih dibagi dalam lima kategori, yaitu ISK uncomplicated, ISK complicated, first infection, unresolved bacteriuria, dan infeksi berulang. Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada organ-organ lain. 1 Pada infeksi saluran kemih bagian atas akan muncul gejala demam, menggigil, nyeri pinggan, malaise, anoreksia, dan nyeri tekan pada sudut kostovertebra dan abdomen. Sedangkan pada infeksi saluran kemih bagian bawah akan muncul gejala disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, hematuria, dan nyeri pada skrotum atau nyeri pada perineum. Penatalaksanaan pada kasus ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik. 2.
Pielonefritis
Pielonefitis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan parenkim ginjal. Pada umumnya kuman yang menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter. Kuman-kuman itu adalah Eschericia coli, Proteus, Klebsiella sp., dan kokus gram positif. 9 Gambaran klasik dari pielonefritis akut adalah demam tinggi dengan disertai menggigil, nyeri di daerah perut 14
dan pinggang, disertai mual dan muntah. Kadang-kadang terdapat gejala iritasi pada buli buli, yaitu berupa disuri, frekuensi, atau urgensi. Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pada pinggang dan perut, suara usus yang melemah seperti ileus paralitik. Pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis disertai peningkatan laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria, dan hematuria. Pada pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal terjadi penurunan faal ginjal, dan pada kultur urine terdapat bakteriuria.1 3.
Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan gangguan yang terjadi pada glomerulus yang dimana menyebabkan perubahan struktural di glomerulus sehinga menimbulkan gambaran yang berupa kombinasi dari temuan berikut yaitu, hematuria, proteinuria, penurunan LFG, dan hipertensi. Sebagian gangguan ini bersifat spesifik untuk ginjal, sementara yang lain adalah penyakit sistemik yang terutama atau sebagian besar mengenai ginjal. 6 Gangguan ini di golongkan menjadi lima kategori yaitu, gloerulonefritis akut, glomerulonefritis profresif cepat, glomerulonefritis kronik, sindrom nefrotik, dan kelainan urine asimtomatik. Gambaran klinis yang didapat pada penderita glomerulo nefritis akut dapat dilihat hematuria dan proteinuria yang mendadak disertai penurunan LFG serta retensi garam dan air oleh ginjal, yang diikuti oleh pemulihan sempurna fungsi ginjal. Pasien dengan glomerulonefritis akut merupakan gambaran kausa yang muncul akibat intrarenal gagal ginjal akut. Kausa yang dapat menjadi faktor kasus glomerulonefritis banyak disebabkan akibat penyakit infeksi, oleh karena itu pengobatan dapat dilakukan dengan pemeberian antibiotik.6 Penutup
Berdasarkan pembahasan tersebut pasien ini menderita batu ginjal. Batu ginjal atau kalkulus renal (nefrolitiasis) dapat terbentuk dimana saja di dalam traktus urinarius kendati paling sering ditemukan pada pelvis renalis atau calycses. Batu ginjal memiliki ukuran yang beragam dan bisa soliter atau multiple. Pemeriksaan penunjang dapat membantu kita untuk dapat mengidentifikasi lebih lanjut bagaimana sumbatan yang terjadi, apa sumbatan tersebut terjadi di pelvis renalis, ureter, atau mungkin pada kandung kemih. Penyebab ini tidak dapat diketahui dengan pasti karena banyak faktor yang dapat menimbulkan batu tersebut seperti dehidrasi, infeksi, perubahan pH urine, obstruksi pada aliran urine, faktor metabolik, faktor makanan, dan banyak lainnya. Setiap etiologi yang mendasari kasus ini dapat memunculkan karakteristik batu yang terdapat pada saluran kemih tersebut. Oleh karena itu dalam hal ini pasien dapat diterapi 15
dengan medikamentosa agar batu tersebut dapat keluar pada saat urinasi apabila batu tersebut berukuran lebih kecil dari 5 mm, sedangkan apabila sudah melebihi ukuran tersebut dapat dilakukan tindakan operasi, atau menggunakan metode ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy) untuk memecah batu hingga ukuran kecil dan dapat lewat melalui ureter hingga keluar melalui urethra. Edukasi pada pasien sangat penting dalam kasus ini untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar -dasar urologi. 3rd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2011.h.87-101. 2. Gleadle J. At a galance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.150 -151. 3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.63-78. 4. Markum HMS, editor. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2011.h.148-149. 5. Mochammad S. Batu saluran kemih. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing; 2010.h.1025-1031. 6. Ganong WF, McPhee SJ. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis. 5 th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.517-520. 7. Patel PR. Lecture notes radiologi. 2 nd ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.180-183. 8. Coe FL, Favus MJ. Nefrolitiasis. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi 16. United States: McGraw-Hill; 2005.h.1495-500. 9. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon -white RT. Lecture notes penyakit infeksi. 6th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.h.183-184.
17